Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

“HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN KEFARMASIAN”

DOSEN PENGAMPU:
FIRMANSYAH, S.Farm., M.Kes

OLEH :
NAMA : SAFITRI
NIM : F202101037
KELAS : F1 FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TELKNOLOGI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam
kepada junjungan kami Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya
mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul “Hubungan Sosial Budaya dan Kefarmasian”


ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sebab masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat kami butuhkan.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Makalah..........................................................................................2
C. Tujuan Makalah..........................................................................................2
D. Manfaat Makalah........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Peradaban Manusia dalam Sosial Budaya Dasar...................................3
B. Perkembangan Nilai Sosial Budaya Individu, Keluarga dan
Masyarakat.................................................................................................6
C. Memahami Aspek Sosial Budaya Kesehatan Khususnya dalam
Pelayanan Kefarmasian.............................................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradaban memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan perkembangan


manusia, seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat
yang "kompleks". Peradaban sering digunakan sebagai istilah lain "kebudayaan"
di kalangan akademis, dalam pengertian umum pada istilah deskriptif yang relatif
dalam keberagaman pada strata kemanusiaan. Peradaban merupakan tahapan dari
evolusi budaya yang telah berjalan bertahap dan berkesinambungan,
memperlihatkan karakter yang khas pada tahap tersebut, yang dicirikan oleh
kualitas tertentu dari unsur budaya yang menonjol, meliputi tingkat ilmu
pengetahuan, seni, teknologi dan spiritualitas yang tinggi. Peradaban akan
mencerminkan budaya suatu kelompok, sebagai contoh peradaban Mesir Kuno
tercermin dari hasil budaya yang tinggi dalam sosok bangunannya (piramid,
obeliks, spinx) yang terkait dengan ilmu bangunan, tulisan, serta gambar yang
memperlihatkan tahap budaya.
Peradaban lebih lanjut akan mempengaruhi sosial dan budaya, dalam hal
ini nilai-nilai yang terkandung dalam sosial budaya bersifat tidak konstan yang
berarti dapat terus berkembang. Perkembangan ini dipengaruhi beragam faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor yang menyebabkan perkembangan
sosial budaya pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut
sumbernya mungkin ada yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada
yang letaknya di luar masyarakat itu yaitu datangnya sebagai pengaruh dari
masyarakat lain atau dari alam sekitarnya. Perubahan ini dapat terjadi dalam
tingkat nilai sosial budaya individu, keluarga maupun masyarakat yang sejalan
dengan nilai dalam masyarakat yang berasal dari pola pikir dan akal budi
manusia-manusia yang hidup di dalamnya.
Implikasi dari nilai sosial budaya lebih mendalam berkaitan dengan
kesehatan. Aspek sosial budaya dalam perilaku kesehatan timbul ketika kalangan
medis mulai mengarah ke “community medicine”, mencangkup kesehatan mental,

1
kesehatan fisik, dan kesehatan sosial. Tujuan pembangunan sosial memberikan
kesempatan pada masyarakat untuk hidup wajar mental, fisik, dan sosial menuntut
peran ilmu sosial yang lebih besar untuk ikut memecahkan masalah kesehatan.
Upaya kesehatan memuat usaha-usaha terencana untuk merubah tingkah lakui
ndividu, kelompok dan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
melalui pendidikan. Berdasarkan latar belakang diatas maka disusunlah makalah
yang berjudul Hubungan Sosial Budaya dan Kefarmasian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peradaban manusia dalam sosial budaya dasar?


2. Bagaimana perkembangan nilai sosial budaya individu, keluarga dan
masyarakat?
3. Bagaimana aspek sosial budaya kesehatan khususnya dalam pelayanan
kefarmasian?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui peradaban manusia dalam sosial budaya dasar.


2. Untuk mengetahui perkembangan nilai sosial budaya individu, keluarga
dan masyarakat.
3. Untuk mengetahui aspek sosial budaya kesehatan khususnya dalam
pelayanan kefarmasian.

D. Manfaat Makalah

1. Dapat mengetahui peradaban manusia dalam sosial budaya dasar.


2. Dapat mengetahui perkembangan nilai sosial budaya individu, keluarga
dan masyarakat.
3. Dapat mengetahui aspek sosial budaya kesehatan khususnya dalam
pelayanan kefarmasian.

2
BAB II

PEMBAHASAN

E. Peradaban Manusia dalam Sosial Budaya Dasar

a. Peradaban Manusia

Peradaban dalam Bahasa Inggris adalah Civilization diartikan sebagai (1)


group of people living and working together for the purpose of creating an
organized society, (2) the highest cultural grouping of people which distinguishes
humans from other species, (3) complex systems or network of cities that emerge
from pre-urban culture. Antara manusia dan peradaban sangat erat hubungannya
karena keduanya saling mendukung dalam menciptakan suatu kehidupan sesuai
kodratnya. Peradaban timbul karena manusia yang menciptakannya. Masyarakat
yang beradab diartikan sebagai masyarakat yang mempunyai sopan santun dan
budi pekerti yang baik. Makna hakiki manusia beradab digambarkan dengan
ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian, dengan kata lain
kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Peradaban merupakan perkembangan kebudayaan yang telah mencapai
tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya yang mencakup seluruh
kehidupan sosial, ekonomi, politik dan teknik. Sedangkan kebudayaan adalah
sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni diatas tujuan yang
praktis hubungannya dengan masyarakat. Jadi Peradaban merupakan tahapan
tertentu darikebudayaan masyarakat tertentu yang telah mencapai kebudayaan
tertentu, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu
pngetahuan, teknologi dan seni yang telah maju. Masyarakat tersebut dapat
dikatakan telah mengalami proses perubahan sosial signifikan sehingga taraf
kehidupannya makin kompleks.
Manusia sebagai makhluk beradab dan masyarakat adab tentunya
mempunyai tanggungjawab dalam melangsungkan hidupnya. Manusia yang
bertanggungjawab adalah manusia yang bertindak baik menurut norma umum.
Makna hakiki manusia beradab adalah manusia senantiasa menjunjung tinggi
aturan-aturan, norma-norma, adat-istiadat, ugeran dan wejangan atau nilai-nilai

3
kehidupan yang ada di masyarakat yang diwujudkan ketaatan pada berbagai
pranata sosial atau aturan sosial, sehingga tercipta kehidupan di masyarakat yang
tenang, nyaman, tentram dan damai.
Konsep masyarakat adab adalah kombinasi yang ideal antara kepentingan
pribadi dan kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan aspek rohani dan jasmani
yang ada pada manusia. Sehingga kehidupan manusia selalu dibimbing oleh nilai-
nilai spiritualisme dan materialisme. Maka sepatutnya menserasikan kedua
pasangan nilai. Namun kenyataan manusia dalam memandang kedudukan dan
peranan seseorang di masyarakat lebih banyak mempergunakan tolak ukur materi.
Hal ini disebabkan karena tabiat manusia akan selalu mencari peluang kebebasan.

b. Sosial Budaya

Sosial dan budaya merupakan suatu hal yang saling melengkapi satu
dengan yang lainnya, dalam hal ini keduanya tidak dapat berdiri sendiri. Sosial
berarti segala sesuatu yang beralian dengan sistem hidup bersama atau hidup
bermasyaakat dari orang atau sekelompok orang yang didalamnya sudah tercakup
struktur, organisasi, nila-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya.
Sementara itu, budaya berarti cara atau sikap hidup manusia dalam hubungannya
secara timbal balik dengan alam dan lingkungan hidupnya yang didalamnya
tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa, dan karya, baik yang fisik
materiil maupun yang psikologis, idiil, dan spiritual.
Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala
macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang
memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk maupun berupa
sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi dan etos
kebudayaan. Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak
sama, seperti di Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang
berbeda, tetapi setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat
tersebut bukan diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. Di mana
sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan

4
manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkungan alam, atau pendidikan, yaitu
sifat hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya di mana pun.
Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat
abstrak dan terdiri atas pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta keyakinan dengan
demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam
bahasa Indonesia lebih lazim disebut sebagai adat istiadat. Dalam adat istiadat
terdapat juga sistem norma dan di situlah salah satu fungsi sistem budaya adalah
menata serta menetapkan tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia. Dalam
sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang paling berkaitan satu dengan
lainnya, sehingga tercipta tata kelakuan manusia yang terwujud dalam unsur
kebudayaan sebagai satu kesatuan. Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan
adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini.
Manusia yang telah dilengkapi Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan
mereka khalifah di muka Bumi dan diberikan kemampuan yang disebutkan oleh
Supartono dalam Rafael Raga Maran, (1999: 36) sebagai daya manusia.

c. Hubungan Manusia dengan Sosial Budaya

Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal,


maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu
kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan setelah kebudayaan itu tercipta
maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya. Tampak
bahwa keduanya akhirnya merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat
kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan peraturan-peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah
peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya harus patuh kepada peraturan
yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia
tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan
perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan
tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.
Dari sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat
dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan

5
sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses dialektis ini
tercipta melalui tiga tahap yaitu:
 Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan
membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi
kenyataan buatan manusia.
 Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat munjadi rualitas obyektif, yaitu
suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia.
Dengan demikian masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan
mempengaruhi bahkan membentuk perilaku manusia.
 Internalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia.
Maksudnya bahwa manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar
dia dapat hidup dengan baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang
dibentuk oleh masyarakat.
Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia,
dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan
(Sastrapratedja, 1991: hal: xv). Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan
masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama
lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang lebih
awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya
hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat
dilakukan dengan lebih cermat.

F. Perkembangan Nilai Sosial Budaya Individu, Keluarga dan Masyarakat

Interaksi sosial dan perkembangan kebudayaan senantiasa mengalami


perubahan berdasarkan perkembangan zaman dan tingkat kebutuhan manusia.
Sebagian dari perubahan-perubahan tersebut terjadi dengan cepat dan yang lain
agak lambat. Perubahan kebudayaan dapat terjadi secara tidak sengaja seperti
dalam hal suatu kelompok orang tertimpa bencana alam meletusnya gunung
berapi, banjir besar, kebakaran dan lain-lain sehingga memaksa masyarakat harus
pindah. Fakta dan fenomena ini dalam banyak kajian sosiolog dan antropologi
yang menjadi pemicu terjadinya pembaharuan dan perubahan kebiasaan hidup dan

6
pola interaksi. Di samping itu perubahan kebudayaan dapat pula terjadi karena
memang sudah direncanakan. Misalnya program bantuan teknis dan kesehatan
dari badan-badan organisasi dunia, yang sering disertai dengan usaha untuk
mengubah kebudayaan dan cara pandang dengan suatu cara tertentu.

a. Perkembangan Nilai Sosial Budaya Individu dan Hubungannya dengan Nilai


Sosial Budaya Masyarakat

Setiap individu hidup di lingkungan kebudayaannya, masing- masing


budaya punya ciri khasnya tersendiri. Kebudayaan orang Madura akan berbeda
dengan budaya Makassar, budaya orang Jawa berbeda dengan budaya orang Bali,
demikian juga budaya orang Irian akan berbeda dengan kebudayaan orang Bugis.
Sekalipun demikian, kebudayaan itu bisa dipelajari, dibentuk dan dirubah.
Kebudayaan dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya itu, selalu diturunkan
dan diajarkan oleh generasi tua kepada generasi muda, bisa melalui pendidikan
(baik pendidikan formal, informal maupun non formal), atau melalui kesenian
(tarian, lukisan, gambar hidup atau patung, cerita, nyanyian, sandiwara, dan lain-
lain), bisa pula lewat ajaran agama, lewat pameran secara seremonial, adat
istiadat, tradisi, dan lain-lain.
Seiring dengan proses transformasi budaya, baik langsung maupun tidak
langsung,terbawa dan terbentuklah kognisi dalam artian pengertian, pengalaman,
pemahaman, pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan, yang selanjutnya diikuti
oleh berbagai bentuk afeksi (perasaan) yaitu, senang, gembira, rindu, sedih, takut,
marah, benci, dan bentuk emosi lainnya yang pada akhirnya semua digiring
kepada kesiapan untuk menerima atau menolak. Bila menerima artinya mereka
siap untuk mendukung baik dengan perkataan, perbuatan maupun dengan perilaku
lainnya, demikian juga sebaliknya. Jika ketiga unsur ini berjalan secara seimbang
maka akan terbentuklah sikap seseorang (individu) dan bila hal ini terjadi secara
bersamaan terhadap suatu objek maka terbentuklah sikap sosial.

7
b. Perkembangan Nilai Sosial Budaya Keluarga dan Masyarakat

Kepribadian setiap orang terbentuk karena nilai-nilai budaya dimana


seseorang itu dilahirkan, dibesarkan dan dididik. Hal yang sama diungkapkan pula
oleh Ralph Linton yang mengupas mengenai latar belakang kebudayaan dari
terbantuknya kepribadian manusia, tanpa kebudayaan tidak mungkin lahir suatu
kepribadian. Oleh sebab itu proses pendidikan tidak bisa lain dari proses
pembudayaan. Dari nilai-nilai kebudayaan yang terwujud di dalam kehidupan
keluarga, masyarakat lokal, masyarakat nasional dan seterusnya kedalam ke
dalam masyarakat dunia.
Nilai ini menjadi pedoman hidup bagi anggota masyarakat dan dianggap
baik dan benar serta wajib dipatuhi. Nilai sosial tidak berbentuk tulisan,
melainkan berbentuk lisan serta diketahui dan disepakati bersama oleh setiap
anggota masyarakat. Pewarisan nilai sosial dilakukan oleh generasi lama ke
generasi baru secara turun-temurun. Dalam suatu masyarakat, nilai sosial dapat
sangat beragam dan selalu berubah mengikuti perkembangan dalam masyarakat
itu sendiri. Nilai sosial diperlukan untuk mengatur hubungan antaranggota
masyarakat.

G. Memahami Aspek Sosial Budaya Kesehatan Khususnya dalam Pelayanan


Kefarmasian

a. Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses
membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara
kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup

8
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.

b. Aspek Sosial dan Budaya mengenai Kesehatan

Aspek sosial kesehatan cukup beragam, diantaranya yaitu sebagai berikut.


 Penghasilan (income). Masyarakat yang berpenghasilan rendah menunjukkan
angka kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi.
 Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan
ke dokter dari pada laki-laki.
 Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita
pekerja.
 Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has of
oneself" yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya. Self
concept ditentukan oleh tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan
terhadap diri kita sendiri. Self concept adalah faktor yang penting dalam
kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku petugas
kesehatan.
 Image Kelompok. Image seorang indwidu sangat dipengaruhi oleh image
kelompok. Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.
 Identitas Individu pada Kelompok. Idenufikasi individu kepada kelompok
kecilnya sangat penting untuk memberikan kcamanan psikologis dan kepuasan
dalam pekerjaan mereka. Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial
masyarakat diperhatikan.
Aspek budaya juga beragam, diantaranya yaitu sebagai berikut.
 Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit. Masyarakat mempunyai batasan
sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan sakit versi sistem medis
modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna, dan dosa).
 Kepercayaan. Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku
kesehatan, beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-
kadang memberi pengaruh negatif terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik

9
atau fatalsm adalah ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai oleh nasib.
Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan menganggap bahwa penyakit
adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak Allah. Jadi. sulit
menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.
 Pendidikan. Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-
petunjuk kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak
disesuaikan dengan tingkat pendidikan khayalaknya.
 Nilai Kebudayaan. Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku
bangsa yang mempunyai perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek
tertentu. Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan arah pada cara hidup,
persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan pilihan mereka untuk bertindak.
Contoh : Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI
akan menjadi amis « Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru.
Penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus.
Penderita hanya terbatas pada anak-anak dan wanita. Setelah dilakukan
peneluaan ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tradisi kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang
paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Emosentrisme
merupakan sikap atau pandangan yg berpangkal pada masyarakat dan
kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yg
meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti contoh, Seorang
perawat dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan,
sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat
tidak. Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih
sebaiknya mulai diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan
menjadi nilai dan norma dalam masyarakat.
 Norma. merupakan aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan. tatanan, dan pengendali tingkah laku yg
sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi perbedaan norma (sebagai standar
untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
Masyarakat menetapkan perilaku yang normal.

10
c. Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi sangat penting untuk mencapai pengobatan yang aman


dan optimal. Riset di Swedia yang membandingkan kelompok pasien antara yang
mendapat pelayanan kefarmasian biasa dan pelayanan kefarmasian standar
menunjukkan bahwa pasien yang mendapat pelayanan kefarmasian standar
merasa lebih aman dengan pengobatannya, diperhatikan dengan baik oleh
apoteker, mendapat informasi yang penting dan merasa lebih siap ketika menemui
dokter. Berbagai permasalahan yang dialami saat konseling antara lain kesulitan
membuka kemasan obat, kekhawatiran efek samping, interaksi obat dan
pengobatan yang tidak tepat.
Apoteker dan TTK mempunyai peran penting dalam mencegah kesalahan
peresepan dalam e-resep melalui deteksi eror dan verifikasi maksud penulis resep.
Kesalahan dalam resep dideteksi dengan pengecekan ulang, mencetak resep dan
menggunakan spidol untuk mewarnai. Bila terjadi masalah maka dilakukan reviu
riwayat pengobatan pasien, konsultasi dengan pasien atau tim farmasi lainnya dan
menggunakan sumber informasi online. Apoteker dan TTK mengoreksi resep
dengan melakukan perkiraan ilmiah atau menghubungi penulis resepnya
langsung.
Pelayanan kefarmasian yang baik adalah pelayanan yang berorientasi
langsung dalam proses penggunaan obat, bertujuan menjamin keamanan,
efektifitas dan kerasionalan penggunaan obat dengan menerapkan ilmu
pengetahuan dan fungsi dalam perawatan pasien. Tuntutan pasien dan masyarakat
akan mutu pelayanan kefarmasian mengharuskan adanya perubahan paradigma
pelayanan dari paradigma lama yang berorientasi pada produk obat, menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat
ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada
pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang

11
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi
perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian
informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai
harapan dan terdokumentasi dengan baik. Selain itu, apoteker harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk
mendukung penggunaan obat yang rasional.

12
BAB III

PENUTUP

H. Simpulan

Simpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah sebagai


berikut:
1. Peradaban manusia merupakan perkembangan sosial dan kebudayaan yang
telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya yang
mencakup seluruh kehidupan sosial, ekonomi, politik dan teknik.
2. Perkembangan nilai sosial budaya individu, keluarga dan masyarakat
dipengaruhi faktor internal dan eksternal yang saling mendukung.
3. Aspek sosial budaya mempengaruhi sikap masyarakat terhadap kesehatan dan
pelayanan kefarmasian.

I. Saran

Saran yang dapat saya berikan sebagai penulis adalah sebaiknya para
pembaca memberi masukan kepada penulis agar makalah ini dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi ke depannya, karena makalah ini masih jauh
dari kata sempurna.

13
DAFTAR PUSTAKA

Sudjatnika, T., 2017, Nilai-Nilai Karakter yang Membangun Peradaban Manusia,


Jurnal Al-Tsaqafa, 14(1): 133-146
Yoga, S., 2018, Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia dan
Perkembangan Teknologi Komunikasi, Jurnal Al-Bayan, 24(1): 29-46
Syamaun, S., 2019, Pengaruh Budaya terhadap Sikap dan Perilaku Keberagaman,
Jurnal At-Taujih, 2(2): 319-342
Mattaputty, J. K., 2016, Pendidikan Nilai Sosial Budaya dalam Keluarga dan
Lingkungan Masyarakat Suku Nuaulu di Pulau Seram, Jurnal Pedagogika
dan Dinamika Pendidikan, 4(2): 96-102
Setiadi, E. M., Karma A. H., Ridwan E., 2006, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
Kencana, Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai