Anda di halaman 1dari 23

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT BANJARMASIN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Antropologi


(AKBK1205)

Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Rochgiyanti, M.Si., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 3

AHMAD KHAIRANI SAPUTRA 2110111210004


HAMID ABDUL AZIZ 2110111210010
MUHAMMAD HASSEL YASA SATRIA 2110111210012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Kebudayaan dan Masyarakat Banjarmasin” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Ibu Dr. Hj. Rochgiyanti, M.Si., M.Pd. dalam mata kuliah Pengantar Sosiologi.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Kebudayaan dan Masyarakat Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Rochgiyanti, M.Si.,
M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Sosiologi yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 28 Februari 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1 Pengertian Kebudayaan ................................................................................. 4
2.1.1 Perilaku ................................................................................................... 5
2.1.2 Bahasa ..................................................................................................... 6
2.1.3 Materi ...................................................................................................... 6
2.2 Unsur-unsur Kebudayaan .............................................................................. 7
2.3 Fungsi Kebudayaan Dalam Bermasyarakat................................................... 8
2.4 Sistem Kebudayaan ..................................................................................... 10
2.5 Studi Kasus Kebudayaan ............................................................................. 13
2.5.1 Kebudayaan Batasmiyah....................................................................... 13
2.5.2 Kebudayaan Tepung Tawar .................................................................. 14
2.5.3 Kebudayaan Wara ................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 (Sumber : Dokumentasi Pribadi ) ................................................... 13


GAMBAR 2 (Sumber : www.tribunnews.com, diakses kamis 17 maret 2022) .. 14
GAMBAR 3 (Sumber : www.senibudaya.com, diakses kamis 17 maret 2022) .. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusiapun
mengalami perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi,
dunia tak lagi berada dalam dunia kognisi, atau dunia tidak mempunyai apa
yang dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak pencapaian kesempurnaan
tata nilai kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama rendah,
berdiri sama tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa
periferi. Sebuah kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa
sama kuat pengaruhnya terhadap kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat
dalam kehidupan manusia modern.

Keberadaan kebudayaan dalam kehidupan manusia adalah fungsional


dalam struktur-struktur kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
hidup sebagai manusia. Yaitu sebagai kategori-kategori atau golongan-
golongan yang ada di dalam lingkungannya. Yaitu kategori yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya sebagai manusia.
Kebutuhan-kebutuhan hidup yang harus dipenuhi manusia agar dapat hidup
sebagai manusia mencakup tiga kategori. Ketiga kategori kebutuhan tersebut
harus dipenuhi secara bersama-sama dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut
di integrasi oleh kebutuhan adab, yang menjadikan pemenuhan kebutuhan
hidup tersebut sebagai tindakan-tindakan yang penuh adab, etika, dan moral
(Parsudi Suparlan, 2004).

Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses linear


yang selalu bergerak ke depan dengan berbagai peyempurnaannya juga
mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak lagi sekedar bergerak maju
tetapi juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan kebudayaan
lain, bahkan kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan
sebenarnya secara khusus dan secara teliti dipelajari oleh antropologi budaya.

1
Akan tetapi seorang yang memperdalam tentang sosiologi sehingga
memusatkan perhatiannya terhadap masyarakat, tidak dapat menyampingkan
kebudayaan dengan begitu saja. Karena dikehidupan nyata keduanya tidak
dapat dipisahkan dan selamanya merupakan dwi tunggal (Kistanto, 2015).

Istilah “kebudayaan ” atau “budaya” adalah kata yang sering dikaitkan


dengan Antropologi. Akan tetapi, tentu saja Antropologi tidak mempunyai hak
eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Sosiologi juga menggunakan dan
mengkaji masalah kebudayaan karena kebudayaan tak lepas dari hubungan
antara sesama manusia dalam masyarakat. Mengabaikan kajian kebudayaan
tentu akan membuat Sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat menjadi
hambar dan kehilangan nuansa dinamisnya. Namun, harus diakui bahwa
Antropologi-lah yang sering menggunakan istilah ini, dan secara luas mengkaji
secara mendalam dan detail dinamika kebudayaan manusia, terutama sejarah
kebudayaan dan kebudayaan masyarakat-masyarakat kuno dan terpencil.
Sementara itu, sosiologi mempelajari kebudayaan dari sudut pandang dinamika
hubungan antara manusia dan kelompok, serta interaksi kelompok dengan
kelompok lain melalui budayanya. Sosiologi juga memberikan banyak kajian
tentang bagaimana interaksi sosial dalam masyarakat melahirkan suatu pola
kebudayaan, bagaimana lembaga-lembaga masyarakat memiliki kebudayaan-
kebudayan tertentu, dan bagaimana ketika antar-kelompok sosial yang berbeda
secara budaya itu berinteraksi (Nurani Soyomukti, 2010 : 427-426).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah :

1. Bagaimana hubungan antara kebudayaan dan masyarakat?


2. Bagaimana pentingnya kebudayaan dimasyarakat?

2
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penyusunan ini adalah
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara kebudayaan dan


masyarakat.
2. Untuk mengetahui pentingnya kebudayaan dalam kehidupan
masyarakat.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
“budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.
Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan
secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul
“Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat,
dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan
oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Rowland Pasaribu, 2013 : 92)

Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan


manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang
harus didapatkanya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar,
yang semuanya tersusun dalam kehidupanan masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, ada 3 wujud kebudayaan, yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-


nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, wujud pertama ini
adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba
atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala atau dengan
perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat di mana
kebudayaan bersangkutan itu hidup. Wujud ideal dari kebudayaan ini,
yaitu adat-istiadat. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas
serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
2. Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau social
system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem

4
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi,
berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, dari hari ke hari dan
dari tahun ke tahun. Selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan.
3. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik dan tak
memerlukan banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil
fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam
masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.

Berdasarkan penggolongan wujud budaya tersebut, maka Rowland pasaribu


(2013) mengkelompokkan wujud kebudayaan menjadi:

1. Budaya yang bersifat Abstrak Sebagaimana telah dijelaskan di atas,


budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam pikiran manusia,
sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Karena terwujud sebagai ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan cita-cita.
Dengan demikian, budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari
budaya. Ideal disini berarti sesuatu yang seharusnya atau sesuatu yang
diinginkan manusia sebagai anggota masyarakat yang telah menjadi
aturan main bersama.
2. Budaya yang bersifat Konkret Wujud budaya yang bersifat konkret
berpola dari tindakan atau perbuatan dan aktivitas manusia di dalam
masyarakat yang terlihat secara kasat mata. Sebagaimana disebutkan
Koentjaraningrat wujud budaya konkret ini dengan system social dan
fisik, yang terdiri dari:

2.1.1 Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkahlaku tertentu dalam
situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus
mengikuti pola-pola perilaku masyarakatnya. Pola-pola perilaku adalah
cara bertindak seluruh anggota suatu masyarakat yang mempunyai
norma-norma dan kebudayaan yang sama.

5
Manusia mempunyai aturan main tersendiri dalam hidupnya di
masyarakat, karena itu menurut Rapl Linton dalam mengatur hubungan
antarmanusia diperlukan design for living atau garis-garis petunjuk
dalam hidup sebagai bagian budaya, misalnya :

1) apa yang baik dan buruk, benar-salah, sesuai-tidak sesuai dengan


keinginan (valuational elements)
2) bagaimana orang harus berlaku (priscriptrive elements)
3) perlu tidaknya diadakan upacara ritual adat atau kepercayaan,
(cognitive elements), misalnya : kelahiran, pernikahan,
kematian.

2.1.2 Bahasa
Linton menyebutkan bahwa salah satu penyebab paling penting
dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai tarafnya seperti
sekarang ialah bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berfikir dan alat
berkouminkasi. Tanpa berfikir dan berkomunikasi kebudayaan sulit
ada. Sebagaimana diketahui sebuah pepatah mengatakan “bahasa
menunjukkan bangsa”, artinya bahasalah yang mempopulerkan sebuah
bangsa yang tentu saja termasuk didalamnya kebudayaan bangsa
tersebut. Melalui bahasa kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk,
dibina, dikembangkan, serta dapat diwariskan pada generasi
mendatang. Bahasa bermanfaat bagi manusia, bahasa dapat
menjelaskan ketidak mengertian manusia akan sesuatu hal. Dengan
demikian bahasa dapat menambah pengetahuan manusia, memperluas
cakrawala pemikiran, melanggengkan kebudayaan.

2.1.3 Materi
Budaya materi merupakan hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya manusia dalam masyarakat. Bentuk materi ini berupa pakaian,
alat-alat rumah tangga, alat produksi, alat transportasi, alat komunikasi,

6
dan sebagainya. Klasifikasi unsur budaya dari yang kecil hingga yang
besar adalah sebagai berikut :

1) Items, unsur yang paling kecil dalam budaya;


2) Traits, merupakan gabungan beberapa unsure terkecil;
3) Kompleks budaya, gabungan beberapa dari items dan trait;
4) Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks
budaya.

Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-


unsur budaya menyeluruh (cultural universal). Terjadinya unsure
budaya tersebut dapat melalui discovery, yaitu penemuan yang terjadi
secara tidak sengaja atau kebetulan, yang sebelumnya tidak ada. dan
invention, yaitu penemuan atau usaha yang disengaja untuk
memperoleh hal-hal baru.

2.2 Unsur-unsur Kebudayaan


Adanya perbedaan wujud kebudayaan antara satu budaya dengan budaya
lain, disebabkan karena dalam masyarakat terdiri atas berbagai unsur, baik
yang besar maupun yang kecil yang membentuk satu kesatuan. Ada banyak
pendapat tentang unsur-unsur yang membentuk suatu kebudayaan.

Menurut Melville J. Herskovits, unsur-unsur kebudayaan terdiri atas sebagai


berikut :

a) alat-alat teknologi
b) system ekonomi;
c) keluarga;
d) kekuasaan politik

Menurut Bronislaw Malinowski, menyebutkan unsur-unsur kebudayaan,


sebagai berikut :

a) sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antar anggota


masyarakat agar menguasai alam sekelilingnya;

7
b) organisasi ekonomi;
c) alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga adalah lembiga
pendidikan yang utama;
d) organisasi kekuatan

Kluckhohn, berpendapat bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan yang


bersifat universal (cultural universal), artinya ketujuh unsur ini dapat
ditemukan pada semua kebudayaan bangsa di dunia, yaitu:

a. sistem religi
b. sistem pengetahuan
c. sistem matapencaharian hidup
d. sistem peralatan hidup atau teknologi
e. organisasi kemasyarakatan
f. bahasa
g. kesenian

Tiap-tiap unsur kebudayaan itu dapat diperinci menjadi unsur-unsurnya


yang lebih kecil hingga beberapa kali. Dengan metode Raplh Linton
pemerincian dapat dilakukan hingga empat kali. Karena serupa dengan
kebudayaan dalam keseluruhan, setiap unsur kebudayaan universal itu juga
mempunyai tiga wujud, yaitu wujud sistem budaya, wujud sistem sosial, dan
wujud kebudayaan fisik sehingga pemerincian dari ketujuh unsur tersebut
masing-masing harus juga dilakukan mengenai ketiga wujud tersebut
(Rowland Pasaribu, 2013 : 15).

2.3 Fungsi Kebudayaan Dalam Bermasyarakat


Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat. bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-
anggotanya seperti kakuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya
didalam masyarakat itu sendiri tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia
dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik dibidang spiritual maupun

8
material. Kebutuhan kebutuhan masyarakat tersebut diatas untuk sebagian
besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
dikatakan sebagian besar karena kemampuan manusia terbatas sehingga
kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaanya juga terbatas
didalam memenuhi segala kebutuhan (Roni Hidayat, 2015 : 5).

Dalam tindakan–tindakan untuk melindungi diri terhadap lingkungan


alam, pada taraf permulaan, manusia bersikap menyerah dan semata-mata
bertindak didalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf tersebut masih
banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang hingga kini masih rendah
taraf kebudayaannya. Misalnya suku bangsa kubu yang yang tinggal
dipedalaman daerah jambi masih bersikap menyerah terhadap lingkungan
alamnya. Rata-rata mereka itu masih merupakan masyrakat yang belum
mempunyai tempat tinggal tetap karena persedian bahan pangan semata-mata
tergantung dari lingkungan alam, taraf teknologi mereka belum mencapai
tingkatan dimana manusia diberikan kemungkinan-kemungkinan untuk
memanfaatkan dan menguasai lingkungan alamnya (Roni Hidayat, 2015 : 5) .

Keadaan berlainan dengan masyarakat yang sudah kompleks, yang taraf


kebudayaannya lebih tinggi sehingga akan memanfaatkan hasil karya manusia
yang disebut teknologi, memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat
luas untuk memanfaat hasil alam dan apabila mungkin, menguasai alam.
perkembangan teknologi dinegara-negara besar seperti amerika serikat, rusia,
prancis, jerman, dan sebagainya, merupakan berapa contoh dimana masyarakat
tidak lagi pasif menghadapi tantangan alam sekitarnya (Roni Hidayat, 2015 :
5).

Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat


perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulaan kemasyarakatan.
kekuatan yang tersembunyi dalam masyarakat tidak selamanya baik. untuk
menghadapi kekuatan yang buruk, manusia terpaksa melindungi diri dengan
cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk
tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berlaku didalam pergaulan

9
hidup, kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tentang tingkah laku atau
tindakan yang harus dilakukan dalam suatu keadaan tertentu. (Roni Hidayat,
2015 : 5).

2.4 Sistem Kebudayaan


Konsep sistem dapat ditujukan kepada: organisasi, kumpulan, himpunan,
organ tubuh dan seterusnya. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan
suatu sistem, yaitu sistem sosial budaya karena didalam masyarakat itu terdiri
dari individu-individu yang melakukan kegiatan, kebiasaan, tata cara sehingga
terbentuk kesatuan. Dengan demikian sostem sosial budaya adalah unsur-unsur
sosial budaya yang saling berkaitan dengan yang lain secara teratur, sehingga
tercipta tata kelakuan yang serasi bagi masyarakatnya (Rowland Pasaribu,
2013 : 12-13).

Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat


abstrak dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta keyakinan
dengan demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang
dalam bahasa Indonesia lebih lazim disebut sebagai adat istiadat. Dalam adat
istiadat terdapat juga sistem norma dan di situlah salah satu fungsi sistem
budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-tindakan dan tingkah laku
manusia (Rowland Pasaribu, 2013 : 13).

Sistem kebudayaan suatu daerah akan menghasilkan jenis-jenis


kebudayaan yang berbeda. Berikut Jenis kebudayaan yang dikelompokkan oleh
Rowland Pasaribu (2013) ke dalam 2 Kebudayaan yaitu:

a. Kebudayaan material. Kebudayaan material antara lain hasil cipta, karsa,


yang berwujud benda, barang alat pengolahan alam, seperti gedung, pabrik,
jalan, rumah dan sebagainya.
b. Kebudayaan non-material. Merupakan hasil cipta, karsa, yang benwujud
kebiasaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Non-material
antara lain adalah :

10
1) Cara (usage). Proses interaksi yang terus menerus akan melahirkan
pola-pola tertentu yang disebut cara (usage). Norma yang disebut cara
hanya mempunyai kekuatan yang lemah dibanding norma yang lain.
Pelanggaran terhadap norma ini hanya disebut tidak sopan, misalnya
makan sambil berdiri, berdecak, bersendawa, dan sebagainya.
2) Volkways (norma kelaziman/kebiasaan). Kebiasaan adalah perbuatan
yang diulang-ulang dalam bentuk sama, merupakan cermin bahwa
orang tersebut menyukai perbuatannya. Contohnya bertutur sopan
santun, memberi salam, menghormati orang tua. Pelanggaran
terhadap norma ini akan dianggap sebagai penyimpangan terhadap
kebiasaan masyarakat. Sanksi terhadap pelanggaran ini berupa
teguran, sindiran, dipergunjingkan dan sebagainya yang sifatnya
sangsi masyarakat, yang mungkin dianggap ringan.
3) Mores (Norma tata kelakuan / norma kesusilaan). Mores adalah aturan
yang berlandaskan pada apa yang baik dan seharusnya menurut ajaran
agama, filsafat atau nilai kebudayaan. Pelanggaran terhadap usege,
volkways hanya akan dianggap aneh atau tidak sopan, tetapi
pelanggaran terhadapan mores akan disebut jahat. Contoh terhadap
mores adalah berzinah. Sanksinya berat, dirajam atau diusir dari
kampung halamannya. Karena sanksinya yang berat mores disebut
norma berat.

Fungsi norma tata kelakuan di masyarakat :

a) Memberikan batas-batas pada kelakuan individu (perintah dan


larangan)
b) Mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya (memaksa
individu untuk menyesuaikan perikelakuannya dengan norma
yang berlaku)
c) Menjaga solidaritas antaranggota masyarakat (menjaga keutuhan
dan kerjasama antar anggota masyarakat).

11
5) Norma adat istiadat (custom). Tata kelakuan yang kekal serta kuat
integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat mengikat
menjadi adat istiadat (costum). Anggota masyarakat yang melanggar
adat istiadat dapat memperoleh sanksi yang berat, misalnya dikucilkan
dari masyarakat. Misal, bercerai adalah suatu aib besar bagi
masyarakat Lampung. Dalam masyarakat sunda perempuan apabila
tidak dilamar dianggap aib, sebaliknya dalam masyarakat Minang
perempuanlah yang melamar laki-laki, dan sebangainya.
6) Norma hukum (Laws). Adalah suatu norma yang lebih tepat disebut
sebagai hukum yang tertulis, meskipun tidak selalu demikian. Laws
adalah suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota
masyarakat yang berisi ketentuan-ketentuan, perintah, kewajiban dan
larangan agar dalam masyarakat tercipta suatu ketertiban dan
keadilan. Aturan ini lazimnya tertulis yang dikodifikasikan dalam
bentuk berbagai macam kitab undang-undang, atau tidak tertulis
berupa keputusan-keputusan hukum pengadilan adat. Karena sebagian
besar norma hukum adalah tertulis maka sanksinya adalah yang paling
tegas bila dibandingkan dengan norma lain.
7) Mode (fashion). Mode atau fashion adalah cara dan gaya melakukan
dan membuat sesuatu, yang sering berubah-ubah, serta diikuti orang
banyak. Hal terakhir ini merupakan ciri khas dari mode, yakni sifatnya
yang massal. Mode atau fashion tidak hanya tampak pada cara orang
memotong dan menggunakan pakaian, cara mengatur rambut dan
sebagainya, tetapi juga dalam hal mengejar sesuatu yang baru di
bidang lain. Dari mode akan lahir sesuatu yang baru yang bersifat
inovatif, misalnya tarian tradisonal Jawa dielaborasi dengan kesenian
Melayu atau Bali akan lahir tarian kontemporer-modern, tetapi dari
mode juga akan melahirkan sesuatu yang dianggap aneh oleh
masyarakat misalnya rambut dengan gaya funky, dengan dicat
berwarna-warni, yang mungkin nantinya akan dianggap biasa. Dalam
sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang paling berkaitan satu

12
dengan lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan manusia yang
terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu kesatuan. Berikut akan
dijelaskan tentang unsur-unsur kebudayaan tersebut.

2.5 Studi Kasus Kebudayaan


Contoh kebudayaan yang diambil merupakan kebudayaan yang ada
sekitar daerah penulis yang masing-masing memiliki keunikan dan perbedaan,
walaupun memiliki sifat yang negative maupun positif kita harus menghormati
kebudayaan tersebut karna hal itutumbuh karna adanya masyarkat yang
membangunnya. Berikut contoh studi kasus kebudayaan :

2.5.1 Kebudayaan Batasmiyah

GAMBAR 1 (Sumber : Dokumentasi Pribadi )

Anak adalah amanah dari Tuhan yang harus dididik oleh orang
tua. Selain mendidik, orang tua juga wajib memberikan nama kepada
seorang anak. Sejumlah daerah mempunyai tradisi tersendiri dalam
upacara pemberian nama kepada anak.

Bagi masyarakat Suku Banjar, Kalimantan Selatan, tradisi


pemberian nama menjadi budaya yang menarik. Mereka biasa
menyebut budaya tersebut dengan nama tasmiah. Kata tasmiah berasal
dari bahasa Arab yang berarti memberi nama kepada anak yang baru
lahir. Biasanya, pelaksanaan tasmiah selalu disertai dengan upacara
akikah atau pemotongan seekor kambing.

13
Orang tua wajib memotong seekor kambing untuk anak
perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki. Makna
pemotongan kambing untuk menghilangkan sifat-sifat kebinatangan
yang ada pada diri manusia sejak lahir.

Sebelum di-tasmiah, bayi diturunkan dari ayunan dan diarak


keliling rumah. Acara ini diiringi rombongan kesenian sinoman hadrah,
yang melantunkan pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu,
acara tasmiah juga disertai dengan pembacaan ayat suci Alquran dan
dakwah agama.

Usai pemberian nama, rambut bayi dipotong dan selanjutnya


diberi tepung tawar sebanyak tiga kali di atas kepala. Bila proses ini
telah dilalui maka anak itu resmi menyandang nama yang diberikan.
Masyarakat Banjar percaya bahwa arti nama yang diberikan sangat
berpengaruh terhadap perjalanan hidup bayi itu. Nama yang kasih juga
diharapkan dapat memberi berkah kepada diri anak tersebut dan
keluarganya.

2.5.2 Kebudayaan Tepung Tawar

GAMBAR 2 (Sumber : www.tribunnews.com, diakses kamis 17 maret 2022)

14
Tepung tawar adalah salah satu budaya dalam acara adat Melayu,
yang biasanya dilakukan pada acara pernikahan, sunatan, menabalkan
nama, menyambut jemaah haji, syukuran, menyambut tamu agung, dan
lainnya. Nama tepung tawar ini sendiri diambil dari salah satu bahan
yang ikut dalam ramuan tepung tawar itu, yakni berupa tepung beras
yang dicahar dengan air. Upacara adat Tepung Tawar kini telah menjadi
sebuah keharusan, menjadi sebuah trend dijaman modern ini,tentunya
kita melirik kembali tentang keberadaan upacara tradisi Tepung tawar
ini yang pada jaman dahulu seperti menjadi sebuah keharusan bagi
masyarakat yang melaksanakan sebuah upacara-upacara baik upacara
di dalam kehidupan rumah tangga maupun upacara bagi masyarakat
pada.

Budaya ini diwariskan secara turun temurun, dimulai sejak belum


masuknya Islam ke kehidupan masyarakat banjar. Tapung tawar
merupakan sebuah ritual singkat yang dilakukan oleh tetua adat untuk
memberikan doa keselamatan dan lain sebagainya dengan cara
memercikkan air yang telah bercampur dengan "Minyak Likat
Baboreh". Air tapung tawar tersebut dipercikan dengan menggunakan
sobekan daun pisang atau anyaman daun kelapa yang dibentuk
sedemikian rupa. menurut kepercayaan, air itu mengandung kekuatan
magis dan dapat memberikan keselamatan bagi orang yang ditapung
tawari.Sekarang kebudayaan itu masih ada, akan tetapi telah dicampur
dengan budaya Islam sehingga tidak ada lagi mantra-mantra yang
dulunya berasal dari budaya hinduisme dan kaharingan.

15
2.5.3 Kebudayaan Wara

GAMBAR 3 (Sumber : www.senibudaya.com, diakses kamis 17 maret 2022)

Upacara Adat Wara ini adalah upacara adat kematian yang


dilakukan oleh masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan untuk
menghantarkan arwah leluhur ketempat paling akhir yang disebut Lewu
Tatau, dalam rangka membagikan “harta benda” kepada arwah kakek,
nenek atau orang tua atau saudara dari keluarga yang
menyelenggarakan upacara adat ini.

Pembagian harta benda tersebut dilambangkan dalam bentuk


sesajen (sejenis persembahan) berupa makanan dan minuman, sesuai
dengan makanan dan minuman kebiasaan arwah orang yang diupacarai.
Rangkaian ritual adat yang berlangsung selama 7 (tujuh) hari/malam.
Majelis Dewan Agama Hindu/Kaharingan menentukan waktu
pelaksanaan Upacara Adat Wara ialah antara tanggal 1 Juni sampai
dengan 30 Agustus pada tahun yang direncanakan, dengan tanggal yang
ditentukan oleh pihak keluarga yang melaksanakan upacara adat ini.

Dalam acara ini juga ada ritual Adat Kaleker Diau adalah
permainan dimana pihak dari penyelenggara ritual adat menyediakan 4
(empat) lapak yang digunakan untuk permainan dadu, kemudian

16
masyarakat sekitar tempat berlangsungnya upacara adat tersebut dapat
ikut bermain dengan mempertaruhkan sejumlah uang untuk menebak
angka dadu yang akan keluar, ritual Adat Kaleker Diau yang
sebenarnya dengan permainan judi biasa dikarenakan terkait erat
dengan Upacara Adat Wara dan masyarakat pun menganggapnya
sebagai tradisi.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat adalah manusia yang hidup bersama di suatu wilayah
tertentu dalam waktu yang cukup lama yang saling berhubungan dan
berinteraksi dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan
yang sama. Sedangkan interaksi sosial adalah interaksi sosial adalah suatu
hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik
itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan
kelompok. Dan perubahan sosial adalah interaksi sosial adalah suatu hubungan
antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam
hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok.
Jadi, didalam sebuah masyarakat terdapat interaksi sosial yang membuat
mereka terhubung antara satu dengan yang lainya dan masyarakat dapat
berubah sesuai dengan faktor-faktor lingkungan.

Kebudayaan menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan


sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sifat hakikat
kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi seseorang hendak memahami
apa sifat hakikatnya yang esensial.

Hubungan kebudayaan dan masyarakat adalah kebudayaan mempunyai


fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam kekuatan
yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti kekuatan
alam, maupun kekuatan-kekuatan lainnya dalam masyarakat itu sendiri tidak
selalu baik baginya. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya
kehidupan manusia, walaupun hal itu penting disadari oleh manusia itu sendiri.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Roni. 2015. Makalah Masyarakat dan Kebudayaan. www.libron.com


(diakses selasa, 1 Maret 2022)

Kistanto, N. H. 2015. Tentang konsep kebudayaan. Sabda: Jurnal Kajian


Kebudayaan, 10(2).

Pasaribu, Rowland Bismark Fernando. 2013. Manusia dan Kebudayaan.


rowlandpasaribu.wordpress.com (diakses selasa, 1 Maret 2022)

Soyomukti, Nurani. 2010. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Suparlan, Parsudi. 2004. Hubungan Antar Suku Bangsa. Jakarta : YPKIK

19

Anda mungkin juga menyukai