Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN


“KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN DAN
DEMOKRASI PENDIDIKAN”

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Elizar, M. Pd
Prof. Dr. Yerimadesi, S. Pd., M.Si

Oleh:
Kelompok 3
Nadia (22176011)
Puji Pebrianti (22176012)
Putty Zinda Febrila (22176013)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
landasan ilmu pendidikan ini dengan baik. Adapun makalah ini membahas
mengenai “Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan dan Demokrasi Pendidikan”.
Shalawat beserta salam senantiasa tercurah untuk Rasulullah SAW.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk melengkapi tugas mata kuliah Landasan Ilmu Pendidikan Semester
Ganjil Program Studi Pendidikan Kimia Program Pascasarjana Universitas Negeri
Padang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada dosen pembimbing ibu Prof. Dr. Yerimadesi, S.Pd., M.Si serta rekan-
rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Program Pascasarjana
Universitas Negeri Padang yang telah memberikan bantuan serta dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat hendaknya. Atas kritik dan saran yang diberikan,
penulis ucapkan terima kasih.

Padang, November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................1
1.1 Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan ................................................................................1
1.2 Demokrasi Pendidikan ....................................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah .........................................................................................................10
1.4 Tujuan Makalah ............................................................................................................11
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................12
2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kebudayaan ................................................................12
2.2 Ilmu (Knowledge) sebagai Unsur Kebudayaan .............................................................14
2.3 Kurikulum .....................................................................................................................16
2.4 Proses Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan .....................................................24
2.5 Manusia sebagai Pembina Kebudayaan ........................................................................31
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................33
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................33
3.2 Saran..............................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Kebudayaan Sebagai Isi Pendidikan


Sejak ada catatan sejarah, umat manusia hidup di dalam dan dengan suatu
kebudayaan tertentu bagaimanapun sederhananya taraf kebudayaan mereka, lebih-
lebih bila diukur dengan pandangan ilmu pengetahuan sekarang. Kebudayaan
manusia prasejarah, kebudayaan manusia purba dan kebudayaan manusia modern
sekarang merupakan perwujudan kehidupan dunia manusia, kodrat manusiawi.
Artinya hanya manusia-lah yang rnemiliki kebudayaan di dalam tata kehidupannya
sebagai manifestasi potensi dan martabat kemanusiaannya. Bahkan ada proposisi
yang menyatakan manusia sebagai makhluk budaya, karena itu setiap manusia purba
atau modern termasuk kategori makhluk budaya ini. Yang berbeda ialah tingkatan
dan kompleksitasnya setelah manusia mengalami perkembangan yang luar biasa
dalam zaman modern ini. Sepanjang sejarah tiap masyarakat, tiap bangsa berada di
dalam proses perkembangan kebudayaan, baik dalam arti menerima warisan sosial
dari generasi sebelumnya, maupun mengembangkannya, menciptakan yang baru.
Bahkan tidak mustahil pula membuang unsur kebudayaan lama yang tidak sesuai
dengan kemajuan berpikir atau kebutuhan zamannya. Manusia sebagai makhluk
budaya secara alamiah (kodrat) dengan potensi kemanusiaannya itu hidup di dalam
alam budaya secara kontinue. Manusia tak terpisahkan dengan kebudayaan karena
kebudayaan inilah yang membedakan secara prinsipil tata kehidupan manusia
daripada kehidupan alamiah makhluk lainnya.
Kebudayaan merupakan pemersatu sosial, pemersatu sosial ini dapat berupa
kekayaan sosial termasuk ilmu pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat,
keterampilan, nilai-nilai, sikap, tingkah laku serta cara berfikir kelompok sosial
yang diperoleh oleh anggota masyarakat (Ansyar, 1989). Secara umum disimpulkan
bahwa kebudayaan menetapkan tata cara hidup yang diakui dan diterima serta
dibanggakan anggota masyarakat, termasuk didalamnya aspek-aspek kehidupan
yang mudah terlihat seperti barang-barang produksi, organisasi politik dan institusi
sosial, mata pencaharian, bentuk-bentuk pakaian, makanan, permainan, musik,
acara-acara memelihara dan membesarkan anak, upacara keagamaan dan cara-cara

1
kenegaraan. Menurut Linton, kebudayaan dapat dibagi menjadi tiga elemen penting,
yaitu sebagai berikut:
a. Universal
Struktur kebudayaan universal yaitu semua nilai-nilai, kepercayaan, dan adat
istiadat yang dianut semua anggota masyarakat dewasa, seperti berkaitan dengan
bahasa, makanan, agama, dan lain-lain.
b. Khusus
Klasifikasi aspek kebudayaan khusus ini berkaitan dengan tingkat kelas sosial
(tinggi, menengah, rendah) atau jenis kelamin (pria dan wanita) atau umur (anak-
anak, remaja, dan dewasa).
c. Alternatif
Budaya alternatif yaitu aspek-aspek kepercayaan, tingkah laku atau tindak
tandukyang berlainan atau bertentangan dengan norma-norma umum berlaku
dimasyarakat yaitu yang universal dan khusus.
Karena kebudayaan menetapkan tata cara berbuat para warganya, maka
dapat dipahami bahwa kebudayaan juga membentuk kepribadian. Dengan kata lain,
setiap individu harus berbuat sesuai dengan pola-pola tingkah laku yang ditetapkan
kebudayaannya. Implikasi pernyataan ini adalah pendidikan dimana saja berfungsi
untuk membentuk kepribadian sosial individu. Jadi, setiap kebudayaan bertujuan
membuat setiap anggota masyarakatnya menjadi tipe orang berkepribadian ideal
yaitu seseorang yang memiliki nilai-nilai, karakteristik, sikap, tingkah laku yang
sesuai dengan ketentuan kebudayaannya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan sangat berperan dalam mengisi pendidikan untuk membentuk
kepribadian dan watak individu dalam sosialisasi di lingkungannya.
UU Kebudayaan sebagai isi pendidikan merujuk pada pentingnya
memasukkan unsur-unsur budaya dalam kurikulum dan proses pembelajaran. Ini
bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki pemahaman yang lebih
mendalam tentang budaya mereka dan budaya lain, sehingga mereka dapat
berinteraksi dan berkontribusi dalam masyarakat dengan bijak. Konsep ini
mencakup:

2
a. Memahami Identitas Budaya: Pendidikan membantu siswa memahami asal-usul,
tradisi, norma, dan nilai-nilai budaya mereka sendiri. Ini membantu siswa
merasa lebih terhubung dengan warisan budaya mereka.
b. Menghargai Keberagaman: Pendidikan mempromosikan penghargaan terhadap
keberagaman budaya dan menghindari prasangka dan diskriminasi.
c. Toleransi dan Pengertian: Pendidikan berperan dalam membangun toleransi dan
pemahaman terhadap budaya yang berbeda.
d. Pembelajaran Bahasa dan Komunikasi: Bahasa adalah salah satu aspek penting
dari kebudayaan. Pendidikan membantu siswa memahami dan menggunakan
bahasa dengan baik.
e. Seni dan Sastra: Pendidikan memungkinkan siswa memahami seni, sastra, dan
ekspresi budaya, yang mencerminkan nilai-nilai dan norma dalam masyarakat.
f. Sejarah Budaya: Pendidikan membantu siswa memahami perkembangan budaya
dari waktu ke waktu(Banks, 2015).

1.2 Demokrasi Pendidikan


Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos (rakyat) dan
kratos (pemerintahan). Demokrasi merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Dengan kata lain suatu sistem pemerintahan di mana
rakyat memegang kekuasaan tertinggi dalam melakukan kontrol sosial. Dewasa ini,
sistem pemerintahan demokrasi telah diterima oleh hampir seluruh Negara di dunia.
memiliki tiga unsur utama, yaitu: adanya kemauan politik sebuah Negara (state),
adanya kemauan yang kuat dari politik masyarakat (political society), dan adanya
civil society yang kuat dan mandiri. Ketiga unsur ini diproses dalam sebuah negara
dengan tujuan untuk menjamin adanya kekuasaan mayoritas, suara rakyat dan
pemilihan umum yang dilangsungkan dengan prisip langsung, umum, bebas, dan
rahasia. Setelah itu untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang demokratis dalam
berbagai aspek kehidupan perlu diupayakan suatu proses demokratisasi.
Demokratisasi adalah suatu proses berkelanjutan untuk menuju demokrasi. Dalam
konteks pendidikan merupakan sarana dan kesempatan strategis untuk mewujudkan
iklim demokratisasi. Pendidikan demokrasi dapat dipahami sebagai suatu proses
sosialisasi, internalisasi, dan aktualisasi konsep, dan nilai-nilai demokrasi melalui

3
proses pembelajaran berlangsung. Dalam kaitan ini, upaya untuk mewujudkan
system pendidikan yang demokratis menjadi keharusan yang perlu disikapi secara
positif oleh seluruh praktisi pendidikan. Sistem demokratisasi pendidikan akan
berjalan dengan baik sesuai koridor apabila semua warga negara memahami,
menyadari, dan mendukung proses itu.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, kajian mengenai pendidikan
demokrasi semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim orde baru yang
otoriter militeristik karena hembusan angin segar reformasi. Era reformasi bukan
hanya membawa berkah bagi bangsa Indonesia tetapi disisi lain memberi peluang
meningkatnya primodialisme. Untuk itu, perlu dilaksanakan sistem pendidikan
demokrasi yang ideal untuk menangkal sifat promodial, individual, dan intoleran.
Salah satu tantangan serius yang dihadapi oleh sistem pendidikan demokrasi adalah
globaliasasi dalam berbagai aspek kehidupan yang bersifat multidimensi.
Globalisasi yang mempengaruhi gaya hidup sekurang-kurangnya ditandai oleh
kuatnya pengaruh institusi dan lembaga sosial pada tingkat internasional ketika
bersaing dengan negara-negara maju yang ikut mengatur perpolitkan,
perekonomian, sosial budaya, dan pertahanan global. Isu-isu global seperti
demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi
kondisi nasional bangsa Indonesia. Salah satu dampak globalisasi yang terjadi dalam
aspek pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi,
komunikasi adalah membuat dunia semakin sempit dan transparan yang seolah-olah
menjadi satu kampung tanpa batas Negara. Pendidikan demokrasi memiliki mata
rantai keterkaitan dengan pendidikan multikultural. Adapun konsep dari pendidikan
multikultural yang ditawarkan Zamroni adalah sebagai berikut :
a Pendidikan multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan
pendidikan bagi seluruh warga masyarakat.
b Pendidikan multikultural bukan sekedar perubahan kurikulum atau perubahan
metode pembelajaran.
c Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran yang memberikan arah
kemana transformasi praktik pendidikan harus menuju.
d Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan pendidikan
salah arah yang justru menciptakan ketimpangan semakin membesar.

4
e Pendidikan multikultural bertujuan untuk berbuat sesuatu, yaitu membangun
jembatan antara kurikulum dan karakter guru, pedagogi, iklim kelas, dan kultur
sekolah guna membangun visi sekolah yang menjunjung kesetaraan.
Hal tersebut senada dengan yang telah diungkapkan oleh Anas Ma‘arif
bahwa pentingnya internalisasi nilai multikultural di berbagai lembaga. Sangat
penting dilakukan mengingat Indonesia terdiri dari berbagai jenis suku, budaya
dan agama, yang mana guru harus bisa menjadikan peserta didik toleransi dan
saling menghargai. Implementasi pendidikan multikultural terdiri dari dua aspek
yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif adalah pada impelemntasi
konsep yang secara sistematis, sedangkan secara kuantitatif yaitu pendidikan
multikultural belum terisolasi dengan baik terutama di lembaga tinggi. Melalui
implementasi pendidikan demokrasi secara optimal kita dapat mensosialisasikan
kepada seluruh peserta didik tanpa memandang status sosial ekonomi, gender,
orientasi seksual atau latar belakang etnis, ras atau budaya kesempatan yang setara
untuk belajar di sekolah. Pendidikan demokrasi juga didasarkan pada kenyataan
bahwa peserta didik tidak belajar dalam kekosongan, budaya mereka
memengaruhi mereka untuk belajar dengan cara tertentu. Untuk memahami lebih
lanjut tentang prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikan, kita perlu mengetahui
beberapa hal berikut ini:
a) Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
b) Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
c) Hak dan kesempatan berdasarkan kemampuan mereka.
Dari kenyataan ini, dapat dipahami bahwa gagasan dan nilai-nilai demokrasi
pendidikan sangat dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat di
mana ia berada, karena pada kenyataannya, pengembangan demokrasi pendidikan
akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Apabila pengembangan demokrasi pendidikan yang akan
dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai-nilai demokrasi, berarti prinsip-
prinsip berikut ini akan selalu diperhatikan:
a) Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhur
yang dimilikinya.

5
b) Kewajiban untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang
bermartabat dan berakhlak mulia.
Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan
kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan
yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang unik berbeda satu sama
lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan
semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus memberikan
pelayanan berbeda kepada sasaran didik yang berbeda sesuai dengan karakteristik
masing-masing. Pendidikan yang demokratis juga menuntut partisipasi aktif
peserta didik bersama guru dalam merencanakan, mengembangkan, dan
melaksanakan proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dan masyarakat juga
amat penting dalam merancang, mengembangkan, dan melaksanakan proses
pendidikan tersebut.
Demokrasi, dalam lingkup pendidikan, adalah pengakuan terhadap individu
peserta didik, sesuai dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, karena
demokrasi pada dasarnya bersifat alami dan manusiawi. Ini berarti bahwa
penelitian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengakui dan
menghargai kemampuan dan karakteristik individu peserta didik. Tidak ada unsur
paksaan atau mencetak siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya. Dengan
demikian, demokrasi berarti perilaku saling menghargai, saling menghormati,
toleransi terhadap pihak lain termasuk pengendalian diri dan tidak egois. Dalam
proses pendidikan, semua pihak yang terkait menyadari akan alam atau atmosfir
yang bernuansa saling menghargai tersebut, yaitu antara guru dengan guru, antara
guru dengan siswa dan antara guru dengan pihak-pihak anggota masyarakat
termasuk orang tua dan lain-lain. Ini berarti bahwa dalam semangat demokrasi
seseorang harus tunduk kepada keputusan bersama atau kesepakatan bersama.
Tidak terjadi keharusan penerimaan tanpa unsur paksaan, tetapi kesepakatan
bersama yang akan menjadi sikap mereka semua. Dengan kata lain, seseorang
menerima keputusan bersama dengan rasa ikhlas karena menomerduakan
kepentingan pribadi dan tunduk kepada tuntutan kesejahteraan umum.
Demokrasi dan pendidikan, sesungguhnya, saling berkaitan satu sama lain
dan mempunyai bubungan timbal balik. Misalnya pendidikan jika dimaknai suatu

6
proses bantuan untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik, maka
pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis (sering disebut dengan istilah
demokrasi pendidikan). Pendidikan yang demokratis mempunyai ciri adanya
suasana belajar yang berkemampuan optimal menumbuhkan potensi peserta didik
untuk tujuan tertentu. Begitu juga sebaliknya, agar nilai-nilai demokrasi (hak-hak
asasi), kebebasan, keadilan, persamaan dan keterbukaan) dapat dipahami dan
memiliki peserta didik, maka diperlukan pendidikan. Pendidikan tersebut
berfungsi menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada peserta didik (pendidikan
demokrasi atau pendidikan tentang demokrasi).
Menurut John (2004), untuk mewujudkan demokrasi melalui sekolah,
sekolah harus menjalankan tiga fungsi sebagai berikut:
a) Sekolah harus memberikan lingkungan yang disederhanakan dari kebudayaan
kompleks yang ada, yaitu dipilih dari segi fundamental yang dapat diserap oleh
siswa
b) Sekolah sejauh mungkin mengeliminasi hal-hal yang tidak baik dari lingkungan
yang ada, meniadakan hal-hal yang remeh dan tak berguna dari masa lampau
dan memilih yang terbaik dan memungkinkan anak-anak menjadi warga negara
yang lebih baik dan membentuk masyarakat masa depan yang lebih maju dan
sejahtera
c) Sekolah hendaknya menyeimbangkan berbagai unsur dalam lingkungan sosial
serta mengusahakan agar masing-masing individu mendapat kesempatan untuk
melepaskan dirinya dari keterbatasan-keterbatasan kelompok sosial dimana dia
lahir.
Impian pendidikan berkualitas hanya dapat diwujudkan dalam alam
demokrasi pendidikan dan demokrasi pendidikan hanya dapat diwujudkan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Kenyatannya kehidupan yang demokratis masih lebih merupakan keinginan dari
pada kenyataan. Konsep sistem pendidikan yang demokratis terkait dengan
bagaimana pendidikan tersebut disiapkan, dirancang, dan dikembangkan sehingga
memungkinkan terwujudnya ciri-ciri atau nilai-nilai demokrasi. Ini juga bersifat
umum dalam arti mengemas sistem pendidikan dengan seluruh komponen, yaitu
kurikulum, materi pendidikan, sarana prasarana, lingkungan siswa, guru dan

7
tenaga pendidikan lainnya, proses pendidikan dan lainnya. Bisa juga bersifat
khusus yaitu pengemasan komponen-komponen tertentu dari sistem pendidikan
tersebut mislanya bagaimana kurikulum atau bahan pelajaran atau proses belajar
mengajar dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan dan memungkinkan
terbentuknya nilai-nilai demokrasi.
Dalam mengembangkan sistem pendidikan yang demokratis, perlu
memperhatikan prinsip-prinsip dalam prosedur-prosedur yang demokratis dan
mencerminkan pandangan serta jalan hidup demokratis yang diinginkan sebagai
berikut:
a) Mengutamakan kepentingan masyarakat
b) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama
d) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan
e) Memiliki itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah
f) Musyawarah yang dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur
g) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem pendidikan yang
demokratis sebagaimana yang dinyatakan Sadiman, sebagai berikut:
a) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan ruang gerak
bagi sekolah/daerah tertentu untuk menyesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan setempat tanpa harus kehilangan orientasi nasional dan global.
Kurikulum juga harus menggariskan adanya mata pelajaran-mata pelajaran
yang menggiring suasana demokratis dalam proses belajar mengajar dan pada
gilirannya dapat menanamkan nilai-nilai demokratis pada diri anak didik.
b) Tidak ada keharusan bagi sekolah atau lembaga pendidikan untuk
menggunakan bahan belajar tertentu. Idealnya diberi kebebasan memilih sendiri
bahan belajar (buku dan media) yang mereka nilai baik. Bahan belajar sendiri

8
juga harus dikemas dengan mengakui bahwa setiap siswa berbeda satu sama
lain dengan kelebihan dan kekurangannya memungkinkan adanya interaksi
aktif dan menempatkan sasaran didik sebagai subyek bukan obyek pendidikan.
c) Sarana prasarana pendidikan pun harus menunjang terwujudnya nilai-nilai
demokrasi dalam praktek pendidikan atau belajar mengajara sehari-hari.
Misalnya: ruang kelas dengan meja kursi bangku tidak kaku tetapi memiliki
fleksibilitas yang tinggi, perpustakaan memiliki koleksi warna-warni yang tidak
saja memotivasi siswa untuk mengunjungi dan membaca tetapi juga
memberikan alternatif pilihan sumber belajar. Perpustakaan, baik perpustakaan
kelas maupun perpustakaan sekolah hendaknya menjadi bagian yang menyatu
dengan proses belajar mengajar di kelas. Sebagai individu anak hendaknya
memiliki berbagai kebutuhan, maka sekolah atau lembaga pendidkan haruslah
mampu memberikan lingkungan belajar yang bisa memenuhi kebutuhan
biologis (makanan, minuman, rasa aman dan tempat istirahat), kebutuhan
psikologis dan kebutuhan sosial (komunikasi dan interaksi dengan sesama
manusia).
d) Sebagai komponen sistem pendidikan, guru harus bersikap demokratis. Guru
harus mampu menerima perbedaan, menghargai pendapat siswa tidak
memaksakan kehendak, merasa paling tahu dan menciptakan suasana belajar
yang demokratis. Peran guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar karena
telah/makin banyak sumber belajar lain di sekitar kehidupan anak.
e) Proses pendidikan atau belajar mengajar hendaknya mencerminkan nilai-nilai
demokrasi.
f) Menempatkan anak didik sebagai individu yang unik. Mereka memiliki minat,
bakat, efisiensi alat indra, kecerdasan, cara merespon pelajaran yang diberikan
ketrampilan dan sikap berbeda satu sama lain sehingga perlu diberikan
treatmen yang berbeda. Proses pendidikan hendaknya mampu menciptakan
konsep diri yang positif pada anak didik. Masing-masing anak harus merasa
sanggup, aman dan menemukan tempatnya masing-masing di dalam
masyarakat sekolah. Tidak ada anak yang unknown semua baik yang pandai
maupun yang lemah semua mendapat perhatian.

9
g) Pembelajaran hendaknya bersifat individual dalam arti tiap siswa mendapatkan
cara penanganan sesuai dengan karakter masing-masing. Apabila hal ini masih
sulit dilakukan maka bisa ditempuh cara pengelompokan siswa berdasarkan
prestasi “acheivement grouping”. Kelompok ini bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan masing-masing individu. Strategi ini dimaksudkan memberi
kesempatan pada anak untuk meningkatkan diri sejalan dengan kecepatan
belajarnya.
h) Demokrasi menghargai kebebasan individu untuk mengekspresikan diri namun
tetap menghargai norma dan etika. Proses pendidikan di sekolah bisa
mewujudkan hal ini dengan sengaja dan memberikan paling tidak satu jam
belajar bebas “independent study” setiap minggunya. Dalam pelajaran ini anak
belajar bertanggungjawab atas kebebasan yang diberikan. Dengan
menggunakan perpustakaan dan sumber belajar lain, anak belajar mengarahkan
diri, menolong diri, disiplin dan mengontrol diri. Dengan mencari kesibukan
yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan masing-masing anak
berusaha memenuhi kebutuhan. Pelajaran ini juga melatih siswa menghargai
waktu, mengembangkan kemampuan anak untuk mengarahkan diri (self
direction), mendisiplinkan diri (self discipline), menguasai diri (self control),
menolong diri sendiri (self help), mengandalkan diri (self reliance) dan
menyibukkan diri (self activity).
i) Proses belajar mengajar harus memberi kesempatan anak didik untuk
mengekspresikan dirinya baik lesan maupun tertulis. Untuk metodologi
pembelajaran yang dipilih harus memungkinkan hal tersebut. Misalnya:
diskusi,
seminar, observasi, eksperimen perorangan maupun kelompok dan sebagainya.
Pelajaran mengarang yang sementara ini diabaikan karena berat dalam
mengoreksi justru harus ditingkatkan dan diperhatikan. Tata krama secara lesan
dan tertulis harus dipelajari anak. Dalam kaitan ini terasa penting perpustakaan
yang terpadu dengan proses belajar mengajar di kelas.
j) Evaluasi dalam pendidikan yang demokratis tidak hanya menilai prestasi siswa
tetapi juga menilai kinerja para guru/pendidik dan sistem secara keseluruhan.

10
Guru hendaknya berjiwa besar atau berlapang dada untuk menerima penilaian
dari siswa dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan di lembaga tersebut.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan pendahuluan di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dan ruang lingkup kebudayaan?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan ilmu sebagai unsur kebudayaan?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan kurikulum?
1.2.4 Bagaimana proses perkembangan pendidikan dan kebudayaan?
1.2.5 Bagaimana manusia sebagai pembina kebudayaan?

1.4 Tujuan Makalah


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, adapun tujuan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian kebudayaan dan ruang lingkup kebudayaan
1.3.2 Untuk mengetahui ilmu sebagai unsur kebudayaan
1.3.3 Untuk mengetahui pengertian kurikulum
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan pendidikan dan
kebudayaan
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana manusia sebagai pembina kebudayaan

11
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Kebudayaan


Kebudayaan merupakan ciptaan manusia dan syarat bagi kehidupan manusia. Manusia
menciptakan kebudayaan dan kebudayaan menjadikan manusia makhluk berbudaya.
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam
kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna menciptakan
kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun menurun. Budaya
tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian-kejadian yang sudah diatur
oleh Yang Maha Kuasa. Kebudayaan juga merupakan produk manusia, namun
manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada
karena manusia yang menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan
yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendudukungnya dan kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi
manusia di dalam kehidupannya (Mahdayeni, 2019).
Kebudayaan juga merupakan suatu fenomena universal. Setiap masyarakat
bangsa di dunia memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda
dari masyarakat bangsa yang satu kemasyarakat-bangsa lainnya. Kebudayaan secara
jelas menampakkan kesamaan kodrat manusia dari berbagai suku, bangsa, dan ras
(Maran, 2007). Kebudayaan membentuk kita secara intelektual, emosional, dan fisik.
Kebudayaan menentukan bagaimana cara berfikir tentang dunia dan bagaimana kita
memandangnya. Durkheim mengatakan: “Karakter bawaan sebagian besar sangat
bersifat umum berarti sangat bisa dirubah, sangat lentur, dan bisa dibentuk. Diantara
potensialitas yang kabur yang ada pada manusia waktu lahir dan karakter yang sangat
jelas yang hanya dimilikinya, jaraknya sangat panjang. Jarak inilah yang harus diisi
pendidikan supaya anak-anak bisa menempuh kehidupan. Orang akan melihat bahwa
lapangan yang luas terbuka (bagi pendidikan) untuk memberi pengaruhnya”.
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Adapun ruang lingkup kebudayaan adalah sebagai
berikut:

12
a. Bahasa
Merupakan suatu pengucapan yang indah dalam elemen kebudayaan dan sekaligus
menjadi alat perantara yang utama bagi manusia untuk meneruskan atau
mengadaptasikan kebudayaan. Bentuk bahasa ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa
tulisan
b. Organisasi Sosial
Organisasi sosial merupakan sekelompok masyarakat yang anggotanya merasa atau
dengan sesamanya. Organisasi sosial meliputi kekerabatan, asosiasi dan perkumpulan,
sistem kenegaraan.
c. Sistem Religi
Pada sistem religi ini dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terpadu antara
keyakinan dan praktek keagaman yang berhubungan dengan hal-hal suci dan tidak
terjangkau oleh akal. Sistem religi yang meliputi sistem kepercayaan, sistem nilai,
pandangan hidup, komunikasi keagaman.
d. Kesenian
Secara sederhana kesenian dapat diartikan sebagai hasrat manusia terhadap keindahan.
Bentuk keindahan yang beraneka ragam itu timbul dari permainan imajinasi kreatif
yang dapat memberikan kepuasan batin bagi manusia.
e. Sistem Teknologi
Teknologi merupakan jumlah keseluruhan teknik yang dimiliki oleh para anggota suatu
masyarakat yang meliputi keseluruhan cara bertindak dan berbuat. Unsur teknologi
yang paling menonjol ialah kebudayaan fisik yang meliputi alat-alat produksi senjata,
wadah, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan dan alat-alat transportasi.
f. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sistem mata pencaharian hidup ialah segala usaha manusia untuk mendapatkan barang
dan jasa yang dibutuhkan. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang
meliputi berburu dan mengumpulkan makanan, bercocok tanam, peternakan dan
perdagangan.

13
2.2 Ilmu (Knowledge) Sebagai Unsur Kebudayaan
Ilmu (knowledge) merupakan unsur yang sangat penting dalam kebudayaan.
Ini mencakup pengetahuan, informasi, konsep, ide, teori, dan pemahaman yang
diperoleh dan diwariskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi.
Pengetahuan adalah inti dari kebudayaan karena membentuk cara orang dalam
masyarakat memahami dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka. Berikut
adalah penjelasan lebih lanjut tentang ilmu sebagai unsur kebudayaan:
a. Warisan Budaya: Pengetahuan adalah salah satu bentuk utama dari warisan
budaya. Ini mencakup segala sesuatu, mulai dari tradisi, cerita rakyat, bahasa,
musik, seni, hingga pengetahuan ilmiah, yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Pengetahuan ini membantu melestarikan dan mewariskan
identitas budaya suatu masyarakat.
b. Pemahaman tentang Dunia: Pengetahuan membantu manusia memahami dunia
di sekitar mereka. Ini mencakup pemahaman tentang alam, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan aspek-aspek lain dari kehidupan. Pengetahuan memungkinkan
manusia untuk merespons dan beradaptasi dengan lingkungannya.
c. Pengembangan Budaya: Pengetahuan juga memainkan peran dalam
mengembangkan budaya. Inovasi, penemuan, dan pemahaman baru seringkali
mengubah dan memperkaya budaya. Ini bisa berupa penemuan baru dalam
seni, teknologi, atau pengetahuan ilmiah.
d. Pemahaman Nilai dan Norma: Pengetahuan juga mencakup pemahaman
tentang nilai-nilai dan norma budaya. Ini mencakup etika, moralitas, dan cara
berperilaku yang dianut oleh suatu masyarakat. Pengetahuan tentang nilai-nilai
ini membantu membentuk perilaku dan interaksi sosial dalam masyarakat.
e. Penghormatan Terhadap Sejarah: Pengetahuan juga mencakup pemahaman
tentang sejarah. Ini membantu menjaga ingatan tentang peristiwa dan tokoh-
tokoh yang membentuk budaya suatu masyarakat. Penghormatan terhadap
sejarah adalah bagian penting dari mempertahankan budaya.
f. Pengembangan Pendidikan: Pendidikan adalah salah satu cara utama untuk
mentransfer pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan
membantu mengembangkan individu dan memastikan agar pengetahuan yang
diwariskan tetap relevan dan up to date.

14
g. Inovasi dan Perubahan: Ilmu juga memainkan peran kunci dalam inovasi dan
perubahan budaya. Inovasi ilmiah dan teknologi, misalnya, sering membentuk
budaya dan cara kita berinteraksi satu sama lain.
Pengetahuan adalah unsur yang sangat dinamis dalam kebudayaan, terus
berkembang dan berubah seiring waktu. Hal ini juga mencerminkan interaksi dan
pertukaran dengan budaya lain, yang berkontribusi pada keragaman budaya di
seluruh dunia. Kesadaran dan pemahaman terhadap pengetahuan dalam konteks
budaya sangat penting untuk menjaga dan memperkaya warisan budaya serta
mempromosikan kerjasama dan pemahaman lintas budaya Terlebih lagi,
pengetahuan tidak hanya merupakan fakta dan informasi, tetapi juga mencakup
cara berpikir, proses kognitif, dan cara manusia memandang dunia. Inilah mengapa
ilmu sangat penting dalam membentuk identitas individu dan kelompok, serta cara
manusia dalam suatu masyarakat berinteraksi dan mengambil keputusan.
Pentingnya ilmu dalam kebudayaan:
a Pemeliharaan Identitas: Ilmu membantu menjaga dan mewariskan identitas
budaya suatu masyarakat. Ini mencakup bahasa, tradisi, adat istiadat, dan nilai-
nilai yang menjadi ciri khas budaya tersebut.
b Komunikasi dan Interaksi: Ilmu berperan dalam pemahaman budaya dan
konvensi yang memungkinkan komunikasi dan interaksi yang efektif antara
individu dalam masyarakat yang sama. Ini mencakup bahasa, gestur, simbol, dan
kode komunikasi lainnya.
c Inovasi dan Pembangunan: Ilmu dan pengetahuan ilmiah mendukung inovasi dan
pembangunan budaya. Ini mencakup perkembangan teknologi, seni, dan
penemuan baru yang membawa perubahan positif dalam budaya.
d Penghormatan Terhadap Sejarah: Pengetahuan tentang sejarah membantu
masyarakat untuk menghormati dan memahami asal-usul mereka, peristiwa
bersejarah, serta nilai-nilai yang telah menjadi landasan budaya mereka.
e Ketahanan Budaya: Pengetahuan dan pemahaman budaya memainkan peran
dalam menjaga ketahanan budaya di tengah perubahan sosial dan lingkungan.
f Penghormatan Terhadap Keberagaman: Ilmu juga membantu masyarakat dalam
memahami dan menghormati keberagaman budaya yang ada di dunia. Ini
mempromosikan pemahaman lintas budaya dan kerjasama global.

15
2.3 Kurikulum

2.3.1 Pengertian Kurikulum


Istilah kurikulum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(Dhomiri, 2023). Kurikulum pada umumnya adalah rancangan yang memuat
seperangkat mata pelajaran dan materi yang akan dipelajari, atau yang akan diajarkan
guru kepada peserta didik (Zainuri, 2018). Kurikulum juga merupakan program
belajar yang diharapkan memiliki peserta didik dibawah tanggung jawab sekolah
dalam rangka untuk mencapai tujuan belajar. Sehingga, kurikulum sebagai program
belajar bagi peserta didik harus memiliki tujuan yang ingin dicapai, isi program yang
harus diberikan dan strategi bagaimana melaksanakan program tersebut (Arifin,
2020).

2.3.2 Peranan Kurikulum


Peranan kurikulum sangatlah penting dan mencapai tujuan-tujuan pendidikan,
terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting, yaitu peranan konservatif, peranan
kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif (Mubarok, 2021).
a. Peranan Konservatif
Sebagai sarana untuk menstransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang
masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda. Pada hakikatnya
menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau dan bersifat mendasar,
disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya proses sosial.
b. Peranan Kritis dan Evaluatif
Kurikulum turut berperan aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan
pada unsur berpikir kritis. Nilai-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan
masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi perbaikan, sehingga
kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.

c. Peranan Kreatif
Menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru
sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan dimasa sekarang dan

16
mendatang. Mengandung hal-hal yang dapat membantu peserta didik
mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir
baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

2.3.3 Fungsi Kurikulum


Menurut Dhomiri (2023), fungsi dari kurikulum sebagai berikut:
a. Sebagai bahan untuk mencapai tujuan dan mengejar cita-cita manusia
berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan
b. Kebijakan serta program harus dilaksanakan oleh subjek dan objek
c. Fungsi kontiunitas sebagai persiapan untuk jenjang sekolah berikutnya dan
menyiapkan sumber daya bagi yang tidak melanjutkan
d. Sebagai acuan dalam menilai kriteria ketercapaian proses pendidikan atau
sebagai batasan kegiatan yang dilaksanakan dalam satu semester atau pada
jenjang pendidikan tertentu

2.3.4 Kurikulum Merdeka


Kurikulum merdeka merupakan kurikulum terbaru yang diterapkan pada masa
kemajuan teknologi dan keterbukaan informasi saat ini. Di dalam kurikulum ini, guru
dan peserta didik diberikan kemerdekaan dalam pembelajaran atau dikenal dengan
konsep “merdeka belajar”. Istilah merdeka dalam dunia pendidikan merupakan
kemandirian murid dalam proses belajar dan kemerdekaan bagi lingkungan
Pendidikan untuk menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran
(Widiastini, 2023). Makna merdeka belajar menurut Mendikbud Nadiem Makarim
adalah sekolah, murid, dan guru memiliki kebebasan untuk berinovasi, belajar
dengan mandiri dan kreatif. Kebijakan merdeka belajar ini memberikan kemerdekaan
bagi peserta didik, guru dan sekolah dalam menciptakan pendidikan yang berinovasi
(Anjelina et al., 2021).
Dalam Kurikulum Merdeka, struktur kurikulum dibagi menjadi dua
komponen utama, yaitu pembelajaran intrakurikuler yang biasanya berbasis mata
pelajaran dan pembelajaran melalui projek yang ditujukan untuk mencapai
kompetensi umum yang telah dirumuskan dalam profil pelajar Pancasila.

17
Kompetensi profil pelajar Pancasila memperhatikan faktor internal yang berkaitan
dengan jati diri, ideologi, dan cita-cita bangsa Indonesia, serta faktor eksternal yang
berkaitan dengan konteks kehidupan dan tantangan bangsa Indonesia di abad ke-21
yang sedang menghadapi masa revolusi industri 4.0. Profil pelajar Pancasila
memiliki beragam kompetensi yang dirumuskan menjadi enam dimensi kunci.
Keenamnya saling berkaitan dan menguatkan sehingga upaya mewujudkan profil
pelajar Pancasila yang utuh membutuhkan berkembangnya seluruh dimensi tersebut
secara bersamaan. Keenam dimensi tersebut adalah:
a. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia
b. Berkebinekaan global
c. Bergotong-royong
d. Mandiri
e. Bernalar kritis
f. Kreatif
Dimensi-dimensi tersebut menunjukkan bahwa profil pelajar Pancasila tidak
hanya fokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri
sebagai bangsa Indonesia sekaligus warga dunia. Projek penguatan profil pelajar
Pancasila diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk berkontribusi bagi
lingkungan sekitarnya. Kemendikbudristek menentukan tema untuk setiap projek
profil yang diimplementasikan di satuan pendidikan. Tema-tema utama projek
penguatan profil pelajar Pancasila yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan adalah
sebagai berikut.
a. Gaya Hidup Berkelanjutan
Peserta didik memahami dampak aktivitas manusia, baik jangka pendek maupun
panjang, terhadap kelangsungan kehidupan di dunia maupun lingkungan sekitarnya.
Peserta didik juga membangun kesadaran untuk bersikap dan berperilaku ramah
lingkungan, mempelajari potensi krisis keberlanjutan yang terjadi di lingkungan
sekitarnya serta mengembangkan kesiapan untuk menghadapi dan memitigasinya.

b. Kearifan Lokal
Peserta didik membangun rasa ingin tahu dan kemampuan inkuiri melalui eksplorasi
budaya dan kearifan lokal masyarakat sekitar atau daerah tersebut, serta

18
perkembangannya. Peserta didik mempelajari bagaimana dan mengapa masyarakat
lokal/ daerah berkembang seperti yang ada, konsep dan nilai-nilai di balik kesenian
dan tradisi lokal, serta merefleksikan nilai-nilai apa yang dapat diambil dan
diterapkan dalam kehidupan mereka.
c. Bhinneka Tunggal Ika
Peserta didik mengenal dan mempromosikan budaya perdamaian dan anti
kekerasan, belajar membangun dialog penuh hormat tentang keberagaman serta
nilai-nilai ajaran yang dianutnya. Peserta didik juga mempelajari perspektif berbagai
agama dan kepercayaan, secara kritis dan reflektif menelaah berbagai stereotip
negatif dan dampaknya terhadap terjadinya konflik dan kekerasan.
d. Bangunlah Jiwa dan Raganya
Peserta didik membangun kesadaran dan keterampilan memelihara kesehatan fisik
dan mental, baik untuk dirinya maupun orang sekitarnya. Peserta didik melakukan
penelitian dan mendiskusikan masalah-masalah terkait kesejahteraan diri
(wellbeing), perundungan (bullying), serta berupaya mencari jalan keluarnya.
Mereka juga menelaah masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan dan
kesejahteraan fisik dan mental, termasuk isu narkoba, pornografi, dan kesehatan
reproduksi.
e. Suara Demokrasi
Peserta didik menggunakan kemampuan berpikir sistem, menjelaskan keterkaitan
antara peran individu terhadap kelangsungan demokrasi Pancasila. Melalui
pembelajaran ini peserta didik merefleksikan makna demokrasi dan memahami
implementasi demokrasi serta tantangannya dalam konteks yang berbeda, termasuk
dalam organisasi sekolah dan/atau dalam dunia kerja.
f. Rekayasa dan Teknologi
Peserta didik melatih daya pikir kritis, kreatif, inovatif, sekaligus kemampuan
berempati untuk berekayasa membangun produk berteknologi yang memudahkan
kegiatan diri dan sekitarnya. Peserta didik dapat membangun budaya smart society
dengan menyelesaikan persoalan-persoalan di masyarakat sekitarnya melalui inovasi
dan penerapan teknologi, mensinergikan aspek sosial dan aspek teknologi.

19
g. Kewirausahaan
Peserta didik mengidentifikasi potensi ekonomi di tingkat lokal dan masalah yang
ada dalam pengembangan potensi tersebut, serta kaitannya dengan aspek
lingkungan, sosial dan kesejahteraan masyarakat. Melalui kegiatan ini, kreativitas
dan budaya kewirausahaan akan ditumbuhkembangkan. Peserta didik juga
membuka wawasan tentang peluang masa depan, peka akan kebutuhan masyarakat,
menjadi problem solver yang terampil, serta siap untuk menjadi tenaga kerja
profesional penuh integritas.
h. Kebekerjaan
Peserta didik menghubungkan berbagai pengetahuan yang telah dipahami dengan
pengalaman nyata di keseharian dan dunia kerja. Peserta didik membangun
pemahaman terhadap ketenagakerjaan, peluang kerja, serta kesiapan kerja untuk
meningkatkan kapabilitas yang sesuai dengan keahliannya, mengacu pada
kebutuhan dunia kerja terkini. Dalam projeknya, peserta didik juga akan mengasah
kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan standar yang dibutuhkan di dunia kerja
(Kemendikbudristek, 2022).
Kurikulum Merdeka mengedepankan pada fleksibelitas dan kemerdekaan
mengajar atau belajar peserta didik dan pendidik. Pada dasarnya pembelajaran
dalam konsep merdeka belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek,
pembelajaran yang esensial, dan berdiferensiasi.Dalam Kurikulum Merdeka,
sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyekproyek
pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah (Yamin, 2017).

2.3.5 Tujuan Kurikulum Merdeka


Kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang memiliki tujuan melahirkan
lulusan yang berkompetensi dalam soft skills, hard skills untuk menghasilkan
lulusan yang lebih siap dan relevan dengan kemajuan zaman. Sehingga proses
pembelajarannya juga antar intrakurikuler dan kokurikuler mengarahkan pada soft
skills, hard skills peserta didik.

20
2.3.6 Karakteristik Kurikulum Merdeka
Karakteristik utama dari Kurikulum Merdeka adalah sebagai berikut ini.
a. Penyederhanaan Konten
Semua peserta didik perlu mencapai kompetensi minimum, namun kurikulum yang
terlalu padat dan diajarkan dengan terburu-buru mengakibatkan guru hanya
memperhatikan kemampuan sebagian kecil peserta didiknya yang lebih berprestasi.
Akibatnya, anak-anak yang mengalami kesulitan belajar akan semakin tertinggal.
Pengurangan kepadatan kurikulum dapat mengurangi kesenjangan kualitas belajar.
Penyederhanaan kurikulum melalui pengurangan konten atau materi pelajaran
bukan berarti standar capaian yang ditetapkan menjadi lebih rendah. Sebaliknya,
kurikulum berfokus pada materi pelajaran yang esensial. Materi esensial ini
dipelajari dengan lebih leluasa, tidak terburu-buru sehingga siswa dapat belajar
secara mendalam, mengeksplorasi suatu konsep, melihatnya dari perspektif yang
berbeda, melihat keterkaitan antara suatu konsep dengan konsep yang lain,
mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya di situasi yang berbeda dan situasi
nyata, sekaligus merefleksikan pemahamannya tentang konsep tersebut. Maka
dengan pengurangan konten, setiap peserta didik memiliki kesempatan lebih besar
untuk mencapai standar kompetensi minimum sehingga kurikulum pun menjadi
lebih berkeadilan (equitable) untuk seluruh anak Indonesia.
b. Pembelajaran Berbasis Projek yang Kolaboratif, Aplikatif, dan Lintas
Mata Pelajaran
Struktur kurikulum dalam Kurikulum Merdeka dibagi menjadi dua kegiatan utama,
yaitu: (1) kegiatan pembelajaran intrakurikuler yang merupakan kegiatan rutin dan
terjadwal berdasarkan muatan pelajaran yang terstruktur, dan (2) kegiatan
pembelajaran melalui projek untuk penguatan profil pelajar Pancasila. Projek
penguatan profil pelajar Pancasila tidak menggantikan pendekatan pembelajaran
berbasis projek (project-based learning) yang sudah diterapkan oleh sebagian guru.
Projek-projek tersebut bisa jadi berbasis mata pelajaran atau sebagai unit pelajaran
terintegrasi dari dua atau lebih mata pelajaran. Pembelajaran berbasis projek
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi suatu topik, isu, atau
masalah tanpa ada sekat-sekat disiplin ilmu atau batasan antar mata pelajaran. Hal

21
ini dinilai sangat sesuai untuk pengembangan kompetensi Abad 21 serta nilai-nilai
atau karakter.

c. Fleksibel
Fleksibilitas berkaitan dengan otonomi dan kemerdekaan guru dan peserta didik
dalam mengendalikan proses pembelajaran. Kurikulum yang fleksibel akan
memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan dan pendidik untuk
mengadaptasi, menambah kekayaan materi pelajaran, serta menyelaraskan
kurikulum dengan karakteristik peserta didik, visi misi satuan pendidikan, serta
budaya dan kearifan lokal. Keleluasaan seperti ini dibutuhkan agar kurikulum yang
dipelajari peserta didik senantiasa relevan dengan dinamika lingkungan, isu-isu
kontemporer, serta kebutuhan belajar peserta didik (Kemendikbudristek, 2022).

2.3.7 Keunggulan Kurikulum Merdeka


Kurikulum Merdeka memiliki beberapa kelebihan, yaitu sebagai berikut:
a. Lebih Sederhana dan Mendalam
Konsekuensi dari pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi adalah perlunya
pengurangan materi pelajaran atau pokok bahasan. Kurikulum berfokus pada materi
pelajaran yang esensial. Materi esensial ini dipelajari dengan lebih leluasa, tidak
terburu-buru sehingga siswa dapat belajar secara mendalam, mengeksplorasi suatu
konsep, melihatnya dari perspektif yang berbeda, melihat keterkaitan antara suatu
konsep dengan konsep yang lain, mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya
di situasi yang berbeda dan situasi nyata, sekaligus merefleksikan pemahamannya
tentang konsep tersebut.
b. Lebih Merdeka
Salah satu prinsip utama dalam perancangan Kurikulum Merdeka adalah kebijakan
yang memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan, pendidik, serta peserta
didik. Fleksibilitas berkaitan dengan otonomi dan kemerdekaan guru dan peserta
didik dalam mengendalikan proses pembelajaran. .Kurikulum yang fleksibel akan
memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan dan pendidik untuk
mengadaptasi, menambah kekayaan materi pelajaran, serta menyelaraskan
kurikulum dengan karakteristik peserta didik, visi misi satuan pendidikan, serta

22
budaya dan kearifan lokal. Keleluasaan seperti ini dibutuhkan agar kurikulum yang
dipelajari peserta didik senantiasa relevan dengan dinamika lingkungan, isu-isu
kontemporer, serta kebutuhan belajar peserta didik.
c. Lebih Relevan
Pembelajaran berbasis projek melalui projek pengauatan profil pelajar Pancasila
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi suatu topik, isu, atau
masalah tanpa ada sekat-sekat disiplin ilmu atau batasan antar mata pelajaran. Hal
ini dinilai sangat sesuai untuk pengembangan kompetensi Abad 21 serta nilai-nilai
atau karakter. Ki Hadjar Dewantara juga menekankan bahwa mempelajari
pengetahuan saja tidak cukup, peserta didik perlu menggunakan pengetahuan
tersebut dalam kehidupan nyata, di mana mereka dapat berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Pendekatan pembelajaran yang mendekatkan peserta didik
dengan dunia nyata tidak hanya berguna untuk menerapkan ilmu pengetahuan, tetapi
juga menguatkan pemahaman peserta didik akan ilmu pengetahuan yang telah
dipelajarinya, membangun minat belajar yang lebih mendalam, serta kepedulian
terhadap lingkungan sekitarnya (Kemendikbudristek, 2022).

2.3.8 Pembelajaran Berdiferensiasi


Pembelajaran berdiferensiasi merupakan sebuah proses pembelajaran yang memberi
peserta didik peran sentral dalam belajar. Dalam konteks ini, peserta didik diberi
kesempatan seluas-luasnya, untuk menetukan cara belajar, lama belajar, dan hasil
belajar, sesuai kemampuan masing-masing peserta didik. Pembelajaran berdiferensisi
juga merupakan upaya guru untuk memenuhi seluruh kebutuhan setiap peserta didik
secara individual. Pembelajaran berdiferensiasi adalah cara mengenali dan mengajar
sesuai dengan bakat dan gaya belajar siswa yang berbeda (Morgan, 2014).
Pengakuan adanya perbedaan kecepatan belajar dan kemampuan peserta didik untuk
berpikir abstrak atau memahami ide-ide yang kompleks adalah hal yang seharusnya
dilakukan oleh setiap pendidik adalah sesuatu pengakuan yang semestinya terjadi
seperti halnya semua orang mengakui bahwa peserta didik pada usia tertentu tidak
memiliki tinggi dan berat badan yang sama.
Adapun tujuan pembelajaran berdiferensiasi menurut Marlina (2020) sebagai
berikut:

23
a. Untuk membantu semua peserta didik dalam belajar agar guru bisa meningkatkan
kesadaran terhadap kemampuan peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran
dapat dicapai oleh seluruh peserta didik.
b. Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik agar peserta didik
memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan materi yang
diberikan. Untuk menjalin hubungan yang harmonis antara guru dan peserta didik
karena pembelajaran berdiferensiasi meningkatkan relasi yang kuat antar guru
dan peserta didik.
c. Untuk membantu peserta didik menjadi pelajar yang mandiri. Untuk
meningkatakan kepuasanguru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
Pembelajaran berdiferensiasi penting dilakukan karena dapat mengetahui
kebutuhan belajar dan lingkungan yang memfasilitasi seluruh individu di sekolah
agar dapat meningkatkan kompetensinya secara aman dan nyaman. Strategi
pembelajaran yang dilakukan terkait pada diferensiasi konten, proses dan produk.
Serta Pembelajaran berdiferensiasi untuk mengakomodasi kebutuhan belajar
murid yang berbeda.

2.3.9 Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi


Melalui pembelajaran berdiferensiasi, setiap peserta didik difasilitasi untuk
mengembangkan potensi terbaiknya. Pembelajaran berdiferensiasi adalah
pembelajaran yang memberi keleluasaan pada peserta didik untuk meningkatkan
potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik
tersebut. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru dapat melihat minat belajar
peserta didik dari cara belajar mereka. Gaya belajar yang ada diantara Kinestetik,
Audio, Visual.

2.4 Proses Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan

2.4.1 Proses Perkembangan Pendidikan


Menurut Farid (2023), proses perkembangan pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan Zaman Purba
Sistem Pendidikan di Indonesia pada masa prasejarah sangatlah sederhana yang
hanya dilakukan melalui ruang lingkup keluarga. Zaman pra sejarah mereka lebih

24
dekat kepada alam sekitar, mencari makan dari alam, berteman dengan alam dan
sangat tergantung pada alam. Pendidikan yaitu bagaimana cara mencari dan meramu
makanan, cara membuat rumah dari bahan-bahan seadanya yang tersedia di alam,
belajar cara bercocok tanam, mengenal benda dan fungsinya, mencetak benda untuk
bisa digunakan dalam keperluan rumah tangga.

b. Pendidikan Zaman Kerajaan Hindu-Budha


Pendidikan pada masa kerajaan Hindu Budha mulai berkembang seperti kerajaan
Tarumanegara, dan Kerajaan Kutai. Zaman ini, pendidikan difokuskan pada
pembelajaran tentang keagamaan, banyak belajar cara membaca bahasa sansekerta
dan menulis huruf palawa serta pembelajaran seni bela diri. Pada zaman Hindu-
Budha pendidikan belum dapat dirasakan secara merata, hal ini karena pada zaman
ini manusia digolongkan ke dalam kasta-kasta. Ada empat golongan kasta pada
masa kerajaan Hindu-Budha ini, yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.
Pendidikan formal lebih diutamakan dari keturunan bangsa yang berkasta
Brahmana, dan Ksatria. Masyarakat berkasta Waisya dan Sudra, pendidikan hanya
didapatkan dari keluarga mereka sendiri.
c. Pendidikan Zaman Kerajaan Islam
Zaman Kerajaan Islam, sistem pendidikan pada masa Kerajaan Islam, pada mulanya
penyebarannya atau perantaranya melalui kegiatan berdagang. Banyak pedagang
yang memiliki misi untuk memberitahukan atau menyebarkan pemahaman tentang
agama Islam kepada masyarakat pada masa itu. Banyak yang setelah berdagang,
mereka berganti profesi menjadi ustadz, dan melakukan dakwah untuk menyebarkan
pemahaman tentang agama Islam. Para ulama yang disebut Wali Songo adalah para
perantara yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Ajaran yang dibawa para
ulama Allah tersebut meliputi, pengetahuan agama islam secara menyeluruh mulai
dari filsafat hidup, tata cara beribadah, dan membaca Al-Quran dan sunnah rasul.
Cara para wali songo menyampaikan ajaran islam pun sangat mudah dipahami
sehingga menarik minat masyarakat pada saat itu dan dengan mudah ajaran agama
islam tersebar.

25
d. Pendidikan Zaman Kolonial Belanda
Memasuki zaman kolonial Belanda, pendidikan di Indonesia sangatlah terbatas.
Kemajuan aspek bidang pendidikan di Indonesia menjadi lebih cukup baik ketika
masuk era tahun 1900an, yaitu pada masa Ratu Juliana berkuasa pada kerajaan
Belanda. Pada tahun 1899 Gubernur Jendrala Hindia pada saat itu dijabat oleh Van
Deventer menggunakan praktik politik etis “Etische Politiek” motto yang dibawa
pada praktik politik etis adalah “de Eereschuld” dimana artinya adalah hutang
kehormatan untuk memenuhi kebutuhan bangsa Belanda di Indonesia. Rakyat
Indonesia dididik untuk menjadi tenaga kerja rendahan, bahkan tidak dibayar. Sistem
kerja rodi diberlakukan pada masa ini, tenaga rakyat pribumi diperas habis-habisan.
Belanda membuat politik pendidikan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi
mereka, menguntungkan bagi Belanda dan merugikan bagi Indonesia. Pada masa
pendidikan kolonial telah menghasilkan tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam
pergerakan nasional dan tokoh-tokoh yang peduli terhadap pendidikan yang berjiwa
nasionalis dan berjiwa patriotis untuk memperjuangkan dan membela nasib bangsa
Indonesia. Sistem pendidikan yang ada di Indonesia pada masa penjajahan kolonial
Belanda setelah pertama kali Belanda menerapkan politik etisnya di Indonesia dapat
digambarkan diantaranya: adanya pendidikan dasar yang terdiri dari jenis sekolah
dengan menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam proses
pendidikan yaitu sekolah ELS, HCS, dan HIS. Ada juga Pendidikan dasar dengan
menggunakan pengantar bahasa daerah untuk proses pembelajaran yaitu sekolah
Belanda IS, VS, dan VgS, serta pendidikan dasar peralihan. Pendidikan tingkat
lanjutan terdiri dari pendidikan lanjutan umum yiatu MULO, HBS, dan AMS dan
pendidikan lanjutan kejuruan dan ada pendidikan tingkat tinggi yang setara dengan
perguruan tinggi masa sekarang.
e. Pendidikan Kaum Pergerakan Kebangsaan/Nasional
Politik Etis yang diterapkan oleh Belanda dalam bidang pendidikan ternyata dapat
memberikan pengaruh yang positif bagi kemunculan kaum-kaum pendidik dan
pergerakan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara tokoh
pendidikan yang bergerak melalui organisasi pendidikannya yaitu organisasi Taman
Siswa. Pendidikan di Indonesia mulai tertata dan telah menemukan jati dirinya. Ki
Hajar Dewantara mengharapkan pendidikan yang ditujukan kepada manusia yang

26
sejati, manusia yang merdeka, berkaitan dengan kebudayaan, kebahasaan, adat
istiadat, perilaku, membaca dan menulis serta berhitung.
f. Pendidikan Zaman Pendudukan Militerisme Jepang
Pendidikan zaman pendudukan militerisme Jepang merupakan bentuk kepentingan
identitas kekuasaan terhadap bangsa Indonesia, Jepang dengan Gerakan 3A nya
ternyata dapat mengambil hati rakyat Indonesia. Gerakan 3A ini dibentuk pada
tanggal 29 April 1942 dengan tujuan menyebar luaskan propaganda militer Jepang
dengan usaha dapat mengambil rasa simpati rakyat Indonesia. Gerakan 3A memliki
arti, Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia dan Jepang Pemimpin Asia. Motto
tersebut yang akhirnya sangat berpengaruh besar dalam perubahan di berbagai ruang
lingkup kehidupan rakyat Indonesia termasuk ruang lingkup pendidikan. Konkritnya
adalah landasan Pendidikan Jepang membawa rakyat Indonesia untuk bisa bekerja
sama dalam mencapai tujuan Jepang yaitu “Kemakmuran Bersama Asia Raya”. Pada
akhirnya pendidikan mulai bergeliat dengan dibukanya sekolah sekolah seperti
Sekolah Desa atau dalam bahasa Belanda Volk School, Sekolah Lanjutan Vervlog
School, Sekolah Pribumi Lengkap Volledige Tweede Klas School, Sekolah Lanjut
Putri Meisjes Vervlog School sesuai dengan dasar Undang-Undang no 12 pada
waktu itu.
g. Pendidikan Periode 1945-1969
Pada masa kemerdekaan Indonesia, khususnya pada awal kurun waktu tahun 1945
sampai dengan tahun 1969 cita-cita pendidikan nasional bangsa Indonesia sudah
melakukan lima proses revisi dan perubahan. Seperti yang telah tertulis dalam surat
keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan tertanggal 1 Maret 1946
bahwa tujuan pendidikan bangsa Indonesia berpusat kepada penanaman jiwa
kepahlawanan. Kurikulum pada satuan pendidikan pada masa ini bertujuan untuk
dapat meningkatkan dan mengembangkan kesadaran para pelajar Indonesia untuk
menjadi bagian yang dari berbangsa dan bernegara, dapat mengembangkan
pendidikan jasmani, mewujudkan pendidikan perilaku dan karakter, serta mampu
memberi perhatian lebih kepada kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Fokus utama pendidikan pada periode ini adalah pemerintah wajib menuntaskan
pendidikan wajib belajar sembilan tahun sebagai langkah untuk anak-anak bangas
menyelesaikan pendidikan dasar.

27
h. Pendidikan Reformasi
Pada kurikulum pendidikan nasional Indonesia, reformasi pada bidang pendidikan
meliputi hampir seluruh aspek didalamnya yang ada pada sistem pendidikan
nasional. Contohnya pada Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 menyatakan jika
80% dari jenis urusan terkait pendidikan yang dipegang oleh pemerintah pusat dan
propinsi harus diberikan dan dikelola oleh pemerintah daerah dalam hal ini
pemerintah Kabupaten atau Kota dalam kerangka otonomi daerah yang diberlakukan
pada tahun 2001. Bukan itu saja, satuan pendidikan pun diikut sertakan untuk ikut
mengelola sistem pendidikan melalui manajemen yang berbasis sekolah atau School-
Based Management. Pada awal masa reformasi masih menggunakan Kurikulum
1994. Beberapa saat kemudian Kurikulum 1994 diubah menjadi Kurikulum 2000 dan
disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (Kurikulum Berbasis Kompetensi).
Kurikulum ini fokus pada 3 aspek utama yaitu aspek afektif, kognitif dan juga
psikomotorik. Pada tahun 2005, Kurikulum 2002 digantikan dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada tahun 2013, Kurikulum kembali diubah
menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum (K13) menekankan pada kompetensi berbasis
sikap, keterampilan dan juga pengetahuan dan sekarang menjadi kurikulum merdeka

2.4.2 Proses Perkembangan Kebudayaan


Menurut Nurmansyah (2023), proses perkembangan kebudayaan sebagai berikut:
a. Proses Evolusi
Proses evolusi budaya terjadi karena adanya perkembangan pola pikir manusia,
sehingga budaya mengalami namanya perubahan.
b. Proses Difusi
Difusi kebudayaan merupakan proses penyebaran unsur kebudayaan dari satu individu
ke individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Penyebaran dari
individu ke individu lain dalam batas satu masyarakat disebut difusi intra masyarakat.
Sedangkan penyebaran dari masyarakat ke masyarakat disebut difusi inter masyarakat.
Difusi mengandung tiga proses yang dibeda-bedakan:
1) Proses penyajian unsur baru kepada suatu masyarakat
2) Penerimaan unsur baru
3) Proses integrasi

28
Contoh :
1) Unsur-unsur budaya timur dan barat yang masuk ke Indonesia dilakukan dengan
teknik meniru. Misalnya, penyebaran agama Islam melalui media perdagangan,
berikut cara berdagang yang jujur, dan model pakaian yang digunakan, lambat laun
ditiru oleh masyarakat
2) Cara berpakaian para pejabat kolonial Belanda ditiru oleh penguasa pribumi
3) Cara orang Minangkabau membuka warung nasi dan cara orang Jawa membuka
warung tegal
4) Cara makan yang dilakukan orang Eropa dengan menggunakan sendok ditiru oleh
orang Indonesia.

c. Proses Akulturasi
Redfield, Linton, Herskovits: Mengemukakan bahwa akulturasi meliputi fenomena
yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai
kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan
terus-menerus, yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang
original dari salah satu kelompok atau pada kedua-duanya. Koentjaraningrat juga
mengemukakan bahwa akulturasi merupakan proses yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu
kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaa sendiri, tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.
Bentuk-bentuk kontak kebudayaan yang dapat menimbulkan proses akulturasi:
a. Kontak dapat terjadi antara seluruh masyarakat, atau antar bagian-bagian saja
dalam masyarakat, atau dapat pula terjadi antar individu-individu dari dua
kelompok.
b. Antar golongan yang bersahabat dan golongan yang bermusuhan
c. Antar masyarakat yang menguasai dan masyarakat yang dikuasai
d. Antar masyarakat yang sama besarnya atau antar masyarakat yang berbeda
besarnya

29
e. Antara aspek-aspek yang material dan yang non material dari kebudayaan yang
sederhana dengan kebudayaan yang komplek, dan antar kebudayaan yang komplek
dengan yang komplek pula.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam proses akulturasi adalah:
a. Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan
b. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan
asing
c. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk ke
dalam kebudayaan penerima
d. Bagian-bagian dari masyarkat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur
kebudayaan asing tadi
e. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.
Contoh: Traktor pembajak sawah merupakan salah satu contoh budaya asing yang
masuk ke kebudayaan daerah, walaupun awalnya sulit untuk diterima.
Adapun unsur kebudayaan asing itu dapat diterima sebagai berikut:
1) Unsur kebudayaan asing tersebut konkret, dalam arti dapat dilihat, didengar, dirasa
2) Unsur kebudayaan asing itu berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup
masyarakat
3) Unsur kebudayaan asing mempunyai fungsi yaitu dapat menggantikan unsur-unsur
kebudayaan yang sudah ada
4) Unsur kebudayaan asing dapat diintegrasikan ke dalam unsur-unsur kebudayaan
setempat

d. Proses Asimilasi
Asimilasi merupakan satu proses sosial yang telah lanjut dan yang ditandai oleh makin
kurangnya perbedaan antara individu-individu dan antar kelompok-kelompok, dan
makin eratnya persatuan aksi, sikap dan proses mental yang berhubungan dengan
dengan kepentingan dan tujuan yang sama.
``Faktor-faktor yang memudahkan asimilasi:
a. Faktor toleransi
b. Faktor adanya kemungkinan yang sama dalam bidang ekonomi
c. Faktor adanya simpati terhadap kebudayaan yang lain

30
d. Faktor perkawinan campuran .
Contoh :
1. Asimilasi dalam seni tulisan, yaitu kaligrafi yang dibawa oleh pedagang-pedagang
Arab masuk ke Indonesia sehingga banyak ditiru oleh seniman Indonesia
menghasilkan kaligrafi Arab Indonesia yang unik.
2. Asimilasi dalam pakaian, terjadi saat para Da’i dari Arab menikahi wanita-wanita
pribumi yang berpakaian kebaya batik tanpa jilbab. Hasilnya wanita tersebut tetap
berkebaya tapi berjilbab dan menutup semua aurat
3. Asimilasi dalam bidang seni bangunan, misalnya masjid-masjid Tionghoa yang
sebelumnya merupakan tempat beribadah orang khonghucu, bentuknya masih
seperti bangunan china, tapi terdapat kubah di bagian atasnya

e. Proses Discovery
Discovery merupakan suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik
berupa suatu alat baru, ide baru, yang diciptakan oleh individu atau suatu rangkaian
dari beberapa individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru
menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan
penemuan baru itu.

2.5 Manusia sebagai Pembina Kebudayaan


Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak bisa dipisahkan
dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna
menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikannya secara turun
menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari dan juga dari kejadian – kejadian
yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Selain itu manusia merupakan makhluk
sosial yang berinteraksi satu sama lain dan melakukan suatu kebiasaan-kebiasaan
tertentu yang pada akhirnya menjadi budaya yang biasa mereka lakukan.
Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk
kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang
menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang diciptakannya.
Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendudukungnya dan

31
kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia di dalam
kehidupannya.

Kebudayaan adalah suatu fenomena universal. Setiap masyarakat-bangsa di dunia


memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda dari
masyarakatbangsa yang satu kemasyarakat-bangsa lainnya. Kebudayaan secara jelas
menampakkan kesamaan kodrat manusia dari berbagai suku, bangsa, dan ras. Setiap
kebudayaan pasti memiliki wadah dan masyarakat adalah wadah dari kebudayaan
tersebut, sehingga antara kebudayaan dan masyarakat keduanya tidak dapat
dipisahkan.

Melalui definisi kebudayaan kita mengerti bahwa kebudayaan adalah ciptaan atau
kreasi manusia. Manusia dalam arti dimaksud baik sebagai keseluruhan umat
manusia sepanjang sejarah adanya manusia maupun sebagai pribadi. Dengan
melalui lembaga dan proses pendidikan, kebudayaan dikembangkan yakni:
a) Dioperkan untuk dimengerti dan dikuasai, dilaksanakan oleh penerali muda.
b) Pembinaan manusia supaya mampu menciptakan kebudayaan atau unsur-unsur
kebudayaan agar mereka mampu menyesuaikan diri demi kehidupan dalam
zamannya.
Kebudayaan materil dan non-materil, ilmu pengetahuan filsafat, seni dan etika
adalah karya cipta sebagai usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, maupun untuk
dinikmati. Kebudayaan merupakan konsumsi rohani dan jasmani manusia. Relasi
yang demikian, ialah hubungan antara subyek dengan kreasinya dalam rangka
memenuhi kebutuhan subyek. Dengan demikian manusia secara fundamental dalam
hal ini bersifat swadaya, swadeshi, swakarya.
Proses penciptaan itu akan berlangsung terus sepanjang sejarah eksistensi
manusia. Penciptaan itu sudah tentu tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam
arti konsumtif. Melainkan juga memenuhi kebutuhan ekspressif, pelahiran daya
ekspresi, daya cipta, dorongan-dorongan perkembangan kepribadian. Terwujudlah
karya-karya dalam segala bidang kebudayaan. Prestasi-prestasi yang dicapai oleh
manusia dalam menciptakan kebudayaan ini merupakan prestasi yang menentukan
nilai kepribadian, kemajuan suatu zaman. Bahkan satu-satunya ukuran prestasi
manusia ialah pada achievement kebudayaan ini. Hal ini lebih jelas pada karya dan

32
prestasi seseorang. Malahan ada ukuran antara primitif dan beradab, antara maju dan
terbelakang dan suatu bangsa terletak pada wujud kebudayaan yang ada dalam
masyarakat bangsa itu. Demikian pula ada yang mengukur prestasi individu manusia
pada achievement penciptaan ini sebagai inventor, pencipta, kreativitas, karya.
Sebenarnya pendidikan, langsung atau tidak langsung terutama berfungsi
untuk pembinaan kebudayaan. Pendidikan berfungsi baik sebagai mempertahankan
kebudayaan yang ada sebagai warisan sosial, maupun untuk membina pribadi
manusia yang pada gilirannya untuk mencipta pula kebudayaan baru. Alam semesta,
khususnya bumi ternpat kita hidup dengan segala isinya, kecuali budaya, sama
sekali terpisah dari ciptaan manusia. Tetapi sesungguhnya alam menyediakan bahan
baku untuk diolah manusia. Alam terbuka bagi penyelidikan dan pengolahan
manusia. Dengan demikian alam dapat menjadi unsur dasar bagi kebudayaan.
Setelah kebudayaan terbina sedemikian kaya (science, teknologi, filsafat, seni dan
sebagainya) manusia membuka scope kebudayaan baru, yakni penelitian dan
penjelajahan ruang angkasa. Manusia tetap sibuk dalam kerangka alamiah, alam
semesta, yang lebih bersifat materil.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
3.1.1 Kebudayaan sebagai isi pendidikan yaitu kebudayaan sangat berperan dalam
mengisi pendidikan untuk membentuk kepribadian dan watak individu dalam
sosialisasi di lingkungannya. Demokrasi Pendidikan dapat dipahami sebagai
suatu proses sosialisasi, internalisasi, dan aktualisasi konsep, dan nilai-nilai
demokrasi melalui proses pembelajaran berlangsung
3.1.2 Kebudayaan merupakan produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah
produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang
menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang
diciptakannya. Adapun ruang lingkup kebudayaan bahasa, organisasi sosial,
kesenian, sistem religi, sistem teknologi dan sistem mata pencaharian hidup
3.1.3 Ilmu sebagai unsur kebudayaan yaitu warisan budaya, pemahaman tentang
dunia,pengembangan budaya, pemahaman nilai dan norma, penghormatan
terhadap sejarah, pengembangan pendidikan dan inovasi serta perubahan
3.1.4 Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
3.1.5 Proses perkembangan pendidikan yaitu Pendidikan Zaman Purba, Pendidikan
Zaman Kerajaan Hindu-Budha, Pendidikan Zaman Kerajaan Islam,
Pendidikan Zaman Kolonial Belanda, Pendidikan Kaum Pergerakan
Kebangsaan/Nasional dan Pendidikan Zaman Pendudukan Militerisme
Jepang, Pendidikan Periode 1945-1969 dan Pendidikan Reformasi. Proses
Perkembangan Kebudayaan yaitu proses evolusi, Difusi, Akulturasi,
Asimilasi dan Discovery
3.1.6 Melalui definisi kebudayaan kita mengerti bahwa kebudayaan adalah ciptaan
atau kreasi manusia

34
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif dan bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

35
DAFTAR PUSTAKA

Anjelina, W., Silvia, N., & Gitituati, N. 2021. “Program Merdeka Belajar, Gebrakan
Baru Kebijakan Pendidikan”. Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol 5, No. 1, 1977–
1982.

Ansyar, Mohammad. 1989. undamentals of Curriculum Development. Jakarta:


Depdikbud Dikti.
Arifin, Zainal. 2020. Konsep dan Model pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

Banks, J. A. 2015. Cultural Diversity and Education: Foundations, Curriculum, and


Teaching. Routledge

Dhomiri, Ahmad., Junedi & Mukh, Nursikin. 2023. “Konsep Dasar dan Peranan serta
Fungsi Kurikulum dalam Pendidikan”. Khatulistiwa: Jurnal Pendidikan dan
Sosial Humaniora, Vol 3, No.1, 119-128

Farid, I., Reka, Y., Soleh, Hidayat & Ratna, S., D., 2023. “Perkembangan Pendidikan di
Indonesia dari Masa ke Masa”. Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Vol 12, No. 2, 215-220

Greertz, C. 1973. Interpretation Of Cultures. New York: Basic Books, Inc, Publishers.
Indar, M. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama
Kemendikbudristek. 2022. Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Pembelajaran

Mahdayeni. 2019. “Manusai dan Kebudayaan (Manusaia dan Sejarah Kebudayaan,


Manusia dalam Keanekaragaman Budaya dan Perdaban, Manusia dan Sumber
Penghidupan)”. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol 7, No. 2

Maran, R R. 2007. Manusia Dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.

Marlina. 2020. Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi di Sekolah Inklusif. Padang: Afifa


Utama

Morgan, H. 2014. “Maximizing student success with differentiated learning”. The


Clearing House: A Journal of Educationa

Mubarok, Ramdanil. 2021. “Peran dan Fungsi Kurikulum dalam Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam Multikultural”. Jurnal Studi Islam Lintas Negara, Vol
3, No.2, 75-85

36
Nurmansyah, Gunsu., Nunung, R., & Recca, A., H. 2023. Pengantar Antropologi
Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Bandar Lampung: AURA CV. Anugrah
Utama Raharja

Pusposari, D. 2019. Pendidikan Yang Demokratis Dalam Era Global. PS PBSI FKIP
Universitas Jember.
Rafael, Raga Maran. 2007. Manusia Dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya
Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Santri Sahar. 2015. Pengantar Antropologi: Integrasi Ilmu Dan Agama. Makassar :
Cara Baca.

Syam,Mohammad noor. 1983. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.

Widiastini, Sutama & Sudiana. 2023. “Penerapan Merdeka Belajar dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Bahasa Indonesia Vol
12, No. 1, 13-23

Yamin, M., & Syahrir, S. 2020. “Pembangunan Pendidikan Merdeka Belajar (Telaah
Metode Pembelajaran)”. Jurnal Ilmiah Mandala Education, Vol 6, No. 1, 126–
136.

Zainuri, Ahmad. 2018. Konsep Dasar Kurikulum Pendidikan. Palembang: CV Amanah.

Zamroni. 2001. Pendidikan Untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society.


Yogyakarta: Biograf

37

Anda mungkin juga menyukai