Anda di halaman 1dari 21

1

KEBUDAYAAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN


DAN DEMOKRASI PENDIDIKAN

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Landasan Ilmi Pendidikan
yang dibina oleh Prof. Dr. Syahrul R., M.Pd. dan Dr. Erizal Gani, M.Pd.

KELOMPOK 10:
ALFUSYUKRINALIAS KARILLAH (16174004)
FADHILAH SUKMA LESTARI (16174012)
ADEK TRI DASMANA (16174047)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt., yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga makalah dengan judul
“Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan dan Demokrasi Pendidikan” dapat
diselesaikan. Makalah ini diajukan untuk memenuhi sebagian tugas perkuliahan
Landasan Ilmu Pendidikan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis dibimbing oleh berbagai pihak


sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Syahrul R., M.Pd. dan Dr.
Erizal Gani M.Pd., selaku pengampu mata kuliah serta teman-teman yang
memberikan dukungan dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena
itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3
A. Kebudayaan sebagai Isi Pendidikan...................................................3
B. Demokrasi dan Perspektif Pendidikan............................................... 6
C. Hubungan Demokrasi dan Pendidikan.............................................. 8
D. Mewujudkan Demokrasi Lewat Pendidikan..................................... 9

BAB III PENUTUP.................................................................................. 12


A. Simpulan......................................................................................... 12
B. Saran............................................................................................... 12

DAFTAR RUJUKAN.................................................................................. 13

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua kata saling berhubungan erat.
Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan identitas yang
saling berkaitan. Pendidikan itu sendiri adalah kebudayaan. Hal ini disebabkan
karena pendidikan adalah karyanya manusia. Kegiatan pendidikan merupakan
proses pembudayaan yang artinya pendidikan membuat manusia menjadi
berbudaya. Kebudayaan merupakan salah satu landasan bagi pendidikan karena di
dalamnya terkandung nilai nilai kehidupan dan menjadi pedoman hidup
masyarakat dimana pendidikan itu berlangsung.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan
kebudayaan, bahkan dalam perjalanan suatu kebudayaan. Tanpa proses
pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang. Melalui
pendidikan, kepribadian seseorang itu dibentuk dan dikembangkan. Individu yang
mendapat pendidikan merupakan kreator dan sekaligus sebagai manipulator dari
kebudayaannya. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun
kebudayaan bukanlah sekedar jumlah dari kepribadian.
Sebaliknya, kebudayaan akan sangat diperlukan upaya pembentukan
kepribadian. Kesenian misalnya, sebagai aspek kebudayaan, sangat besar
peranannya dalam pengembangan kepribadian seseorang dan karena itu sangat
penting bagi pendidikan. Mengartikan kebudayaan dalam arti sempit, yaitu
terbatas pada kesenian dan kepurbakalaan telah mereduksi kebudayaan hanya
pada nilai nilai estetika. Dan ini berarti telah memperjarak hubungan atau telah
cenderungmemisahkan antara pendidikan dengan kebudayaan. Gejala pemisahan
kedua hal itu juga disebabkan karena nilai nilai kebudayaan dalam pendidikan
terlalu dibatasi pada nilai-nilai intelektual saja.
Paradigma pendidikan di masa depan adalah pendidikan yang demokratis
dan pendidikan yang demokratis hanya dapat diwujudkan dalam masyarakat,
bangsa, dan negara yang juga demokratis. Demokrasi, termasuk demokrasi
pendidikan, memang tidak menyembuhkan berbagai penyakit pembangunan,
termasuk untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, tetapi demokrasi
memberikan peluang terbaik bagi terlaksananya keadilan dan terhormatinya

1
2

harkat dan martabat kemanusiaan. Pendidikan yang demokratis akan


menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat
dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik.
Sampai saat ini, pendidikan yang demokratis masih merupakan cita-cita
yang belum terwujud. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor
20 tahun 2003 bab III pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa. Namun dalam kenyataan masih terdapat fenomena pendidikan yang tidak
demokratis, misalnya fenomena kurang memadainya kualitas proses dan produk
pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan empat rumusan
masalah. Pertama, apakah yang dimaksud dengan kebudayaan sebagai isi
pendidikan? Kedua, apakah yang dimaksud dengan demokrasi dalam perspektif
pendidikan? Ketiga, apakah yang dimaksud dengan hubungan pendidikan dan
demokrasi? Keempat, apakah yang dimaksud dengan mewujudkan demokrasi
lewat pendidikan?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, ada empat tujuan penulisan .
Pertama, mendeskripsikan kebudayaan sebagai isi pendidikan? Kedua,
mendeskripsikan demokrasi dalam perspektif pendidikan? Ketiga,
mendeskripsikan hubungan pendidikan dan demokrasi? Keempat,
mendeskripsikan demokrasi lewat pendidikan?

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat untuk memahami, mengidentifikasi, dan
menganalisis kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan. Calon
pendidik diharapkan agar lebih peka terhadap pendidikan dan perubahan sosial
budaya, modernisasi, dan pembangunan yang terjadi pada saat ini dan menjadi
landasan berfikir untuk pendidikan di masa datang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebudayaan Sebagai Isi Pendidikan


Kebudayaan berasal dari kata budaya. Budaya sendiri berasal dari bahasa
Sanksekerta “budhayyah”, bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi dan akal.
Kata budaya sendiri sepadan dengan kata “culture” dalam bahasa Inggris yang
berasal dari bahasa Latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan atau
bercocok tanam.
Kebudayaan merupakan pemersatu sosial dapat berupa kekayaan sosial
termasuk ilmu pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat, keterampilan, nilai-nilai,
sikap, tingkah laku serta cara berpikir kelompok sosial yang diperoleh oleh
anggota masyarakat (Ansyar, 1989).
Kebudayaan menentapkan tata cara hidup yang diakui dan diterima serta
dibanggakan anggota masyarakat, termasuk di dalamnya aspek-aspek kehidupan
yang mudah terlihat seperti barang-barang produksi, organisasi politik, dan
institusi sosial, mata pencarian, bentuk-bentuk pakaian, makanan, permainan,
musik, acara-acara memelihara dan membesarkan anak, upacara keagamaan dan
cara-cara kenegaraan.
Menurut Linton (Ansyar, 1989) semua kebudayaan dapat dibagi menjadi
tiga elemen penting, yaitu universal, khusus, dan alternatif. Pertama, universal.
Struktur kebudayaan universal yaitu semua nilai-nilai, kepercayaan, dan adat
istiadat yang dianut semua anggota masyarakat dewasa, seperti berkaitan dengan
bahasa, makanan, agama, dan lain-lain.Kedua, khusus. Klasifikasi aspek
kebudayaan khusus ini berkaitan dengan tingkat kelas sosial (tinggi, menengah,
dan rendah) atau jenis kelamin (pria dan wanita) atau umur (anak-anak, remaja,
dan dewasa).Ketiga, alternatif. Budaya alternatif, yaitu aspek-aspek kepercayaan,
tingkah laku yang berlainan atau bertentangan dengan norma-norma umum
berlaku di masyarakat.
Menurut Koentjaningrat (1985), kebudayaan paling tidak mempunyai tiga
wujud, yaitu wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud benda. Pertama, wujud
ideal, yakni wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Kedua, wujud kelakuan, yakni

3
4

wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktivitas kelakuanberpola dari manusia


dalam masyarakat. Ketiga, wujud benda, yakni wujud kebudayaan sebagai benda-
benda hasil karya.
Kebudayaan menetapkan tata cara berbuat para warganya, maka dapat
dipahami bahwa kebudayaan juga membentuk kepribadian. Dengan kata lain,
setiap individu harus berbuat sesuai dengan pola-pola tingkah laku yang
ditetapkan kebudayaannya. Implikasi pernyataan ini adalah pendidikan di mana
saja berfungsi untuk membentuk kepribadian sosial individu. Jadi, setiap
kebudayaan bertujuan membuat setiap anggota masyarakatnya menjadi tipe orang
berkepribadian ideal, yaitu seseorang yang memiliki nilai-nilai, karakteristik,
sikap, tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan kebudayaannya.
Menurut Kneller (dalam Manan, 1989), pengikut aliran superorganis
memandang bahwa pendidikan merupakan proses yang digunakan oleh suatu
masyarakat untuk mengendalikan dan membentuk individu-individu sesuai
dengan tujuan-tujuan yang ditentukan oleh nilai-nilai dasar suatu kebudayaan.
Pendidikan formal dan informal merupakan proses yang meletakan dibawah
generasi baru pengendalian sebuah sistem budaya karena kebudayaan menentukan
perilaku anggota-anggotanya, maka kurikulum mesti dikembangkan dari kajian
langsung nilai-nilai dasar kebudayaan yang dimanifestasikan dalam gagasan,
sikap, dan keterampilan. Pandangan ini juga menekankan keharusan bahwa
pemerintah seharusnya melakukan pengawasan yang ketat untuk menjamin bahwa
guru-guru benar-benar menanamkan nilai-nilai, sikap, gagasan, dan keterampilan
yang mendukung kelanjutan kebudayaan. Hal ini mempenyai arti bahwa terdapat
sentralisasi yang besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan.
Para pendukung pandangan konseptual menyetujui pendapat bahwa
generasi baru harus mempelajari warisan budayanya sesuai dengan perhatiannya
dan mengembangkan gambaran mereka sendiri mengenai kebudayaan secara
objektif. Menurut pengikut paham ini, pendidikan dapat menjadi alat perubahan
sosial dalam arti menciptakan iklim opini yang merangsang pemikiran dan
penerimaan pemikiran inovatif. Berbeda dengan aliran superorganis, pengikut
aliran realis mempunyai pandangan yang sama dengan aliran-aliran pendidikan
5

yang mempercayai bahwa anak manusia selalu memiliki daya penyesuaian


terhadap realita yang mengelilinginya, baik fisik maupun sosial budaya. Untuk
pengembangan daya penyesuaian tersebut mereka harus diberi pengetahuan, nilai,
dan sikap serta keterampilan-keterampilan yang disediakan oleh kebudayaan
mereka. Mereka mengingini sistem pendidikan yang berfungsi untuk melatih
generasi muda mempunyai kemampuan untuk mempertimbangkan secara objektif
perubahan sosial budaya yang sesuai dengan nilai dasar budayanya.
Hubungan masyarakat dan pendidikan adalah hubungan antara subjek
dengan aktivitasnya. Masyarakat akan relatif lebih maju apabila masyarakat itu
aktif membina pendidikan,atau masyarakat itu menyelenggarakan pendidikan
yang maju. Apabila suatu masyarakat mengabaikan pendidikan,maka masyarakat
itu sukar untuk maju. Ini disebut hubungan korelasi positif. Hubungan kausalitas
atau sebab-akibat,yaitu karena masyarakat sadar dengan nilai dan peranan
pendidikan,masyarakat aktif membina pendidikan,maka masyarakat menjadi
makin maju,makin baik.
Hubungan teleotologis berarti bahwa pendidikan masyarakat bergerak
(aktif) menuju satu tujuan tertentu,satu idealisme.Hubungan pendidikan dan
kebudayaan adalah hubungan antara aktivitas dengan isinya. Pendidikan adalah
satu proses,satu lembaga, satu aktivitas, sedangkan kebudayaan adalah isi didalam
proses itu,isi suatu lembaga dan aktivitas pendidikan itu.
Fungsi dan misi pendidikan adalah mengoperkan kebudayaan dari manusia
yang berkebudayaan kepada anak didik yang belum berkebudayaan. Mengolah
kebudayaan itu menjadi sikap mental,tingkah laku,bahkan menjadi kepribadian
anak didik. Membudayakan manusia,atau membina manusia supaya
berkebudayaan.
Sesungguhnya fungsi pendidikan masih mempunyai tujuan yang lebih
utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan
produktif,yakni mampu menciptakan kebudayaan.Pendidikan sesungguhnya
melakukan peranan menciptakan kebudayaan,mengembangkan kebudayaan,baik
langsung maupun tak langsung.Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk
kebudayaan, yaitu menciptakan yang belum ada, melalui pembinaan manusia
6

yang kreatif dan mengoperkan kebudayaan (yang sudah ada) kepada generasi
demi generasi dalam rangka proses sosialisasi pribadi manusia.
Sebagai perbandingan, Auguste Comte ahli sosiologi dan filsafat,
membedakan tingkat perkembangan kebudayaan umat manusia atas tiga tingkatan
besar dalam sejarah perkembangan berpikir umat manusia, yaitu tingkatan
teologis atau tingkat animistis, tingkatan metafisis (filsafat), dan tingkatan ilmu
pengetahuan positif.Jhon Dewey menganalisis perkembangan kebudayaan sebagai
proses integral daripada perkembangan sosial yang dipengaruhi oleh empat hal.
Pertama, adanya kondisi khusus dan problem-problem yang dihadapi.Kedua,
Tuntutan-tuntutan komunikasi social yang menuju pengertian suatu cita-cita dan
informasi.Ketiga, adanya penyelidikan secara kritis dan penilaian kembali atas
tujuan dan nilai-nilai kebudayaan yang ada.Keempat, Eksperimen yang terkontrol
dan validasi atas hasil-hasil rekonstruksi pada situasi yang spesifik
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan sangat berperan
dalam mengisi pendidikan untuk membentuk kepribadian dan watak individu
dalam sosialisasi di lingkungannya.

B. Demokrasi dalam Perspektif Pendidikan


Demokrasi, secara etimologi, berasal dari bahasa Latin, dari akar kata
“demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan, sehingga secara
sederhana demokrasi dapat diartikan sebagai kedaulatan ditangan rakyat. Secara
terminologi, sebagaimana disampaikan Sparingga (2000), demokrasi adalah
pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan
dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakilnya yang dipilih lewat
pemilihan bebas. Prinsip utama demokrasi ada sebelas, yaitu (a) kedaulatan di
tangan rakyat, (b) pemerintahan berdasarkan persetujuan dari mereka yang
diperintah, (c) kekuasaan mayoritas, (d) hak-hak minoritas, (e) jaminan hak-hak
azasi manusia, (f) pemilihan yang bebas dan jujur, (g) persamaan di depan hokum,
(h) proses hukum yang wajar, (i) pembatasan pemerintahan secara konstitusional,
(j) pluralisme dalam aspek sosial ekonomi dan politik, (k) nilai-nilai toleransi,
pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
7

Demokrasi pada dasarnya mengakui setiap warga negara sebagai pribadi


yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Demokrasi memberikan kesempatan yang luas bagi pelaksanaan dan
pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik maupun
mental spiritual. Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak
dan kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah
pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang unik berbeda
satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan
semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus memberikan
perlakuan yang berbeda kepada peserta didik yang berbeda sesuai dengan
karakteristik masing-masing. Pendidikan yang demokratis juga menuntut
partisipasi aktif peserta didik bersama guru dalam merencanakan,
mengembangkan, dan melaksanakan proses belajar-mengajar. Partisipasi orang
tua dan masyarakat juga sangat penting dalam merancang, mengembangkan, dan
melaksanakan proses pendidikan tersebut.
Demokrasi dalam lingkup pendidikan adalah pengakuan terhadap individu
peserta didik, sesuai dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, karena
demokrasi adalah alami dan manusiawi. Ini berarti bahwa penelitian pihak-pihak
yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengakui dan menghargai
kemampuan dan karakteristik individu peserta didik. Tidak ada unsur paksaan
atau mencetak siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya.
Dengan demikian, demokrasi berarti perilaku saling menghargai, saling
menghormati, toleransi terhadap pihak lain termasuk pengendalian diri dan tidak
egois. Dalam proses pendidikan, semua pihak yang terkait menyadari akan alam
atau atmosfir yang bernuansa saling menghargai tersebut, yaitu antara guru
dengan guru, antara guru dengan siswa, dan antara guru dengan pihak-pihak
anggota masyarakat termasuk orang tua. Ini berarti bahwa dalam semangat
demokrasi seorang harus tunduk kepada keputusan bersama atau kesepakatan
bersama. Tidak terjadi keharusan penerimaan tanpa unsur paksaan, tetapi
kesepakatan bersama yang akan menjadi sikap mereka semua. Dengan kata lain,
seseorang menerima keputusan bersama dengan rasa ikhlas karena
8

menomerduakan kepentingan pribadi dan tunduk kepada tuntutan kesejahteraan


umum.
Demokrasi dalam pendidikan dan pembelajaran menggunakan pengertian
equal opportunity for all yang artinya anak didik mendapat peluang yang sama
dalam menerima kesempatan dan perlakuan pendidikan. Guru memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk mengikuti setiap kegiatan
pendidikan.

C. Hubungan Pendidikan dan Demokrasi


Zamroni (2001) mengatakan bahwa dalam kaitan antara pendidikan dan
demokrasi terdapat dua pendapat yang saling bertentangan. Pertama, muncul di
lingkungan penganut paham demokrasi liberal yang menentang sekolah dijadikan
sebagai instrumen sosialisasi politik yang menguntungkan penguasa. Sebab,
pendidikan akan menghasilkan lulusan yang tidak memiliki kemandirian dan
cenderung menjadi robot. Menurut kelompok ini pendidikan harus ditempatkan
sebagai instrumen untuk mengembangkan watak demokratis, meningkatkan daya
kritis, mendorong semangat untuk mengejar pengetahuan dan senantiasa
menjunjung harkat dan martabat manusia. Kedua, pendidikan merupakan suatu
instrumen untuk mengembangkan kesadaran, sikap dan perilaku politik dengan
harapan siswa menjadi warga masyarakat yang baik. Dalam pandangan ini
pendidikan sebagai alat sosialisasi politik merupakan kenyataan yang tidak perlu
dipungkiri lagi. Dewasa ini tidak ada satupun negara yang tidak menggunakan
pendidikan sebagai instrumen sosialisasi politik, bahkan di Barat (AS) sekalipun
yang dianggap sebagai pendekar demokrasi dan HAM (Hak Asasi Manusia).
Mereka tetap menjadikan pendidikan sebagai alat indoktrinasi politik. Dalam
buku-buku teks Civics selalu ditekankan bahwa sistem kapitalitas paling baik dan
sistem lain jelek. Demikian juga dalam setiap buku diuraikan bahwa kehidupan
negara-negara sedang berkembang masih sangat terbelakang.
Demokrasi dan pendidikan, sesungguhnya saling berkaitan satu sama lain
dan mempunyai hubungan timbal balik. Misalnya pendidikan, jika dimaknai suatu
proses bantuan untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik, maka
pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis (sering disebut dengan istilah
9

demokrasi pendidikan). Pendidikan yang demokratis mempunyai ciri adanya


suasana belajar yang berkemampuan optimal menumbuhkan potensi peserta didik
untuk tujuan tertentu. Begitu juga sebaliknya, agar nilai-nilai demokrasi (hak-hak
asasi), kebebasan, keadilan, persamaan dan keterbukaan dapat dipahami dan
memiliki peserta didik, maka perlu pendidikan. Pendidikan tersebut berfungsi
menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada peserta didik (pendidikan demokrasi
atau pendidikan tentang demokrasi).

D. Mewujudkan Demokrasi Lewat Pendidikan


Pendidikan mempunyai cakupan luas, jalur sekolah, luar sekolah dan
keluarga. Pendidikan sekolah sendiri terdiri atas jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan pendidikan tinggi. Menurut Mastuhu (2003) sekolah harus
menjalankan tiga fungsi. Pertama, sekolah harus memberikan lingkungan yang
disederhanakan dari kebudayaan kompleks yang ada, yaitu dipilih dari segi
fundamental yang dapat diserap oleh remaja. Kedua, sekolah sejauh mungkin
mengeliminasi segi-segi yang tidak baik dari lingkungan yang ada, meniadakan
hal-hal yang remeh dan tak berguna dari masa lampau dan memilih yang terbaik
dan memungkinkan anak-anak menjadi warga negara yang lebih baik dan
membentuk masyarakat masa depan yang lebih maju dan sejahtera. Ketiga,
sekolah hendaknya menyeimbangkan berbagai unsur dalam lingkungan sosial
serta mengusahakan agar masing-masing individu mendapat kesempatan untuk
melepaskan dirinya dari keterbatasan-keterbatasan kelompok sosial dimana dia
lahir.
Djohar (2003) mengatakan bahwa proses pendidikan formal sistem
persekolahan harus memiliki empat ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, pendidikan
lebih menekankan pada proses pembelajaran daripada mengajar. Kedua,
pendidikan diorganisir dalam struktur yang fleksibel. Ketiga, pendidikan
memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus
dan mandiri. Keempat, pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan
senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Zamroni (2001) mengatakan bahwa perwujudan sekolah yang
mensosialisasikan paham dan sikap demokratis, seperti ditulis, dapat dikaji
10

berdasarkan empat aspek. Pertama, aspek status siswa, berorientasi pada


pendidikan modern yang mempunyai asumsi bahwa pendidikan berlangsung dari
lahir sampai mati. Artinya, sekolah adalah kehidupan itu sendiri dan sebaliknya
kehidupan itu adalah sekolah atau pendidikan. Oleh karena itu, sekolah
merupakan kehidupan ril siswa itu sendiri bukan tempat mempersiapkan siswa
bagi kehidupan mendatang. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewey (dalam
Zamroni, 2001) school is not preparation for life but life it self (sekolah bukan
bekal untuk hidup tetapi kehidupan itu sendiri). Implikasi dari orientasi ini adalah
anak didik merupakan subjek dalam proses pendidikan. Kehidupan sosial siswa
merupakan sumber transformasi kehidupan. Peran penting dalam proses
pendidikan bukan terletak pada mata pelajaran yang diberikan, melainkan terletak
pada aktivitas sosial siswa sendiri. Orientasi pendidikan modern ini memberikan
penekanan dan tempat berkembangnya kreativitas, kemandirian, toleransi dan
tanggung jawab siswa.
Kedua, aspek fungsi guru yaitu bahwa guru sebagai fasilitator dan
motivator. Fungsi guru ini akan muncul jika siswa berstatus sebagai subjek dalam
proses pendidikan, karena sebagai fasilitator dan motivator guru akan lebih
banyak bersifat tut wuri handayani dengan memberikan dorongan dan motivasi
agar siswa dapat memperluas kemampuan pandang untuk mengembangkan
berbagai alternatif dalam aktivitas kehidupan dan memperkuat kemauan untuk
mendalami serta mengembangkan apa yang telah dipelajari dalam proses
pendidikan. Ketiga, dimensi materi pendidikan yaitu materi pendidikan bersifat
problem oriented, guru menyampaikan bahan pengajaran berangkat dari masalah
ril yang dihadapi siswa dan lingkungan masyarakatnya. Dengan demikian materi
yang bersifat teoritis akan dihubungkan dengan realitas kehidupan siswa. Guru
dituntut berperan aktif, kreatif, dan berani membawa isu-isu kontroversial ke
dalam proses belajar mengajar. Adapun para siswa mendapat kesempatan untuk
mendiskusikan isu-isu yang sensitif tersebut.
Keempat, dimensi manajemen pendidikan yaitu manajemen yang bersifat
desentralisasi yaitu kebijakan pendidikan lebih banyak ditentukan pada level
daerah, level sekolah dan level kelas. Dengan desentralisasi ini kreativitas dan
daya inovatif guru sangat diperlukan. Dimensi manajemen yang bersifat
11

desentralisasi diterapkan apabila dimensi siswa sebagai subjek pendidikan, fungsi


guru sebagai dinamisator dan fasilitator dan materi pengajaran bersifat problem
oriented.
Orientasi pendidikan dengan keempat aspek yang dikemukakan Zamroni
(2001) tersebut akan mewujudkan praktek pendidikan yang demokratis dan akan
menghasilkan lulusan individu yang demokratis, kreatif, toleran, dan mandiri.
Ciri-ciri lulusan semacam ini akan sangat berperan mewujudkan masyarakat
demokratis.
12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan
kebudayaan, bahkan dalam perjalanan suatu kebudayaan. Tanpa proses
pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang. Melalui
pendidikan, kepribadian seseorang itu dibentuk dan dikembangkan. Individu yang
mendapat pendidikan merupakan kreator dan sekaligus sebagai manipulator dari
kebudayaannya.
Dalam semangat demokrasi seorang harus tunduk kepada keputusan
bersama atau kesepakatan bersama. Demokrasi dan pendidikan memiliki
keterkaitan satu sama lain dan mempunyai hubungan timbal balik. Pendidikan
yang demokratis mempunyai ciri adanya suasana belajar yang berkemampuan
optimal menumbuhkan potensi peserta didik untuk tujuan tertentu. Begitu juga
sebaliknya, agar nilai-nilai demokrasi (hak-hak asasi), kebebasan, keadilan,
persamaan dan keterbukaan) dapat dipahami dan memiliki peserta didik, maka
perlu pendidikan. Pendidikan tersebut berfungsi menanamkan nilai-nilai
demokrasi kepada peserta didik (pendidikan demokrasi atau pendidikan tentang
demokrasi).

B. Saran
Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan, saran-saran diajukan kepada
mahasiswa. Sebagai calon pendidik, mahasiswa diharapkan mampu untuk
memahami kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan demi
kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan. Bagi calon pendidik,hal ini
menjadi sangat berguna karena akan menciptakankepekaan terhadap
perkembangan serta fenomena-fenomena yang terjadi pada saat ini sehingga calon
pendidik dapat memberikan solusi terbaik dalam membimbing peserta didik nanti
pada kebudayaan sebagai isi pendidikan dan demokrasi pendidikan sebagai tindak
lanjut dalam mendidik nantinya.

13
14

DAFTAR RUJUKAN

Ansyar, M. (1989). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta : Depdikbud


Dikti.

Djohar. (2003). Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan.


Jogjakarta: LESFI.

Koentjaningrat. (1985). Kebudayan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta,


Gramedia.

Manan, Imran. (1989).Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta:


Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Mastuhu. (2003). Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam


Abad 21. Jogjakarta: Safiria Insania Press.

Sparingga, Daniel. (2000). Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang


Demokratis Ditinjau dari Segi Sosiologi. Malang: IPTP.

Zamroni. (2001). Pendidikan untuk Demokratisasi, Tantangan Menuju Civil


Society. Jogjakarta: Bigraf Publishing.
15

LAMPIRAN 2

NOTULEN PRESENTASI

Hari : Rabu
Pukul : 09.40-12.20 WIB
Kelompok : 10 (Sepuluh)
Anggota kelompok : 1. Fadhilah Sukma Lestari (16174012)
2.Alfusyukrinalias Karillah (16174004)
3. Adek Tri Dasmana (16174047)
Materi : Kebudayaan Sebagai Isi Pendidikan dan Demokrasi
Pendidikan

No Sajian Materi Pertanyaan Tanggapan Tanggapan Balik


Peserta Pemakalah
1. Pembukaan Roli Devi Fadhilah Sukma
Moderator membuka Gautama: Oktaviana Lestari:
diskusi dengan Apa contoh Yulis: Saya Pendidikan
mempersilakan penyaji kebudayaan setuju merupakan bagian
untuk mempresentasikan sebagai isi dengan dari kebudayaan
hasil diskusi (materi yang pendidikan? pendapat yang tidak dapat
akan dibahas). pemakalah. dipisahkan.
Pendidikan Kebudayaan
itu adalah tingkah
Penyajian merupakan laku dan cara
Penyaji membagikan bagian dari berpikir
makalah lengkap kepada pendidikan. kelompok sosial
peserta diskusi, Setiap dan pendidikan
selanjutnya penyaji pendidikan adalah proses
mempresentasikan isi yang ada di untuk membentuk
makalah. Materi yang indonesia, individu dengan
disajikan “Kebudayaan itu nilai-nilai dasar
Sebagai Isi Pendidikan disesuaikan suatu
dan Demokrasi dengan kebudayaan.
Pendidikan” dibagi atas masing-
empat bagian bagian. masing Alfusyukrinalias
Bagian “Kebudayaan daerah yang Karillah:
sebagai Isi Pendidikan ada. Kebudayaan
dan Demokrasi dan merupakan
Perspektif Pendidikan” pemersatu sosial
dipresentasikan oleh termasuk ilmu
Alfusyukrinalias pengetahuan,
Karillah. Materi kepercayaan, adat
“Hubungan Demokrasi istiadat,
dan Pendidikan” keterampilan, dan
nilai-nilai. Selain
16

dipresentasikan oleh itu, wujud


Fadhilah Sukma Lestari, kebudayaan
dan materi “Mewujudkan seperti wujud
Demokrasi Lewat idea, wujud
Pendidikan” kelakuan, dan
dipresentasikan oleh wujud benda
Adek Tri Dasmana. dapat dilakukan
dalam dunia
pendidikan.
Simpulan Contohnya
Moderator pendidikan di
menyimpulkan hasil Minang, ketika
diskusi bahwa teori akan memulai
“Kebudayaan Sebagai Isi pembelajaran,
Pendidikan dan guru
Demokrasi Pendidikan” mempersilahkan
memiliki keterkaitan satu peserta didik
sama lain dan untuk membaca
mempunyai hubungan doa dan asmaul
timbal balik. husna. Di dalam
pendidikan,
Penutup peserta didik
Setelah memberikan menerapkan kato
kesimpulan, akhirnya nan ampek, yaitu
diskusi ditutup oleh mendaki,
moderator dengan mendatar,
mengucapkan salam. melereng, dan
menurun. Sopan-
santu peserta
didik dalam
bertutur kata
seperti ini
merupakan
kebudayaan dari
masyarakat
Minang.

Anda mungkin juga menyukai