Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MULOK MI/SD
“Komponen Budaya, Keterampilan, dan Lingkungan Sebagai Bahan
Pembelajaran Mulok”

Disusun Oleh:
1. Ikmal Rahmadi Azmi 1811240227
2. Ratih Anggraini 1811240247
3. Laily Pramudya 1811240250
4. Deka Selyana 1811240252
5. Dina Satriana 1811240256
6. Lisni Chaniago 1811240270

Dosen Pembimbing:
Yuli Amaliyah, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr, wb.


Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Ibu
Yuli Amaliyah, M.Pd. yang telah memberikan pembelajaran dan ilmu
pengetahuan kepada kami. Serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua rekan-rekan yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga apa yang telah disampaikan dalam makalah ini dapat
menjadi referensi serta bermanfaat bagi khalayak pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr, wb

Bengkulu, 17 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Komponen Budaya Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok....................3
B. Komponen Keterampilan Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok...........12
C. Komponen Lingkungan Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok.............18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sekolah merupakan tempat untuk proses pendidikan formal. Sekolah
adalah bagian dari masyarakat jadi sekolah harus dapat mengupayakan
pelestarian karakteristik atau ciri khas dari wilyah setempat.
Untuk mewujudkan hal ini maka sekolah harus memberikan program
pendidikan yang dapat mengkondisikan peserta didik agar memiliki wawasan
tentang apa yang menjadi karakter lingkungan daerah sekitar sekolah, baik
yang berkaitan dengan kondisi alam, lingkung dan sosial, dan lingkungan
budaya maupun yang menjadi kebutuhan daerah.
Berdasarkan pemikiran yang demikian maka diperlukan program
pendidikan yang disesuaikan dengan potensi daerah atau kearifan lokal.
Untuk itu sekolah harus mengembangkan program pedidikan yang
berorientasi pada lingkungan sekitar dan potensi daerah atau muatan lokal.
Sehingga peserta didik diharapkan memiliki rasa cinta terhadap lingkungan
dan dapat mengembangkannya untuk modal ketrampilannya nanti. Realisasi
dari hal ini adalah dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.
Kurikulum muatan lokal merupakan salah satu bagian dari kurikulum
yang berlaku saat ini, istilah muatan lokal dalam dunia pendidikan di
Indonesia secara resmi mulai tahun 1987, melalui Keputusan Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987,
tentang muatan lokal. Kurikulum atau mata pelajaran muatan lokal pada
awalnya bukan mata pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan materi
pelajaran lokal yang dimasukan ke dalam berbagai bidang studi yang relevan.
Ibrahim (1990), mengemukakan bahwa “muatan lokal adalah program
pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan
sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan perkembangan daerah”.
Sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1994, muatan lokal menjadi
mata pelajaran yang berdiri sendiri, atau tidak lagi diintegrasikan pada mata
pelajaran lainnya. Konsep muatan lokal tidak lagi sama seperti tahun 1987,
konsep muatan lokal di sini adalah “Bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang bersifat desentralisasi, sebagai upaya pemerintah untuk lebih
meningkatkan relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan”
(Suharsimi Arikunto : 1998). Sedangkan pendapat lainnya mengemukakan
bahwa “Kurikulum muatan lokal menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri,
berdasarkan pendekatan monolitik” (Usman Wahyudi dan Yatim Riyani :
1995). Pendekatan monolitik bertitik tolak dari pandangan bahwa setiap mata
pelajaran mempunyai otonomi masing-masing, ia membawa misi tertentu
dalam suatu kesatuan sistem. Jadi pada kurikulum 1994 muatan lokal sudah
menjadi bidang studi yang berdiri sendiri, baik bidang studi wajib maupun
bidang studi pilihan, atau lebih dikenal dengan muatan lokal wajib dan
muatan lokal pilihan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Komponen Budaya Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok?
2. Jelaskan Komponen Keterampilan Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok?
3. Jelaskan Komponen Lingkungan Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Komponen Budaya Sebagai Bahan Pembelajaran
Mulok.
2. Untuk Mengetahui Komponen Keterampilan Sebagai Bahan Pembelajaran
Mulok.
3. Untuk Mengetahui Komponen Lingkungan Sebagai Bahan Pembelajaran
Mulok.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komponen Budaya Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok


1. Pengertian Kebudayaan
Menurut Darini, kebudayaan dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata sangsekerta buddhayah, sebagai bentuk jamak dari kata budhhi dan
dhaya. Kata itu mengandung arti “segala sesuatu yang bertatuan dengan
akal atau pikiran” (budhhi) dan kemampuan untuk mengadakan atau
menciptakan (dhaya).1
Liliweri, mengungkapkan budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan berasal dari cipta,
rasa, dan karsa itu. Kebudayaan merupakan bagian dari kita, dialah yang
membimbing nilai-nilai kita, keyakinan, perilaku, serta interaksi kita
dengan orang lain.2
Pada dasarnya budaya adalah suatu unsur yang melekat pada diri
masyarakat dalam kalbu menjadi ciri khas lingkungan sosial, membentuk
karakter manusia yang diakibatkan dari adanya kesadaran bersama
terhadap suatu tatanan atau aturan yang berjalan secara turun temurun.
Menurut Mulyana, budaya adalah komunikasi berinteraksi secara
erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi karena budaya muncul
melalui komunikasi.3 Sedangkan menurut Geert Hofstede,
mendefinisikan budaya sebagai pemograman kolektif atas fikiran yang
membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dengan kategori
lainnya.4 Geert menyebutkan nilai-nilai adalah inti suatu budaya
sedangkan simbol-simbol adalah manifestasi budaya paling dangkal,

1
Ririn darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Buddha, (Yogyakarta: Ombak,
2013), h.2.
2
Alo Liliweri, Sosiologi dan Komunikasi Organisasi, (Jakarta: PT Bumi. Aksara, 2014), h.4.
3
Mulyana Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja. Rosdakarya,
2005), h.14.
4
ibid
sedangkan pahlawan-pahlawan dan ritual-ritual berada di lapisan luar dan
lapisan dalam model budaya tersebut.
Kebudayaan yang dijadikan tatanan sosial sebagai ciri khas suatu
daerah, budaya juga menjadi unsur komunikasi terhadap berbagai hal
baik sosial, keagamaan, dan lain-lain. Kebudayaan didalamnya terdapat
unsur-unsur yang menjalankan sistem suatu budaya atau bahkan menjadi
pembentuk budaya yang sangat berpengaruh, artinya budaya akan
berkembang serta di dalamnya akan ada individu yang
mempengaruhinya, namun bukan sepenuhnya menjadi aktor dari
pembentukan budaya tersebut, melainkan lingkungan yang akan
mendukung perkembangan budaya tersebut.
Koentjaraningrat dalam Meinarno, mengungkapkan kebudayaan
sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dihasilkan manusia dengan belajar.
Kebudayaan adalah simbol yang berarti hasil olahan fikir yang
memungkinkan untuk mengodekan atau membukakan kode dari sesuatu
yang hadir dihadapan kita.5
Dilihat dari berbagai sudut pandang dan teori tersebut, dapat
ditarik suatu kesimpulan tentang budaya dapat diartikan sebagai tatanan
yang memiliki nilai dan budi pekerti luhur, yang merupakan hasil dari
pola pikir manusia, guna menyelaraskan kehidupan di lingkungannya
atau kelompoknya. Budaya juga menjadi simbol yang menunjukan
identitas suatu kelompok dan menunjukan karakter suatu kelompok.
Budaya akan selalu berkembang dan berubah mengikuti perkembangan
jaman yang mempengaruhinya, dalam perkembangan itu akan tetap ada
simbol-simbol yang memisahkan kelompok-kelompok sosial, aturan
tatanan, nilai norma yang terkandung serta disepakati dan dijalani
bersama.

5
Sartlito Sarwono dan Eko A.Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika,
2011), h.90.
Budaya jika ditelaah lebih dekat lagi akan mengarah pada hasil
pola pikir yang dapat berbentuk dalam beberapa dimensi, serta hasil
budaya ada yang dapat dirasakan dan dilaksanakan namun tidak dapat
disentuh. Budaya yang hasilnya dapat disentuh, dilaksanakan dan
dirasakan comtohnya yaitu:
a. Hasil budaya yang dapat dirasakan dan dilaksanakan namun tidak
dapat disentuh adalah nilai norma cinta kasih bahasa, religi atau
sistem kepercayaan dan sistem pemerintahan.
b. Adapun yang dapat disentuh, dirasakan dan dilaksanakan lebih
kepada hasil kreasi budaya seperti alat-alat, hasil kesenian, cara
bertani dan lain-lain.
Mengacu pada sudut pandang budaya sebagai hasil pola pikir
yang dapat dirasakan, disentuh dan dilaksanakan, maka ada sebuah
hubungan antara budaya dan bahasa. Bahasa adalah hasil budaya yang
harus dilestarikan dan dipelajari sebagai suatu kearifan lokal yang
memberi identitas pada suatu kelompok yang harus terus dipertahankan.
2. Muatan Lokal dalam Rumpun Budaya
Dalam muatan lokal yang termasuk kedalam rumpun budaya
antara lain Seni Rupa, Seni Suara, Seni Tari, Seni Peran, Budaya
Tradisional, Budi Pekerti, Olah raga Tradisonal, dan lain-lain. Di
Sumatera dan pulau-pulau lain Aksara Arab Melayu dan Tulisan Arab
Melayu sampai sekarang ini masih sangat populer dan perlu diajarkan
sebagai salah satu bahan kajian. Karena buku-buku warisan Kerajaan
Islam Melayu masih banyak tersimpan di pesantren-pesantren dan daerah
Riau, bahkan orang-orang tua kita yang masih hidup banyak
menggunakan Akasara Arab Melayu ini sebagai alat komunikasi secara
tertulis. Karena itu salah satu mata pelajaran muatan lokal di Sumatera
adalah Arab Melayu. Tulisan Arab Melayu merupakan bagian budaya
Melayu yang perlu dikembangkan, baik secara pengetahuan,
ketereampilan berbahasa dan sikap menghargai budaya tersebut. Oleh
karena itu meskipun bahan kaji itu secara sepintas sudah tidak banyak
terdengar di lain propinsi tetapi perlu diangkat menjadi bahan kajian
Muatan lokal di Sumatera.
Masalah kita sekarang bagaimana caranya menanamkan atau
mengajarkan warisan budaya ini pada anak didik. Misalnya apakah siswa
dapat menguasai bahan kajian-bahan kajian yang disebutkan dengan
hanya mendengarkan cerita guru, atau tanya jawab antara guru dengan
siswa? Demikian juga dengan belajar Seni Tari dapatkah siswa hanya
dengan menyaksikan demonstrasi atau contoh tarian yang dilakukan oleh
guru? Bagaimana pula siswa dapat merasakan seni gerak yang
terkandung didalam tari tersebut? Disinilah letak pentingnya mengajak
siswa menceburkan diri atau masuk ke alam kejiwaan seni itu sendiri
siswa harus menyatu dengan kehidupan seni daerah itu seolah-olah
dirinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya tersebut.
Untuk menciptakan situasi seperti ini jelas bukan masalah mudah, dan
sekali jadi perlu ada proses yang panjang. Apalagi derasnya sistem
budaya barat yang masuk lewat film-film dan video yang menjamur hari
ini, hampir-hampir sistem nilai budaya kita yang bersumber dari ajaran-
ajaran agama semakin pudar. Maka tugas guru sangatlah berat
Muatan lokal yang masuk dalam kajian rumpun budaya ini antara
lain: kesenian (termasuk seni suara, seni rupa, seni tari, seni musik, seni
peran), budaya tradisional yang sering juga disebut dengan budaya dan
adat istiadat yaitu bahasa daerah, olah raga tradisional, permainan
tradisioal, budi pekerti, dan pendidikan lingkungan. Salah satu tujuan
kurikulum muatan lokal adalah siswa diharapkan daapat menjadi akrab
dengan lingkungan, khususnya lingkungan budaya yang sudah dimiliki
oleh masyarakat dan hidup dimasyarakat tersebut sampai sekarang. Maka
khusus untuk kesenian daerah disebutkan, tujuan yang diharapkan adalah
mengembngkan bakat dan potensi kesenian daerah yang dimiliki oleh
para siswa, serta untuk berperan serta dalam melestarikan budaya daerah
yangjuga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Berdasarkan
itulah pendekatan yang tepat terhadap rumpun budaya ini adalah dengan
pendekatan “menyatupadu” (immersion). didalam pendekatan tersebut
siswa merupakan bagian yang tidk terpisahkan dari kegiatan budaya yang
di pelajari. Siswa harus masuk kedalam budaya, menceburkan diri,
masuk ke dalamnya. Jika kegiatan budaya tidak ada, dalam arti tidak ada
kegiatan budaya di lingkungan siswa. Maka dapat dibuat tiruan atau
simulasi (berpura-pura) misalnya budaya berpantun di Masyarakat
Melayu atau memainkan wayang di Jawa. Dengan demkian sisw merasa
menyatupadu dengan kegiatan budaya lokal.
Alasan adanya keharusan menyatupadu dengan budaya lokal ini
adalah agar di dalam diri siswa dapat terjadi proses interalisasi terjadinya
proses interalisasi (mendarah daging) dalam diri siswa terhadap budaya
lokal dapat digambarkan diagram berikut ini:
Proses Internalisasi (mendarah daging) Nilai-nilai Budaya

Mengamati Memahami Mengenal


dengan Merasa
seluruh secara
Seluruh indra Memiliki
aspeknya mendalam

Mencintai

Merasa
memiliki
Bersedia
melakukan
sesuatu
untuknya
Berikut ini adalah penjelasan dari diagram di atas sesuai dengan
urutan logisnya seseorang menerima sistem budaya.6
a. Mengamati dengan seluruh indra
Dalam kehiduan sehari-hari siswa itu telah melakukan
pengamatan dengan seluruh inderanya terhadap nilai budaya
lingkungannya. Tapi untuk lebih mendekatkan kembali siswa dengan
budaya lokalnya ini perlu dirangsang kembali untuk mengamati
objek, kejadian atau kegiatan. Pengamatan tersebut bukan hanya
dilakukan dengan indera mata saja (seperti lazimnya orang
mengartikan),tetapi juga pendengaran, rabaan, penciuman dan
pencecapan. Bila mungkin, disertai juga dengan dengan indera
kinetis, yaitu menggerakan bagian tubuh dan ototnya. Contoh: siswa
diajak mengamati upacara adat perkawinan,selamatan, upacara
kelahiran bayi dan sebagainya. Siswa diajak untuk mendiskusinya,
untuk taraf perkembangan jiwa anak, cukuplah mengemukakan
aspek-aspek positifnya saja dulu.
b. Memahami seluruh aspeknya
Jika langkah pertama d atas berjalan lancar, dan siswa
tersebut mengikutinya secara keseluruhan, secara tidak langsung
siswa tersebut sudah menggunakan seluruh kemampuannya untuk
mengamati secara cermat. Misalnya pada upacara selamatan pada
bayi yang baru lahir. Perlu di beri nama dan didoakan. Sebagai
indikatornya dapat kita tanyakan langsung kepada siswa. Boleh jadi
ia juga telah di beritahu oleh orang tuanya di rumah. Kalau begini
tugas guru sudah lebih ringan.
c. Merasa memiliki
Dengan menceritakan peristiwa tentang upacara selamatan
siswa akan merasa bangga karena sudah menyaksikan peristiwa unik
yang hanya ada di daerahnya. Rasa bangga tersebut akan diikuti oleh
rasa memiliki, bukan milik orang lain.

6
Alo Liliweri, Sosiologi dan Komunikasi…”, h.10.
d. Mencintai
Menumbuhkan rasa mencintai terhadap budaya ini juga
masalah sulit, yang lebih efektif adalah guru sendiri memberi contoh,
bukan hanya bercerita tetapi juga terlibat secara langsung. Jika
upacara di atas dilakukan secara hati-hati dan berkali-kali, maka rasa
memiliki tersebut dapat berkembang menjadi rasa cinta. Perasaan
cinta ditandai oleh munculnya beberapa perilaku, misalnya ingin
mengulang-ulang melihat peristiwa seperti itu lagi, kecewa jika tidak
sempat menyaksikan peristiwa langka itu, menyisihkan waktu dan
kalu perlu tidak segan-segan mengalahkan kegiatan lain, dan
sesudah selesai menyaksikan akan bercerita dengan nada gembira
dengan semangat yang berapi-api. Tanda mencintai yang lain adalah
siswa akan marah apabila budaya yang dimilikinya itu dicemooh
oleh orang lain. Ia akan melindunginya
e. Bersedia melakukan sesuatu
Inilah tahap yang paling tinggi dari proses internalisasi
(proses mendarahdagingnya) suatu budaya pada diri siwa. Jika siswa
sudah sampai pada tingkatan mencintai, biasanya demi cinta iitu,
siswa bersedia melakukan sesuatu hal yang dicintainya. Untuk
upacra selapanan tersebut, misalnya siswa mau membantu
melaksanakan upacara dengan serius, dan lebih jauh lagi siswa
bersedia ikut melestarikannya.
3. Strategi Pembelajaran Rumpun Budaya
Secara garis besar bahan kajian budaya menurut Arikunto S dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Menggunakan Strategi Formal
Strategi formal dalam pembelajaran dilakukan dengan
sengaja, sistematis terencana, dalam suasana resmi, serta
berlangsung di dalam kelas (ruang praktek) atau tempa tertentu.
Khususnya mata pelajaran seni tari, strategi ini dapat berlangsung di
ruang tari, aula, bengkel seni dan sanggar. Kondisi seperti ini
memungkinkan peralihan pengetahuan dan keterampilan mengajar
menjadi tenaga profesional,guru, instruktur atau pelatih tari, pada
gilirannya siswa dapat menyelami, menyatupadu dengan tarian yang
sedang dipelajari. Demikian pula untuk pelajaran seni rupa, seni
ukir, siswa di samping langsung membuat benda ukir, sebelumnya ia
belajar membersihkan benda-benda ukir dulu. Sambil membersihkan
benda-benda itu,secara tidak langsung siswa telah mengamati desain
atau motif yang terdapat di dalam benda-benda itu. Guru tidak perlu
langsung menajarkan motif tertentu, ia dapat pula meminta pada
siswa menggambarkan desain atau motif yang lebih menarik
b. Menggunakan Strategi non-formal
Yang dimaksud strategi non-formal dalam belajar adalah
strategi yang dilakukan di luar guru, atau tanpa anjuran dari guru.
Hal ini dapat berlangsung jika di dalam diri siswa sudah terjadi
proses internalisasi sampai pada taraf mencintai dan bersedia
melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilihat dari perilaku siswa yang
mendatangi langsung ke tempat terjadinya peristiwa budaya.
Memang kreteria formal dan non-formal ini tidak begitu jelas
dalam muatan lokal, sebab bagaimanapun guru akan
mempertimbangkan nilai seni dan budaya yang diperoleh siswa
dalam mengikuti pelajran dari guru. Misalnya membiasakan siswa
menggunakan bahasa daerah di rumah, meskipun mungkin di luar
rumah menggunakan bahasa nasional. Penggunaan bahasa daerah di
rumah ini dapat juga disebut pembelajaran secara non-formal.
Target yang ingin dicapai untuk rumpun bahan kajian budaya
ini adalah tumbuhnya rasa memiliki, berkembangnya apresiasi atau
penghargaan terhadap berbagai budaya yang menjadi milik daerah.
Untuk mencapai taraf ini memang tidak mudah, peran guru untuk
mengajak muridnya melihat secra fisik budaya di daerahnya, berikut
dengan makna-maknanya atau nilai filosofis dibalik hasil karya itu
juga perlu diberitahukan pada murid. Hal ini sungguh sangat berarti
bagi murid, menumbuhkan rasa mengagumi dan memiliki budaya
daerahnya, betapa tingginya nilai budaya itu.
4. Contoh Beberapa Rumpun Budaya Sebagai Bahan Pengajaran Muatan
Lokal
Seperti sudah kita ketahui yang termasuk rumpun budaya daerah
adalah kesenian (meliputi seni suara, seni rupa, seni musik dan seni
peran), budaya tradisional di sebut juga dengan adat istiadat, bahasa
daerah, olah raga tradisonal, budi pekerti dan pendidikan lingkungan.
Dibeberapa propinsi di pulau Sumatra tulisan dan akasara arab melayu
adalah bahan kajian muatan lokal, hal ni termasuk peninggalan budaya
islam yang nyaris dilupakan orang.
Kasus Bahasa Daerah
Masalahnya adalah bagaimanakah cara agar membuat siswa
mempunyai minat yang besar dan senang mempelajari bahasa daerah ?
berikut ini adalah beberapa cara pendekatan akret yang dapat digunakan
oleh guru. Walupun cara ini hanya sekedar garis besarnya saja, namun
dapat digunakan sebagai rambu-rambu untuk dikembangkan lebih lanjut
oleh guru.
a. Apakah bahassa daerah ini dapat di pelajari selain diruang kelas?
Jika Ya, maka guru dapat memberi tugas kepada siswa untuk
mempelajari bahasa daerah tersebut misalnya di pasar, mendengar
langsung orang yang sedang berbelanja dan melakukan tawar-
menawar
b. Selama pengamatan langsung di pasar itu, guru memberikan tugas
yang berbeda kepada setiap siswa, dengan begini hasilnya dapat
saling mengisi. Artinya bahasa daerah dapat dirancang dengan
melibatkan semua siswa.
c. Bila perlu selama kunjungan di pasar itu, siswa tidak hanya
mendengarkan orangsaling berbicara, tetapi ikut juga berbelanja,
dengan begini siswa itu ditantang untuk berbicara walaupun ada
kesalahan dalam mengucapkannya, inilah yang kita sebut learning
by doing
d. Ciri khas dengan pendekatan ini adalah dapat dilihat dan dirasakan
hasilnya. Selama di pasar tadi misalnya, secara langsung siswa
terlibat dalam isi pembiaraan, cara berbicara, ragam bicara,
intonasi, ritme dan sebagainya adalah hal-hal yang berkaitan
dengan proses.
B. Komponen Keterampilan Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok
1. Pengertian Keterampilan dalam Pembelajaran Mulok
Muatan lokal kini sudah dikembangkan pada beberapa tingkatan
pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) maupun Sekolah Menengah
Kejuruan. Sekolah Dasar merupakan satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Sekolah dasar merupakan
bagian dari pendidikan dasar.7
Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran mata
pelajaran di sekolah adalah usaha untuk memiliki keahlian yang dapat
bermanfaat bagi masyarakat. Keahlian yang dimaksud juga dapat
diartikan sebagai kemampuan dasar yang harus diasah melalui berbagai
cara, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pembelajaran keterampilan.
Penentuan isi dan bahan pelajaran muatan lokal didasarkan pada
keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang dituangkan dalam mata
pelajaran dengan alokasi waktu yang berdiri sendiri. Adapun materi dan
isinya ditentukan oleh satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya
merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah
tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam,
lingkungan sosial serta lingkungan budaya. Lingkungan alam adalah

7
Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, dari Sentralisasi
menuju Desentralisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h.3
lingkungan alamiah yang ada di sekitar, berupa benda-benda mati yang
terbagi dalam empat kelompok lingkungan, yaitu pantai, dataran rendah
termasuk di dalamnya daerah aliran sungai, dataran tinggi dan
pegunungan atau gunung. Dengan kata lain, lingkungan alam adalah
lingkungan hidup dan tidak hidup, dimana tempat makhluk hidup tinggal
dan membentuk ekosistem.
Lingkungan sosial adalah lingkungan dimana terjadi interaksi
orang per orang dengan kelompok sosial dengan kelompok lain.
Pendidikan sebagai sosial dalam sistem sosial dilaksanakan di sekolah,
keluarga, dan masyarakat. PP No.28/1990 menunjukkan perlunya
perencanaan kurikulum muatan lokal yang bermuara pada hal yang
berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional dan pembangunan bangsa.
Lingkungan budaya adalah daerah dalam pola kehidupan
masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, seni daerah, adat istiadat
daerah, serta tatacara dan tatakrama khas daerah.
Selain itu juga termasuk keterampilan untuk mengembangkan
kemampuan dari dalam diri seseorang. Berdasarkan beberapa pengertian
tersebut dapat disimpulkan muatan lokal keterampilan adalah suatu
upaya pembelajaran yang diberikan berupa mata pelajaran yang berkaitan
untuk meningkatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Isi dan
media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, dan lingkungan budaya yang ada di daerah tersebut dan wajib
diikuti oleh seluruh perta didik. Selain itu juga dapat diarahkan dengan
pembelajaran keterampilan, agar siswa dapat mengetahui potensi dasar
yang dimiliki.
2. Jenis Keterampilan dalam Kurikulum Muatan Lokal
Jenis ketrampilan yang termasuk dalam rumpun Muatan Lokal di
SD cukup banyak, namun untuk mempermudah mempelajari
dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu:8

8
Erry Utomo, dkk, Pokok-Pokok Pengertian dan Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal,
(Jakarta: Debdikbud, 1997), h.6.
a. Keterampilan hidup (life skill)
Keterampilan hidup (life skills) merupakan kemampuan
yang dimiliki oleh setiap individu baik dari keterampilan fisik,
mental, emosional, spiritual, kejuruan, dan keterampilan
menghadapi kesulitan. Berbagai keterampilan atau kemampuan
untuk dapat berperilaku positif dan beradaptasi dengan lingkungan,
yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi tuntutan dan
tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif. Komponen
Ketrampilan Hidup (Life Skill ) antara lain yang dapat
dikembangkan menjadi bahan pembelajaran mulok antara lain di
bidang :
1) Kelompok Ketrampilan Pertanian
Persawahan,perkebunan,perikanan,perternakan,kehutana
dll.Adapun tujuan umum bahan kajian pertanian agar siswa
memiliki kemampuan dasar, pengetahuan dan keterampilan cara
bertani dan buudidaya tanaman yang baik dan benar sesuai
dengan situasi dan kondisi lingkungan serta tingkat pengalaman
siswa SD.
Secara khusus siswa diharapkan memahami berbagai
jenis tanaman menurutpenggolongan, penyediaan lahan,
pembibitan, cara menanam, cara memberikan pupuk dan
memanen. Selain itu siswa juga diharapkan dapat mempunyai
wawasan yang dapat diterapkan dalam praktik, dengan cara
yang lebih modern dan lebih efektif sehingga dapat membantu
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2) Kelompok Ketrampilan Jasa
Tujuannya agar siswa dapat memiliki pengetahuan
teknik dan wawasan mengenai berbagai jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan jasa.
Misalnya keterampilan memperbaiki sepeda motor,
ketrampilan melayani pembeli di toko, ketrampilan menghitung
dan mengatur pembukuan dll.
Dengan mengenal ketrampilan jasa , akan timbul
perasaan keinginan siswa, kelak jika mereka besar akan
melakukan hal-hal seperti itu. Selain itu untuk memberikan
pengetahuan yang ada kaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Kelompok Ketrampilan Teknik Kerumahtanggan
Untuk Sekolah Dasar yang mencakup kelompok ini
adalah mesin sederhana elektronika sederhana, alat-alat rumah
tangga, listrik rumah tangga, kerja batu dan kerja kayu.
Tujuannya agar siswa dapat menanamkan dan
menggembangkan kemampuan dan sikap siswa dalam
menggunakanalat, membuat memasang/merakit,
merawat/memperbaiki / memelihara, mengadakan improvisasi
dll serta memberikan kegiatan olah tangan dan teknologi.
b. Keterampilan Kejuruan
Kemampuan atau keterampilan khusus (kejuruan) yang
dimiliki oleh seseorang dalam bidang non akademik.Kemampuan
dalam berwirausaha sesuai dengan bakat dan minatnya untuk dapat
bekerja secara mandiri
Komponen Ketrampilan Kejuruan antara lain yang dapat
dikembangkan menjadi bahan pembelajaran mulok antara lain di
bidang :
1) Kelompok Ketrampilan Teknologi
Meliputi pendidikan computer , mesin foto copy,
mesin stensil dan lain-lain.
Tujuannya untuk memperkenalkan secara dini hasil
teknologi yang digunakan di masyarakat, cara penaganan dan
pemeliharaannya. Dengan pendidikan computer tujuan
tambahan yang ingin dicapai agar siswa dapat melakukan
pekerjaan kreatif, menjalankan program-program pengolahan
kata untuk menulis, melatih siswa berpikir logis, dapat
menggunakan computer untuk membantunya belajar materi
lain dan lain-lain.
2) Kelompok Kerajanan Tangan
Meliputi kerajian ulir, kerajianan anyam, kerajianan
logam, dan kerajianan batik.Tujuan pembelajarannya adalah
memberikan ketrampilan dasar tentang lingkungan dan
manfaatnya serta konsep-konsep hidup yang mandiri sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK). Bagi siswa SD, tujuannya untuk memperkenalkan
berbagai jenis kerajianan yang dimiliki dan agar tumbuh
penghargaan rasa memiliki.
3. Tujuan dan Fungsi Muatan Lokal Keterampilan
Tujuan muatan lokal adalah untuk memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar
memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat
sesuai dengan nilai yang berlaku di daerahnya dan mendukung
kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
Lebih lanjut dikemukakan, bahwa secara khusus pelajaran muatan
lokal bertujuan agar peserta didik :
a. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial,
dan budayanya.
b. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan
masyarakat pada umumnya.
c. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai atau
aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan
dan  mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam
rangka  menunjang pembangunan nasional.
Pemahaman terhadap konsep dasar dan tujuan muatan lokal di
atas, menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum muatan lokal pada
hakekatnya bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara peserta
didik dengan lingkungannya.9
Adapun fungsi muatan lokal, dalam  komponen kurikulum secara
keseluruhan memiliki fungsi sebagai berikut:10
a. Fungsi Penyesuaian
Sekolah merupakan komponendalam masyarakat, sebab
sekolah berada dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu,
program sekolah harus disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan daerah dan masyarakat. Demikian juga pribadi-pribadi
yang ada dalam sekolah yang hidup dalam lingkungan masyarakat,
sehingga perlu diupayakan agar setiap pribadi dapat menyesuaikan
diri dan akrab dengan  daerah lingkungannya.
b. Fungsi Integrasi
Peserta didik adalah bagian integral dari masyarakat. Karena
itu, muatan lokal merupakan program pendidikan yang berfungsi
mendidik pribadi-pribadi peserta didik agar dapat memberikan
sumbangan kepada masyarakat dan lingkungannya atau berfungsi
untuk membentuk  dan mengintegrasikan pribadi peserta didik
dengan masyarakat.
c. Fungsi Perbedaan
Peserta didik yang satu dengan yang lain
berbeda.  Pengakuan atas perbedaan berarti memberi kesempatan
bagi  setiap pribadi untuk memilih apa yang sesuai dengan
minat, bakat,  dan kemampuannya.
 Muatan lokal adalah suatu program  pendidikan yang
pengembangannya bersifat luwes, yaitu program pendidikan yang

9
E Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h.174.
10
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007),
h.266-267.
pengembangannya disesuaikan dengan minat, bakat, kemampuan,
dan kebutuhan peserta didik, lingkungan dan daerahnya. Hal ini
bukan berarti muatan lokal akan mendidik setiap pribadi yang
individualistik, akan tetapi muatan lokal harus dapat berfungsi untuk
mendorong dan membentuk peserta didik kearah kemajuan sosialnya
dalam masyarakat.
Berdasarkan tujuan dan fungsi  tersebut diatas, dapat ditarik
kesimpulan tujuan dan fungsi muatan lokal keterampilan adalah
untuk  memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup
kepada peserta didik serta mata pelajaran muatan lokal keterampilan ini
menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, memberikan bekal agar siswa
dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar, serta memberikan wawasan
agar siswa mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki dan kemampuan
dasar tersebut menjadi kelebihan dari siswa itu sendiri
C. Komponen Lingkungan Sebagai Bahan Pembelajaran Mulok
1. Sekolah Sebagai Suatu Sistem
Sebagai sebuah sistem, sekolah memiliki komponen inti yang
terdiri dari input, proses, dan output. Ketiga komponen tersebut tidak
dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan utuh
yang saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan
menentukan. Input sekolah adalah segala masukan yang dibutuhkan
sekolah untuk terjadinya pemrosesan guna mendapatkan output yang
diharapkan. Input merupakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
membuat suatu generasi yang disebut sebagai manusia seutuhnya. Input
sekolah antara lain manusia (man), uang (money), material/bahan-bahan
(materials), metode- metode (methods), dan mesin-mesin (mechine).11
Manusia yang dibutuhkan sebagai masukan bagi proses
pendidikan adalah siswa sebaga bahan utama atau bahan mentah (raw
input). Uang (money) merupakan masukan yang melancarkan

11
Mohammad Ansyar dan Nurtei, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Bandung:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti, 1993), h.25.
pemrosesan raw input. Bahan- bahan (materials) adalah bahan fisik yang
diperlukan untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran di sekolah
guna membentuk siswa seutuhnya. Metode (methods) yaitu metode
pembelajaran atau cara-cara, teknik, dan strategi yang dikembangkan
sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan. Sedangkan mesin-mesin
(machines) adalah seperangkat alat yang mendukung terjadinya proses
pembelajaran, dapat berupa teknologi computer, radio, televise, mobil,
atau media-media yang menggunakan teknologi.
Slamet, menyatakan bahwa proses adalah berubahnya “sesuatu”
menjadi “sesuatu yang lain”. Sesuatu yang berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil proses
disebut output. Daya dukung satu kesatuan aksi yang menciptakan
sinergi proses belajar mengajar, yaitu:12
a. Proses kepemimpinan yang menghasilkan keputusan-keputusan
kelembagaan, pemotivasian staf, dan penyebaran inovasi.
b. Proses manajemen yang menghasilkan aturan-aturan
penyelenggaraan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program,
pengkoordinasian kegiatan, memonitoring, dan evaluasi.
Proses kepemimpinan yaitu menghasilkan keputusan
kelembagaan yang terjadi sebagai keputusan partisipatif atau keputusan
bersama antara kepla sekolah, guru, siswa, orang tua siswa/wali murid,
para ahli, dan orang-orang yang berkepentingan terhadap pendidikan
(stakeholders). Langakh lain yang penting dalam proses penyelenggaraan
sekolah adalah monitoring dan evaluasi sebagai langkah untuk
memperoleh kejelasan tentang output yang akan dicapai.
Sekolah sebagai sistem, seharusnya menghasilkan output yang
dapat dijamin kepastiannya. Output dari aktivitas sekolah adalah segala
sesuatu yang kita pelajari di sekolah, yaitu seberpa banyak yang
dipelajari dan seberapa baik kita mempelajarinya. Output sekolah

12
Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Cet. IV, (Jakarta: Rieneka
Cipta, 2003), h.3.
berfokus pada siswa, tetapi siswa yang memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan. Jika ditinjau dari sudut lulusan, output sekolahadalah
lulusan yang berguna bagi kehidupan, yaitu lulusan yang bermanfaat bagi
dirinya, keluarganya dan lingkungannya.
2. Pengertian Sekolah Efektif
Efektivitas sekolah merupakan fenomena yang mengandung
banyak segi, sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan kefektivan
sesuai dengan kefektivan itu sendiri. 13 Efektivitas menunjukkan
ketercapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas sekolah terdiri dari dimensi manajemen dan
kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, personel lainnya,
siswa, kurikulum, sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah
dan masyarakatnya, pengelolaan bidang khusus lainnya, hasil nyatanya
merujuk pada hasil yang diharapkan bahkan menunjukkan kedekatan
atau kemiripan antara hasil nyata dengan hasil yang diharapkan. 14 Lebih
lanjut, Komariah menyebutkan sekolah efektif sebagai sekolah yang
menetapkan keberhasilan pada input, proses, output, dan outcomeyang
ditandai dengan berkualitasnya komponen-komponen sistem tersebut. 15
Dengan demikian efektivitas sekolah bukan sekedar pencapaian sasaran
atau terpenuhinya berbagai kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi erat
terkait dengan syaratnya komponen-komponen sistem dengan mutu,
dengan kata lain ditetapkannya pengembangan mutu sekolah. Sedangkan
sekolah efektif adalah sekolah yang menunjukkan tingkat kesesuian
antara hasil yang dicapai (achievement atau observed output) dengan
hasil yang diharapakan (objectives, targets, intended output) sebagaimana
telah ditetapkan dimana kemampuan siswanya pada keterampilan dasar
yang diukur dengan tes kemampuan dan dalam proses

13
Aan Komariah, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), h.7.
14
Ibid, h.8.
15
Ibid, h.28.
penyelenggaraannya terdapat dimensi manajemen, pengajaran, dan
kepemimpinan.
3. Konsep Sekolah Efektif
Di era globalisasi ini kemajuan sekolah merupakan esensi dari
pengelolaan sekolah melalui pemeliharaan mutu. Globalisasi
memberikan warna tersendiri bagi arah pencapaian tujuan pendidikan.
Dunia sekarang ini menjadi satu yang di satukan oleh media komunikasi
dan informasi sehingga menuntut dunia pendidikan bersinergi dengan
berbagai perubahan melalui rekayasa manajemen pendidikan dengan
tatap memegang citra diri bangsa. Adanya globalisasi sangat
mempengaruh perkembangan sekolah. Mutu sudah menjadi satu
keharusan dan menjadi konsep yang paling manjur untuk menjawab
tantangan global sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu konsep perbaikan input, proses dan output yang
berkualitas adalah TQM. TQM diartikan sebagai manajemen berkualitas
secara total dimana suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan
strategis bagi pendidikan yang mengutamakan mutu. TQM merupakan
proses berlanjut pada peningkatan berkualitas dimana tujuan akhirnya
adalah untuk merubah proses dengan peningkatan kepuasan pelanggan.
TQM menuntut orang tua untuk bekerja sebaik mungkin dan
memeberikan fasilitas. Pencapaian tingkat kualitas bukan merupakan
hasil penerapan cara instan jangka pendek untuk meningkat kan daya
saing. Tujuan dari adanya kepemimpinan dalam suatu organisasi adalah
untuk memperbaiki kinerja sumber daya manusia. Peranan pemimpin
bukan untuk mendikte bawahan tapi memberikan kemudahan, pemimpin
harus mengubah diri sendiri baik aspek nilai, keyakinan, asumsi, maupun
organisasi.Pendidikan lebih di apresiasikan sebagai sekolah efektif,
efektifitas sekolah tidak dapat di pisahkan dengan mutu pendidikan.Mutu
pendidikan adalah mutu semua komponen yang ada dalam sistem
pendidikan.
4. Ciri-Ciri Dan Karakteristik Sekolah Efektif
a. Ciri-ciri sekolah efektif yaitu:
1) Adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala sekolah, guru,
siswa, dan karyawan di sekolah
2) Memiliki suatu keteraturan dalam rutinitas kegiatan di kelas
3) Mempunyai standar prestasi sekolah yang sangat tinggi
4) Siswa diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah
direncanakan
5) Siswa diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan
akademik
6) Adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi
7) Siswa berpendapat kerja keras lebih penting dari pada faktor
keberuntungan dalam meraih prestasi
8) Para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang diakui
secara umum
9) Kepala sekolah mempunyai program inservice, pengawasan,
supervisi, serta menyediakan waktu untuk membuat rencana
bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan adanya
umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya.
Metode lain yang dipakai untuk mengidentifikasikan sekolah
yang efektif adalah : penggunaan standar tes, pendekatan reputasi, dan
penggunaan evaluasi sekolah serta pengembangan berbagai aktifitas.
Sekolah efektif memandang sekolah sebagai suatu sistem yang
mencakup banyak aspek baik input, proses, output maupun outcome
serta tatanan yang ada dalam sekolah tersebut. Dimana berbagai aspek
yang ada dapat memberikan dukungan satu sama lain untuk mencapai
visi, misi dan tujuan, dari sekolah yang dikelola secara efektif dan
efisien.
b. Karakteristik Sekolah Efektif
Sekolah harus memiliki visi dan misi yang jelas sehingga
sekolah memiliki tuajuan untuk di capainya maka dari itu sekolah harus
mempunyai ciri-ciri dan karakteristik sekolah yang efektif. Berikut
adalah karakteristik sekolah yang efektif yaitu:
1) Adanya visi dan misi yang dipahami bersama oleh komunitas
sekolah, yang dari sini dapat dirinci lagi menjadi tiga. yaitu adanya
system nilai dan keyakinan yang saling di mengerti oleh komunitas
sekolah, adanaya tujuan sekolah yang jelas dan adanya
kepemimpinan intruksional.
2) Iklim belajar yang kondusif di sekolah yang meliputi.Adanya
keterlibatan dan tanggung jawab siswa, lingkungan fisik yang
mendukung, perilaku siswa yang positif, adanya dukungan
keluarga dan masyarakat terhadap sekolah.Dan yang ketiga. Ada
penekanan pada proses belajar, yang terdiri dari memusatkan diri
pada kurikulum dan instruksional, ada pengembangan dan
kolegialitas para guru, adanya harapan yang tinggi dari komunitas
sekolah, dan adanya pemantauan yang berulang-ulang terhadap
kemajuan belajar siswa.
Beberapa identifikasi karakteristik sekolah efektif terbagi
menjadi tiga kelompok yaitu input, proses dan output.
1) Sistem informasi manajemen yang menekankan pada proses
Dalam kelompok karakteristik sekolah efektif juga menekan
pada proses pendidikan. Input pendidikan yaitu karakteristik
pertama sekolah yang efekfif harus memiliki kebijakan, tujuan dan
sasaran mutu yang jelas seperti pada paragraph pertama yaitu
memiliki visi dan misi yang jelas. Kemudian sumber daya yang
tersedia harus siap dari kepala sekolah, guru, dan karyawan.Lalu
memiliki fasilitas yang memadai seperti buku, dan sarana yang
lainya. Dan yang ter akhir dalam karakteristik input adalah fokus
pada siswa agar memiliki harapan prestasi yang tinggi.
2) Proses yang paling di tekankan dalam pendidikan
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah
karakteristik proses sebagai berikut. Yang petama mempunyai
proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi yang
menekankan pemberdayaan peserta didik. Lalu memiliki
kepemimpinan sokolah yang kuat, lingkungan sekolah yang aman
dan tertib, kemuadian karakteristik proses harus memiliki
pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif.
Tidak hanya itu dalam karakteristik proses sokolah yang
efektif harus memiliki kerjasama yang kompak, cerdas dan
dinamis. Kemudian sekolah bersifat terbuka atau transparan dalam
proses manajemen, sekolah juga memiliki kemauan untuk berubah
dalam hal ini menjadi lebih baik lagi. Sekolah juga memiliki
komunikasi yang baik dan akuntabilitas atau pertanggung jawaban
terhadap program yang di jalankan. Dan karakteristik proses yang
terakhir adalah sekolah harus melakukan evaluasi dan perbaikan
secara berkelanjutan.
3) Karakteristik output seperti yang di harapkan pada karakteristik
input
Output yang diharapkan sekolah adalah prestasi sekolah
yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di
sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu output berupa prestasi akademik dan output berupa
prestasi non-akademik.Output prestasi akademik misalnya, nilai/
indek prestasi, lomba karya ilmiah remaja, dan lomba berbagai
bidang mata pelajaran. Output non-akademik, misalnya
keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang
baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama.solidaritas
yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga,
kesenian, dan kepramukaan.
5. Kepemimpinan Sekolah Efektif
Para ahli umumnya mengakui kepemimpinan sebagai seni
mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan,
kepercayaan, hormat dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai
tujuan bersama para pemraktik biasanya mendefinisikan pemimpin
sebagai orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan
motivasi, disiplin dan produktivitas jika bekerjasama dengan orang,tugas
dan situasi agar dapat mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam sistem sekolah,
kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi melalui
penanganan perubahan dan manajemen yng dilakukannya sehingga
keberadaan kepemimpinan bukan hanya sebagai simbol yang ada atau
tidaknya tidak menjadi masalah tetapi keberadaannya memberi dampak
positif bagi perkembangan organisasi, terdapat tiga jenis kepemimpinan
yang dipandang reprensetatif bagi penyeleggaraan sekolah efektif yaitu:
a. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang
menekankan pada tugas yang diemban bawahan, pemimpin adalah
seseorang yang mendesign pekerjaan besar beserta mekanismenya,
dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan
kemampuan dan keahlian. Kepemimpinan transaksional lebih
difokuskan pada peranannya sebagai manajer karena itu sangat
terlibat dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang metodologis
dan fisik.
b. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses yang
pada dasarnya para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ke
tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi (burns,1978) para
pemimpin adalah orang yang sadar akan prinsip perkembangan
organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya
mengembangakan segi kepemimpinannya ecara utuh melalui
pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita yang lebih
tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan
kemanusian, kecemburuan, atau kebencian. Pemimpin
transformasional adalah agen peubahan dan bertindak sebagai
katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah
yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin
transformasional karena itu berperan meningkatkan segala sumber
daya manusia yang ada.
c. Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin
dalam menciptakan, merumuskan, mengkomunikasikan/
mensosialisasikan/ mentransformasikan, dan mengimplemntasikan
pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai
hasil interaksi sosial di antara organisasi stakeholders yang diyakini
sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau
diwujudkan melalui komitmen sema personil.
Kepemimpinannya visioner akan menunjukan ciri-ciri
kepemimpinannya yang berkualitas dimana komariah,
mengemukkan ciri-ciri pemimpin yang berkualitas yaitu:16
1) Memiliki integritasi pribadi.
2) Memiliki antualisme terhadap perkembangan lembaga yang
dipimpinnya.
3) Mengembangkan kehangatan,budaya dan iklim organisasi.
4) Memiliki ketenangan dalam manajeme organisasi.
5) Tegas dan adil dalam mengambil tindakan/ kebijakan
kelembagaan.

16
Ibid, h.82.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya budaya adalah suatu unsur yang melekat pada diri
masyarakat dalam kalbu menjadi ciri khas lingkungan sosial, membentuk
karakter manusia yang diakibatkan dari adanya kesadaran bersama terhadap
suatu tatanan atau aturan yang berjalan secara turun temurun.
Budaya dapat diartikan sebagai tatanan yang memiliki nilai dan budi
pekerti luhur, yang merupakan hasil dari pola pikir manusia, guna
menyelaraskan kehidupan di lingkungannya atau kelompoknya. Budaya juga
menjadi simbol yang menunjukan identitas suatu kelompok dan menunjukan
karakter suatu kelompok.
Dalam muatan lokal yang termasuk kedalam rumpun budaya antara
lain: Seni Rupa, Seni Suara, Seni Tari, Seni Peran, Budaya Tradisional, Budi
Pekerti, Olah raga Tradisonal, dan lain-lain. Secara garis besar bahan kajian
budaya menurut Arikunto S dapat dibedakan menjadi dua yaitu menggunakan
Strategi Formal dan strategi nonformal.
Pengertian keterampilan dalam konteks pembelajaran mata pelajaran
di sekolah adalah usaha untuk memiliki keahlian yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat. Jenis ketrampilan yang termasuk dalam rumpun Muatan Lokal di
SD cukup banyak, namun untuk mempermudah mempelajari dikelompokan
menjadi dua kelompok besar, yaitu keterampilan hidup (life skill) dan
keterampilan kejuruan.
secara khusus pelajaran muatan lokal bertujuan agar peserta didik
mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan
budayanya, memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan
masyarakat pada umumnya, memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan
nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan
dan  mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam
rangka  menunjang pembangunan nasional.
Adapun fungsi muatan lokal, dalam  komponen kurikulum secara
keseluruhan memiliki fungsi adalah fungsi penyesuaian, fungsi integrasi, dan
fungsi perbedaan.
Sebagai sebuah sistem, sekolah memiliki komponen inti yang terdiri
dari input, proses, dan output. Ketiga komponen tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan utuh yang saling
terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan. Efektivitas
sekolah merupakan fenomena yang mengandung banyak segi, sedikit sekali
orang yang dapat memaksimalkan kefektivan sesuai dengan kefektivan itu
sendiri.
Efektivitas sekolah terdiri dari dimensi manajemen dan kepemimpinan
sekolah, guru, tenaga kependidikan, personel lainnya, siswa, kurikulum,
sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan masyarakatnya,
pengelolaan bidang khusus lainnya, hasil nyatanya merujuk pada hasil yang
diharapkan bahkan menunjukkan kedekatan atau kemiripan antara hasil nyata
dengan hasil yang diharapkan
Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam sistem sekolah,
kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi melalui penanganan
perubahan dan manajemen yng dilakukannya sehingga keberadaan
kepemimpinan bukan hanya sebagai simbol yang ada atau tidaknya tidak
menjadi masalah tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi
perkembangan organisasi, terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang
reprensetatif bagi penyeleggaraan sekolah efektif yaitu kepemimpinan
transaksional, kepemimpinan transformasional, dan kepemimpinan visioner.
DAFTAR PUSTAKA

Ansyar, Mohammad dan Nurtei. (1993). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum.


Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Dirjen Dikti.
Bafadal, Ibrahim. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, dari
Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Darini, Ririn. (2013). Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Buddh.
Yogyakarta: Ombak.
Deddy, Mulyana. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja. Rosdakarya.
Idi, Abdullah. (2007). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Ar-Ruzz.
Komariah, Aan . (2004). Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Liliweri, Alo. (2014). Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Bumi.
Aksara.
Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sarwono, Sartlito dan Meinarno, Eko A. (2011). Psikologi. Jakarta: Salemba
Humanika.
Slamet. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Cet. IV. :
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai