SEKOLAH DASAR
Makalah ini buat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Mutakhir dan Isu-Isu
Global dalam Kurikulum dan Pembelajaran
Oleh: hudayah
NIM: 2109401
Hudayah
ABSTRAK
Konsep warga negara global (global citizen) sesungguhnya lahir seiring semakin pesatnya
arus globalisasi. Kewarganegaraan global sendiri muncul dari keberagaman dengan tujuan
untuk memperluas inklusi dan kekuasaan serta memiliki kerangka kerja etis dan normatif
serta jauh dari sekedar alat kekuasaan. Sebagai sebuah proses, globalisasi telah membawa
perubahan signifikan terhadap peradaban dunia. Negara bangsa yang pada awalnya
eksklusif dengan batas teritorialnya, kini memudar dengan semakin meningkatnya
kebutuhan warga negara. Global citizenship memberikan kesempatan kepada generasi
muda untuk berfikir kritis terhadap isu-isu global yang kompleks sehingga Pendidikan
kewargangeraan global ini dapat memberikan pengetahuan, pemahaman, sikap dan
karakter serta keterampilan kepada para siswa agar mampu berpartisipasi secara penuh
baik dalam konteks local dan terutama dalam tingkat global. Gagasan akan
kewarganegaraan global tentu menjadi satu alternatif untuk menyatukan persepsi akan
penyelesaian setiap permasalahan Internasional baik dari aspek bindang ekonomi, politik,
kesehatan, bahkan lingkunga hidup yang pada faktanya secara terus menurus mengancam
adanya kestabilan internasional di berbagai negara. pendidikan warga negara global sudah
menjadi kebutuhan bangsa untuk dapat beradaptasi di tengah-tengah globalisasi. Oleh
karena itu, hendaknya kurikulum juga memuat materi pembelajaran yang mengarah kepada
pembentukan warga negara global.
PENDAHULUAN
Pendididkan menurut Ki Hajar Dewantara adalah tuntunan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak yang menentukan segala kekuatan kodratnya ada pada anak2 itu
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Tuntutan abad 21 terhadap kemampuan pendidikan unttuk ikut serta dalam
menambah pengetahuan dan berfikir pada dunia pendidikan. Untuk menghadapi
pembelajaran di abad 21, setiap orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis,
pengetahuan dan kemampuan literasi digital, literasi informasi, literasi media dan
menguasai teknologi informasi dan komunikasi (Frydenberg & Andone, 2011).
Pengembangan framework pembelajaran abad 21 yang menuntut siswa untuk memiliki
keterampilan, pengetahuan, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan
hidup dan karir agar manusia bisa mengkuti perkembangan zaman dan tidak terlindas oleh
perubahan zaman global. Tuntutan tersebut secara tidak langsung mengubah bagaimana
pendidikan nasional mengubah pola pikir dan sistem pendidkan dan tujuan yang mengarah
pada pengembangan pendidikan abad 21. Sekolah-sekolah diindonesia dituntut bukan
hanya bagaimana transfer knowlwdge tetapi mampu membimbing siswa untuk menerapkan
dan mengakomodasi bakat yang dimiliki sehingga tuajuan pendidikan nasional tercapai.
Pembelajaran abad 21 dalam wacana pendidikan nasional menekankan pada
kemampuan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan
permasalahan, berpikir analitis dan kerjasama serta berkolaborasi dalam menyelesaikan
masalah (Litbang Kemdikbud, 2013). Adapun berdasarkan BNSP (2010) sebagai berikut:
a. Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and
Problem-Solving Skills), mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik,
terutama dalam konteks pemecahan masalah;
b. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and
Collaboration Skills), mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif
dengan berbagai pihak;
c. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills),
mampu mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan
berbagai terobosan yang inovatif;
d. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communications
Technology Literacy), mampu memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk meningkatkan kinerja dan aktivitas sehari-hari;
e. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) , mampu menjalani
aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari
pengembangan pribadi, dan
f. Kemampuan informasi dan literasi media s, mampu memahami dan
menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan beragam
gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam
pihak.
Perkembangan teknologi telah mengubah trend pekerjaan dari berbasis teknis ke
berbasis pengetahuan. Teknologi, pengetahuan serta inovasi sekarang menjadi faktor kunci
dari produksi. Aset yang paling berharga dari institusi abad ke-21, baik bisnis atau non-
bisnis, adalah memiliki pekerja yang berpengetahuan dan produktif. Abad ke dua puluh satu
menuntut seperangkat kompetensi baru, yang meliputi tidak hanya keterampilan ICT tetapi
juga soft skill seperti pemecahan masalah, kemampuan analisis, kelompok belajar, bekerja
di lingkungan berbasis tim, dan komunikasi yang efektif. (Hendarman, and Tjakraatmadja,
2012).
Pendidikan seharusnya memberikan kompetensi dan keterampilan yang
memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam masyarakat dan hidup sukses. Kompetensi
dan keterampilan berubah dari waktu ke waktu. Orang sukses pada abad 19 dan 20 adalah
orang yang memiliki kemampuan melek huruf, berhitung, keterampilan ilmiah, dan
menerapkan keterampilan untuk produksi masal, kompetensi mereka tidak akan bisa
diterapkan pada abad 21. Kompetensi dan keterampilan abad 21 muncul karena revolusi
informasi dan teknologi, akibatnya orang menjadi saling terhubung dari sebelumnya dan
menawarkan kesempatan untuk pertumbuhan bisnis dan ekonomi, kemampuan mengakses
informasi, berkomunikasi, berbahasa menggunakan dan menciptakan teknologi baru sangat
penting untuk produktivitas tenaga kerja (Wang and World Bank, 2012).
Globalisasi merupakan padanan kata yang diambil dari kata global yang maknanya
universal. Selama ini globalisasi belum memiliki makna yang baku, selama ini makna
globalisasi tergantung dari mana orang memandang. Akan tetapi secara umum globalisasi
adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan,
investasi, budaya dan bentuk-bentuk interaksi yang lain. Globalisasi juga diartikan suatu
fenomena di mana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya
berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Globalisasi membuat dunia nampak kecil, jarak lebih pendek, peristiwa
disuatu tempat mudah tersebea luaskan. Globalisasi membawa tiga kecenderungan yakni
homogenisasi, hibridisasi dan perbedaan dalam aspek kehidupan (Kalidjernih, 2011).
Homogenitas terjadi dengan ditandai masayarakat Indonesia secara luas menggunakan
merk-merk barat meskipun tidak asli. Hibridsasi berlangsung dengan adanya produk global
yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh dan untuk kondisi lokal dengan kata lain percampuran
kultur dan gaya hidup. Kecenderungan globalisasi mengikis nilai-nilai luhur bangsa. Hal ini
ditandai dengan banyaknya generasi muda lebih menyukai produk global, budaya asing dan
busaya hedonisme. Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia memiliki misi pengembangan
smart and good citizen. Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks paradigma baru
memberi penekanan untuk membentuk warga negara yang tidak hanya mengetahui hak dan
kewajiban. Namun lebih dari itu, membentuk warga negara yang cerdas memiliki civic
intellegences, civic responsibility dan civic partisipasition dalam sebuah kebijakan publik.
Konsep warga negara global (global citizen) sesungguhnya lahir seiring semakin
pesatnya arus globalisasi. Kewarganegaraan global sendiri muncul dari keberagaman
dengan tujuan untuk memperluas inklusi dan kekuasaan serta memiliki kerangka kerja etis
dan normatif serta jauh dari sekedar alat kekuasaan. Sebagai sebuah proses, globalisasi
telah membawa perubahan signifikan terhadap peradaban dunia. Negara bangsa yang pada
awalnya eksklusif dengan batas teritorialnya, kini memudar dengan semakin meningkatnya
kebutuhan warga negara. Dunia seolah menjadi tanpa batas (borderless), pergerakan
manusia baik secara fisik maupun gagasan menjadi semakin tidak terkontrol, perjalanan
menempuh ruang dan waktu bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan di manapun.
Warga negara dihadapkan kepada perkembangan jaman yang berjalan sangat cepat yang
menyentuh berbagai bidang kehidupan bangsa baik secara politik, ekonomi, sosial, budaya,
dan sebagainya. Hal tersebut telah membawa dampak yang sangat signifikan terhadap
berbagai level kehidupan, baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam konteks globalisasi tersebut, warga negara memainkan
peranan penting atau strategis terutama berkaitan dengan upaya memanfaatkan peluang
kemajuan pesat tersebut untuk kepentingan aktualisasi segala kemampuan yang dimilikinya.
Dalam masa globalisasi, ketergantungan dan keterkaitan antar negara sangat kuat,
disinilah dibutuhkan keterlibatan warga Negara dunia untuk saling menjalin kerja sama
dalam seluruh dimensi kehidupan, dengan mengabaikan perbedaan yang ada. Agar warga
negara global dapat berperan dengan baik, maka dibutuhkan warga negara global yang
berkarakter berbasis pada pendidikan multicultural, dengan memperkuat dan
mengembangkan pendidikan karakter kepada peserta didik, mahasiswa, dan masyarakat
berbasis pada pendidikan multicultural dalam mengembangkan Warga Negara Global
(Global citizen). Sekolah merupakan lembaga formal yang terencana dan sistematis.
Lingkungan pendidikan yang menyediakan berbagai eksempatan bagi peserta daidik untuk
melakukan berbagai kegiatan belajar. Dengan berbagai kesempatan belajar itu,
pertumbuhan dan perekembangan peserta didik diarahkan dan didorong ke pencapaian
tujuan yang dicita-citakan. Kesempatan belajar tersebut dapat dikatakan sebagai lingkungan
belajar peserta didik yang dapat disusun dan ditata dalam suatu kurikulum, dan dapat
dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran. Tujuan kurikulum adalah tujuan yang
jendak dicapai oleh suatu program studi, bidang studi dan suatu mata pelajaran, yang
disusun berdasarkan tujuan institusional. Perumusan tujuan kurikulum berpedoman pada
kategorisasi tujuan pendidikan yang dikaitakn dalam bidang-bidang studi bersangkutan.
Sebagian ahli pendidikan berpadangan bahwa kurikulum dalam setiap masyakat atau
budaya seharusnya menjadi reflex dari budaya masyarakat itu sendiri. Sekolah bertugas
untuk memperoduksi pengeahuan dan nilai-nilai yang penting bagi generasi penerus.
Kurikulum mempunyai kata dasar currere, yang aritnya lapangan perlombaan lari. Lapangan
tersebut ada batas start dan batas finish. Dalam pengertian lain Sudjana (2005)
mendefinisikan bahwa kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk
rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah. Dengan
demikian, isi kurikulum adalah pengetahuan ilmiah, termasuk kegiatan dan pengalaman
belajar, yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Adapun Nengly and Evaras
(1967) menyatakan bahwa kurikulum adalah semua pengalaman yang direncanakan dan
dilakukan oleh sekolah untuk menolong para siswa dalam mencapai hasil belajar kepada
kemampuan siswa yang paling baik (Dakir, 2004). Dengan demikian, kurikulum adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan di suatu lembaga pendidikan yang
terorganisir dengan terencana dan siap diimplementasikan. Seluruh komponen dalam hal ini
akan terlibat dalam pelaksanaan kurikulum yang akan diterapkan di suatu lembaga
pendidikan tersebut.
Menurut Rusman (2009) salah satu aspek yang perlu dipahami dalam
pengembangan kurikulum adalah aspek yang berkenaan dengan organisasi kurikulum.
Organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan kurikulum yang tujuannya untuk
mempermudah siswa dalam mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa
dalam melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif. Tujuan pendidikan yang dirumuskan dapat mempengaruhi pola atau desain
kurikulum karena tujuan tersebut dapat menentukan pola atau kerangka untuk memilih,
merencanakan, dan melaksanakan segala pengalaman dan kegiatan belajar di sekolah.
Dapat juga dikatakan bahwa pengembangan kurikulum bertujuan untuk menyikapi
persoalan sosial yang datang seiring perputaran waktu. Dari paparan di atas dapat dipahami
adanya empat tujuan pengembangan kurikulum yang substansial: 1) merekonstruksi
kurikulum sebelumnya; 2) menginovasi; 3) beradaptasi dengan perubahan sosial (sisi
positifnya); 4) mengeksplorasi pengetahuan yang masih tersembunyi berdasarkan tujuan
pendidikan nasional yang telah dirumuskan. Dari pengembangan kurikulum harus berakar,
namun harus juga berpucuk menjulang tinggi, beranting, dan berdaun rindang. Berakar
berarti tetap berpegang kepada falsafah bangsa dan menjulang berarti mengikuti
perubahan dan perkembangan zaman.
Maka sangat perlu dalam rangka peningkatan dan paradigm baru mengenai
pendidikan warga Negara global di era globalisasi ini yang memiliki misi pengembangan
smart and good citizen. Dalam suatu system pendidikan, kurikulum itu sifatnya dinamis dan
harus mengikuti perkembangan zaman. Perubahan dan pengembangan kurikulum harus
memiliki visi dan arah yang jelas dan senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Perlunya pengembangan kurikulum karena ada beberapa factor, daiantaranya isi kurikulum,
kompetensi, standar proses pembelajaran dan kurang pekanya kurikulum dalam
menghadapi berbagai perubahan social yang terjadi pada tingkat local, nasional sampai
global. Oleh karena itu perlunya penelitian pengembangan kurikulum berbasis pendidikan
multiklutural dalam menumbuhkan warga Negara global (Global citizen) di tingkat sekolah
dasar menjadi model pengembangan kurikulum yang nantinya memuat strategi
implementasi dalam proses pembelajaran yang dapat diintegrasikan melalui mata pelajaran
dan program sekolah sehingga apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional dapat
terselesaikan.
Analisis Konten
Mengenal Global Citizenship
Global citizenship atau warga negara global dapat dikatakan sebagai warga negara
global yang berpean aktif dalam kehidupan masyarakat dunia termasuk dalam penyelesaian
masalah-masalah global. Konsep ini dikaiteratkan dengan globalisasi yang menjadi
permaslaahan yang harus diselesaikan bersama-sama. Yang diharapkan dapat meningkatkan
keterlibatan warga negara dan membentuk rasa empati serta tanggung jawab setiap orang
sebagai bagian dari warga negara global.
Istilah warga negara global yang dikemukakan oleh Korten ini merupakan istilah yang
menunjukkan kepada tingkatan kewarganegaraan. Sifat khas warga negara bertanggung
jawab terlihat dari komitmennya terhadap nilai-nilai integrative dan penerapan aktif
kesadaran kritisnya, berupa kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis dan konstruktif,
kemampuan untuk melihat masalh dalam konteks Panjang, dan untuk membuat penilaian
berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka Panjang.
Warga Negara Global merupakan tingkatan lebih lanjut dari tingkatan warga negara
komunal, dan warga negara nasional. Lebih lanjut dikatakan Cogan (2001) karakteristik
warga negara yang dikaitkan dengan kecenderungan global yang terjadi saat ini, meliputi
mendekati masalah dari sudut pandang masyarakat global, bekerja bersama dengan orang
lain, bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab masyarakat, berpikir secara
kritis dan sistematis, penyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan, mengadopsi cara hidup
yang melindungi lingkungan, menghormati dan mempertahankan hak asasi, dan
berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat pembelajaran civics, serta
memanfaatkan teknologi berbasis informasi. Konsep Global Citizenship Education (GCEd)
dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai Pendidikan Kewarganegaraan Global adalah jenis
ilmu kewarganegaraan yang melibatkan partisipasi aktif pelajar dalam proyek-proyek terkait
isu sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan global (Wikipedia, 2019). Dua elemen utama
GCEd adalah kesadaran global dan kompetensi global. Kesadaran global merupakan aspek
moral dan etis dari isu global, sedangkan Kompetensi Global sebagai keterampilan yang
memungkinkan pelajar (siswa) bersaing di bursa kerja global.
Dalam era globalisasi perlunya sumber daya manusia yang matang secara moral dan
intelektual kecerdasan intelektual dalam mengkitisi berbagai wacana pemikiran yang
muncul di permukaan, kematangan emosional untuk dapat hidup kooperatif sekaligus
kompetitif yang didasarkan atas jalinan sosial yang harmonis dan kematangan spiritual
sebagai perwujudan ikatan transedental antara dirinya dengan sang pencipta. Kematangan
tersebut dilatih, diajar dan didik melalui PKn dengan model pendidikan berbasis nilai. (Ine
Kusuma & Markum Susatim, 2010: 38)
Simpulan
Agar warga negara global dapat berperan dengan baik, maka dibutuhkan warga negara
global yang berkarakter berbasis pada pendidikan multicultural, dengan memperkuat dan
mengembangkan pendidikan karakter kepada peserta didik. Gagasan akan
kewarganegaraan global tentu menjadi satu alternatif untuk menyatukan persepsi akan
penyelesaian setiap permasalahan Internasional baik dari aspek bindang ekonomi, politik,
kesehatan, bahkan lingkunga hidup yang pada faktanya secara terus menurus mengancam
adanya kestabilan internasional di berbagai negara. Dalam membentuk wawasan dan
pengetahuan global warga negaranya, pendidikan kewarganegaraan ini memainkan peran
yang strategis. Tidak hanya mempelajari hak dan kewajiban saja, pendidikan
kewarganegaraan juga lebih jauh dan lebih dalam mempersiapkan warga negara untuk
menjadi warga negara global. Perlunya peran guru dalam menerapkan kurikulum berbasis
global citizenship agar siswa memahami perannya sebagai warga global.
Daftar Pustaka
Asep Rudi Casmana, Adistyana Pitaloka Kusmawati, Firdaus Hadi Santosa, Atik Kurniawati.
2022. Menciptakan Warga Global melalui Pertukaran Pelajar Internasional: Studi
kasus pada siswa sekolah menengah pertama di Jakarta. Jurnal Sains Sosio
Humaniora ISSN (Print) 2580-1244 (Online) 2580-2305 Volume 6, Nomor 2,
Desember 2022
Banks, J. A. 2008. “Diversity, Group Identity, and Citizenship Education in A Global Age”,
dalam Educational Researcher, 37 (3), hlm. 129-139
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2007). Metode penelitian dalam pendidikan (edisi
ke-7). Routledge.
Edi Susrianto Indra Putra, 2021. Pendidikan IPS di Era Globalisasi: Sebuah Pendekatan
Kurikulum Pembelajaran. Jurnal Pendidikan “EDUKASI” ISSN : 2087-0310 E-ISSN :
2721-7728 Vol.9, No.1, 2021
Heater, D. (2004). Citizenship: The Civic Ideal in World History, Politics, and Education.
Manchester: University Press
Guo, L. (2014). Mempersiapkan Guru untuk Mendidik Kewarganegaraan Global Abad ke-
21: Membayangkan dan Memberlakukan. Jurnal Kewarganegaraan Global &
Pendidikan Kesetaraan, 4(1), 1023.
McLean, L. R., & Sharon, C. A. (2016). Memikirkan Kembali Sumber Daya Kewarganegaraan
Global untuk Guru Baru: Mempromosikan Pemikiran Kritis dan Kesetaraan. Jurnal
Global Citizenship & Equity Education, 5(1), 1-4.
Oxfam. (2006). “Education for Global Citizenship: A Guide for Schools”. Available online at:
http:// www.oxfam.org.uk/education/global-citizenship/ global-citizenship-guides
[accessed in Bandung, Indonesia: March 2, 2017]
Sutrisno. (2017). Implementasi pendidikan antikorupsi pada mata pelajaran PPKn berbasis
project citizen di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Civics, 14 (2), pp. 166-175. DOI:
10.21831/civics.v14i2.15664
Sukmadinata, N.S. (2007). Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.