Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PEMBELAJARAN SASTRA ANAK


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah teori dan apresiasi sastra di SD

Dosen Pengampu:
Johan Arifin, M.Pd

Disusun oleh:
Jacqueline Jasmine Mariska 3062156132
Febri Mar'atus Sholehah 3062156248

Diani Safitri 3062156263

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
BANJARMASIN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis pamjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul "Pembelajaran Sastra Anak" dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Apresiasi

Sastra di SD. Selain sebagai bentuk pemenuhan tugas mata kuliah, makalah ini

diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pembelajaran sastra anak, baik bagi

para pembaca maupun penulis sendiri.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Johan Arifin, M.Pd selaku 

dosen pengampu mata kuliah Teori dan Apresiasi Sastra di SD. Penulis juga ingin

menyampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantu

penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Masih

terdapat banyak kekurangan, baik dalam hal materi makalah maupun teknik

penulisannya. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi

kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 4 Oktober 2021

Penulis

iii
STKIP PGRI Banjarmasin
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan...........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................6

2.1 Hakikat Sastra Anak.......................................................................................6

2.2 Manfaat Sastra Anak.....................................................................................11

2.3 Konstribusi Sastra Anak...............................................................................13

2.4 Pemanfaatan Sastra Anak sebagai Media Pembelajaran..............................20

2.4.1 Pengertian Media Pembelajaran............................................................20

2.4.2 Tujuan Pemanfaatan Media Pembelajaran............................................21

2.4.3 Fungsi Media Pembelajaran..................................................................22

2.4.4 Klasifikasi Media Pembelajaran............................................................23

2.5 Sastra Anak di Sekolah.................................................................................24

BAB III PENUTUP...................................................................................................29

3.1 Kesimpulan...................................................................................................29

iv
STKIP PGRI Banjarmasin
3.2 Saran.............................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32

v
STKIP PGRI Banjarmasin
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan

bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan

pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh

orang dewasa ataupun anak-anak.

Secara konseptual, sastra anak-anak berbeda dengan sastra orang dewasa

(adult literacy). Keduanya sama-sama berada pada wilayah sastra yang meliputi

kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Namun, yang

membedakannya adalah fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi

anak dalam karya tersebut. Kajian sastra anak juga berbeda dengan sastra dewasa.

Sastra anak tidak dapat lepas dari unsur pendidikan. Sastra anak tidak selalu berupa

karya fiksi seperti dongeng, cerita bergambar, cerita pendek, dan lainnya, tetapi juga

mencakup karya non-fiksi, seperti buku alfabet.

Masa seorang anak baik anak usia dini maupun anak sekolah dasar merupakan

masa yang paling penting berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan diri

mereka dalam berbagai aspek, pada masa ini juga sebuah dasar pembentuk karakter

1
STKIP PGRI Banjarmasin
dan kepribadian mulai dibangun. Karena itu, sangat penting untuk

mempertimbangkan aspek-aspek yang akan digunakan sebagai media pembelajaran

mereka. Anak-anak adalah peniru dan penyerap ilmu pengetahuan yang andal, karena

itu kita harus berusaha menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai yang positif pada

mereka.

Pembelajaran sastra pada anak-anak penting dilakukan karena pada usia ini

anak mudah menerima karya satra, terlepas itu masuk akal atau tidak. Oleh karena itu

anak-anak mudah untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan, adat istiadat, agama, dan

juga kebudayaan yang terkandung dalam karya sastra. Sastra juga mampu

merangsang anak-anak berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, adat istiadat

agama dan budaya. Selain itu anak-anak akan lebih peka terhadap lingkungan karena

dalam dirinya tertanam nilai-nilai kemanusiaan. Melalui karya sastra anak-anak sejak

dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi sehingga secara tidak

langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan untuk membedakan sesuatu

yang dianggap baik ataupun buruk melalui proses apresiasi dan berkreasi dengan

karya sastra.

Selain membentuk perilaku positif, pembelajaran sastra juga mendidik anak

untuk selalu berpikir kreatif untuk menciptakan hal-hal baru. Pada umumnya anak

mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Biasanya, dalam pembelajaran sastra pada

anak-anak, mereka akan diminta untuk membuat cerita atau puisi. Dari situlah sifat

kreatif mereka akan muncul. Karena dalam pembuatan cerita atau puisi anak akan

mulai berimajinasi. Mula-mula dari imajinasi, selanjutnya anak akan mulai

2
STKIP PGRI Banjarmasin
mempraktekkan imajinasinya. Dari imajinasi tersebut muncullah karya-karya baru

dari anak tersebut.

Tak dipungkiri bahwa saat ini berbagai media seperti televisi atau internet pun

dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk mencari pengetahuan. Sayangnya, anak-

anak yang terlanjur mengenal media televisi atau gadget, cenderung lebih malas

untuk membaca. Sehingga hal ini akan berimplikasi pada saat anak-anak telah besar

dan dewasa nanti, mereka juga akan sulit untuk dapat akrab dengan buku bacaan.

Karena itu, sangat dianjurkan untuk mulai mengenalkan pengetahuan melalui karya

sastra sejak kecil.

Tujuan dalam mendidik anak melalui sastra tidak dapat tercapai begitu saja. Perlu

adanya konsep pembelajaran sastra anak yang mengasah kemampuan apresiasi anak akan

sastra. Pengembangan kemampuan bersastra di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai jenis

dan bentuk kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Sebagai seorang

pengajar dan pendidik, guru dituntut agar mampu mengubah sikap siswa dari tak acuh

menjadi lebih bersimpati terhadap sastra, serta menanamkan rasa peka kepada siswa terhadap

cita rasa sastra. Oleh karenya, dalam proses pembelajaran sastra anak, harus memberikan

pengalaman pada siswa yang akan berkontribusi pada empat tujuan, yaitu pencarian

kesenangan pada buku, menginterprestasi bacaan sastra, mengembangkan kesadaran

bersastra, dan mengembangkan apresiasi.

Menilik dari pentingnya pembelajaran sastra bagi anak dan pentingnya peran tenaga

pendidik dalam merealisasikan tujuan pembelajaran sastra dengan baik, maka penulis tertarik

untuk mengangkat topik pembelajaran sastra anak dalam makalah ini. Dengan penulisan

3
STKIP PGRI Banjarmasin
makalah ini, diharapkan dapat membuka wawasan pembaca mengenai pembelajaran sastra

anak dan memacu ketertarikan pembaca untuk mendalami topik yang dibahas dalam

makalah ini, guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Untuk dapat memahami dan mempelajari sastra anak secara mendalam, perlu

kita ketahui terlebih dahulu hakikat sastra anak itu sendiri, apa manfaat, dan juga

konstribusi sastra anak bagi seorang anak.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam makalah ini

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa hakikat sastra anak?

2. Apa manfaat sastra anak bagi anak?

3. Apa konstribusi sastra anak bagi anak?

4. Bagaimana pemanfaatan sastra anak sebagai media pembelajaran?

5. Bagaimanakah sastra anak di sekolah?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan,

maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai

pembelajaran sastra anak.

Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

4
STKIP PGRI Banjarmasin
1. Mengetahui hakekat sastra anak.

2. Mengetahui manfaat sastra anak bagi anak.

3. Mengetahui konstribusi sastra anak bagi anak.

4. Mengetahui bagaimana pemanfaatan sastra anak sebagai media pembelajaran.

5. Mengetahui bagaimanakah sastra anak di sekolah.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Penulisan makalah diharapkan ini dapat memberikan informasi mengenai

pembelajaran sastra anak. Manfaat informatif ini tidak hanya berguna untuk penulis,

tetapi juga untuk para pembaca, sehingga membantu mereka dalam memahami poin-

poin penting dalam pembelajaran sastra anak.

2. Manfaat praktis

Makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pembaca,

terutama mahasiswa PGSD untuk lebih memahami pelaksaanaan pembelajaran sastra

anak dan menyadari pentingnya peran guru yang akan menjadi profesi mereka kelak

dalam mencapai tujuan pembelajaran sastra anak. Melalui penulisan makalah ini,

diharapkan kedepannya anak-anak di Indonesia memiliki kemampuan kebahasaan

yang memadai, berbudi pekerti luhur, dan berwawasan luas seiring dengan

peningkatan apresiasi mereka terhadap sastra.

5
STKIP PGRI Banjarmasin
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Sastra Anak

Sastra menurut Lukens (2003: 9) menawarkan dua hak utama, yaitu kesenangan

dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan

hiburan, hiburan yang menyenangkan. Satra menampilkan cerita yang menarik,

mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur ke

hidupan daya suspense. Lukens (2003: 4) menegaskan bahwa tujuan memberikan

hiburan, tujuan menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca

dewasa ataupun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra. Apa pun

aspek   kandungan di dalam sebuah teks sastra, tujuan memberikan hiburan dan

menyenangkan pembaca harus tetap ada dalam sastra tersebut. Hal inilah yang

menjadi daya tarik utama bagi pembaca, baik itu pembaca usia delapan maupun limah

puluh tahun.

Selanjutnya, kata anak dapat diartikan sebagai manusia kecil (KBBI, 2000: 41).

Kata anak yang dimaksud di sini bukanlah anak balita ataupun anak remaja, tetapi

anak usia SD yang berumur antara 6 sampai 13 tahun.

Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman

anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Hunk (1987)

6
STKIP PGRI Banjarmasin
mengemukakan bahwa tidak menjadi masalah siapa yang menulis atau membuat

karya sastra anak asalkan penggambarannya ditekan pada kehidupan anak yang

memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka.

Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas dalam

bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan

dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukisan

kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak

merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra

tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak

sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto,

2008: 2)

Menurut Hunt (1995: 12) mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang

dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula

memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku

bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai

dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional

dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.

Sastra anak merupakan bagian dari sastra pada umumnya yang dibaca oleh

orang dewasa. Namun dalam beberapa aspek, sastra anak memiliki ciri atau

karakteristik khusus yang membedakannya dengan sastra secara umum atau sastra

orang dewasa. Itulah sebabnya, pengertian sastra secara umum tidak serta merta dapat

diberlakukan untuk pengertian sastra anak. Dalam pengertian sederhana, Huck (1987:

7
STKIP PGRI Banjarmasin
6) mendefinisikan sastra anak sebagai karya sastra yang menempatkan sudut pandang

anak sebagai pusat penceritaan. Pengertian lain seperti dikemukakan oleh Sarumpaet

(2010: 3). Menurutnya, sastra anak adalah karya sastra yang khas (dunia) anak,

dibaca anak, serta – pada dasarnya – dibimbing orang dewasa. Kurniawan (2009: 5)

dalam definisinya menyatakan bahwa sastra anak adalah sastra yang dari segi isi dan

bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak.

Sementara Ampera (2010: 10) berpendapat bahwa sastra anak adalah buku-buku

bacaan atau karya sastra yang sengaja ditulis sebagai bacaan anak, isinya sesuai

dengan minat dan pengalaman anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosi dan

intelektual anak. Sastra anak dapat didefinisikan dengan memperhatikan definisi

sastra secara umum dan sastra bagaimana yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini

ada beberapa pandangan, yaitu antara lain:

Pertama, ada pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang sengaja memang

ditujukan untuk anak-anak. Kesengajaan itu dapat ditunjukkan oleh penulis yang

secara eksplisit menyatakan hal itu dalam kata pengantarnya maupun dapat pula

ditunjukkan oleh media yang memuatnya, misal buku atau majalah anak-anak.

Misalnya Bobo, Ananda, dan lain-lain.

Kedua, ada pula yang berpandangan bahwa sastra anak berisi tentang cerita

anak. Isi cerita yang dimaksud adalah cerita yang menggambarkan pengalaman,

pemahaman, dan perasaan anak. (Huck, et al., 1987:5). Dalam cerita anak misalnya,

jarang sekali ditemukan perasaan yang nostalgic atau romantisme karena itu tidak

sesuai dengan karakteristik jiwa anak-anak. Pikiran anak-anak lebih tertuju ke masa

8
STKIP PGRI Banjarmasin
depan, karena itu cerita futuristik lebih banyak ditemukan dalam cerita anak-anak.

Cita-cita, keinginan, petualangan di dunia lain, dan cerita-cerita science fiction sangat

sesuai dengan jiwa anak-anak.

Ketiga, sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh anak-anak. Pandangan ini

memang cukup beralasan karena hanya anak-anak yang benar-benar dapat

mengekspresikan pengalaman, perasaan dan pemikirannya dengan jujur dan akurat.

Akan tetapi, tidak dapat disangkal bahwa orang dewasa dapat menulis sastra anak.

Beberapa nama tersebut adalah Anton Hilman, Laila S, dan juga J.K Rowling penulis

novel laris Harry Potter.

Keempat, ada juga yang pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang berisi

nilai-nilai moral atau pendidikan yang bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan

kepribadannya menjadi anggota masyarakat yang beradab dan berbudaya. Pandangan

ini merupakan pandangan yang paling “longgar” dalam membatasi apa itu sastra

anak. Oleh karena itu Stewig (1980) misalnya, memandang bahwa sastra orang

dewasa pun dapat digunakan sebagai “sastra anak” apabila mengandung nilai-nilai

moral yang positif bagi anak. Contohnya adalah cerita rakyat yang pada umumnya

berisi cerita tentang orang atau binatang yang diturunkan dari mulut ke mulut dan

merupakan karya kolektif masyarakat masa lalu ini mengandung nilai-nilai moral

yang bermanfaat bagi generasi muda, termasuk anak-anak. 

Pendapat-pendapat di atas mengisyaratkan beberapa hal penting tentang

pengertian sastra anak. Pertama, sastra anak hakikatnya diciptakan untuk dibaca oleh

anak-anak. Walaupun demikian, bukan berarti sastra anak tidak dapat dibaca oleh

9
STKIP PGRI Banjarmasin
orang dewasa. Sastra anak dapat dibaca oleh siapa saja karena keteladanan dalam

sastra anak dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Kedua, Mengisahkan tentang

berbagai hal, bahkan hal-hal yang tidak dapat diterima nalar orang dewasa, seperti

kisah tentang hewan yang dapat berbicara layaknya manusia, dll. Ketiga, bahasa yang

digunakan harus relevan dengan tingkat penguasaan dan kematangan bahasa anak.

Artinya, bahasa dalam karya sastra anak tidak menggunakan kata-kata yang

mengandung makna konotasi dan simbolik yang terlalu mendalam, yang sulit dicerna

oleh daya imajinasi anak-anak. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra anak pun

disesuaikan dengan tingkat penguasaan kosakata dan struktur kalimat anak-

anak. Keempat, substansi atau kandungan karya sastra anak lebih banyak memuat

berbagai seluk beluk kehidupan anak-anak, misalnya persahabatan, cinta kepada

orang tua, maupun keindahan alam. Kelima, sastra anak dapat diciptakan oleh siapa

saja, anak-anak bahkan orang dewasa, yang utama adalah dasar penciptaannya

disesuaikan dengan kapasitas intelektual dan psikologi usia anak. Dalam hal ini,

sastra anak diciptakan atas dasar keterlibatan intelektual dan psikologi anak sehingga

benar-benar dekat dengan dunia atau kehidupan anak. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dasar penciptaannya dari

kacamata anak, sehingga mengandung seluk beluk kehidupan anak, dan sesuai

dengan perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak.

10
STKIP PGRI Banjarmasin
2.2 Manfaat Sastra Anak

Ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya, sastra anak berfungsi sebagai

pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak memberi banyak

informasi tentang sesuatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi kreativitas

atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral pada anak.

Dalam pandangan Tarigan (2011: 6-8), terdapat enam manfaat sastra terhadap

anak-anak.

1. Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan kepada anak-

anak.

2. Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak dan membantu mereka

mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan

dengan berbagai cara.

3. Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru yang seolah-olah

dialami sendiri oleh para anak.

4. Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.

5. Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesemestaan pengalaman

kepada para anak.

6. Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan warisan dari satu generasi ke

generasi berikutnya.

Selain fungsi pendidikan dan hiburan, menurut Suwardi Endraswara (2002) ,

sastra anak juga berfungsi (1) membentuk kepribadian, dan (2) menuntun kecerdasan

emosi anak. Perkembangan emosi anak akan dibentuk melalui karya sastra yang di

11
STKIP PGRI Banjarmasin
bacanya. Selain dua fungsi tersebut, sastra anak mempunyai beberapa fungsi khusus

berikut ini.

1. Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada anak-anak.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak-anak lebih suka membaca

hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal untuk mencari kesenangan dapat

dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan membiasakan anak bergelut dengan

dunia buku. Jika anak-anak telah terbiasa membaca bacaan anak, maka akan

merangsang kebiasaan atau hobinya untuk membaca buku-buku pelajaran dan buku

umum lainnya.

2. Membantu perkembangan intelektual dan psikologi anak.

Memahami suatu bacaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak telah

terbiasa membaca, maka hakikatnya mereka telah terbiasa memahami apa yang

dibacanya. Kebiasaan memahami bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan

intelektual atau kognisi anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan berbagai hal

dalam karya sastra anak akan menumbuhkan rasa simpati atau empati anak-anak

terhadap berbagai kisah tersebut. Dengan demikian, sastra anak dapat membantu

perkembangan psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap berbagai

fenomena kehidupannya.

3. Mempercepat perkembangan bahasa anak.

Perkembangan bahasa anak berjalan secara bertahap seiring dengan

perkembangan fisik dan pikirannya. Kematangan berpikir sangat menentukan

perkembangan bahasa anak, demikian pula sebaliknya, perkembangan bahasa sangat

12
STKIP PGRI Banjarmasin
menentukan kematangan berpikir anak (Dirgayasa, 2011:79). Anak-anak yang biasa

membaca bacaan anak dapat memperoleh bahasa (kosa kata, kalimat) lebih banyak

dan lebih cepat jika dibandingkan dengan anak-anak lain. Tentu, jika anak-anak cepat

perkembangan bahasanya, akan membantu tingkat kematangan berpikirnya.

4. Membangkitkan daya imajinasi anak.

Secara leksikal, kata imajinasi memang dapat diartikan sebagai ‘khayalan’.

Namun, imajinasi dalam karya sastra tidaklah sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada

kaitannya dengan realitas. Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media

untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu, esensi

dan substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas kehidupan manusia.

Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan terbiasa turut merasakan

dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga seolah-olah dia yang mengalami

peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan begitu, imajinasi akan menumbuhkan

pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional yang tinggi dalam diri anak.

2.3 Konstribusi Sastra Anak

Di Sekolah Dasar, Pembelajaran Sastra dimaksudkan Untuk meningkatkan

kemampuan siswa mengapresiasikan karya sastra. Menurut Huck (1987 : 630-623)

bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberi pengalaman pada siswa yang akan

berkontribusi pada 4 tujuan, yakni :

1. Pencarian kesenangan Pada buku

2. Menginterprestasikan bacaan sastra

3. Mengembangkan kesadaran bersastra

13
STKIP PGRI Banjarmasin
4. Mengembangkan apresiasi

Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila

disugui bahan bacaan yang sesuai pula. Sastra yang akan dikonsumsikan bagi anak

harus mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit,

menggunakan setting yang ada di sekitar mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan

penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami

tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan

imajinasi masih dalam jangkauan anak. (Puryanto, 2008: 2)

 Sastra anak diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi sebagian manusia

yang mempunyai jati diri yang jelas. Kepribadian dan atau jati diri seorang anak

dibentuk dan terbentuk lewat lingkungan baik diusahakan secara sadar maupun tidak

sadar. Saxby mengemukakan bahwa kontribusi sastra anak tersebut membentang dari

dukungan terhadap pertumbuhan berbagai pengalaman (rasa, emosi, bahasa), personal

(kognitif, sosial, etis, spiritual), eksplorasi dan penemuan, namun juga petualangan

dalam kenikmatan. Sementara itu, Huck dkk. mengemukakan bahwa nilai sastra anak

secara garis besar dapat dibedakan kedalan dua kelompok, yaitu personal (personal

values) dan nilai pendidikan (educational values) dengan masing – masing masih

dapat dirinci menjadi sejumlah subkategori nilai. Sejumlah kontribusi sastra anak

bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan yang melibatkan

berbagai aspek kedirian yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam nilai

personal dan nilai pendidikan.

1. Nilai personal

14
STKIP PGRI Banjarmasin
a. Perkembangan Emosional

Anak usia dini yang belum dapat berbicara, atau baru berada dalam tahap

perkembangan bahasa satu kata atau kalimat dalam dua tiga kata, sudah ikut tertawa –

tawa ketika diajak bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan. Anak tampak

menikmati lagu – lagu bersajak yang ritnis dan larut dalam kegembiraan. Hal itu

dapat dipahami bahwa sastra lisan yang berwujud puisi-lagu tersebut dapat

merangsang kegembiraan anak, merangsang emosi anak untuk bergembira, bahkan

ketika anak masih berstatus bayi.

Dalam perkembangan selanjutnya setelah anak dapat memahami cerita, baik

diperoleh lewat pendengaran, misalnya diceritai atau dibicarakan, maupun lewat

kegiatan membaca sendiri, anak akan memperoleh demonstrasi kehidupan

sebagaimana yang diperagakan oleh para tokoh cerita.

Dengan demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

membaca buku – buku cerita itu anak akan belajar bersikap dan bertingkah laku

secara benar. Kemampuan seseorang mengelolah emosi istilah yang dipakai adalah

Emotional Quotient (EQ) yang analog Intelligence Quotient (IQ), juga Spiritual

Qoutient (SQ) dewasa ini dipandang sebagai aspek personalitas yang besar

pengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini lebih berperan dari pada IQ.

b. Perkembangan Intelektual

Hubungan yang dibangun dalam pengembangan alur pada umunya berupa

hubungan sebab akibat. Artinya, suatu peristiwa terjadi akibat atau mengakibatkan

terjadinya peristiwa – peristiwa yang lain. Untuk dapat memahami cerita itu, anak

15
STKIP PGRI Banjarmasin
harus mengikuti logika hubungan tersebut. Pembelajaran seni yang antara lain

bertujuan untuk menanam pupuk, dan mengembangkan daya apresiasi sejak anak usia

dini, juga diyakini berperan besar dalam menunjang perkembangan – perkembangan

kemampuan diri.

c. Perkembangan Imajinasi

Bagi anak usia dini yang belum dapat membaca dan hanya dapat memahami

sastra lewat orang lain, cara menyampaikannya masih amat berpengaruh sebagian

halnya orang dewasa mengapresiasi poetry reading atau deklamasi. Sastra yang

notabene adalah karya yang mengandalkan kekuatan imajinasi menawarkan

petualangan imajinasi yang luar biasa kepada anak. Imajinasi dalam pengertian ini

jangan dipahami sebagai khayalan atau daya khayal saja, tetapi lebih menunjuk pada

makna creative thinking, pemikiran yang kreatif, jadi ia bersifat produktif. Oleh

karena itu, Sejak dini potensi yang amat penting itu harus diberi saluran agar dapat

berkembang secara wajar dan maksimal antara lain lewat penyediaan bacaan sastra.

d. Pertumbuhan Rasa Sosial

Kesadaran untuk hidup bermasyarakat atau masuk dalam kelompok tersebut

pada diri anak semakin besar sejalan dengan perkembangan usia. Bahkan, pengaruh

kelompok dan atau kehidupan bermasyarakat tersebut akan semakin besar melebihi

pengaruh lingkungan dikeluarga, misalnya dalam penerimaan konsep baik dan buruk.

Anak usia 10 sampai 12 tahun sudah mempunyai cita rasa keadilan dan peduli kepada

orang lain yang lebih tinggi. Bacaan cerita sastra yang “mengeksploitasi” kehidupan

16
STKIP PGRI Banjarmasin
bersosial secara baik akan mampu menjadikannya sebagia contoh bertingkah laku

sosial kepada anak sebagaimana aturan sosial yang berlaku.

e. Pertumbuhan Rasa Etis dan Religius

Nilai-nilai sosial, moral, etika, dan religius, perlu ditanamkan kepada anak sejak

dini secara efektif  lewat sikap dan perilaku hidup keseharian. Hal itu tidak saja dapat

dicontohkan oleh dewasa di sekeliling anak, melainkan juga lewat bacaan cerita

sastra yang juga menampilkan sikap dan perilaku tokoh. Pada umumnya anak akan

mengidentifikasikan diri dengan tokoh-tokoh yang baik itu, dan itu berarti tumbuhnya

kesadaran untuk meneladani sikap dan perilaku tokoh tersebut.

2. Nilai Pendidikan

a. Eksplorasi dan Penemuan

Lewat kekuatan imajinatif anak dibawa masuk ke sebuah pengalaman yang juga

imajinatif,pengalaman batin yang tidak harus dialami secara faktual, yang sekaligus

juga berfungsi meningkatkan daya imajinatif. Berhadapan dengan cerita, anak dapat

dibiasakan mengkritisinya, misalnya ikut menebak sesuatu seperti dalam cerita

detektif dan misterius, menemukan bukti – bukti, alasan bertindak, menemukan jalan

keluar kesulitan yang dihadapi tokoh, dan lain – lain termasuk memprediksikan

bagian penyelesaian kisahnya. Berpikir secara logis dan kritis yang demikian dapat

dibiasakan dan atau dilatihkan lewat eksplorasi dan penemuan – penemuan dalam

bacaan cerita sastra.

b. Perkembangan Bahasa

17
STKIP PGRI Banjarmasin
Sastra adalah sebuah karya seni yang bermediakan bahasa, maka aspek bahasa

memegang peran penting di dalamnya. Sastra tidak lain adalah suatu bentuk

permainan bahasa, dan bahkan dalam genre puisi unsur permainan tersebut cukup

menonjol, misalnya yang berwujud permainan rima dan irama. Prasyarat untuk dapat

membaca atau mendengarkan dan memahami sastra adalah penguasaan bahasa yang

bersangkutan. Bahasa dipergunakan untuk memahami dunia yang ditawarkan, tetapi

sekaligus sastra juga berfungsi meningkatkan kemampuan berbahasa anak, baik

menyimak, membaca, berbicara, maupun menulis. Bacaan sastra untuk anak yang

baik antara lain adalah yang ditingkat kesulitan berbahasanya masih dalam jangkauan

anak, tetapi bahasa yang terlalu sederhana untuk usia tertentu, baik kosakata maupun

struktur kalimat, justru kurang meningkatkan kekayaan bahasa anak. Pengenalan

kesastraan kepada anak terutama di sekolah sebaiknya melibatkan keempat saluran

berbahasa tersebut dengan strategi yang dikreasikan sendiri oleh guru secara

kontekstual.

c. Pengembangan Nilai Keindahan

Sebagai salah satu bentuk karya seni, sastra memiliki aspek keindahan.

Keindahan itu dalam genre puisi antara lain dicapai dengan pemainan bunyi, kata,

dan makna. Keindahan dalam genre fiksi antara lain dicapai lewat penyajian yang

menarik, bersuspense tinggi, dan diungkap lewat bahasa yang tepat. Artinya, aspek

bahasa itu maupun mendukung hidupnya cerita, mendukung ekspresi sikap dan

perilaku tokoh, mendukung gagasan tentang dunia yang disampaikan, dan dari aspek

bahasa itu juga dipilih kata, struktur, dan ungkapan yang tepat.

18
STKIP PGRI Banjarmasin
d. Penanaman Wawasan Multikultural

Sastra tradisional, misalnya, mengandung berbagai aspek kebudayaan

tradisional masyarakat pendukungnya , maka dengan membaca cerita tradisional dari

berbagai daerah akan di peroleh pengetahuan dan wawasan tentang kebudayaan

masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, aspek invisible culture ini

dipahami lebih penting dari pada visible culture misalnya, adat kebiasaan, norma-

norma yang berlaku, masalah yang layak dan tak layak yang dibicarakan di muka

umum, dan lain-lain. Adanya perbedaan invisble culture diantara berbagai kelompok

sosial tersebut dapat mengundang konflik jika tidak pandai-pandai menempatkan diri

dalam bersikap ketika berhadapan dengan warga dari kultur lain.

e. Penanaman Kebiasaan Membaca

Kata-kata bijak yang mengatakan bahwa buku adalah jendela buku ilmu

pengetahuan, buku adalah jendela untuk melihat dunia, menemui relevansinya yang

semakin kuat dalam abad informasi dewasa ini. Peran bacaan sastra selain ikut

membentuk kepribadian anak, juga menumbuhkan dan rasa ingin dan mau membaca,

yang akhirnya membaca tidak terbatas hanya pada bacaan sastra. Sastra dapat

memotivasi anak untuk mau membaca. Kalau sebagian kita dapat kecanduan

merokok, mengapa tidak diusahakan kecanduan membaca, dan itu sudah ditimbulkan

dan dibiasakan sejak anak-anak.

19
STKIP PGRI Banjarmasin
2.4 Pemanfaatan Sastra Anak sebagai Media Pembelajaran

Sastra dapat berfungsi sebagai sarana hiburan dan sekaligus media untuk

mendidik seorang anak. Sastra dapat memenuhi kebutuhan atau kepuasan pribadi

anak dan pengembangan keterampilan berbahasa. Kepuasan pribadi anak setelah

membaca karya sastra penting. Selain berpengaruh pada keterampilan membaca,

karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan anak. Fungsi karya sastra

sebagai pengembang kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan.

Dengan belajar sastra anak, seperti: melalui lagu dolanan, puisi lagu, nyanyian anak,

dan jenis karya sastra lainnya, secara tidak langsung seseorang juga belajar bahasa.

2.4.1 Pengertian Media Pembelajaran

Susilana dan Riyana (2009:6) mengatakan bahwa media berasal dari bahasa

latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harafiah berarti

perantara yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a

receiver). Media pembelajaran dapat diartikan dalam beberapa pengertian, yakni: (1)

Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran

(Schramm, 1982), (2) Sarana fisik untuk menyampaikan is/materi pembelajaran

seperti buku, film, video, slide, dan selengkapnya, (3) Sarana komunikasi dalam

bentuk cetak maupun pandang dengar, termasuk teknologi perangkat kerasnya.

Sutjipto (2011:8) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat

membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan

20
STKIP PGRI Banjarmasin
yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik

dan sempurna

2.4.2 Tujuan Pemanfaatan Media Pembelajaran

Tujuan pemanfaatan media pembelajaran adalah untuk membuat proses

pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi semakin mendorong upaya–upaya pengembangan media pembelajaran.

Guru dituntut agar mampu menggunakan alat–alat atau media pembelajaran yang di

sekolah. Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut

untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat membuat media pembelajaran

(Arsyad, 2010: 2). Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang

cukup tentang media pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994: 6):

a) Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar

mengajar

b) Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

c) Seluk-beluk proses belajar

d) Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan

e) Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan

f) Usaha inovasi dalam media pendidikan. Keterampilan itu dibutuhkan oleh guru

apabila sekolah belum memiliki media pembelajaran yang dibutuhkan sehingga

guru harus membuat media pembelajaran itu sendiri.

21
STKIP PGRI Banjarmasin
2.4.3 Fungsi Media Pembelajaran

Menurut Munadi (2010:37) fungsi media pembelajaran dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar.

Secara teknis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Dalam kalimat

“sumber belajar” ini tersirat makna keaktifan, yakni sebagai penyalur, penyampai,

penghubung dan lain-lain. Mudhoffir dalam bukunya yang berjudul “Prinsip-Prinsip

Pengelolaan Pusat Sumber Belajar” (1992:1-2) menyebutkan bahwa sumberbelajar

pada hakikatnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan,

orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan, yang mana hal itu dapat mempengaruhi

hasil belajar siswa. Dengan demikian sumber belajar dapat dipahami sebagai segala

macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan memungkinkan

(memudahkan terjadinya proses belajar).

2) Fungsi semantik

Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal)

yang makna atau maksudnya benar-benar dipaham anak didik (tidak verbalistik).

3) Fungsi manipulative

Fungsi manipulative ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik) umum yang

dimilikinya sebagaimana disebut di atas. Berdasarkan karakteristik umum ini, media

memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan

mengatasi keterbatasan indrawi.

4) Fungsi psikologis

22
STKIP PGRI Banjarmasin
Fungsi psikologis terbagi dijabarkan lagi ke dalam 5 fungsi, yakni: (1) Fungsi atensi,

media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian (attention) siswa terhadap materi

ajar, (2) Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan

atau penolakan siswa terhadap sesuatu, (3) Fungsi kognitif, siswa yang belajar

melalui media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk

representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang,

benda, atau kejadian/peristiwa, (4) Fungsi imajinatif, media pembelajaran dapat

meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa, (5) Fungsi motivasi, motivasi

merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong melakukan kegiatan belajar

sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

5) Fungsi sosio-kultural

Fungsi media dilihat dari sosio-kultural, yakni mengatasi hambatan sosio-kultural

antar peserta komunikasi pembelajaran.

2.4.4 Klasifikasi Media Pembelajaran

Susilana dan Riyana (2009:14) mengatakan bahwa media pembelajaran dapat

dikategorikan ke dalam 6 kelompok media, yakni:

a) Kelompok kesatu meliputi : (a) media grafis, adalah media visual yang

menyajikan fakta, idea atau gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat,

angka-angka, dan simbol/gambar. (b) media bahan cetak, adalah media visual

yang pembuatannya melalui proses pencetakan/printing atau offset. (c) media

gambar diam, adalah media visual yang berupa gambar yang dihasilkan melalui

proses fotografi.

23
STKIP PGRI Banjarmasin
b) Kelompok kedua (media proyeksi diam) adalah media visual yang

diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan, dimana hasil

proyeksinya tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan. Jenis media ini

diantaranya; OHP/OHT, Opaque Projektor, Slide, dan Film-strip.

c) Kelompok ketiga (media audio) adalah media yang penyampaian pesannya

hanya dapat diterima oleh indera pendengaran. Pesan atau informasi yang akan

disampaikan dituangkan ke dalam lambing-lambang auditif yang berupa kata-

kata, musik, dan sound effect. Jenis media ini diantaranya: media radio, media

alat perekam pita magnetic (tape recorder).

2.5 Sastra Anak di Sekolah

Pembelajaran sastra di sekolah dasar dapat diklasifikasikan dalam tiga

kelompok, yaitu; pembelajaran fiksi, pembelajaran puisi, dan pembelajaran drama.

Ketiga bentuk sastra ini harus disajikan guru secara apresiasi. Oleh karena itu, guru

harus mampu mencari materi yang tepat , menyusun, menyajikan kegiatan yang

bersifat kreatif dan positif dengan materi sastra yang telah dipilih.

Dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui

Kemdikbud meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah

(GLS). Gerakan ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis

sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. sebagaimana dituangkan dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu

kegiatan didalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku

nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk

24
STKIP PGRI Banjarmasin
menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca

agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik (Dikdas.kemendikbud.go.id)

Pada Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah (2015) dijelaskan pendidikan perlu

menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran agar semua warganya tumbuh

sebagai pembelajar sepanjang hayat. Oleh sebab itu, Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS memperkuat

gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015. Kegiatan dalam GLS tersebut

adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar

dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik

serta meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara

lebih baik. Materi baca berisi nilainilai budi pekerti, berupa kearifan local, nasional,

dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik (Buku Saku

Gerakan Literasi Sekolah: 2015).

Gerakan Literasi Sekolah ini diperlukan agar anak mulai terbiasa membaca baik

di keluarga, masyarakat maupun di sekolah. Selain itu, berdasarkan hasil survei

internasional (PIRLS 2011, PISA 2009 & 2012) yang dijelaskan dalam Buku Saku

Gerakan Literasi Sekolah (2015) bahwa keterampilan membaca peserta didik di

Indonesia menduduki peringkat bawah. Menurut Buku Saku Gerakan Literasi

Sekolah (2015) GLS memiliki tujuan khusus, yaitu (1) menumbuh kembangkan

budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah, (2) meningkatkan kapasitas

warga dan lingkungan sekolah agar literat, (3) menjadikan sekolah sebagai taman

25
STKIP PGRI Banjarmasin
belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola

pengetahuan, (4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan

beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Prinsip-prinsip GLS pada Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah (2015) yaitu (a)

sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan karakteristiknya, (b)

dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan

memperhatikan kebutuhan peserta didik, (c) berlangsung secara terintegrasi dan

holistik di semua area kurikulum, (d) kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan,

(e) melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan, (f) mempertimbangkan keberagaman.

Tahap pelaksanaan GLS yaitu (1) penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15

menit membaca, (2) meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi

buku pengayaan, (3) meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran:

menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran (Buku

Saku Gerakan Literasi Sekolah: 2015).

Adapun tujuan khusus dari literasi sekolah (Dikdas.kemendikbud.go.id)

1. Menumbuhkembangkan budaya literasi membaca dan menulis siswa di sekolah

2. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat

3. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak

agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan

4. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku

bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca

Adapun prinsip-prinsip gerakan literasi sekolah (Dikdas.kemendikbud.go.id)

26
STKIP PGRI Banjarmasin
1. Sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik berdasarkan

karakteristiknya

2. Dilaksanakan secara berimbang; menggunakan berbagai ragam teks dan

memperhatikan kebutuhan peserta didik

3. Berlangsung secara terintegrasi dan holistik di semua area kurikulum

4. Kegiatan literasi dilakukan secara berkelanjutan

5. Melibatkan kecakapan berkomunikasi lisan

6. Mempertimbangkan keberagaman

Materi sastra sangat penting untuk disampaikan di sekolah, karena dalam sastra

terdapat nilai-nilai kehidupan yang tidak diberikan secara perskriptif –harus begini,

jangan begitu-, pembaca diberikan kebebasan mengambil manfaat dari dari sudut

pandangnya sendiri. Melalui karya sastra juga siswa ditempatkan sebagai pusat dalam

latar pendidikan bahasa, eksplorasi sastra, dan perkembangan pengalaman personal.

Keakraban dengan karya sastra akan memperkaya perbendaharaan kata dan

penguasaan ragam-ragam bahasa, yang mendukung kemampuan memaknai sesuatu

secara kritis dan kemampuan memproduksi narasi.

Manfaat pendidikan sastra melalui proses pembelajaran yang diberikan di

sekolah setidaknya dapat membantu pendidikan secara utuh bagi siswa,

(B.Rahmanto. 1989:15-24), yaitu: (1) membantu keterampilan berbahasa, (2)

meningkatkan pengetahuan budaya. (3) mengembangkan cipta dan rasa, dan (4)

menunjang pembentukan watak. Keempat manfaat yang ditawarkan tersebut

setidaknya dapat mengasah kemampuan apresiasi sastra secara menyeluruh.

27
STKIP PGRI Banjarmasin
Berkaitan dengan pembentukan watak, pembelajaran sastra di sekolah memiliki

dua tuntutan (B.Rahmanto, 1989:24-25); pertama, pengajaran sastra hendaknya

mampu membina perasaan yang lebih tajam. Karena sastra pengantar untuk mengenal

kemungkinan hidup manusia Dalam arti berbagai macam bentuk perasaan manusia.

Kedua, pengajaran sastra dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangakan

berbagai kualitas kepribadian siswa yang meliputi: ketekunan, kepandaian,

pengimajian dan penciptaan.

28
STKIP PGRI Banjarmasin
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah yang telah dipaparkan penulis, maka kesimpulan dari makalah ini

adalah sebagai berikut:

1. Hakikat sastra anak adalah sastra yang dibuat oleh anak dan berangkat dari

kacamata seorang anak, tentang kehidupan dan dunia anak, dan juga sesuai

dengan perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak.

2. Manfaat sastra anak bagi seorang anak antara lain: Sebagai hiburan/kesenangan;

Menanamkan nilai-nilai pendidikan; Mengembangkan imajinasi; Melestarikan

budaya; Meningkatkan kemampuan berbahasa; Menambah pengalaman-

pengalaman baru; Memupuk kebiasaan membaca.

3. Konstribusi yang diberikan sastra anak terbagi menjadi dua nilai, yaitu nilai

personal dan nilai pendidikan. Nilai personal antara lain: Perkembangan

emosional; Perkembangan intelektual; Perkembangan imajinasi; Pertumbuhan

rasa sosial; Pertumbuhan rasa etis dan religious. Sedangkan konstribusi sastra

anak bagi anak berdasarkan nilai pendidikan yaitu: Eksplorasi dan Penemuan;

Perkembangan bahasa; Perkembangan nilai keindahan; Penanaman wawasan

multikultural; Penanaman kebiasaan membaca.

29
STKIP PGRI Banjarmasin
4. Sastra dapat berfungsi sebagai sarana hiburan dan sekaligus media untuk

mendidik seorang anak. Sastra dapat memenuhi kebutuhan atau kepuasan

pribadi anak dan pengembangan keterampilan berbahasa. Pemanfaatan media

pembelajaran adalah untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih efektif

dan efisien.

5. Materi sastra sangat penting untuk disampaikan di sekolah, karena dalam sastra

terdapat nilai-nilai kehidupan yang tidak diberikan secara perskriptif. Dalam

upaya menumbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui Kemdikbud

meluncurkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Gerakan ini bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis

sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat.

3.2 Saran

Ada beberapa saran yang bisa disampaikan sehubungan dengan pembahasan

pada bab-bab sebelumnya. Antara lain:

1. Pembelajaran sastra memberikan banyak sekali manfaat bagi siswa. Sehingga

perlu kiranya para guru memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai hal

ini. Sehingga pada saat mengajar pelajaran apapun, dapat disisipkan dan

memberikan manfaat.

2. Pendidikan bahasa sastra adalah pendidikan yang bersifat pembiasaan. Karena

itu hendaknya guru selalu menyampaikan pelajaran dengan Bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

30
STKIP PGRI Banjarmasin
3. Hendaknya para guru memilih karya sastra yang tepat sehingga relevan dengan

keadaan siswa di sekolahnya masing-masing.

4. Masih banyak kekurangan dalam makalah ini, hendaknya pembaca memiliki

rasa keingintahuan yang tinggi untuk mendalami dan memperluas wawasannya

mengenai pembelajaran sastra anak.

31
STKIP PGRI Banjarmasin
DAFTAR PUSTAKA

Burhan Nurgiyantoro. (2005) Sastra Anak (Pengantar Pemahaman Dunia Anak).

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Edi Puryanto. (2008). Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah. Makalah dalam

Konferensi Internasional Kesusastraan XIX HISKI.

Taufik Ampera. (2010). Pengajaran Sastra Teknik Mengajar Sastra Anak Berbasis

Aktivitas. Bandung: Widya Padjadjaran.

Heru Kurniawan. (2009). Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme, Sosiologi,

Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Huck, Charlotte S., Hepler S., & Hickman J. (1987). Children’s Literature in the

Elementary School. New York: Holt, Rinehelt, and Winston.

Riris K. Toha Sarumpaet. (2010). Pedoman Penelitian Sastra Anak, Jakarta: Obor.

Stewig, J.W. (1980). Children and Literature. USA: Rand McNally College

Publishing Company.

Tarigan, H.G. (2011). Prinsip-prinsip dasar sastra. Bandung: Angkasa.

Krissandi, Apri Damai Sagita. dkk. (2018) Sastra Anak: Media Pembelajaran

Bahasa Anak. Yogyakarta: Bakul Buku Indonesia.

32
STKIP PGRI Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai