Anda di halaman 1dari 16

RESUME

PERSPEKTIF GLOBAL
HAKIKAT DAN KONSEP PERSPEKTIF GLOBAL

Disusun Oleh :
Yola Noviani (17129102)
Yedika Fermana (17129440)
Yola Aprilya (17129441)
Yuliarti Fira Hasandi (17129445)
Dosen Pembimbing : Dra. Farida. S, M.Si

Seksi : 17 BB 07

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
PERSPEKTIF GLOBAL DARI SEGI ILMU-ILMU SOSIAL

Globalisasi dunia merambah ke segala segi kehidupan manusia termasuk bidang


pendidikan. Salah satu bidang pendidikan yang dirambah arus globalisasi yaitu pendidikan IPS.
Berikut perspektif global dari sudut ilmu-ilmu sosial:

1. Perspektif Global dari Visi Geografi

Geografi adalah ilmu keruangan yang mengkaji berbagai fenomena dalam konteks
keruangannya. Ruang yang dikonsepkan dalam geografi yaitu permukaan bumi yang tiga
dimensi, terdiri atas muka bumi yang berupa darat, perairan serta kolom udara di atasnya. Ruang
permukaan bumi ini secara bertahap ukuran dan jaraknya mulai dari tingkat lokal, regional
sampai ke tingkat global. Oleh karena itu, perspektif geografi adalah perspektif keruangan yang
bertahap dari perspektif lokal, regional sampai ke perspektif global.

Perspektif geografi atau perspektif keruangan merupakan suatu kemampuan memandang


secara mendalam berkenaan dengan fenomena, proses, dan masalah keruangan permukaan bumi,
baik untuk masa lampau, saat ini terutama untuk masa yang akan datang. Pendekatan yang dapat
diterapkan pada perspektif keruangan ini, yaitu pendekatan sejarah dan kemampuan
memprediksi. Lingkup kajian perspektif keruangan ini berkembang mulai dari perspektif lokal,
perspektif regional, sampai ke perspektif global. Proses perspektif lokal misalnya perkampungan
yang satu dengan yang lain menjadi bersambung membentuk perkampungan yang lebih luas dari
perkampungan-perkampungan semula. Yang menghubungkan perkampungan dengan
perkampungan lainnya, yaitu karena ada jalan, alat angkutan atau transportasi, juga karena arus
manusia dan barang. Di sini terjadi proses sosial ekonomi dalam bentuk interaksi antarpenduduk
(manusia) dan saling ketergantungan (interdependensi) barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Dengan keadaan yang demikian, perspektif geografi tidak hanya terbatas pada ruang yang
disebut kampong atau perkampungan melainkan terdorong pada kawasan-kawasan yang lebih
luas.

Perspektif geografi atau perspektif keruangan itu tidak lagi melihat kawasan lokal semata,
melainkan telah menjangkau kawasan yang lebih luas. Oleh karena itu, perspektif geografi ini
dapat disebut perspektif regional. Pengertian region atau wilayah atau kawasan menurut Peter
Haggett (1975:6) adalah bagian dari permukaan bumi, baik alamiah maupun binaan manusia
yang membedakan diri dari areal yang ada di sekitarnya. Ukuran region luasnya bervariasi mulai
dari yang sempit seperti wilayah kabupaten, lebih luas lagi ke wilayah provinsi, dan lebih luas
lagi seperti Kawasan Timur Indonesia, Kawasan ASEAN, Kawasan Asia Pasifik, Kawasan
Timur Tengah, dan seterusnya.

Perspektif geografi atau perspektif keruangan yang paling luas adalah perspektif global.
Dalam bidang geografi dikenal adanya konsep dasar globalisme (Gabler, R.E., 1966:1361) dan
bumi sebagai suatu planet (James, P.E., 1979:115) yang mengungkapkan bahwa bumi sebagai
suatu global atau suatu planet itu berdampak luas terhadap kondisi alamiah dan kondisi
kehidupan yang mendunia. Dalam bentuk bumi sebagai globe atau planet, di permukaannya
terdapat sifat-sifat yang sama di seluruh dunia, dan sekaligus juga terdapat perbedaan. Perspektif
global, tidak lagi asing dalam studi geografi. Angin, arus laut, pasang surut, iklim, cuaca, selain
ada lingkup lokal dan regional, juga ada lingkup globalnya.

2. Perspektif Global dari Visi Sejarah


Emmanuel Kant pada Abad XVIII mengungkapkan bahwa sejarah dan geografi
merupakan ilmu dwitunggal, artinya jika sejarah mempertanyakan suatu peristiwa itu “kapan”
terjadi, pengungkapan itu masih belum lengkap jika tidak dipertanyakan “di mana” tempat
terjadinya. Dalam hal ini, dimensi waktu dengan ruang saling melengkapi. Dengan
dipertanyakan waktu dan tempatnya maka karakter peristiwa itu menjadi jelas.
Perspektif sejarah mengacu pada konsep waktu, atau kata lain perspektif sejarah itu sama
dengan perspektif waktu, terutama waktu yang telah lampau. Perspektif sejarah suatu peristiwa
membawa citra tentang suatu pengalaman masa lampau yang dapat dikaji untuk memprediksi
kejadian-kejadian yang akan datang. Perspektif global dari visi sejarah antara lain, perspektif
global tentang tokoh-tokoh, bangunan-bangunan, perang, pertemuan internasional, dan peristiwa-
peristiwa bersejarah yang memiliki dampak luas terhadap tatanan kehidupan global, dapat
dimunculkan dalam pendidikan sebagai acuan transformasi budaya serta pengembangan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) generasi muda untuk memasuki kehidupan global di hadapannya.
Mengenal tokoh-tokoh agama, para nabi, dan rasul yang tidak hanya berpengaruh
terhadap umatnya pada saat mereka masih hidup di kawasan lingkungannya masa itu, melainkan
tetap menjadi pola perilaku dan teladan secara global sampai saat ini. Tokoh sejarah bahkan
tokoh dunia yang demikian itu menjadi sorotan perspektif global bukan hanya darisudut pandang
sejarah, melainkan juga dari sudut pandang ilmu-ilmu lainnya.
Bangunan-bangunan bersejarah seperti Ka’bah dan Masjidil Haram di Mekkah, Piramida
di Mesir, Tembok Besar di Cina, Mesjid Taj Mahal di India, dan Candi Borobudur di Indonesia,
yang merupakan beberapa bangunan “keajaiban dunia” tidak hanya bernilai dan bermakna
sejarah, melainkan memiliki nilai global yang mempersatukan umat, nilai budaya dari aspek
arsitektur, nilai ekonomi dalam mengembangkan lapangan kerja, dan lain sebagainya. Secara
material, bangunan-bangunan semacam itu bukan hanya merupakan pengetahuan, melainkan
lebih daripada itu wajib dijadikannya acuan pendidikan mengenai nilai-nilai kemanusian,
budaya, bahkan keagamaan yang ada di dalamnya.
Berbagai perang di berbagai kawasan, terutama Perang Dunia yang tercatat sebagai
peristiwa sejarah, tidak hanya dilihat dari dahsyatnya penggunaan senjata dan kejamnya
pembunuhan umat manusia, namun dilihat dari sudut pandang global, dapat diungkapkan nilai
dan makna kemanusiaannya. Perang yang pada saat berlangsungnya sebagai ajang pertentangan
berbagai pihak atau berbagai Negara, ternyata setelah usai menjadi alat pemersatu berbagai
bangsa dalam memikirkan umat secara global. Pengalaman buruk dari perang telah menjadi alat
penyadar umat dunia untuk memikirkan hal-hal yang lebih bernilai dan bermakna bagi
kemanusian. Bahkan secara global, meningkatkan kemampuan IPTEK yang mendukung
kesejahteraan. Sebaliknya pengalaman negatif yang membawa malapetaka terhadap
penghancuran umat, menjadi acuan kewaspadaan bagi kepentingan bersama. Bagi kepentingan
pendidikan, perang yang merupakan peristiwa sejarah itu juga menjadi ajang meningkatkan
kesadaran, penghayatan, dan kewaspadaan peserta didik terhadap bahaya perang “modern” di
hari-hari mendatang.
Pertemuan internasional yang bernilai dan bermakna sejarah seperti antara lain
Konferansi Asia Afrika (1955) yang terkenal dengan “Semangat Bandung”, telah meningkatkan
kesadaran masyarakat Asia Afrika akan haknya sebagai umat yang memiliki hak untuk berdaulat
di negaranya sendiri, bernilai kemanusiaan yang meningkatkan martabat manusia di kawasan ini.
Peristiwa itu juga membukakan mata Negara-negara “maju” sebagai bekas penjajah terhadap arti
kemerdekaan bagi bekas Negara jajahan yang wajib diperhitungkan. Dari peristiwa sejarah
tersebut, telah menyadarkan masyarakat “Dunia Ketiga” terhadap pentingnya persatuan untuk
menghadap Negara-negara besar yang secara sosial budaya, sosial ekonomi, dan sosial politik
lebih kuat daripada negara-negara Dunia Ketiga yang bersangkutan. Perspektif global sejarah
yang demikianlah yang wajib diangkat dalam pendidikan.
3. Perspektif Global dari Visi Ekonomi
Menurut H.W. Arndt dan Gerardo P Sicat (1991:3, dalam Nursid 1999:2.9) ilmu ekonomi
adalah suatu studi ilmiah yang mengkaji bagaimana orang perorang dan kelompok-kelompok
masyarakat menentukan pilihan. Manusia mempunyai keinginan yang tidak terbatas. Untuk
memuaskan bermacam-macam keinginan yang tidak terbatas tersebut, tersedia sumber daya yang
dapat digunakan. Berbagai sumber daya ini tidak tersedia dengan bebas. Sumber daya ini langka
dan mempunyai berbagai kegunaan alternatif. Pilihan penggunaan dapat terjadi antara
penggunaan sekarang (hari ini) dan penggunaan hari esok (masa depan).
Berdasarkan konsep di atas, pembahasan ilmu ekonomi menyangkut beberapa aspek yang
meliputi:
a. Menentukan pilihan
b. Keinginan yang tidak terbatas
c. Persediaan sumber daya terbatas, dan bahkan ada yang langka
d. Kegunaan alternatif sumber daya
e. Penggunaan hari ini dan hari esok
Dari aspek-aspek yang telah dikemukakan tadi, jelas bahwa perspektif ekonomi terkait
dengan waktu, hari ini dan hari esok. Sedangkan apa yang diperspektifkan, terutama berkenaan
dengan keinginan yang “cenderung” tidak terbatas, persediaan sumber daya itu terbatas bahkan
langka, dan adanya penggunaan alternatif sumber daya.
Perspektif ke hari esok atau masa yang akan datang, terkait luas dengan pertumbuhan
penduduk, kemajuan dan penerapan IPTEK dalam proses produksi serta distribusi, kebutuhan
yang cenderung tidak terbatas kuantitasnya, dan akhirnya persediaan sumber daya yang terbatas
bahkan langka. Sedangkan penggunaan sumber daya alternatif, sangat berkaitan dengan IPTEK
dan kecenderungan kebudayaan.
Dari beberapa sumber daya khususnya sumber daya alam, ada yang dapat terbarukan
(tumbuh-tumbuhan, hewan) dan ada yang tidak dapat terbarukan (migas, batu bara). Sumber
daya yang sifatnya tidak terbarukan akan habis sekali pakai sehingga persediannya makin
terbatas. Sedangkan dipihak lain, kebutuhan terus meningkat karena pertumbuhan penduduk, dan
keinginan yang cenderung tidak terbatas. Kesenjangan ini bukan bersifat lokal atau regional,
melainkan telah menjadi masalah global. Di sini dituntut “kiat-kiat” ekonomi untuk menciptakan
keseimbangan antara konsumsi di satu pihak, dan produksi di lain pihak. Salah satu kiat itu,
bagaimana kemajuan dan penerapan IPTEK.
Dalam kondisi global yang penuh dengan kesenjangan, masalah dan tantangan, baik
ekonomi, sosial, budaya, politik, maupun lingkungan hidup, pengembangan dan pembinaan
akhlak menjadi kunci penyelamatan kehidupan dengan lingkungannya. Oleh karena itu, untuk
menghadapi perspektif global ekonomi berupa perekonomian pasar bebas, beralihnya kawasan
ekonomi maju dari Atlantik ke Pasifik, dan kebangkitan ekonomi Asia Afrika, kita Bangsa
Indonesia wajib siap mental dengan akhlak yang tinggi. Tantangan global di bidang ekonomi
tidak akan kunjung reda. Penyiapan SDM generasi muda Indonesia menghadapi Abad XXI
dengan arus globalnya wajib dirintis sedini mungkin. Sikap mental wiraswasta harus menjadi
cirri SDM mendatang. (Nursid, 1999:2.12)
4. Perspektif Global dari Visi Politik
Menurut Roger F. Soltau dalam Introduction to Politics (Miriam Budiarjo: 1991:9, dalam
Nursid, 1999:2.18): ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga
yang akan melaksanakan tujuan, hubungan negara dengan warganya, serta hubungan negara
dengan negara-negara yang lain. Dalam sorotan perspektif global, aspek hubungan dengan
negara lain merupakan hal yang pokok. Hubungan dengan negara lain, khususnya Negara
Republik Indonesia dengan negara tetangga yang kita sebut hubungan regional, dengan negara-
negara lain pada umumnya kita sebut hubungan antarnegara atau antarbangsa atau hubungan
internasional, dan akhirnya dengan semua negara di dunia ini, yang kita sebut hubungan global.
Dengan berpegang pada politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia terjun ke berbagai
kegiatan penyelesaian pertikaian politik seperti di kamboja, Filipina, Bosnia, Palestina, Israel,
dan lain-lain.Kegiatan tersebut lebih meningkatkan kedudukan Indonesia di bidang politik,
terutama politik luar negeri. Hal tersebut menjadi landasan kerja sama di bidang ekonomi.
Kepercayaan negara lain termasuk negara Adikuasa di bidang politik, lebih membuka jalan
kerjasama di bidang ekonomi. Bantuan ekonomi menjadi terbuka.
Stabilitas dan kemajuan politik Indonesia, khususnya politik luar negeri, berpengaruh
terhadap kondisi politik global. Hal ini dapat kita hayati tentang dampak Konferensi Asia Afrika.
Pimpinan dan pengaruh Indonesia dalam gerakan Non-Blok (GNB) terhadap kebangkitan di
Afrika dan Amerika Latin atau Negara-negara Selatan pada umumnya. Kebangkitan negara-
negara Selatan menumbuhkan perhatian Negara-negara Utara.Negara-negara yang terakhir ini
tidak lagi mengabaikan negara-negara Dunia Ketiga atau Negara-negara Selatan tersebut.
Peranan dan keberhasilan politik luar negeri Indonesia telah bergema secara global, baik di
Negara-negara Selatan maupun di Negara-negara Utara, termasuk Adikuasa.
Negara Republik Indonesia sebagai warga dunia, tidak dapat melepaskan diri dari
pengaruh perkembangan di negara lain, khususnya di negara yang telah maju, lebih khusus lagi
di negara-negara adikuasa. perkembangan di Uni Soviet, Republik Rakyat Cina, Jerman, Jepang,
dan Seterusnya, selalu ada pengaruh terhadap kehidupan politik, khususnya politik luar negeri
Indonesia. Paling tidak, Indonesia harus memperhitungkan kecenderungan dan peluang yang
akan terjadi akibat perubahan di negara lain itu.
Konsep glasnots (keterbukaan) dan perstroika (pembaruan) yang digagaskan oleh
Gorbachev, menjadi landasan terjadinya pendekatan antarnegara dikuasa Rusia dan Amerika
Serikat. Gerakan ini menjadi pokok pangkal berakhirnya perang dingin di antara negara-negara
yang bersangkutan. Kenyataan itu pula membawa dampak yang luas terhadap perubahan peta
politik dunia, terutama yang dialami oleh negara-negara Blok Timur yang di pimpin oleh Uni
Soviet.
Perubahan peta politik global telah dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia II. Mulai saat
itu banyak negara jajahan, termasuk di dalamnya Indonesia melepaskan diri dari negara penjajah.
Negara-negara tersebut yang secara politik sepenuhnya diatur oleh penjajah, setelah berakhirnya
PD II tersebut dituntut untuk mengatur politiknya sendiri. Setelah berakhir perang dingin
perubahan peta politik itu makin menonjol.
Penjajahan politik berakhir, namun penjajahan ekonomi makin gencar. Negara-negara
yang baru merdeka pada era pasca-Perang Dunia II secara politik telah merdeka namun, secara
ekonomi, mereka dijajah. Indonesia secara politik telah berhasil, telah menjadi negara yang
secara politik diperhitungkan oleh negara-negara lain.
5. Perspektif Global dari Visi Sosiologi
Menurut Frank H. Hankins (Fairchild, H.P. dkk., 1982: 302, dalam, Nursid: 1999:2.22),
Sosiologi adalah studi ilmiah tentang fenomena yang timbul akibat hubungan kelompok-
kelompok umat manusia, studi tentang manusia dan lingkungan manusia dalam hubungannya
satu sama lain. Dalam sosiologi, objek yang menjadi sorotan utamanya yaitu hubungan
antarmanusia, terutama dalam lingkungan yang terbentuk oleh manusia sendiri, atau yang
disebut lingkungan sosial. Hubungan sosial dan interaksi sosial yang dialami manusia dan
lingkungannya makin lama makin luas dan berkembang. Luasnya interaksi sosial mulai dari
keluarga, teman sepermainan, tetangga, tingkat lokal dusun, tingkat regional provinsi, dan
sampai ke tingkat global antarbangsa di dunia.
Interaksi sosial yang langsung (tatap muka) dan tidak langsung melalui berbagai media
yang makin intensif serta makin meluas, membawa perubahan sosial, kemajuan sosial yang
berdampak luas terhadap opini, kecerdasan, nalar dan wawasan manusia yang mengalaminya.
Pengetahuan, ilmu dan pengenalan teknologi yang terbawa oleh satu pihak kemudian diterima
oleh pihak lain melalui berbagai media, berdampak luas terhadap tatanan sosial, baik itu material
maupun non-material. Pakaian, peralatan, dan perangkat kasar yang lain, tidak hanya terbatas
digunakan serta dimanfaatkan oleh orang tertentu, melainkan telah memasuki kehidupan segala
lapisan masyarakat secara lokal, regional, bahkan juga global.
Tatanan non-material, nilai dan norma, juga mengalami pergeseran. Bersalaman, tepuk
punggung, tegur sapa ada ala Barat telah masuk ke dalam kehidupan orang Indonesia. Jenis
permainan, jenis olahraga dan jenis kesenian yang semula termasuk tradisional, dewasa ini telah
merambah segala penjuru dunia. Pertandingan olahraga, kunjungan dan pertukaran pemuda
pelajar, pertemuan pramuka (jambore), tingkat daerah, tingkat regional, tingkat nasional, serta
antarnegara, merupakan interaksi sosial yang meluas, paling tidak diwakili oleh kelompok yang
bertemu saat itu. Suasana dan peristiwa yang demikian itu, tidak hanya ketemu atau interaksi
manusianya saja, melainkan juga terjadi pertemuan berbagai aspek sosial yang terbawa oleh
kelompok-kelompok manusia itu. Hal demikian tidak hanya berdampak lokal, regional, nasional,
tetapi global.
Dari arus global dan interaksi sosial baik langsung maupun media tentu saja memiliki
dampak negatif dan dampak positif, dampak negatif itulah yang perlu di waspadai karena bisa
menjadi racun bagi kehidupan sosial. Masalah sosial yang mengglobal ini merupakan
penghancuran umat dalam jangka yang relatif cepat meracuni generasi muda. Harus menjadi
perhatian dan kepedulian kita bersama bahwa ada kelompok manusia yang bertujuan komersial,
bisnis dan barangkali juga tujuan politik secara sengaja melakukan penetrasi sosial budaya
dengan memanfaatkan media canggih yang dapat menghancurkan umat tadi. keberadaan media
elektronik dengan suasana terbuka pada kondisi global saat ini, tidak lagi dapat dibendung.
pembendungannya terletak pada akhlak, mental, dan moral yang kuat pada diri masing-masing,
terutama pada diri pembuat keputusan di tingkat nasional dan internasional.
Horton dan Hun (1976: 22, dalam Nursid, 1999:2.22) sosiologi didefinisikan sebagai
studi ilmiah tentang kehidupan sosial umat manusia, harus mengembangkan kemampuan
perspektif global dalam menyimak masalah-masalah global yang mengancam kehidupan umat
manusia, yang selanjutnya mengembangkan metode-metode operasional alternatif pemecahan
masalah-masalah tadi.
6. Perspektif Global dari Visi Antropologi
Antropologi, khususnya Antropologi Budaya menurut Koentjaraningrat (1990: 1112)
dikatakan sebagai pengganti Ilmu Budaya, merupakan studi tentang manusia dengan
kebudayaannya. Sedangkan oleh E.A Hoebel (Fairchild, H.P dkk., 1982: 12) didefinisikan
sebagai studi tentang manusia dengan pekerjaannya, lebih menitikberatkan kepada kebudayaan
sebagai hasil pengembangan akal pikiran manusia. (dalam Nursid, 1999:2.25)
Sudut pandang Antropologi terhadap perspektif global, terarah pada keberadaan dan
perkembangan budaya dengan kebudayaan dalam konteks global. Namun sorotan dan kajiannya
tidak terlepas mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, internasional sampai ke tingkat global
yang sedang mengarus saat ini.

Keterangan:

I. Lokal
II. Nasional/ Regional
III. Internasional/ Interegional
IV. Global
Hakikatnya, perkembangan aspek kehidupan apa pun yang mengarus mulai dari tingkat
lokal sampai ke tingkat global, dasarnya terletak pada budaya dengan kebudayaan yang menjadi
milik otentik umat manusia. Makhluk hidup, apakah itu tumbuh –tumbuhan ataukah hewan,
tidak mungkin dapat mengubah tatanan kehidupannya sampai mengglobal. Di sinilah letak
keunikan umat manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lain non-manusia. Contoh
perkembangan kemajuan di sekitar seperti bangunan dari gubuk, rumah darurat, rumah permanen
sampai gedung bertingkat pencakar langit. jalan mulai jalan setapak, jalan desa, jalan kabupaten,
jalan provinsi, jalan negara sampai jalan tol yang dilengkapi dengan jembatan layang. Kendaraan
mulai dari yang didorong/ditarik oleh manusia, ditarik oleh hewan, kendaraan bermotor, sampai
kendaraan ruang angkasa.Semua tidak lain hasil dari pengembangan akal pikiran manusia atau
hasil pengembangan budaya sebagai perkembangan kebudayaan.
Sudut pandang Antropologi terhadap perspektif global, berarti mengamati, menghayati,
dan memprediksi perkembangan kebudayaan secara menyeluruh yang aspek serta unsur-
unsurnya itu berkaitan satu sama lain terintegrasi dalam kehidupan umat manusia. Secara
perspektif, meningkatnya pendapatan masyarakat (ekonomi) terkait dengan meningkatnya
kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan dirinya menggunakan peralatan mengolah sumber
daya (budaya). Hal itu tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang diperoleh (budaya) dalam arti
yang seluas-luasnya, formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari interaksi sosial (sosiologi-sosial) yang dilakukan
oleh anggota-anggota masyarakat bersangkutan. Suasana kondusif terselenggaranya pendidikan
sangat ditentukan oleh ketentraman, jaminan peraturan, kepemimpinan, dan pemerintahan yang
stabil (politik), sehingga terdapat serta tumbuh ketenangan hati dan kesadaran dalam diri anggota
masyarakat tadi (psikologi).
Dalam kehidupan umat manusia yang makin terbuka, persilangan kebudayaan, bukan
hanya merupakan tantangan, melainkan sudah menjadi kebutuhan, kenyataanyya negara-negara
di dunia termasuk Indonesia, secara sengaja melakukan pertunjukan kesenian keliling dunia,
kunjungan anggota DPR ke seluruh dunia, pertukaran pelajar-pelajar antarnegara, belum lagi
pertemuan internasional berbagai pakar dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam suasana
yang demikian, manusia menjadi dutanya berinteraksi, sedangkan aspek budaya yang dibawa
dan dibawakan bercampur-baur. Dalam kondisi yang demikian, disadari atau tidak, terjadi
persilangan unsur-unsur kebudayaan. Proses yang demikian, tidak dapat dicegah bahkan
dilakukan secara sengaja. Pada aspek-aspek tertentu, bahkan direncanakan secara sistematik.
Demikianlah proses globalisasi budaya yang secara sengaja dilakukan oleh kelompok-kelompok
manusia, dan bahkan oleh negara-negara di dunia ini.
7. Perspektif Global dari Visi IPTEK
Pengetahuan merupakan pengalaman yang bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh
sejak ia dilahirkan. Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah ataupun tidak, sudah pasti
memiliki pengetahuan. Namun yang namanya pengetahuan, sifatnya acak. Bagi kita manusia,
pengetahuan itu sangat potensial. Hanya, dalam kehidupan yang makin berkembang dan penuh
tantangan, pengetahuan acak tadi, nilai fungsionalnya tidak mencapai tingkat yang optimum
untuk menghadapi tantangan dan memecahkan masalah yang makin rumit. Oleh karena itu,
pengetahuan yang acak itu wajib ditingkatkan menjadi ilmu.
Pengetahuan yang acak dan terbuka, melalui proses yang panjang diorganisasikan serta
disusun menjadi bidang-bidang filsafat, humaniora dan ilmu. Selanjutnya ilmu itu
dikelompokkan menjadi ilmu eksak atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) serta Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS). Ciri-ciri bila dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan terbuka terletak
pada adanya sistematik, objek kajian,ruang lingkup kajian dan metode yang diterapkan serta
dikembangkannya. Pengetahuan tidak memiliki ciri-ciri yang demikian. Pengetahuan dengan
ilmu hubungannya sangat erat. Oleh karena itu, dalam konsep ilmu, biasa juga disebut ilmu
pengetahuan. Sebutan atau panggilan yang demikian diterapkan pada panggilan Ilmu
Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pengetahuan apalagi ilmu (ilmu pengetahuan) fungsional dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Dengan pengetahuan, pemanfaatan benda, alat, senjata dan juga hewan menjadi
judah dan terarah untuk mencapai hasil. Apalagi setelah pengetahuan itu tersusun menjadi ilmu
atau ilmu pengetahuan, penerapannya memanfaatkan benda, alat,senjata dan hewan tadi menjadi
lebih baik lagi. Penerapan pengetahuan dan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari untuk
menghasilkan sesuatu, membuahkan kemampuan yang disebut teknologi. Oleh karena itu,
Brown & Brown (1980:2) mengungkapkan, Teknologi adalah penerapan pengetahuan oleh
manusia untuk mengerjakan suatu tugas yang dikehendakinya. Dengan demikian teknologi itu
dapat dikatakan sebagai penerapan praktis pengetahuan untuk mengerjakan sesuatu yang kita
inginkan. Sedangkan Marwad Daud Ibrahim (Yudi Latif, editor, 1994:17) mengemukakan:
“Sekandar upaya untuk menyamakan presepsi, kiranya perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan ilmu pengetahuan disini adalah suatu jawaban sistematis dari kata “mengapa”(know
why). Sedangkan teknologi adalah jawaban praktis dari pernyataan “bagaimana” (know how).
Dengan teknologi orang lalu memanfaatkan gejala alam, bahkan bisa mengubahnya”.
Dari dua pernyataan tadi dapat disimpulkan secara sederhana teknologi itu tidak lain
adalah penerapan pengetahuan dan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan pengetahuan
tentang cara memanfaatkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Selanjutnya dapat dikemukakan antara penggetahuan dengan ilmu (ilmu pengetahuan)
dan teknologi hubungannya sangat erat. Oleh karena itu dalam ucapan sehari-hari diungkapkan
sebagai ilmu pengethuan dan teknolohi yang singkatan populernya IPTEK. Perkembangan
peradaban masyarakat manusia dari waktu ke waktu ditandai oleh perkembangan IPTEK ini.
Untuk mengetahui sejarah perekonomian masyarakat manusia yang dimulai kemampuan
yang paling rendah sampai kepada kemampuan yang paling canggih saat ini. Untuk mengetahui
perkembangan tersebut, ikhtisarnya akan disampaikan sebagai berikut:
a. Masyarakat peramu pangan sederhana, kemampuannya hanya mengumpulkan bahan pangan
baik di darat (hutan, sabana, padang rumput) maupun diperairan (sungai, danau, rawa,
pantai).
b. Masyarakat peramu pangan lebih maju, kemampuan memungut bhan pangan sudah
berkembang dengan menggunakan peralatan tombak, panah untuk berburu dan menangkap
ikan serta menggunakan tongkat (sejenis linggis dari kayu) untuk mencari bahan pangan di
darat.
c. Pertanian sederhana dan penggembalaan mulai melakukan cocok tanam meskipun hanya
menggunakan tongkat untuk membuat lubang ditanah sebagai tempat benih tanaman. Belum
dilakukan pencangkulan, pupuk maupun pengairan. Perburuan binatang didarat berkurang,
sudah mulai dilakukan penggembalaan.
d. Pertania lebih maju telah menggunakan alat pertanian yang lebih maju seperti, semacam
cangkul, pemeliharaan tanaman, dan secara terbatas dilakukan pemupukan. Memanfaatkan
hewan untuk membantu mengolah tanah. Hewan peliharaan mulai dikandangkan
(peternakan sederhana). Pada masa ini telah terjadi revolusi hijau, terjadi perubahan yang
berarti dalam cocok tanam menggunakan peralatan yang lebih baik, secara terbatas
dilakukan pemupukan dan pengairan.
e. Masyarakat pengrajin mulai membuat peralatan, barang anyaman sederhana. Membuat
barang gerabah (keramik kasar sederhana).
Dalam tahap-tahap perkembangan cara memenuhi kebutuhan kebutuhan (perekonomian)
tentu saja terjadi juga perkembangan teknologinya. Teknologi tau lebih terpadu IPTEK, mulai
hanya dari memanfaatkan anggota badan (tangan,kaki) menggunakan peralatan sederhana
sampai peralatan yang lebih baik seperti linggis dari kayu, cangkul dari batu dan seterusnya.
Pada tahap perajinan, khususnya dalam membuat gerabah, api telah dimanfaatkan oleh
masyarakat. Pemanfaatan api ini, membawa perkembangan IPTEK lebih maju lagi. Dari deretan
perkembangan tadi, sesungguhnya kita telah menerapkan kajian perspektif IPTEK atau lebih luas
lagi perspektif budaya. Tinjauan diatas lebih melihat perkembangan pada masyarakat sederhana
(masyarakat primitif).
Selanjutnya dengan menerapkan pendekatan perspektif budaya Alvin Toffler dalam
bukunya yang berjudul Gelombang Ketiga (1980) mengemukakan tiga tahap perkembangan.
Ikhtisar secara singkat sebagai berikut (Toffler, 1980:10):
Gelombang pertama : Ribuan tahun yang lalu telah terjadi perubahan
besar dalam bercocok tanam sederhana menjadi pertanian
yang paling maju. IPTEK pertanian yang lebih maju dari
periode sebelumnya, telah diterapkan dan dimanfaatkan.
Saat itu terjadi revolusi hijau.
Gelombang kedua : Tiga ratus tahun yang lalu tepatnya pada abad
XVII dengan ditemukan mesin uap mesin pemintal kapas
proses produksi di sektor industri cepat meningkat.
Perkembangan kemajuan dan penerapan IPTEK di bidang
produksi dan industri terjadi lonjakan sehingga periode ini
dikenal sebagi revolusi industri.
Gelombang Ketiga : Pada abad ini (XX) kemajuan IPTEK
elektronik maju dengan cepat radio, TV dan telepon maju
dengan cepat, termasuk penerapannya. Melalui media
elektronik ini berita dan peristiwa cepat tersiar ke seluruh
dunia. Dengan dimanfaatkannya satelit komunikasi
penyiaran TV semakin meluas, informasi semakin cepat
merambah. Oleh karena itu pada abad XX, telah terjadi
revolusi informasi. Melalui revolusi informasi proses
globalisasi berbagai aspek kehidupan makin dipacu.
Jika abad XX ini oleh Toffler disebut gelombang ketiga yang ditandai oleh revolusi
informasi, J. Naisbitt (1982) menjulukinya sebagai abad informasi. Pada abad ini segala
kemajuan sebelumnya mulai dari lonjakan IPTEK dalam bidang pertania yang dikenal dengan
revolusi hijau kemajuan dan penggunaan berbagai mesin dalam proses produksi yang dikenal
dengan revolusi industri makin meningkat dan makin meluas. IPTEK dibidang informasi sebagai
sarana penyebarluasan berbagai penemuan dan kemajuan makin memicu proses
globalisasi.kemajuan IPTEK dibidang industri petrokimia dan bioteknologi juga mendukung
revolusi hijau yang lebih maju serta lebih canggih. Rekayasa mekanik, kimiawi, biotik dan sosial
makin memacu proses produksi, baik dibidang pertanian maupun dibidang industri. Revolusi
hijau dipacu oleh revolusi industri dan disebarluaskan secara global oleh revolusi informasi.
Kondisi yang demikian itu berkat perkembangan kemajuan penerapan dan emanfaatan IPTEK.
Kita sebagai umat beragama wajib bersyukur. Namun juga wajib waspada. Berikut pernyataan
Marwah Daud Ibrahim (Yudi Latif, editor: 1994: 17, dalam Nursid, 1999:2.34) berikut ini:
“Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa gerangan fungsi IPTEK dan implementasi
logisnya bagi sosok kebudayaan suatu masyarakat, lalu tindakan apa yang harus diambiluntuk
mengoptimalisasikan Rahmat dan meminimalkan Laknat dari kehadiran teknologi yang
bermata dua ini. Inilah yang akan menjadi pusat perhatian diskusi kita selanjutnya”.
Seperti yang dinyatakan David Turney, Marwah Daud Ibrahim melihar bahwa teknologi
atau secara yang lebih lengkap IPTEK mengandung dilema atau bermata dua. Oleh karena itu
disatu pihak kita bersyukur menikmati rahmat dampak positif dari IPTEK itu namun dipihak lain
kita wajib waspada dari dampak negatif yang menimbulkan laknat malapetaka yang menimpa
lingkungan hidup yang pada akhirnya juga mengancam kehidupan RahmatNya, setelah diamati
bukan hanya telah mengglobal melainkan telah mengangkasa. IPTEK telah berhasil menciptakan
pesawat, bahkan satelit komunikasi juga memacu dersnya informasi.
Berbagai stasiun TV telah memanfaatkan penyiaran globalnya melalui satelit komunikasi
ini. Sedangkan dampak negatif yang membawa laknat juga telah mengglobal. Berbagai
pencemaran yang telah berpengaruh terhadap kesehatan fisikbiologis dan mental psikologis juga
telah mengglobal. Dampak negatif perkembangan kemajuan dan penerapan IPTEK yang
menghasilkan berbagai ketimpangan itu oleh Toffler (1976) disebut sebagai Guncangan Hari
Esok (Future Shock) tidak hany guncangan fisik (pshysial shcok) melainkan juga goncangan
kejiwaan (psychologgical schock)penyakit- penyakit yang timbul dimasyarakat yang telah
mengglobal. Ketegangan urat syaraf, darah tinggi, sadisme, kriminalitas, mabuk dsb. Sudah
bukan masalah fisik biologis dan mental psikologis di negar-negara tertentu melainkan telah
meluas ke berbagai negara dipenjuru dunia. IPTEK dibidang komunikasi informasimenjadi salah
satu sarana. Disinilah letak tuntutan bagi dunia pendidikan dalam arti seluas-luasnya untuk
menciptakan kiat mengatasi dampak negatif IPTEK terhadap guncangan fisik dan psikologis
tadi.
8. Perspektif Global dari Visi Psikologi Sosial dan Humaniora
Psikologi sosial adalah cabang ilmu psikologi yang meneliti dampak atau pengaruh sosial
terhadap perilaku manusia. Psikologi sosial menganalisis cara seseorang berinteraksi dengan
orang lain, baik secara tunggal atau dalam bentuk kelompok besar. Psikolog sosial juga
membahas pengaruh budaya seperti iklan, buku perilaku, film, televisi, dan radio, melihat cara
ini dampak pengaruh di mana manusia.
Humaniora adalah ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan dalam berbagai bidang
pengetahuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya.
Kategori yang tergolong dalam ilmu humaniora :
a. Teologi = ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
beragama.
b. Filsafat = ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-
ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi dan politik.
c. Filologi = ilmu yang mempelajari bahasa dalam sumber-sumber sejarah yang ditulis, yang
merupakan kombinasi dari kritik sastra, sejarah, dan linguistik.
DAFTAR PUSTAKA

Kuswaya, Wihardit. 2014. Perspektif Global. Jakarta: Jurnal Hakikat Perspektif Global
Repository UT. Vol.2, No. 1:3-10
Makagiansar, M., Sudarmono P., Hamijoyo, S. 1990. Mimbar Pendidikan: Dampak Globalisasi.
Jurnal Pendidikan No. 4 Tahun IX Desember 1990. Bandung: University Press IKlP
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai