Anda di halaman 1dari 21

UPAYA DAN STRATEGI PEMELIHARAAN

LINGKUNGAN HIDUP

(Makalah Ilmu Lingkungan)

Oleh:

Hafidzah Zahratunnisa 3425162692

Hilmi Febriyani 3425160691

Rimbi Brahma Cari 3425161050

Program Studi Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Jakarta

2017
UPAYA PEMELIHARAAN LINGKUNGAN

Memelihara lingkungan, berarti kita juga turut mengelola


lingkungan. Pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas
dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan lingkungan
secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan suatu
daerah yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan.
Ketiga, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan
dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek
pembangunan yang sedang direncanakan. Keempat, ialah perencanaan
pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami
kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

Soemarwoto, Otto. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.


Yogyakarta: Djambatan.

Menurut Agustinus Lonis, beberapa usaha yang mestinya


dilakukan oleh manusia dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, yaitu
upaya rekonsiliasi, perubahan konsep atau pemahaman tentang alam dan
menanamkan budaya pelestari.

1. Upaya Rekonsiliasi

Kenyataan kerusakan lingkungan hidup dan efeknya terus


berlangsung dan terjadi. Manusia cenderung untuk menangisi nasibnya.
Lama-kelamaan tangisan terhadap nasib itu terlupakan dan dianggap
sebagai hembusan angin yang berlalu. Bekas tangisan karena efek dari
kerusakan lingkungan yang dialaminya hanya tinggal menjadi suatu
memori untuk dikisahkan. Tapi perlu diingat bahwa tidaklah cukup jika
manusia hanya sebatas menangisi nasibnya, tetapi pada kenyataannya
tidak pernah sadar bahwa semua kejadian tersebut adalah hasil dari suatu
perilaku dan tindakan yang patut diperbaiki dan diubah.

Setiap peristiwa dan kejadian alam sebagai akibat dari kerusakan


lingkungan hidup merupakan suatu pertanda bahwa manusia mesti sadar
dan berubah. Upaya rekonsiliasi menjadi suatu sumbangan positif yang
perlu disadari. Tanpa sikap rekonsiliasi, maka kejadian-kejadian alam
sebagai akibat kerusakan lingkungan hidup hanya akan menjadi langganan
yang terus-menerus dituai.

Lalu, usaha manusia untuk selalu menghindarkan diri dari akibat


kerusakan lingkungan hidup tersebut hendaknya bukan dipahami sebagai
suatu kenyamanan saja. Tetapi justru kesempatan itu menjadi titik tolak
untuk memulai suatu perubahan. Perubahan untuk dapat mencegah dan
meminimalisir efek yang lebih besar. Jadi, sikap rekonsiliasi dari pihak
manusia dapat memungkinkannya melakukan perubahan demi
kenyamanan di tengah-tengah lingkungan hidupnya.

2. Perubahan Konsep Manusia Tentang Alam

Salah satu paham yang mungkin menjadi akar permasalahan


seputar kerusakan lingkungan hidup adalah terjadinya pergeseran konsep
manusia tentang alam. Berbagai fakta kerusakan lingkungan hidup yang
terjadi di dalam tanah air kita tidak lain adalah hasil dari suatu pergeseran
pemahaman manusia tentang alam. Cara pandang tersebut melahirkan
tindakan yang salah dan membahayakan. Misalnya, konsep tentang alam
sebagai obyek. Dan tindakan dan perilaku manusia dalam mengeksplorasi
alam terus terjadi, tanpa disertai suatu pertanggung jawaban bahwa alam
perlu dijaga keutuhan dan kelestariannya.

Oleh karena itu, tak jarang pula binatang-binatang yang seharusnya


dilindungi pada akhirnya menjadi korban perburuan manusia-manusia
yang tidak bertanggung jawab. Pemabalakan liar yang terjadi pun tak
dapat dibendung lagi. Pencemaran tanah dan air sudah menjadi lagu lama
yang terus dinikmati. Dan permasalahan seputar polusi telah menjadi
semacam udara segar yang terus dihirup manusia tanpa menyadari bahwa
terdapat kandungan toksin yang membahayakan. Jadi, di sini alam
merupakan obyek yang terus menerus dieksplorasi dan dipergunakan
sejauh manusia membutuhkannya.
Berhadapan dengan kenyatan demikian, maka menurut saya perlu
suatu perubahan konsep yang baru. Konsep yang dimaksud adalah melihat
alam sebagai subyek. Konsep alam sebagai subyek berarti manusia dalam
mempergunakan alam membutuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab.
Di sini tampak bahwa manusia dalam kesaksian hidupnya dapat
menghargai dan mempergunakan alam secara efektif dan bijaksana.
Misalnya, orang Papua memahami alam sebagai ibu yang memberi
kehidupan. Artinya alam dilihat sebagai ibu yang daripadanya manusia
dapat memperoleh kehidupan. Oleh karena itu, tindakan yang merusak
lingkungan secara tidak langsung telah merusak kehidupan itu sendiri.

3. Membangun Budaya Pelestari

Kedua upaya melestarikan lingkungan hidup sebagaimana yang


telah saya uraikan diatas akan dapat tercapai, jika manusia sungguh-
sungguh berusaha membangun dan menanamkan suatu budaya pelestari.
Dengan semangat budaya pelestari, manusia senantiasa mempertimbangan
segi baik dan buruknya dalam mempergunakan hasil alam. Segi yang baik
bahwa manusia bertindak selektif dan mengambil apa yang memang
dibutuhkan tanpa bersikap boros. Dengan demikian, manusia telah dengan
sendirinya merasa sebagai bagian dari alam yang mesti dijaga
kelestariannya.

Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah menanamkan budaya


pelestari tersebut kepada anak-anak sejak berada di bangku pendidikan.
Misalnya pemberian porsi yang lebih kurang banyak tentang persoalan
lingkungan hidup agar terbangunlah semangat kesadaran untuk
menghargai dan menghormati lingkungan tempat tinggalnya. Tidak
sebatas itu saja, tetapi perlu juga membiasakan anak-anak untuk terlibat
dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup. Jadi, adanya perpaduan
antara teori dan praktek.

Penanaman budaya pelestari yang dilakukan sejak dini merupakan


suatu upaya yang sangat efektif dalam mengatasi persoalan kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi. Tentunya di sini membutuhkan partisipasi
dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga dan juga dalam seluruh
proses pendidikannya di bangku sekolah. Dengan demikian, melalui
pembiasaan yang dilakukan secara kontinyu tersebut generasi yang akan
datang semakin menyadari akan pentingnya menjaga kelestarian
lingkungan hidup. Selanjutnya, proses penyadaran tersebut juga dapat
dilakukan sebagai kebiasaan yang turut membentuk rasa tanggung jawab
manusia dalam mempergunakan lingkungan hidup.

http://tempo-institute.org/upaya-pelestarian-lingkungan-hidup/ (diunduh
pada 18 September 2017, pukul 21.50)

AMDAL

1. Rencana Pengelolaan Lingkungan

1.1 Arti dan Tujuan


Analisis dampak lingkungan bertujuan agar lingkungan dapat
mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Dengan kata lain
perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh adanya pembangunan, baik
yang direncanakan maupun yang terjadi di luar rencana, tidak akan
menurunkan atau menghilangkan kemampuan lingkungan untuk
mendukung kehidupan ke arah tingkat kualitas hidup yang lebih tinggi.
Untuk mencapai tujuan akhir ini, Andal haruslah berupa Rencana
Pengelolaan Lingkungan.
Rencana pengelolaan Lingkungan tersebut terdiri atas dua bagian, yaitu:
Rencana Penanganan Dampak, dan
Rencana Pemantauan Dampak
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) merupakan bagian dari
Amdal, suatu proyek yang membahas penyusunan RKL dari suatu proyek
yang akan dibangun atau proyek yang sudah dibangun tetapi belum ada
RKL-nya. Studi Andal telah selesai setelah disetujui oleh tim yang
mengevaluasi, tetapi RKL, RPL dan aktivitas pengelolaan lingkungan
akan selalu dijalankan selama proyek masih berjalan atau sampai tahap
reklamasi.

1.1.1 Rencana Penanganan Dampak

Tujuan penanganan dampak adalah memperbesar dampak positif


dan memperkecil dampak negatif. Dengan demikian manfaat yang dapat
diambil dari proyek pembangunan tersebut akan menjadi semakin besar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penangan dampak adalah:

Pertama, penanganan dampak harus mencangkup pertimbangan


lingkungan karena pada dasarnya penanganan terhadap suatu dampak akan
menimbulkan dampak lain. Yang diharapkan tentunya adalah dampak
positif.

Kedua, beberapa jenis dampak hanya membutuhkan penanganan


sederhana dan dampaknya terhadap lingkungan sangatlah kecil sehingga
dampak dampak dari penanganan tersebut dapat diabaikan.

Ketiga, penanganan dampak diawali dari pemilihan alternatif


proyek. Pada umumnya preferensi pemilihan diberikan pada alternatif
yang tidak atau sedikit mempunyai dampak negatif. Pertimbangan lain
adalah apakah tersedia teknologi yang tersedia untuk menangani dampak
yang diprakirakan.

Keempat, penanganan dampak membutuhkan biaya. Biaya ini


harus diperhitungkan dalam anggaran belanja, sehingga hasil akhir
perhitungan biaya atau manfaat ekonomi masih tetap menguntungkan.
Dengan kata lain, penanganan dampak tersebut harus layak ekonomi.

Kelima, walaupun penanganan dampak juga mencangkup


penanganan dampak positif dalam bentuk usaha untuk memperbesarnya,
pihak pemrakarsa proyek pada umumnya kurang berminat untuk
memanfaatkan dampak positif ini. Hal ini biasanya disebabkan oleh
terbatasnya anggaran belanja, dan dampak positif tersebut di luar bidang
minat, usaha atau tugas pemrakarsa.

1.1.2 Metode Penanganan Dampak

Penanganan dampak dapat dilakukan secara ad hoc untuk dampak


yang kecil dan penanganannya tidak menimbulkan dampak yang
signifikan terhadap lingkungan. Untuk dampak penanganannya bersifat
lintas-sektoral dan penanganan itu mempunyai dampak yang luas,
penanganannya harus menjadi bagian integral dari pengelolaan lingkungan
proyek.

Metode penanganan dampak sangat tergantung pada jenis dampak.


Misalnya, dampak debu terhadap kesehatan pekerja dapat ditangani
dengan penggunaan masker. Penanganan dengan cara ini dapat dilakukan
seacra ad hoc. Untuk mengekstrapolasi metode penanganan dampak yang
telah diketahui sangatlah berguna menggunakan matriks dan daftar uji.

Ruang lingkup penanganan dampak:

Pengendalian sumber penyebab dampak, misalnya melalui baku


mutu pencemaran dan baku mutu keamanan.
Pengendalian pendedahan, misalnya persyaratan perencanaan
tindakan dalam kesehatan masyarakat.

1.1.3 Rencana Pemantauan Dampak

Dalam hubungannya dengan Andal, pemantauan adalah suatu


proses pengukuran, pencatatan, analisis dan pelaporan informasi yang
berkesinambungan tentang dampak. Di dalam PP No. 29 Tahun 1986,
Rencana Pemantauan Dampak (RPL) harus dibuat setelah Andal disetujui
oleh instansi yang berwenang.

Hasil pemantauan merupakan bahan untuk melakukan evaluasi atas


kebijaksanaan yang telah diambil oleh pengambil keputusan berdasarkan
laporan Andal, apakah tidak perlu perbaikan atau penyempurnaan.

Menurut apa yang dipantau, maka pemantauan dapat dibagi dalam:

Pemantauan sumber penyebab dampak (pemantauan emisi),


misalnya limbah.
Pemantauan lingkungan yang terkena dampak (pemantauan
ambien), misalnya populasi ikan dan kualitas udara.

Keduanya harus dilakukan karena data dari kedua aktivitas tersebut saling
mengisi. Petunjuk tentang apa yang harus dipantau didapatkan dari hasil
prakiraan dan evaluasi dampak.

Berdasarkan komponen-komponen lingkungan yang terkena dampak,


pemantauan dibedakan menjadi:

Pemantauan di bidang fisik dan kimia.


Pemantauan di bidang biologi.
Pemantauan di bidang sosial-ekonomi.
Pemantauan di bidang sosial-budaya.

1.1.3.1 Manfaat Pemantauan


Manfaat dari pemantauan lingkungan bukan hanya mengetahui
dampak dari proyek saja tetapi yang lainnya juga.

Secara ilmiah Duinker (1983) merumuskan manfaat dari


pemantauan adalah:

Untuk menguji dampak, agar dapat lebih mengetahui sistem dalam


lingkungan dan untuk di kemudian hari akan dapat meningkatkan
kemampuan dalam pendugaan.
Untuk menguji efektivitas dan aktivitas atau teknologi yang digunakan
untuk mengendalikan dampak negatif.
Untuk mendapatkan tanda peringatan sedini mungkin mengenai
perubahan lingkungan yang tidak dikehendaki sehingga perbaikan
suatu tindakan dapat lebih disempurnakan.
Untuk mengumpulkan bukti-bukti sehubungan dengan tuntutan ganti
rugi.

1.1.3.2 Ruang Lingkup Pemantauan

Pedoman pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986


tentang Amdal yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juni 1986, yang
dikeluarkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
menyajikan ruang lingkup sebagai berikut:
Jenis dampak penting
Uraian secara jelas tentang dampak penting maupun dampak
lainnya yang akan dipantau.
Faktor lingkungan yang dipantau
Pemantauan faktor lingkungan ini dapat dilakukan terhadap
sumber dampak lingkungan dan akibat yang ditimbulkan oleh
dampak tersebut terhadap lingkungan.
Tolok ukur dampak
Tolok ukur ini dapat meliputi aspek biogeofisik dan atau aspek
sosial-ekonomi dan sosial-budaya.
Lokasi
Uraian tentang lokasi yang tepat untuk memantau dampak dengan
melampirkan peta berskala memadai yang memuat lokasi dan
tapak pemantauan termasuk dimensi ruangnya.
Periode Pemantauan
Uraian tentang frekuensi waktu pemantauan yang menyangkut saat
pemantauan dilaksanakan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk memantau suatu jenis dampak.

1.1.4 Sistem Pengelolaan Lingkungan

Dalam menyusun suatu Sistem Pengelolaan Lingkungan (SPL) ada


tiga faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:

Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan tersebut dan


pengelolaan lingkungan apa yang harus dilakukan?
Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi maka akan
ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan,
dan teknologi apa yang dipakai agar hasilnya sesuai dengan baku
mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan
melakukan pengelolaan lingkungan secara terpadu, maka teknologi
yang akan digunakan tergantung pada kemampuan biaya yang akan
dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek sebagai
sumber pencemar.

Berdasarkan ketiga faktor tersebut, maka pendekatan SPL dapat


disusun melalui:

Instansi pelaksana pengelolaan lingkungan dan pengawasan dari


pelaksanaan.
Cara dan teknologi pengelolaan lingkungan.
Biaya pengelolaan lingkungan.

1.1.4.1 Instansi Pelaksana dan Pengawas


Prinsip dasar yang harus dipegang oleh berbagai instansi yang
terlibat dalam pengelolaan lingkungan adalah pengelolaan lingkungan
secara terpadu. Agar dapat terpadu dengan baik maka dibutuhkan instansi
yang mengkoodinasikan sistem pengelolaan lingkungan tersebut. Upaya
mencapai keterpaduan ini perlu ditunjang oleh peraturan atau pedoman
yang jelas mengenai Siapa dan berbuat apa.

1.1.4.2 Teknologi Pengelolaan Lingkungan

Beberapa pendekatan yang dapat diambil dalam kaitannya dengan


teknologi pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

Mencegah kemunduran potensi sumber daya alam yang dikelola dan


sumber daya lain di luar proyek. Usaha ini ditujukan pada proyek-
proyek yang mengelola SDA yang dapat diperbaharui, misalnya
proyek-proyek yang mengelola perikanan, pertanian, perkebunan dan
kehutanan. Beberapa contoh usaha yang dapat dilakukan:
o Mencegah merosotnya kesuburan tanah.
o Mencegah timbulnya erosi tanah.
o Mencegah menurunnya kualitas air, dsb.
Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Berbagai cara atau sistem
diusahakan untuk menghadapi limbah B3 ini, di antaranya:
o Mendaur ulang limbah.
o Dinetralisasi oleh alam.
o Dinetralisasi melalui proses kimia atau proses biologis.
o Mengubah desain mesin dan/atau prosesnya.
o Mengganti bahan baku dan/atau bahan kimia yang digunakan
oleh proyek sehingga dapat menghasilkan limbah dengan
kandungan B3 yang lebih rendah.
o Mengisolasi dan menyimpan limbah agar tidak tersebar ke
alam. Cara ini biasanya digunakan untuk limbah yang harus
dinetralkan atau dikurangi kandungan B3-nya sampai di bawah
baku mutu.
1.1.4.3 Bantuan Ekonomi

Usaha pengelolaan lingkungan sering membutuhkan biaya yang


tidak sedikit. Proyek yang mempunyai kondisi seperti ini perlu
mendapatkan bantuan, keringanan, dan insentif. Adapun insentif tersebut
dapat berupa:

Pembebasan pajak impor atas alat-alat pengelolaan lingkungan.


Memberikan pinjaman atau kredit lunak jangka panjang khusus untuk
pembelian peralatan tersebut.
Kemudahan perizinan impor peralatan tersebut.
Pemerintah ikut membantu, baik dalam peralatan dan/atau operasinya,
misalnya untuk industri rakyat yang modalnya relatif kecil.

1.1.4.4 Sosial-Ekonomi Masyarakat

Memberikan ganti rugi kepada masyarakat. Ganti rugi ini dapat


diberikan dalam bentuk:

Uang.
Mengangkat mereka sebagai karyawan tetap.
Meningkatkan pengetahuan mereka tentang cara menghindari limbah.
Menciptakan hubungan yang baik dan saling menguntungkan antara
proyek dengan masyarakat sekitarnya.
Menciptakan sumber pekerjaan baru di luar proyek.
Meningkatkan pendapatan masyarakat.
Meningkatkan struktur ekonomi masyarakat.
Memberikan pelayanan umum, misalnya listrik, air bersih, poliklinik,
sekolah, tempat ibadah, dsb.
Menghindarkan terjadinya kecemburuan sosial.

1.1.4.5 Biaya Pengelolaan Lingkungan

Masalah yang berkaitan dengan pembiayaan pengelolaan


lingkungan ambien (di luar proyek), menjadi tanggung jawab siapa, biaya
dari mana atau instansi pemerintah yang mana yang ikut terkait juga
merupakan masalah yang perlu mendapatkan jawaban.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat


disimpulkan bahwa penetapan siapa yang harus bertanggung jawab atau
aktivitas suatu pengelolaan lingkungan dan siapa yang membiayainya
haruslah ditunjang oleh suatu peraturan atau pedoman dari pemerintah.

1.1.5 Baku Mutu Lingkungan

Baku mutu lingkungan yang sering disebut juga standar lingkungan


sering menjadi pokok perdebatan dan ketidakpastian dari berbagai pihak.

Baku mutu dibedakan menjadi:

Baku mutu kualitas ambien (Ambien Standard).


Baku mutu kualitas limbah (Emission Standard).

Baku mutu adalah suatu peraturan pemerintah yang resmi dan


harus dilakukan, yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang
boleh dibuang atau jumlah kandungan bahan pencemar yang
diperkenankan berada dalam media ambien.

Standar adalah suatu kumpulan nilai numerikal dari konsentrasi


atau jumlah suatu bahan kimia atau pencemar, suatu keadaan fisik atau
lain-lain yang terdapat dalam media ambien atau yang berada di dalam
media limbah.

Nilai-nilai ini digunakan sebagai pembanding dan dapat dilakukan


sebagai peraturan resmi yang harus diikuti, tetapi dapat pula tidak.
Misalnya, Pb (timbal) hanya diperkenankan berjumlah 0,06 mg/m3 dalam
24 jam di udara (ambien). Contoh lain dapat diberikan untuk effluent
(limbah), yaitu jumlah Pb yang boleh dilepaskan ke udara oleh suatu
pabrik tidak lebih dari 0,025 mg/m3.

1.1.5.1 Penyusun Baku Mutu


Teknik pendekatan yang digunakan untuk menyusun baku mutu
adalah langkah-langkah sebagai berikut:

Identifikasi dari penggunaan sumber daya atau media ambien yang


harus dilindungi.
Merumuskan formulasi dan kriteria dengan menggunakan sekumpulan
data dan pengolahannya dari berbagai informasi ilmiah.
Merumuskan baku mutu limbah (emisi) yang boleh dilepas ke
lingkungan yang akan menghasilkan keadaan kualitas baku mutu
ambien yang telah ditetapakan.
Membentuk program pemantauan dan pengumpulan berbagai
informasi untuk penyempurnaan atau perbaikan data yang telah
digunakan dalam langkah-langkah sebelumnya dan juga berfungsi
sebagai feedback.

Pada dasarnya objektivitas dari suatu baku mutu didasarkan pada


penetapan penggunaan sumber daya.

1.1.5.2 Aplikasi Penetapan Baku Mutu Ambien dan Limbah

Penetapan baku mutu limbah harus dikaitkan dengan keadaan


kualitas ambien dan baku mutu ambien. Misalnya:

Suatu daerah yang keadaan lingkungan ambiennnya masih sangat baik


berarti bahwa baku mutu ambien masih jauh dari keadaan kualitas
ambien. Pelepasan bahan pencemar dari sautu proyek akan
menurunkan kondisi kualitas ambien, tetapi karena batas baku ambien
masih jauh, maka penurunan kualitas ambien masih belum melampaui
baku mutu ambien yang ditetapkan,
Suatu daerah lain mempunyai keadaan kualitas ambien yang sudah
tidak layak atau mendekati batas baku mutu ambien yang telah
ditetapkan. Keadaan ini menggambarkan bahwa pencemaran dari
proyek-proyek yang sudah ada kondisinya sangat berat. Akibat dari
keadaan ini, apabila telah terjadi pelepasan bahan pencemar yang
sedikit saja, maka terjadi penurunan keadaan kualitas ambien yang
sudah melampaui batas baku mutu ambien.

Disimpulkan bahwa pada keadaan lingkungan yang kualitas


ambiennya semakin buruk, penggolongan kualitas limbah yang digunakan
harus semakin ketat atau semakin keras.

Tiap negara memiliki baku mutu ambien yang berbeda-beda yang


diakibatkan oleh kondisi geografisnya, dan juga dipengarugi oleh tuntutan
masyarakatnya. Di Indonesia baku mutu ambien dan limbah ditetapkan
oleh Pemerintah RI dengan KEP/02/MENKLH/1988, tanggal 19 januaei
1988.

2. Analisis Risiko Lingkungan


Risiko/manfaat lingkungan adalah suatu faktor atau proses dalam
lingkungan yang mempunyai kementakan (probabilitas) tertentu untuk
mengakibatkan konsekuensi yang merugikan/menguntungkan kepada
manusia dan lingkungannya. Berdasarkan batasan tersebut, baik risiko
maupun manfaat, mengandung unsur ketidakpastian. Probabilitas
terjadinya dapat tinggi atau rendah. Karena itu berdasarkan batasan
tersebut risiko tidaklah sama dengan biaya yang bersifat pasti. Demikian
pula manfaat tidaklah sama dengan keuntungan.
Di dalam Andal banyak prakiraan mengandung ketidakpastian.
Oleh karena itu ada probabilitas (kemungkinan) entah besar entah kecil.
Bahkan dampak yang nampaknya pasti, sebenarnya mengandung
ketidakpastian, antara lain karena skala peta yang menunjukkan gambaran
yang kurang terinci.

2.2.1 Sumber Ketidakpastian


Sumber ketidakpastian dalam suatu prakiraan dapat bermacam-
macam, misalnya sebagai berikut.
Kesalahan metodologi, misalnya pemilihan metode prakiraan,
pengambilan sampel, dan pengukuran, pengolahan dan penyajian
data yang salah atau kurang tepat.
Pengetahuan yang terbatas sifat dan kelakuan sistem yang
diprakirakan misalnya, fluktuasi alamiah dan respon suatu sistem
terhadap perubahan seperti efek rumah kaca terhadap iklim.
Probabilitas kejadian yang rendah (low probability event).
Misalnya bocornya metilisosianat yang beracundi Bhopal, India
dan bocornya zat radioaktif dari PLTN di Three Mile Island,
Amerika Serikat dan di Chernobyl, Rusia, adalah contoh
kecelakaan yang mempunyai probabilitas rendah untuk terjadi.
Kejadian yang tidak dapat diprakirakan. Kelakuan manusia
termasuk kesalahan manusia pada saat mengoperasikan suatu
instrumen atau membuat penilaian, tidak dapat diperkirakan.
Misalnya, pecahnya perah Arab-Israel tahun 1973 yang diikuti oleh
penggunaan minyak sebagai senjata diplomatik oelh OPEC yang
menimbulkan krisis energi dan melonjaknya harga minyak adalah
contoh kelakuan manusia yang tidak diprakirakan sebelumnya.

Dengan adanya ketidakpastian yang dieleminasi, prakiraan dalam


Andal harus disertai dengan keterangan tentang tingkat ketidakpastian
prakiraan tersebut. Keterangan tersebut dapat dalam bentuk angka standar
deviasi, angka probabilitas atau keterangan verbal.

2.2.2 Metode Prakiraan Risiko

Metode prakiraan risiko dapat dibedakan menjadi prakiraan


langsung dan prakiraan tidak langsung.

2.2.2.1 Prakiraan Langsung

Risiko dapat dinyatakan melalui persamaan: = (, ) di mana


R = risiko, p = probabilitas, dan K = konsekuensi.

Persamaan ini menyatakan besarnya risiko merupakan fungsi


besarnya probabilitas dengan konsekuensi tertentu. Pada umumnya,
semakin serius konsekuensi yang dihadapi, semakin kecil probabilitasnya
untuk terjadi. Bila cukup tersedia data statistik, probabilitas, p, suatu
kejadian dapat dihitung. Umumnya masing-masing kegagalan tersebut
tidaklah mengakibatkan kecelakaan yang besar.

2.2.2.2 Prakiraan Tak Langsung

Jika tidak tersedia data statistik yang cukup untuk melakukan


perhitungan langsung, risiko dihitung secara tidak langsung berdasarkan
terjadinya kecelakaan dengan tingkat konsekuensi tertentu pada industri
dan instansi lain, misalnya letusan dan kebocoran zat beracun di Bhopal
dan PLTN di Chernobyl adalah suatu kejadian langka, karena ini tidak
cukup tersedia data statistik yang dapat digunakan untuk perhitungan
langsung.

Teknik yang umum digunakan dalam metode prakiraan tak


langsung adalah Analisis Pohon Kegagalan (Fault Tree Analysis, henley &
Kumamoto,1981). Digunakan nama pohon karena analisis tersebut
merupakan langkah yang bercabang-cabang serupa pohon.

Analisis pohon kegagalan dapat dilakukan dengan dua cara.


Pertama dimulai dari suatu kejadian. Analisis ini digunakan jika
kejadiannya telah diidentifikasi atau telah terjadi. Cara kedua dimulai dari
penyebab dan bekerja maju sampai kejadian yang mungkin terjadi. Cara
ini digunakan pada perencanaan proyek. Jadi sebagai bagian dari Andal,
atau untuk mengevaluasi risiko sebuah pabrik atau instansi lain yang
sedang beroperasi, yaitu Studi Evaluasi Lingkungan (SEL).

2.2.3 Evaluasi Dampak

Untuk melakukan evaluasi terhadap dampak yang akan terjadi


dapat digunakan dua metode, yaitu metode informal dan metode formal.

2.2.3.1 Metode Informal

Metode informal yang sederhana ialah dengan memberi nilai


verbal, misalnya kecil, sedang, besar. Cara lain adalah dengan
memberikan skor, misalnya dari 1 sampai 5 tanpa patokan yang jelas.
Contohnya, misalnya pada pemberian nilai penting yang dilakukan pada
matriks Leopold. Nilai penting itu diberi angka 1 sampai 10 dan diisikan
ke dalam sel matriks yang menunjukkan interaksi di bagian kanan bawah,
misalnya:
Dengan demikian sel tersebut berisi dua angka, yaitu nilai besarnya
dampak di bagian kiri ata (3) dan nilai pentingnya dampak (6) di kanan
bawah. Seperti halnya dengan besarnya dampak, Leopold et al tidak
memberikan pedoman cara mendapatkan nilai penting dampak. Karena itu,
di sinipun terjadi fluktuasi yang besar antara anggota tim dalam pemberian
nilai. Kadar subjektivitas evaluasi tinggi. Misalnya, seseorang pejabat
Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) akan cenderung
untuk memberikan nilai penting yang lebih tinggi untuk dampak pada
margasatwa daripada seorang pejabat Dirjen Industri Pajak.

2.2.3.2 Metode Formal

Metode formal dibedakan menjadi metode pembobotan dan


metode ekonomi.

2.2.3.2.1 Metode Pembobotan

Dalam sistem ini dampak diberi bobot dengan menggunakan


metode yang ditentukan secara eksplisit. Sebuah contoh adalah sistem
pembobotan menurut Battele untuk pengembangan sumber daya air (Dee
et. Al, 1973). Dalam sistem battele ini lingkungan dibagi ke dalam empat
kategori, yaitu ekologi, fisik/kimia, estetika dan kepentingan
manusia/sosial. Masing-masing kategori terdiri atas komponen-komponen.
Misalnya, komponen dalam kategori ekologi adalah jenis dan populasi
terestial. Selanjutnya komponen dibagi lagi dalam indikator dampak.
Contoh indikator dampak dalam komponen jenis dan populasi terestial
adalah tanaman pertanian dan vegetasi alamiah. Masing-masing kategori,
komponen dan indikator dampak dinilai pentingnya relatif terhadap yang
lain dengan menggunakan angka desima antara 0 dan 1.

Prosedur pemberian bobot sebagai berikut:


Dipilih sekelompok orang dan dijelaskan kepada mereka secara
rinci konsep pemberian bobot dan penggunaannya.
Dibuat daftar kategori dampak.
Masing-masing orang memberikan nilai 1 pada kategori pertama
dalam daftarnya dan kemudian diminta untuk membuat prakiraan
nilai kategori kedua dibandingkan dengan yang pertama. Prakiraan
ini dinyatakan secara desimal antata 0 dan 1.
Rata-rata nilai semua individu dihitung.
Hasil kelompok ditunjukkan pada semua orang.
Eksperimen diulangi dengan kelompok yang sama.
Eksperimen diulangi dengan kelompok yang lain untuk menguji
apakah hasilnya dapat direproduksi.

Prosedur yang sama dilakukan berturut-turut untuk komponen dan


indikator dampak. Agar operasi matematika dapat dilakukan dalam
metode pembobotan, metode tersebut harus menggunakan skala interval
atau skala nisbah (amalgamasi).

Tujuan dari amalgamasi adalah untuk mempermudah pemilihan


alternatif oleh pengambil keputusan. Amalgamasi adalah perangkuman
semua nilai yang didapat menjadi satu atau sejumlah kecil indeks dalam
komposit. Amalgamasi disebut juga agregasi. Misalnya, pada matriks
Leopold nilai yang diisikan pada masing-masing sel dijumlahkan menurut
baris dan kolom, sehingga didapatkan suatu indeks pada sudut kanan
bawah. Indeks ini merupakan tingkat besarnya dampak (pada bagian kiri
atas) dan jumlah tingkat pentingnya dampak (pada sudut kanan bawah).
Jumlah dalam baris dan kolom (baris pada matriks) merupakan jumlah
dampak yang disebabkan oleh suatu aktivitas, dan jumlah dalam baris
(kolom paling kanan pada matriks) merupakan jumlah dampak pada suatu
parameter.
Sistem evaluasi lingkungan Battele juga menghasilkan indeks
dampak komposit dengan menjumlahkan satuan dampak lingkungan.
Indeks dampak komposit dinyatakan dengan:

= 1
=1 =1

Di mana = indeks dampak komposit, = satuan dampak


lingkungan dengan proyek, dan 1 = satuan dampak lingkungan tanpa
proyek.

2.2.3.2.2 Metode Ekonomi

Metode ini mudah diterapkan pada dampak yang mempunyai nilai


uang. Misalnya dampak penurunan produksi padi adalah 2 ton/ha/tahun
dan harga padi Rp.400/kg, dampak penurunan produksi tersebut bernilai
Rp. 800.000/ha/tahun.

Berdasarkan konsep ini pada dasarnya semua fungsi atau indikator


lingkungan yang dapat diberi baku mutu dapat diberikan harga bayangan,
yaitu uang dibutuhkan untuk mengembalikan kualitas dan ketersediaan
indikator lingkungan dan sumber daya yang mengalami kerusakan karena
kegiatan produksi atau konsumsi pada baku mutu yang ditentukan.

Kristanto, Philip. 20004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.

Anda mungkin juga menyukai