Anda di halaman 1dari 11

Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

TUJUAN, FUNGSI, DAN ORIENTASI BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Tujuan Bimbingan dan Konseling


Pemahaman terhadap tujuan bimbingan dan konseling akan memperjelas arah atau
sasaran yang akan dicapai. Secara garis besar, tujuan bimbingan dan konseling dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun penjelasan tujuan umum
dan tujuan khusus bimbingan dan konseling sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Ditinjau dari perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling, maka tujuan
bimbingan dan konseling senantiasa mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai
yang komprehensif. Tujuan umum bimbingan dan konseling dengan mengikuti pada
perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah untuk
membantu siswa mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan
dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya),
berbagai latar belakang yang ada (latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini, maka
bimbingan dan konseling membantu siswa untuk menjadi insan yang berguna dalam
kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan,
penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya (Prayitno, 1999:114).
Dengan tercapainya tujuan umum bimbingan dan konseling maka siswa yang
mendapat bantuan tersebut akan menjadi insan yang mandiri yang memiliki kemampuan
untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan objektif, menerima diri
sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara
tepat daren bijaksana, mengarahkan diri sendiri sesuai dengan keputusan yang
diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal.
Pencapaian tujuan umum bimbingan dan konseling tersebut dalam rangka pengembangan
perwujudan keempat dimensi kemanusiaan individu. Dalam kaitan itu dimensi yang
dimaksudkan yaitu dimensi keindividualan (individualitas), dimensi kesosialan
(sosialitas), dimensi kesusilaan (moralitas), dan dimensi keberagamaan (religiusitas) -
(Prayitno, 1999: 16).
Pengembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang
mengembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah kepada
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

aspek-aspek kehidupan yang positif. Bakat, minat, kemampuan dan berbagai


kemungkinan yang termuat di dalam aspek-aspek mental-fisik dan biologis berkembang
dalam rangka dimensi keindividualan itu. Perkembangan dimensi ini membawa
seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri,
dengan aku yang teguh, positif, produktif dan dinamis.
Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan seseorang mampu berinteraksi,
berkomunikasi, bergaul, bekerjasama dan hidup bersama orang lain. Kaitan dimensi
keindividualan dan kesosialan memperlihatkan bahwa manusia adalah sekaligus makhluk
individu dan makhluk sosial. Dimensi pribadi dan sosial saling berinteraksi dan keduanya
saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menemukan makna yang sesungguhnya.
Dimensi kesusilaan memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi
pertama dan kedua. Norma, etika dan berbagai ketentuan yang berlaku mengatur
bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Hidup bersama orang
lain, baik dalam rangka memperkembangkan dimensi keindividualan maupun dimensi
kesosialan, tidak dapat dilakukan seadanya saja, tetapi perlu dilakukan secara terarah.
Hidup bersama orang lain perlu diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga semua orang
yang berada di dalamnya memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya demi kehidupan
bersama itu. Dimensi kesusilaan dapat menjadi pemersatu sehingga keindividualan dan
kesosialan dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh makna. Dapat dibayangkan
bahwa tanpa dimensi kesusilaan, maka berkembangnya dimensi keindividualan dan
kesosialan akan tidak serasi, bahkan yang satu cenderung menyalahkan yang lain.
Perkembangan ketiga dimensi di atas memungkinkan manusia menjalani
kehidupan. Dengan ketiga dimensi itu mereka dapat hidup dengan sangat layak dan dapat
mengembangkan ilmu, teknologi dan seni sehebat-hebatnya. Kehidupan manusia yang
selengkapnya, yaitu yang menjangkau baik kehidupan duniawi maupun kehidupan di
akhirat, akan tercapai apabila ketiga dimensi yang dibahas terdahulu itu dilengkapi
dengan dimensi keempat, yaitu dimensi keagamaan. Dalam dimensi keagamaan ini,
manusia senantiasa menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia tidak
terpukau dan terpaku pada kehidupan di dunia saja, melainkan mengaitkan secara serasi,
selaras, dan seimbang kehidupan dunianya itu dengan kehidupan akhirat.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum
tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami siswa yang
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya. Masalah yang dihadapi


siswa sangat beragam, memiliki intensitas yang berbeda-beda serta bersifat unik. Dengan
demikian maka tujuan khusus bimbingan dan konseling untuk tiap-tiap siswa bersifat
unik pula, artinya tujuan bimbingan dan konseling untuk siswa yang satu dengan siswa
yang lain tidak boleh disamakan.

B. Fungsi Bimbingan dan Konseling.


Paparan tentang fungsi, dapat menambah pemahaman yang berkaitan dengan
manfaat atau kegunaan dan keuntungan-keuntungan penyelenggaraan bimbingan dan
konseling. Berikut akan dijelaskan 4 (empat) fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
1. Fungsi Pemahaman
Fungsi ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan peningkatan
perkembangan dan kehidupan siswa (yaitu siswa sendiri, guru BK, dan pihak ketiga)
memahami berbagai hal yang esensial berkenaan dengan perkembangan dan kehidupan
siswa. Dalam hal ini fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling yaitu siswa dengan
berbagai permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Pemahaman yang sangat
perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri
siswa beserta permasalahannya oleh siswa sendiri dan oleh pihak-pihak lain yang
membantu siswa, termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri siswa.
a. Pemahaman tentang Siswa
Pemahaman tentang konseli merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan
terhadap siswa. Sebelum seorang guru BK atau pihak-pihak lain dapat memberikan
layanan tertentu kepada siswa, maka mereka perlu terlebih dahulu memahami siswa yang
akan dibantu termasuk latar belakang pribadi siswa, kekuatan dan kelemahannya, serta
kondisi lingkungannya. Materi pemahaman ini mencakup berbagai data tentang keluarga,
kesehatan jasmani, riwayat pendidikan sekolah, pengalaman belajar di sekolah dan di
rumah, pergaulan sosial, rencana pendidikan lanjut, kegiatan di luar sekolah, hobi dan
kesukaran yang mungkin dihadapi. Pihak lain yang juga perlu memahami diri siswa
adalah pihak-pihak yang berkepentingan (guru, orang tua). Pemahaman pihak lain
terhadap siswa dipergunakan oleh guru BK secara langsung untuk memberi pelayanan
bimbingan dan konseling, maupun sebagai bahan acuan utama dalam rangka kerjasama
dengan pihak-pihak lain dalam membantu siswa. Bagi guru BK, upaya mewujudkan
fungsi pemahaman merupakan tugas awal pada setiap penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling.
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

b. Pemahaman tentang Masalah Siswa


Pemahaman terhadap masalah siswa membantu guru BK dalam memberikan
penanganan masalah, oleh karena itu maka pemahaman ini wajib dilaksanakan.
Pemahaman terhadap masalah siswa terutama menyangkut jenis masalahnya,
intensitasnya, sangkut pautnya, sebab-sebabnya dan kemungkinan berkembangnya
masalah ini jika tidak segera ditangani. Pihak-pihak yang perlu untuk memahami masalah
siswa adalah siswa itu sendiri, orang tua dan guru, serta guru BK. Apabila pemahaman
masalah siswa oleh siswa sendiri telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan
konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman dengan baik. Dalam kaitan ini
tidak jarang terjadi siswa merasa telah terbantu dan merasa sanggup memecahkan
masalahnya sendiri, setelah masalahnya itu terungkap melalui konseling dan dipahami
dengan sebaik-baiknya oleh siswa. Siswa merasa konseling telah selesai dan telah berhasil
membantunya. Usaha pemecahan masalah selanjutnya akan ditangani oleh siswa sendiri.
c. Pemahaman tentang Lingkungan yang Lebih Luas
Untuk dapat memahami individu secara mendalam, maka pemahaman terhadap
siswa tidak hanya mencakup pemahaman terhadap lingkungan dalam arti sempit (seperti
keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio ekonomi, dan sosio emosional keluarga,
keadaan hubungan antar tetangga dan teman sebaya), tetapi termasuk pemahaman
terhadap lingkungan yang lebih luas itu yaitu diperolehnya berbagai informasi yang
diperlukan oleh siswa seperti informasi pendidikan dan jabatan, informasi promosi dan
pendidikan lebih lanjut bagi para karyawan, dan lain sebagainya. Para siswa perlu
memahami dengan baik lingkungan sekolah meliputi hak dan tanggung jawab siswa
terhadap sekolah, lingkungan fisik, tata tertib yang harus dipatuhi oleh siswa, aturan-
aturan yang menyangkut kurikulum, pengajaran, penilaian, kriteria kenaikan kelas,
hubungan dengan guru dan sesama siswa, dan lain sebagainya. Pemahaman terhadap hal-
hal tersebut akan memungkinkan siswa menjalani kehidupan sekolah sebagaimana
dikehendaki.
2. Fungsi Pencegahan
Layanan bimbingan dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha
pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang
diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang
dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat
berupa program orientasi, program bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya.
Secara operasional guru BK perlu menampilkan kegiatan dalam rangka pelaksanaan
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

fungsi pencegahan. Secara garis besar, program-program tersebut dikembangkan, disusun


dan diselenggarakan melalui tahap-tahap:
a. Identifikasi permasalahan yang mungkin timbul
Misalnya di sekolah, kemungkinan masalah yang timbul adalah para siswa kurang
disiplin; gagal menjawab soal-soal ulangan; pertentangan antar teman, antar kelas,
antar sekolah; kurang menghargai guru; tidak suka pada salah satu mata pelajaran.
b. Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber penyebab timbulnya masalah-
masalah tersebut dalam hal ini kajian teoretik dan studi lapangan perlu dipadukan.
c. Mengidentifikasi pihak-pihak yang dapat membantu pencegahan masalah tersebut
Misalnya untuk permasalahan siswa di sekolah, pihak-pihak yang terkait adalah
kepala sekolah, guru, wali kelas, orang tua, badan atau lembaga tertentu sesuai
dengan permasalahan, teman dekat/sahabat. Keterkaitan pihak-pihak tersebut
dengan permasalah yang dimaksudkan perlu dikaji secara obyektif.
d. Menyusun rencana program pencegahan
Rencana ini disusun berdasarkan (1) spesifikasi permasalahan yang hendak dicegah
timbulnya, (2) hasil kajian teoretik dan studi lapangan, (3) peranan pihak-pihak
terkait, (4) faktor-faktor operasional dan pendukung, seperti waktu, tempat, biaya,
dan perlengkapan kerja.
e. Pelaksanaan dan monitoring
Pelaksanaan program sesuai dengan rencana dengan kemungkinan modifikasi yang
tidak mengganggu pencapaian tujuan dengan persetujuan pihak-pihak yang terkait.
f. Evaluasi dan laporan
Evaluasi dilakukan secara cermat dan objektif. Laporannya diberikan kepada pihak-
pihak terkait untuk dipergunakan sebagai masukan bagi program sejenis lebih lanjut.
3. Fungsi Pengentasan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin
saja siswa yang ada di sekolah masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Siswa yang
mengalami masalah akan datang pada guru BK dengan tujuan untuk dientaskannya
masalah yang tidak mengenakkan dari dirinya. Fungsi pengentasan (perbaikan) itu
berperan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpecahnya
atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat
membantu siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga
agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian siswa dapat memelihara dan
mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan
dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

C. Orientasi Bimbingan dan Konseling


Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah “pusat perhatian” atau “titik berat
pandangan”. Titik berat pandangan atau pusat perhatian guru BK terhadap siswanya
itulah orientasi bimbingan dan konseling yang akan diuraikan berikut ini.
1. Orientasi Perseorangan
Orientasi perseorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar guru BK
menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu siswa perlu
mendapat perhatian. Pemahaman guru BK yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai
kelompok dalam kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan
ditujukan kepada masing-masing siswa. Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa
merupakan konfigurasi (bentuk keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya
terhadap siswa secara individual harus diperhitungkan.
Berkenaan dengan isu kelompok atau individu, guru BK memilih individu sebagai
titik berat pandangannya. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap
sebagai lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan
kata lain, kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan
individu, dan bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali
tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok
diletakkan dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antar individu dan
kelompoknya. Kepentingan kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra
kelompok, kesetiaan kepada kelompok, kesejahteraan kelompok, dan sebagainya, tidak
akan terganggu oleh pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu yang
menjadi anggota kelompok itu. Kepentingan kelompok justru dikembangkan dan
ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan tercapainya kebahagiaan individu.
Apabila secara individu para anggota kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan
merasa bahagia dapat diharapkan kepentingan kelompok pun terpenuhi pula. Lebih-lebih
lagi, pelayanan bimbingan dan konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali
tidak boleh menyimpang ataupun bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di
dalam kelompok sepanjang nilai-nilai sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku.
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan lebih menekankan pentingnya peranan perkembangan
yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri siswa di masa yang akan datang.
Peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi
gerak individu menjadi alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling
berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu bergerak
menuju kematangan dalam perkembangannya. Perkembangan merupakan konsep inti
dan terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap layanan bimbingan dan konseling.
Permasalahan yang dihadapi oleh siswa harus diartikan sebagai terhalangnya
perkembangan, dan hal itu semua mendorong guru BK dan siswa bekerjasama untuk
menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan siswa.
Menurut Thompson & Rudolph (1983) tugas bimbingan dan konseling adalah
menangani hambatan-hambatan perkembangan yang mungkin dialami siswa.
Perkembangan siswa dapat dilihat dari sudut perkembangan kognisi. Selama tahap
perkembangan siswa mungkin mengalami hambatan perkembangan kognisi yaitu:
a. Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain di luar apa
yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih
dari satu aspek tentang semua hal.
c. Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur
yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan
yang ditetapkan.

3. Orientasi Permasalahan
Hambatan dan rintangan seringkali dialami oleh siswa dalam menjalani kehidupan
dan proses perkembangannya. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidup dan
proses perkembangan siswa tentunya akan mengganggu tercapainya kebahagiaan.
Padahal tujuan umum bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan
perkembangan itu sendiri, ialah kebahagiaan. Oleh karena itu maka perlu diwaspadai
kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan yang mungkin menimpa kehidupan
dan perkembangan. Kewaspadaan terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah
yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah


dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi
pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar siswa dapat
terhindar dari masalah-masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi
pengentasan menginginkan agar siswa yang sudah terlanjur mengalami masalah dapat
terentaskan masalahnya. Fungsi-fungsi lain, yaitu fungsi pemahaman dan fungsi
pemeliharaan/pengembangan pada dasarnya juga bersangkut paut dengan permasalahan
pada diri siswa. Fungsi pemahaman memungkinkan individu memahami berbagai
informasi dan aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah
pada diri siswa, dan dapat pula bermanfaat di dalam upaya pengentasan masalah yang
telah terjadi. Demikian pula fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahnya
ataupun terentaskannya masalah-masalah tertentu. Dengan demikian konsep orientasi
masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-fungsi bimbingan, dan dengan
demikian pula menyusupi segenap jenis layanan kegiatan bimbingan dan konseling.

D. Implementasi
Awalya, dkk. (2016) menjelaskan bahwa guru mata pelajaran dalam layanan
bimbingan dan konseling adalah mitra kerja yang sangat penting dalam aktivitas
bimbingan di sekolah. Pendapat tersebut senada dengan gagasan Soetjipto dan Raflis
(2007) yang menyatakan bahwa layanan bimbingan di sekolah akan lebih efektif bila guru
dapat bekerjasama dengan pembimbing (Guru BK) di sekolah dalam proses pembelajaran.
Adanya keterbatasan dari kedua belah pihak (guru dan pembimbimbing) menuntut
adanya kerjasama tersebut. Dengan demikian, dibutuhkan kerjasama yang baik antara
guru BK dan guru mata pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Secara umum tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa untuk
mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Untuk
mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya tertentu yang harus dilakukan oleh
guru BK secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran dan beberapa pihak terkait.
Upaya-upaya yang dilakukan perlu memperhatikan sejumlah aspek, termasuk orientasi
dan fungsi bimbingan dan konseling. Sebagaimana dijelaskan oleh Datnow, dkk. dalam
Daniel, dkk. (2011) bahwa salah satu keuntungan utama dari hubungan kolaborasi adalah
memungkinkan sekolah untuk bersama membangun perbaikan di sekitar/ untuk
kebutuhan masing-masing sekolah, dari pada menggunakan program lain yang mungkin
tidak sesuai secara kontekstual. Gagasan tersebut diperkuat oleh Teti (2016) menyebutkan
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

para guru bimbingan dan konseling melakukan kolaborasi dengan ahli lain yang terkait
dengan pelayanan bimbingan dan konseling, termasuk bekerjasama dengan guru mata
pelajaran dan wali kelas dalam melaksanakan program BK yang telah terjadwal atau
muatan bimbingan diberikan pada jadwal pelajaran umum.
Bimbingan dan konseling memiliki posisi strategis untuk membantu peserta didik
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya dan mempunyai peranan dalam
memfasilitasi perkembangan serta potensi yang dimiliki peserta didik, sedangkan dalam
proses belajar-mengajar yang merupakan ranah dari guru mata pelajaran/wali kelas (Siti,
2013). Hal ini senada dengan tujuan, orientasi, dan fungsi dari bimbingan dan konseling.
Perkembangan siswa akan optimal apabila siswa, guru, wali kelas, Guru BK, dan pihak-
pihak terkait: (1) memiliki pemahaman atas diri dan lingkungan siswa, (2) melakukan
upaya pengembangan atas potensi yang dimiliki siswa, dan (3) bertindak mengatasi
hambatan atau kesulitan yang ditemui selama proses perkembangan siswa.
Lebih lanjut Siti (2013) menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh
guru bidang studi/wali kelas berjalan sangat efektif, apabila:
1. Bahan yang dipelajari dikaitkan langsung dengan tujuan-tujuan pribadi siswa tersebut,
yang berarti guru dituntut untuk memahami harapan-harapan dan kesulitan-kesulitan
siswa, selanjutnya guru dapat menciptakan situasi belajar atau iklim kelas yang
memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik;
2. Guru dengan memahami masalah-masalah dan lebih peka mengenai hal-hal yang
memperlancar dan mengganggu kelancaran kegiatan pembelajaran di kelas, guru
bidang studi mempunyai kesempatan lebih banyak untuk melakukan pengamatan
terhadap siswa yang diperkirakan memiliki permasalahan;
3. Guru memiliki kesempatan untuk memperhatikan perkembangan masalah atau
kesulitan yang dialami siswa, karena guru memiliki kesempatan secara terjadwal
bertatap muka dengan siswa, sehingga mampu memperoleh informasi yang lebih
banyak tentang keadaan siswa. Peran guru mata pelajaran ini sangat membantu
konselor dalam melaksanakan program bimbingan dan konseling. Jika dalam proses
pembelajaran guru mengalami kendala dan tidak mampu menyelesaikan permalasahan
yang dialami siswa, maka guru dapat melakukan referal kepada konselor.
Terkait dengan bentuk kerjasama konkret antara guru BK dan mata pelajaran,
beberapa peneliti telah melakukan studi yang hasilnya dapat dikaitkan dengan
implementasi fungsi dan orientasi bimbingan dan konseling. Fungsi pencegahan yang
merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah diberikan oleh guru BK
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

(yang dapat dilakukan secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran atau wali kelas)
agar siwa tidak sampai mengalami hambatan atau kesulitan di kemudian hari. Salah
satu bentuk kerjasama dalam mengimplementasikan fungsi pencegahan terkait
masalah belajar adalah memberikan program untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa. Ketika motivasi belajar meningkat, maka masalah-masalah belajar yang mungkin
terjadi dapat diminimalisir kemunculannya.
Gusrita (2014) melakukan penelitian untuk melihat kerjasama guru BK dan guru
mata pelajaran dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik di SMA Negeri 1
Talamau Kabupaten Pasaman Barat. Hasil menunjukkan bahwa kerjasama yang baik
antara guru BK dan guru mata pelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan adalah membimbing peserta didik untuk
mengenal keadaan pribadi dalam rangka mengoptimalkan prestasinya. Guru BK dan
guru mata pelajaran melakukan pertukaran informasi tentang keadaan siswa.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Azmani (2012) yang meneliti kerja sama guru
pembimbing dengan guru mata pelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
di SMP Negeri 34 Pekanbaru.
Implementasi fungsi pengembangan yang erat kaitannya dengan upaya
membantu siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya
secara mantap, terarah, dan berkelanjutan juga dapat dilihat dalam kerjasama konkret
antara guru BK dan guru mata pelajaran. Penelitian mengenai kerjasama dalam
mengimplementasikan fungsi pengembangan juga telah ditemukan. Sari (2014)
meneliti tentang bentuk kerjasama guru BK dengan guru mata pelajaran dalam
membina moral peserta didik kelas IX di SMP Negeri 1 Painan. Penelitian serupa
dilakukan oleh Hastiani dan Rustam (2015), yaitu mengenai kerjasama guru BK dengan
guru matematika dalam pengembangan bakat akademik khusus matematika siswa
kelas cerdas istimewa SMA Negeri 3 Pontianak.
Bentuk kerjasama guru BK dan guru mata pelajaran mengimplementasikan
fungsi yang lain telah dikaji oleh sejumlah penulis, yaitu fungsi pengentasan. Fungsi
pengentasan menghasilkan solusi sehingga masalah yang dialami siswa dapat
teratasi/terselesaikan. Musyirifin (2015) menjelaskan tentang kolaborasi guru BK, guru
pendidikan agama islam, dan wali kelas dalam mengatasi perilaku bermasalah siswa.
Adapun kajian mengenai fungsi pengentasan yang secera spesifik diimplementasikan
dalam masalah khusus juga dilakukan Fitria (2012), Purba (2014), Happy (2015), dan
Tim Dosen Pengampu MKDK BK Universitas Negeri Semarang

Fitriani (2017). Beberapa kajian tersebut membahas mengenai pengentasan masalah


seperti: kesulitan belajar, underachiever, dan kedisiplinan.

E. DAFTAR PUSTAKA
Awalya, dkk. 2016. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Unnes Press.
Azmani, N. 2012. Kerja Sama Guru Pembimbing dengan Guru Mata Pelajaran untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di SMP Negeri 34 Pekanbaru. Skripsi. Pekanbaru:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau.
Daniel, M., dkk. 2011. Collaboration and Networking in Education. New York: Springer
Dordrecht.
Fitria. 2012. Kerjasama Guru Mata Pelajaran Dan Guru Pembimbing dalam Membantu Siswa
yang Mengalami Masalah Disiplin di Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Pekanbaru.
Skripsi. Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau.
Fitriani, Y. 2017. Kolaborasi Guru BK dengan Wali Kelas dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa
Kelas VII di MTsN Babadan Baru Ngaglik Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Gusrita, W. 2014. Kerjasama Guru BK dan Guru Mata Pelajaran dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Peserta Didik di SMA Negeri 1 Talamau Kabupaten Pasaman Barat.
E Jurnal Bimbingan dan Konseling.
Happy, S. 2015. Kerjasama Guru BK dan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Peserta
Didik yang Under Achiever di SMA Negeri 1 Talamau Kabupaten Pasaman Barat.
Artikel Ilmiah: Padang: STKIP PGRI Sumatera Barat.
Hastiani dan Rustam. 2015. Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru
Matematika dalam Pengembangan Bakat Akademik Khusus Matematika Siswa
Kelas Cerdas Istimewa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Pontianak. Artikel Ilmiah.
Pontianak: IKIP PGRI Pontianak.
Musyirifin, Z. 2015. Kolaborasi Guru BK, Guru Pendidikan Agama Islam, dan Wali Kelas
dalam Mengatasi Perilaku Bermasalah Siswa. Artikel Ilmiah.
Prayitno & Erman, A. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Purba, M. 2014. Kerjasama Guru Pembimbing dengan Guru Mata Pelajaran dalam
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa di SMP Negeri 22 Jambi. Artikel Ilmiah. Jambi: FKIP
Universitas Jambi.
Sari, S. N. 2014. Bentuk Kerjasama Guru BK dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membina
Moral Peserta Didik Kelas IX di SMP Negeri 1 Painan. E Jurnal Bimbingan dan
Konseling.
Siti, K. 2013. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Domain Pengembangan Diri Siswa.
Jurnal Konseling dan Pendidikan. Vol 1 (no 1, hal 67-72).
Soetjipto dan Raflis. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Teti, R. 2016. Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP Kota dan Kabupaten Bandung.
Jurnal Edukasi, Vol 1 (no 1, hal 1-17).
Thompson, C. L. & Rudolph, L. B. 1983. Counseling Children. Monterey, California:
Brooks/Cole Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai