Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“DIMENSI PERKEMBANGAN REMAJA”


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pertumbuhan Perkembangan
Fisik

Dosen Pengampu:
David Iqroni, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Muhammad Alhafid (A1H121119)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dimensi Perkembangan Remaja” sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas Pertumbuhan
Perkembangan Fisik, sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Bapak David Iqroni,
S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pengampu.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena
pengetahuan yang kami miliki masih minim, dan masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan dan penyampaian materi dalam makalah ini. Selanjutnya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita serta dapat dipahami oleh pembaca.

Jambi, 26 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
2.1 Perkembangan Remaja ........................................................................................... 3
2.2 Dimensi Remaja Menurut Perkembangannya ........................................................ 7
2.3 Dimensi Masa Remaja ............................................................................................ 8
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 12
3.2 Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan merupakan perubahan-perubahan yang di alami individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan kesinambungan, baik menyangkut fisik
maupun psikis. Perkembangan pasti dialami oleh semua makhluk hiidup termasuk
remaja. Perkembangan remaja sendiri merupakan masa yang sangat penting bagi remaja
karena remaja bertambah dewasa baik secara fisik maupun psikologi. Ketika remaja
mengalami masa-masa perkembangannya orang tua memiliki peran untuk mengarahkan
anak-anak mereka. Namun, orang tua atau guru sering kurang mau memahami anak-
anak terutma pada saat mereka remaja sebagai suatu individu yang unik. Kemampuan
yang mereka miliki sering kali disamaratakan, dengan menuntut mereka untuk mampu
berprestasi diberbagai bidang sekaligus. Akibatnya, mereka menemui kegagalan dan
akhirnya justru mengalami frustasi. Padahal, dalam upaya mendidik atau membimbing
anak/remaja, agar mereka dapat mengembangkan potensi dirinya seopitmal mungkin
maka bagi para pendidik, orang tua, atau siapa saja yang berkepentingan dalam
pendidikan anak, perlu dan dianjurkan untuk memahami perkembangan anak terutama
pada masa remaja.

Selain itu, keberhasilan suatu pendidikan sering diartikan dengan kemampuan


orang tua atau guru dalam memahami anak sebagai individu yang unik, dimana setiap
anak memiliki potensi yang berbeda-beda tetapi saling melengkapi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang mendukung perkembangan remaja?
b. Bagaimana dimensi remaja menurut perkembangannya?
c. Apa saja dimensi pada masa remaja?

1
1.3 Tujuan
a. Mengetahui apa saja pendukung perkembangan remaja.
b. Mengetahui dimensi remaja menurut perkembangannya.
c. Mengetahui dimensi pada masa remaja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Remaja


Ada beberapa hal yang mendukung terjadinya perkembangan dalam remaja
yaitu:

a. Perkembangan Fisik

Bahwa perkembangan fisik dan seksual disini dibicarakan bersama-sama


menunjukan bahwa pemasakan seksualitas genital harus dipandang dalam hubungan
dengan pertumbuhan fisik seluruhnya. Pertumbuhan fisik ini berhubungan dengan
aspek-aspek anatomis maupun aspek-aspek fisiologis. Bila ditinjau hubungan antara
perkembangan fisik memberikan impuls-impuls baru pada perkembangan psikososial.
Jadi hubungan “kaulitas” ini berjalan dari aspek fisik ke aspek psikososial Hill/Monks
(dalam Hurlock, 1985).

Dalam masa remaja maka fisik anak tumbuh menjadi dewasa. Secara skematis
pertumbuhan tadi dilukiskan sebagai berikut. Hipofisa yang menjadi masuk
mengeluarkan hormonoe, yang penting diantaranya adalah hormon tumbuh yang
dikeluarkan oleh lobus frontalis, hormon gonadotrop, dan hormon kartikatrap.

Hubungan antara pertumbuhan fisik, pengaruh hormon dan percepatan


pertumbuhan dapat dikemukakan sebagai berikut. Kecepatan pertumbuhan badan terjadi
pertumbuhan berat badan yang kurang lebih berjalan paralel dengan tambah panjangnya
badan, karena pertumbuhan berat badan yang terbanyak ada pada pertumbuhan bagian
kerangka yang relatif merupakan bagian badan yang berat.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut piaget (dalam Yusuf, 2005), masa remaja sudah mencapai tahap operasi
formal. Remaja telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak.
Remaja sudah mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi tidak seterampil
remaja yang lebih tua usianya yang menunjukan wawasan atau perspektif yang luas
terhadap masalah tersebut (Siegleman & Shaffer, 1995).

3
Kaeting (dalam Yusuf, 2005) merumuskan lima hal pokok yang berkaitan
dengan perkembangan berfikir operasi formal, yaitu sebagai berikut:

1. Remaja sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi dan dapat membedakan


antara yang nyata dan kongret dengan yang abstrak dan mungkin.
2. Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul
kemampuankemampuan nalar secara ilmiah.
3. Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan
mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
4. Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat
proses kognitif itu efisien atau tidak efisien, serta menghabiskan waktunya untuk
mempertimbangkan pengaturan kognitif internal tentang bagaimana dan apa
yang harus dipikirkannya.
5. Berpikir operasional formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru, dan
ekspansi (perluasan) berpikir. Horizon berpikirnya semakin meluas, bisa
meliputi aspek agama, keadilan, moralitas, dan identitas.

c. Perkembangan Emosi

Hurlock (dalam Yusuf, 2005) menyatakan masa remaja merupakan puncak


emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, organorgan
seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-
dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu dan keinginan
untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenisnya.

Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat


sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-
emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman
sebayanya.

Dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak remaja mereaksinya


secara depensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksinya itu
tampil dalam tingkah laku (maladjustment), seperti :

1. Agresif: melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi, dan senang mengganggu,


dan

4
2. Melarikan diri dari kenyataan: melamun, pendiam, senang menyendiri, dan
meminum minuman keras atau obat-obat terlarang.

Remaja dalam perkembangannya berada dalam iklim yang kondusif, cenderung


akan memperoleh perkembangan emosinya secara matang (terutama pada masa remaja
akhir). Kematangan emosi ditandai oleh:

1. Adekuasi emosi: cinta kasih, simpati, altruis (senang menolong orang lain),
respek (sikap hormat atau menghargai orang lain), dan ramah
2. Mengendalikan emosi: tidak mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis
dan tidak pesimis (putus asa) dan dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar.

d. Perkembangan Sosial

Yusuf (2005), mengungkapkan pada masa remaja berkembang “social


cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang
lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai
maupun perasaannya. Dalam hubungan persahabatan, remaja memilih teman yang
memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes,
sikap, nilai, dan kepribadian.

Pada masa ini juga berkembang “conformity”, yaitu kecendrungan untuk


menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby) atau
keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja
dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif bagi dirinya. Apabila
kelompok teman sebaya yang diikuti atau diimitasinya itu menampilkan sikap dan
perilaku yang secara moral atau agama dapat dipertanggungjawabkan. Tetapi sebaliknya
apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku melecehkan nilai-nilai moral,
maka sangat dimungkinkan remaja menampilkan perilaku seperti kelompoknya
tersebut.

Penyesuaian sosial ini dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi


secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi.” Remaja dituntut untuk memiliki
kemampuan penyesuaian sosial, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.

5
e. Perkembangan Moral

Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang


dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya memenuhi kepuasan
fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan perilaku dari orang
lain tentang perbuatannya). Dikaitkan dengan perkembangan moral dari Lawrence
Kohilberg, menurut Kusdiwarti Setiono (Fuad Nashori, Suara Pembaruan, 7 Maret
1997) pada umumnya remaja berada dalam tingkatan konvensional, atau berada dalam
tahap ketiga (berperilaku sesuai dengan tuntutan dan harapan kelompok), dan keempat
(loyalitas terhadap norma atau peraturan yang berlaku dan diyakininya). Salah satu
faktor penentu atau yangmempengaruhi perkembangan moral remaja adalah orang tua.
Menurut Adam dan Gullota (dalam Yusuf, 2005) terdapat beberapa ahli penelitian yang
menunjukan bahwa orangtua mempengaruhi moral remaja, yaitu sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat
moral orang tua (Haan, Langer & Kohlberg, 1976).
2. Ibu-ibu remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam
tahapan nalar moralnya daripada ibu-ibu yang anaknya nakal dan remaja yang
tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam kemampuan nalar
moralnya daripada remaja yang nakal (Hudgins & Prentice, 1973).
3. Terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau
remaja, yaitu (a) orang tua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara
demokratik dan terbuka mengenai berbagai isu, dan (b) orang tua yang
menerapkan disiplin terhadap anak dengan teknik berfikir induktif (Parikh,
1980).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan perkembangan yang terjadi dalam remaja
adalah perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan emosi,
perkembangan sosial, dan perkembangan moral.

6
2.2 Dimensi Remaja Menurut Perkembangannya
Berdasarkan Aristotle, nilai-nilai moral menggambarkan, sungguh-sungguh
menegaskan karakter individu dan dapat diajarkan dan diperoleh dengan memberi
pelatihan kepada mereka. Aquinas berpendapat bahwa nilai kebaikan adalah sebuah
kebiasaan dimana setiap orang dapat berkembang dengan memilih mana yang baik dan
bertindak sesuai dengan hal tersebut. Maudsley (1898) juga menegaskan bahwa karakter
mengembangkan secara berangsur-angsur secara keseluruhan kehidupan dan tidak
hanya berpikir dan berbicara belaka. Jadi, tidak seperti keputusan moral yang sadar
karakter ditambahkan dengan kemampuan emosional dan tingkah laku.

Baumrind (1994, 4) memberikan definisi karakter sebagai berikut : “ Karakter


menunjuk pada kebiasaan positif dan sudah diolah sebagai tanggung jawab social,
komitmen moral, disiplin diri, dan kemantapan dengan kumpulan seluruh orang yang
dinilai menjadi tidak sempurna, cukup memadai, atau patut dicontoh.” Variasi gagasan-
gagasan tentang nasehat nilai secara terus menerus dimana karakter dapat diolah dengan
pengasuhan yang baik, lembaga sekolah, dan sosialisasi, dan hal ini dapat dengan segera
menjadi kebiasaan sehari-hari.

Perbedaan individu dalam beberapa komponen dari karakter yang baik ada di
kalangan anak muda. Hal ini mungkin didasari oleh perbedaan watak seperti
kemampuan bersosialisasi dan mereka mempelajari makna moral sejak dini dalam
hidup. Contohnya, hubungan ibu dan bayi, perlindungan kasih sayang mungkin akan
mengatur tingkat komponen karakter sebagaimana kita identifikasikan sebagai kapasitas
mencintai dan dicintai. (Ainsworth et al. 1978), dan hubungan saudara kandung
mungkin sebagai percobaan kekuatan karakter dari kebaikan ( Dunn dan Munn 1986).
Komponen lain dari karakter yang baik seperti keterbukaan dan keadilan memerlukan
tingkatan kedewasaan, sebagai dokumen ahli perkembangan jiwa. (cf. Kohlberg 1981,
1984; Piaget 1932). Ini adalah sebuah pertanyaan empiris bagaimana remaja terlalu
muda untuk menunjukkan variasi komponan dari karakter yang baik. Ada beberapa hal
yang mendasari kerangka pemikiran untuk perkembangan karakter-salah satunya
diinformasikan dengan perkembangan teori dan penelitian- untuk memandu mendesain
program. Studi empiris untuk memancarkan cahaya pada perkembangan karakter
komponen individu, walaupun tidak ada pemeriksaan terhadap perkembangan karakter
sebagai nilai-nilai positif keluarga sebagai sebuah gagasan multidimensional.

7
2.3 Dimensi Masa Remaja
Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada
dimensi- dimensi tersebut. Adapun beberapa dimensi yang menjadi tolak ukur pada
masa remaja, yaitu:

1. Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis
dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-
tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang
menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau
gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1)Follicle-
Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH).

Pada anak perempuan, kedua hormone tersebut merangsang pertumbuhan


estrogen dan progesterone:dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH)
merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon
tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat
menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi
juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dan lain-lain. Anak lelaki
mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan
dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara
cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

2. Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli


perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas

8
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir
multi-dimensi seperti ilmuwan.

Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan
memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri.
Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan
kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat


banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap
perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap
perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak
menggunakan metode belajar mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian
pada pengembangan cara berpikir anak. Penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh
pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak,
sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai
dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai
tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa
berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

3. Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai


berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja
mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah – masalah populer yang
berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan
sosial, dan sebagainya.

Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang
diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan
keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya.

9
Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan
kepadanya.

Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari
yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek
dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Kemampuan berpikir
dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai
melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai
dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru.
Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap
peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Peranan orang tua atau
pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang
dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orang tua yang bijak akan memberikan lebih
dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih
yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan
bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan
mencari jawaban di luar lingkaran orang tua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau
bertentangan dengan yang diberikan oleh orang tua. Konflik dengan orang tua mungkin
akan mulai menajam.

4. Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana
hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi
Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata
memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luarbiasa” ke “sedih luar
biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.

Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan
beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski
mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu
merupakan gejala atau masalah psikologis.

10
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan
yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan
terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat
mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik
diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka
dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri
mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan
kesuksesan dan ketenaran. Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba
mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan
mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan
belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang.

Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan


mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri,
dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang
sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Bimbingan
orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana
menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai
cara akan dicari untuk dicobanya. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko
dan berdampak negatif pada remaja. Perilaku yang mengundang resiko pada masa
remaja misalnya seperti penggunaan alkohol, tembakau dan zat lainnya, aktivitas sosial
yang berganti–ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti balapan, selancar
udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).

Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam–macam dan


berhubungan dengan dinamika fobia balik (conterphobic dynamic), rasa takut dianggap
tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas maskulin dan dinamika kelompok seperti
tekanan teman sebaya.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ada beberapa hal yang mendukung terjadinya perkembangan dalam remaja
yaitu: Perkembangan Fisik, Perkembangan Kognitif, Perkembangan Emosi,
Perkembangan Sosial, Perkembangan Moral. Untuk dapat memahami remaja, maka
perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi- dimensi tersebut. Adapun beberapa
dimensi yang menjadi tolak ukur pada masa remaja, yaitu:

a. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra,
secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan
seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
b. Dimensi Kognitif

Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri
dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.

c. Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya


mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka.

d. Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat.

3.2 Saran
Orang tua dan pendidik memiliki peranan yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan remaja. Bimbingan dan pengetahuan dari orang tua
dan pendidik sangat diperlukan para remaja untuk menghadapi pengaruh negatif yang
ada di masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://ruangguruku.com/dimensi-remaja-menurut-perkembangannya/
http://hendriputra23.blogspot.com/2016/04/dimensi-masa-remaja.html
https://www.academia.edu/37598365/MAKALAH_PERKEMBANGAN_REMAJA

13

Anda mungkin juga menyukai