Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah karakteristik MPMBS?
2. Apa sajakah tahap-tahap pelaksanaan MPMBS?
3. Bagaimana monitoring dan evaluasi dalam MPMBS?
4. Bagaimanakah penyusunan program dan pelaporan MPMBS?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui karakteristik MPMBS
2. Mengetahui tahap-tahap pelaksanaan MPMBS
3. Mengetahui monitoring dan evaluasi dalam MPMBS
4. Mengetahui penyusunan program dan pelaporan MPMBS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik MPMBS


MPMBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam
menerapkan MPMBS, maka sejumlah karakteristik MPMBS berikut perlu
dimiliki. Berbicara karakteristik MPMBS tidak dapat dipisahkan dengan
karakteristik sekolah efektif. Jika MPMBS merupakan wadah/kerangka,
maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik
MPMBS berikut memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif,
yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MPMBS, pendekatan sistem yaitu input,
proses, output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh
pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sistem sehingga penguraian
karakteristik MPMBS (yang juga karakteristik sekolah efektif) mendasarkan
kepada input, proses, dan output. Selanjutnya, uraian berikut dimulai dari
output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan
tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan
proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output,
dan input memiliki tingkat lebih rendah dari output.
1. Output:
Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses
pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik
(academic, achivement) dan output berupa prestasi non-akademik (non-
academic achievment). Output prestasi akademi misalnya, meningkatkan
NUA (Nilai Ujian Akhir) dari rata-rata 4 menjadi 5,NEM, lomba karya
ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara
berpikir (kritis, kreatif/divergan, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan
ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga
diri kejujuran, kerja sama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap
sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi
olah raga contohnya prestasi olahraga dari juara 2 kota menjadi juara 1, dan
kesenian.
2. Proses:
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses
sebagai berikut:
1) Proses Belajar Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivitas proses belajar
mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang
menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM yang efektif juga
lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belejar
bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live
together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

2) Kepemimpinan Sekolah yang Kuat


Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang
tersedia. Kepemimpian Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor
yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan
tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang
dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala
sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan
yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa
untuk meningkatkan mutu sekolah.
Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan
memobilisasi sumber daya sekolah, terutama sumber daya manusia,
untuk mencapai tujuan sekolah.

3) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib


Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan
nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan
nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu
menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui
pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut.
Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting.

4) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif


Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah.
Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang menerapkan
MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga
kependidikan, mulai dari kebutuhan, perencanaan, pengembangan,
evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa,
merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. Intinya,
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBS
adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu
mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.

5) Sekolah Memiliki Budaya Mutu


Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah sehingga
setiap prilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu
memiliki elemen-elemen sebagai berikut: a) Informasi kualitas harus
digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang:
b) Kewenangan harus sebatas tanggung jawab; c) Hasil harus diikuti
penghargaan (reward) atau sanksi (punishment); d) Kolaborasi dan
sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerja sama; e)
Warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; f) Atmosfir
keadilan (fairness) harus ditanamkan; g) Imbal jasa harus sepadan
dengan nilai pekerjaan; dan h) Warga sekolah merasa memiliki sekolah.

6) Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis


Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh
MPMBS karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga
sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerja sama
antarfungsi dalam sekolah, antarindividu dalam sekolah, harus
merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.

7) Sekolah Memiliki Kewenangan (Kemandirian)


Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi
sekolahnya, sehinggga dituntut untuk memiliki kemampuan dan
kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang
cukup untuk menjalankan tugasnya.

8) Partisipasi yang Tinggi dari Warga dan Masyarakat


Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa
partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian
kehidupannya. Hal ini di landasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi
tingkat prestasi, makin besar rasa memiliki, makin besar rasa tanggung
jawab, dan makin besar pula tingkat dedikasinya.

9) Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen


Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan
karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS,
keterbukaan/transparansi ini ditunjukan dalam pengambilan keputusan,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagai
alat kontrol.

10) Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologis dan Pisik)


Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua
warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah.
Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat
fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya
diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama
mutu peserta didik.

11) Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan


Evaluasi hasil belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk
mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi
yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar
tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar
mengajar di sekolah.

12) Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan


Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang
muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca
lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah
tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntunan, akan
tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.
Menjemput bola adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.

13) Memiliki Komunikasi yang Baik


Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik
terutama antarwarga sekolah, dan juga sekolah masyarakat sehingga
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh tiap-tiap warga sekolah dapat
diketahui.

14) Sekolah Memiliki Akuntabilitas


Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan
sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.
Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapaikan dan
dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat.

15) Sekolah Memiliki Kemampuan Manajemen Sustainabilitas


Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga
kelangsungan hidupnya (sustainbilitasnya), baik dalam program
maupun pendanaannya. Sustainbilitas program dapat dilihat dari
keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan
bahkan berkembang menjadi program-program yang telah dirintis
sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru
yang belum perada ada sebelumnya.

3. Input pendidikan

a. Memiliki Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Mutu yang Jelas


Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan
kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran
mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah.
b. Sumber Daya Tersedia dan Siap
Sumber daya merupakan input penting yang diperlukan untuk
berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumber daya yang
memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara
memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai.
Sumber daya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber daya
manusia dan sumber daya selebihnya (uang peralatan, perlengkapan,
bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumber daya
selebihnya tidak mempunyai arti apa pun bagi perwujudan sasaran
sekolah, tanpa campur tangan sumber daya manusia.
c. Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu
(kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya
jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi maka
kepemilikian staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan
keharusan.
d. Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan dan harapan
yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya.
Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk
meningkatkan mutu sekolah secara optimal.
e. Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa harus merupakan fokus dari semua kegiatan
sekolah. Artinya, semua input dan proses yang kerahkan di sekolah
tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik.
f. Input Manajemen
Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya
menggunakan sejumlah input manjamen. Kelengkapan dan kejelasan
input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya
dengan efektif.

2.2 Tahap-tahap Pelaksanaan MPMBS


Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2001: 29)
tahap-tahap pelaksanaan MPMBS meliputi:
1) Melakukan sosialisasi
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah dapat dikatakan sebagai
kebijakan baru yang harus diterapkan oleh sekolah dalam usaha
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut Dalam kegiatan
pendidikan, setiap unsur atau elemen sekolah diharapkan turut
mendukung dalam usaha peningkatan mutu tersebut. Oleh karena itu
maka setiap elemen atau unsur-unsur sekolah harus mengetahui ”apa”,
“mengapa”, dan “bagaimana” MPMBS itu dilaksanakan. Sehingga
langkah pertama yang harus ditempuh oleh sekolah ketika hendak
menerapkan MPMBS adalah melakukan sosialisasi terhadap seluruh
unsur-unsur sekolah yang terdiri dan guru, karyawan, siswa, orang tua
siswa, termasuk pula pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota,
pejabat Dinas Pendidikan Propinsi.
2) Mengidentifikasi tantangan nyata sekolah
Tahap kedua setelah dilakukan sosialisasi terhadap seluruh unsur-unsur
sekolah adalah dengan mengidentifikasikan tantangan nyata yang
dihadapi oleh sekolah. Pada tahap ini sekolah melakukan analisis
terhadap output sekolah yang hasilnya merupakan tantangan nyata
sekolah tersebut. Keberadaan sekolah tidak lepas dari berbagai
tantangan yang harus dihadapi. Tantangan yang harus dihadapai oleh
sekolah dapat dikategorikan ke dalam empat kategori yaitu tantangan
kualitas, tantangan efektivitas, tantangan produktivitas, dan tantangan
efisiensi. Terhadap berbagai tantangan tersebut sekolah harus mampu
mengidentifikasinya. Output sekolah dapat dengan mudah diidentifikasi
karena datanya telah tersedia. Sedangkan untuk mengidentifikasi output
sekolah yang diharapkan seperti nilai Ujian Akhir Nasional (UAN)
yang akan dicapai pada tahun yang akan datang dapat dilakukan dengan
melakukan analisis perkiraan dilengkapi dengan berbagai asumsi untuk
menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa
depan.
3) Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah (tujuan situasional
sekolah)
Setiap sekolah harus memiliki visi, misi, tujuan dan sasaran yang akan
dicapai dengan jelas. Visi merupakan gambaran masa depan mengenai
sekolah yang bersangkutan. Misi adalah tindakan yang dilakukan untuk
mewujudkan visi tersebut. Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai
atau dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dalam waktu tertentu.
Sedangkan sasaran merupakan sesuatu yang akan dihasilkan atau
dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan tujuan sekolah.
Dalam merumuskan visi, harus berpedoman pada landasan yuridis yaitu
Undang-undang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintah,
khususnya tujuan pendidikan nasional sesuai dengan jenjang dan jenis
sekolahnya serta sesuai dengan profil sekolah yang bersangkutan. Visi
yang dibuat harus mengakomodasi semua kelompok kepentingan yang
terkait dengan sekolah. Sedangkan dalam merumuskan misi harus
mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan kepentingan yang terkait
dengan sekolah. Hal ini dikarenakan misi merupakan bentuk layanan
untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai
indikatornya.
4) Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai
sasaran.
Setelah visi, misi, tujuan dan sasaran dirumuskan maka langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan
untuk mencapai sasaran. Fungsi-fungsi yang perlu diidentifikasi adalah
proses belajar mengajar, seperti ketenagaan, kesiswaan, kurikulum,
perencanaan instruksional, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan
masyarakat. Di samping itu fungsi lain yang perlu diidentifikasi yang
tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar di antaranya
pengelolaan keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa dalam menentukan fungsi-fungsi
yang diperlukan untuk mencapai sasaran diperlukan kecermatan dan
kehatihatian.
5) Melakukan analisis SWOT
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran
telah diidentifikasi maka langkah selanjutnya adalah menentukan
tingkat kesiapan setiap fungsi beserta faktor-faktornya melalui analisis
SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Treath). Maksud
dilakukan analisis SWOT adalah untuk mengenali tingkat kesiapan
setiap fungsi dan keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Analisis ini dilakukan terhadap
keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor internal maupun
faktor eksternal karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat
masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi.
Tingkat kesiapan dikatakan memadai manakala ukuran kesiapan yang
diperlukan untuk mencapai sasaran dapat terpenuhi. Bagi faktor internal
ukuran kesiapan dinyatakan sebagai kekuatan sedangkan bagi faktor
eksternal ukuran kesiapan dinyatakan sebagai peluang. Tingkat
kesiapan dinyatakan kurang memadai apabila tidak memenuhi
kesiapan, dimana bagi faktor internal dinyatakan sebagai kelemahan
sedangkan bagi faktor eksternal dinyatakan sebagai ancaman.
6) Alternatif langkah pemecahan persoalan
Langkah pemecahan persoalan merupakan tindakan yang diperlukan
untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap
setelah diketahui tingkat kesiapan melalui analisis SWOT. Selama
persoalan atau ketidaksiapan fungsi masih dijumpai maka sasaran yang
telah ditetapkan sulit dicapai. Agar sasaran yang telah ditetapkan dapat
tercapai dengan maksimal, maka diperlukan tindakantindakan yang
dapat mengubah fungsi tidak siap menjadi fungsi yang siap. Tindakan
tersebut adalah langkah pemecahan persoalan yang pada hakekatnya
merupakan tindakan untuk mengatasi kelemahan atau ancaman agar
menjadi kekuatan atau peluang dengan cara memanfaatkan adanya satu
atau lebih faktor yang bermakna kekuatan atau peluang.
Dalam memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan antara
sekolah yang satu dengan sekolah yang lain tidak sama, disesuaikan
dengan kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang
dimiliki oleh masing-masing sekolah. Sehingga terhadap persoalan
yang dihadapi oleh setiap sekolah harus menggunakan langkah
pemecahan yang sekiranya dianggap sesuai dengan kondisi sekolah
tersebut.
7) Menyusun rencana dan program peningkatan mutu
Rencana merupakan deskripsi hasil yang diharapkan serta digunakan
untuk keperluan penyelenggaraan kegiatan sekolah sedangkan program
merupakan alokasi sumber daya ke dalam kegiatan-kegiatan menurut
jadwal waktu yang telah ditentukan. Rencana yang disusun hendaklah
memperhatikan prinsip keterbukaan, artinya sekolah harus bersikap
terbuka kepada semua pihak yang menjadi stakeholder pendidikan
khususnya orang tua dan masyarakat (BP3/Komite Sekolah) pada
umumnya.
Dalam menyusun rencana beserta program peningkatan mutu semua
unsur-unsur sekolah harus dilibatkan. Di samping itu, dalam menyusun
rencana perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah
dan jangka panjang, mengingat sekolah tidak selalu sumber daya yang
cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dalam melaksanakan
MPMBS.
8) Melaksanakan peningkatan mutu
Setelah rencana peningkatan mutu disetujui dan disepakati bersama
antara sekolah, orang tua siswa dan masyarakat maka dalam
merealisasikannya diperlukan langkah proaktif untuk mewujudkan
sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru bebas
mengambil inisiatif dan kreatif dalam mendayagunakan sumber daya
yang tersedia agar program- program yang telah direncanakan dapat
mencapai sasaran.
Agar tidak terjadi pengimpangan terhadap kegiatan-kegiatan
peningkatan mutu yang dilaksanakan, maka kepala sekolah perlu
melakukan supervisi dan monitoring terhadap berbagai kegiatan
tersebut. Sebagai manajer di sekolah, kepala sekolah perlu memberikan
arahan, bimbingan, dukungan, serta teguran kepada guru dan tenaga
yang lain bilamana kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan
jalur yang ditetapkan.
9) Melakukan evaluasi pelaksanaan
Evaluasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan suatu program yang telah dilaksanakan. Setiap unsuryang
terlibat dalam suatu program hendaknya diikutsertakan dalam kegiatan
evalusi, sehingga mereka dapat memahami penilaian yang dilakukan
serta memberikan alternatif pemecahan terhadap persoalan yang
dihadapi. Orang tua siswa serta masyarakat sebagai pihak ekstemal
sebaiknya juga dilibatkan sehingga dapat diketahui sudut pandang
pihak luar dibandingkan dengan penilaian pihak internal.
Agar tidak terjadi ketimpangan dalam penilaian maka perlu dilakukan
kesepakatan terhadap indikator yang akan digunakan dalam penilaian.
Hasil dan evaluasi pelaksanaan MPMBS perlu dibuat laporan yang
terdiri dari laporan keuangan dan laporan teknis. Laporan keuangan
menyangkut penggunaan uang serta pertanggungjawabannya sedangkan
laporan teknis menyangkut program pelaksanaan dan hasil MPMBS.
Laporan dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas)
yang harus dikirim kepada pengawas, Dinas Pendidikan Kabupaten,
Komite Sekolah, Orang tua siswa, dan Yayasan (bagi sekolah swasta).
10) Merumuskan sasaran mutu baru
Sasaran mutu yang baru perlu dirumuskan setelah evaluasi terhadap
pelaksanaan program peningkatan mutu dilaksanakan. Hasil dan
evaluasi dapat digunakan sebagai alat bagi perbaikan kinerja program
yang akan datang. Di samping itu hasil evaluasi juga merupakan
masukan bagi sekolah dan orang tua siswa untuk merumuskan sasaran
mutu baru pada tahun yang akan datang. Apabila program yang telah
dilaksanakan dianggap berhasil maka sasaran mutu perlu ditingkatkan,
namun apabila program tersebut dianggap kurang berhasil maka perlu
dilakukan perbaikan terhadap strategi dan mekanisme pelaksanaan
kegiatan. Selain itu sasaran mutu dapat diturunkan apabila dirasa terlalu
berat dan tidak sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
Setelah ditetapkan sasaran baru, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan
masingmasing fungsi dalam sekolah tersebut sehingga dapat diketahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sehingga dari informasi
yang telah diperoleh melalui analisis SWOT maka langkah-langkah
pemecahan persoalan dapat segera dipilih untuk mengatasi faktor-faktor
yang mengandung persoalan. Selanjutnya rencana peningkatan mutu
yang baru dapat dilakukan. (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2001).

2.3 Monitoring dan Evaluasi dalam MPMBS


Pengertian monitoring dan evaluasi Monitoring lebih menekankan pada
proses pelaksanaan MPMBS: pembuatan keputusan, pengelolaan
kelembagaan , pengelolaan program, pengelolaan PBM, dan evaluasi.
Evaluasi lebih menekankan pada tagihan terhadap hasil MPMBS:
pembandingan sasaran yang telah ditetapkan dengan hasil yang dicapai.
Tujuan dan manfaat Tujuan monitoring dan evaluasi adalah memperoleh
informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan. Hasil
monitoring untuk memberikan balikan bagi perbaikan pelaksanaan
MPMBS. Hasil evaluasi memberikan informasi yang dapat dijadikan
masukan terhadap keseluruhan komponen program MPMBS. Monitoring
sama dengan evaluasi proses dalam totalitas sistem MPMBS.
1. Komponen MPMBS yang dievaluasi.
a. Konteks : melihat kebutuhan.
b. Input : harapan, sumber daya, manajemen.
c. Proses : pembuatan keputusan, pengelolaan kelembagaan,
pengelolaan program, PBM, dan evaluasi program.
d. Output : hasil nyata pelaksanaan MPMBS: academic achievement
dan non-academic achievement.
e. Outcome: hasil MPMBS jangka panjang.
2. Rancangan evaluasi dan monitoring
a. Susunan indikator.
b. Susunan instrumen.
c. Susunan petunjuk penilaian.
d. Tentukan sumber data.
e. Metode pengumpulan data.
f. Metode analisis data.
g. Prosedur dan jadwal evaluasi dan monitoring.
h. Penentuan pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
3. Pelaksanaan monitor dan evaluasi
4. Laporan hasil monitor dan evaluasi.

2.4 Penyusunan Program dan Pelaporan MPMBS


Panduan penyusunan program dan pelaporan ini dimaksudkan sebagai
acuan dalam menyusun program dan pelaporan kepada pihak-pihak terkait.
Pihak terkait yang dimaksud adalah pihak-pihak yang secara langsung dan
tidak langsung terlibat dalam pelaksanaan pengembangan MPMBS.
1. Tujuan penyusunan program dan pelaporan
a. Menggali partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
meningjatkan mutu sekolah.
b. Sosialisasi adanya program MPMBS kepada masyarakat pada
umumnya
c. Menumbuhkan kesadaran warga sekolah unuk peduli dan partisipasi
aktif mendukung program peningkatan mutu pendidikan.
d. Menggali masukan penyempurnaan MPMBS sesuai kondisi dan
situasi setempat
e. Memberikan rambu-rambu pelaksanaan MPMBS.
f. Memberikan rambu pelaporan MPMBS.
2. Komponen program
a. Profil sekolah
b. Visi, misi, tujuan, dan sasaran
c. Evaluasi diri: kekuatan dan kelemahan sekolah terkait dengan
sasaran
d. Program sekolah untuk mencapai sasaran
e. Rencana anggaran
3. Profil sekolah Profil sekolah (PS) adalah gambaran kondisi sekolah pada
saat ini. PS sebagai pertimbangan langkah ke depan. Profil sekolah
mencakup:
a) Input
1) Jumlah siswa
2) Jumlah guru
3) Jumlah sarana prasarana
4) Data siswa
5) Karakteristik orang tua
6) Potensi lingkungan sekolah
b) Output
1) Proporsi siswa mengulang kelas, drop out, lulusan.
2) Proporsi lulusan yang diterima di bidang pendidikan berikutnya.
3) Prestasi sekolah lain di bidang akademik dan non akademik.
Berdasarkan profil, dapat dianalisis potensi sekolah, harapan masa
depan, tantangan, kelemahan, dan usaha pemecahan.
4. Visi, misi, tujuan, dan sasaran
Visi adalah gambaran sekolah yang diharapkan/diimpikan di masa
depan. Dasarnya tujuan penidikan nasional dan tujuan nasional per
jenjang pendidikan. tiap sekolah memiliki visi yang tidak selalu sama,
tetap dalam koridor tujuan pendidikan nasional. Jika visi merupakan
harapan ideal yang diinginkan sekolah, misi merupakan indikator jangka
penjang, misalnya delapan sampai sepuluh tahun mendatang. Untuk itu
perlu dirumuskan tujuan sekolah. Tujuan sekolah dirumuskan dalam
jangka waktu menengah misalnya empat tahun. Setelah tujuan
dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menetapkan target atau sasara.
Sasaran dirumuskan dalam jangka pendek, misalnya 1 tahun. Sasaran
merupakan tahapan untuk mencapai tujuan 4 tahun.
5. Evaluasi diri
Setelah sasaran ditentukan, sekolah melakukan evaluasi diri dengan
menginventarisasi kekuatan dan kelemahan dalam rangka mencapai
sasaran. Evaluasi dilakukan oleh team, bukan oleh individu, sehingga
hasilnya obyektif. Sekolah bias minta bantuan pada pakar dari karangan
orang tua, tenaga perguruan tinggi, pengawas, maupun masyarakat di
sekitar sekolah.
6. Program kerja
Program kerja merupakan upaya mencapai target yang didasarkan pada
kekuatan yang mendukung dan upaya mengatasi kelemahan. Oleh sebab
itu, analisis SWOT diperlukan untuk situasi dan kondisi sekolah masing-
masing sangat diperlukan sebelum menyusun program kerja. Program
kerja sekolah disusun berdaasarkan target yan telah dirumuskan
sebelumnya. Program kerja sekolah yang satu dengan yang lainnya akan
berbeda, bergantung pada visi, misi, dan sasaran. Program kegiatan yang
disusun hendaknya tidak terlalu ambisius, tetapi juga tidak terlalu
sederhana atau samadengan sebelumnya. Target yang dijadikan dasar
dalam menyusun program kerja hendaknya dapat diukur, sementara
programnya dapat dilaksanakan.
7. Anggaran
Setiap kegiatan disusun anggarannya, mencakup penerimaan dan
pengeluaran secara lengkap. Anggaran bersifat luwes, artinya jika dalam
perencanaan perlu penyesuaian akibat kegiatan yang tidak
diperhitungkan sebelumnya. Anggaran disusun berangkat dari rencana
kegiatan kemudian diperhitungkan biayanya, bukan dari jumlah dana
yang tersedia kemudian dialokasikan habis. Realisasi anggaran yan lebih
dan/atau kurang dianalisis sebab-sebabnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Soetopo, Hendyat. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah dan Kurikulum Berbasis


Kompetensi. Malang: Universitas Negeri Malang.

http://novitarahayu2911.blogspot.co.id/2015/04/manajemen-peningkatan-mutu-
sekolah.html

Anda mungkin juga menyukai