Anda di halaman 1dari 17

Pemilihan Bacaan Sastra Untuk SD

Dosen Pengajar : Marsela Gui, S.Pd., M.Pd

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V1
INDRAWATI HASAN ( G8220045)
PIDYA IGIRISA (G8220013)

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan


Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Pohuwato
TA.2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia - Nya kepada kita semua sehingga tersusunlah makalah ini dengan judul
Pemilihan Bacaan Sastra Untuk SD.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang lebih mendalam
tentang Sosiologi Pendidikan. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua tentang berbagai hal tentang apa itu Pemilihan Bacaan Sastra Untuk SD. dan
penjabarannya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Pohuwato, 06 Januari 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................i

Daftar isi................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................1

1.3 Tujuan.......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2

2.1 tahap perkembangan dirinya.....................................................................................2

2.2 penilaian bahan bacaan sastra anak SD....................................................................10

2.3 Memilih Buku Bacaan Untuk Anak SD....................................................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................................13

3.1 Kesimpulan...............................................................................................................13

3.2 Saran.........................................................................................................................13

DAFTAR PUSATAKA........................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak belum dapat memilih bacaan sastra yang baik untuk diriya sendiri. Anak akan
membaca apa saja bacaan yang ditemui tidak peduli sesuai atau tidak untuknya karena
memang belum tahu. Agar anak dapat memperoleh bacaan yang sesuai dengan
perkembangan kediriannya, guru harus peduli dengan bacaan yang dikonsumsikan
kepadanya (Ibrahim, 2005:48).
Agar  tidak terjadi hal yang tidak diinginkan saat anak membaca buku bacaan,
diperlukan adanya pengetahuan tentang buku yang dapat dikonsumsi anak sesuai dengan
tahap perkembangan dirinya. Oleh sebab itulah, sangat penting dipahami bahwa
pemilihan bacaan yang cocok buat anak menjadi prioritas utama dalam menyediakan
buku anak khususnya buku sastra.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pemilihan bacaan sastra anak yang sesuai dengan tahap perkembangan
dirinya?
2. Bagaimana penilaian bahan bacaan sastra anak SD?
3. Bagaimana Memilih Buku Bacaan Untuk Anak SD ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menguraikan pemilihan bacaan sastra anak yang sesuai dengan tahap
perkembangan dirinya.
2. Untuk menjelaskan penilaian bahan bacaan sastra anak SD.
3. Untuk mengetahui Memilih Buku Bacaan Untuk Anak SD

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tahapan Perkembangan Anak dan Pemilihan Bacaan

Pemilihan bacaan tidaklah dilakukan secara serampangan, banyak hal yang


perlu diperhatiakan. Misalnya pemilihan bacaan sesuai dengan tahap perkembangan
kedirian anak. Penilaian bacaan sastra dalam hal ini dibahas untuk mengetahui sastra
yang sesuai disajikan dengan usia perkembangan anak.

Perkembangan berbagai aspek kejiwaan anak sesuai dengan usia secara


universal melewati tahap-tahap tertentu. Para peneliti telah mengidentifikasikan umur
serta tahapan dan karakteristik perkembangan kejiwaan anak yang meliputi aspek
berpikir, bahasa, personalitas, moral, dan pertanyaan terkait yang dapat membantu
dalamm seleksi bacaan sastra. Dipihak lain, menurut Huck dkk, disamping aspek-
aspek yang dikemukakan Brady, perkembangan itu juga melibatkan aspek fisik dan
pertumbuhan konsep cerita (Zulela, 2013:34).
Brady mengemukakan bahwa terdapat hal-hal tertentu yang menjadi dasar
pemikiran dalam pengujian tahapan perkembangan anak, yaitu sebagai berikut.
a.      Pertimbangan ketertarikan anak terhadap suatu bacaan harus dilihat sebagai
kriteria seleksi yang lebih penting daripada anggapan kecocokan yang dilakukan oleh
kacamata orang dewasa.
b.    Pemahaman terhadap perkembangan anak secara umum dan terhadap tahapan
perkembangan secara khusus akan memberikan informasi yang berharga dalam
pemilihan bacaan anak.
c.    Pemahaman terhadap tahapan perkembangan anak akan membantu dalam seleksi
bacaan, tetapi itu bukanlah sesuatu yang kaku, bukan sebuah harga mati. Konsep
tahapan tersebut mempunyai derajat prediksi dalam suasana budaya yang stabil, tetapi
belum memperhitungkan adanya perubahan budaya, waktu, dan geografi, dan
karenanya diperlukan penelitian lebih lanjut yang memperhitungkan aspek-aspek itu.
Dengan kata lain, sebenarnya masih terdapat problema validitas jika teori tahapan
tersebut dijadikan dasar yang "sempurna" dalam seleksi bacaan sastra anak.
d.    Pemahaman kesesuaian dalam pemilihan bacaan dengan tahapan perkembangan
anak perlu diperluas dengan mencakup konstribusi tiap tahapan itu.

2
Pada pembicaraan dibawah ditunjukkan tahapan perkembangan kedirian siswa
yang meliputi perkembangan intelektual, moral, emosional dan personal, bahasa, dan
pertumbuhan konsep cerita (Brady, 1991:28-37; Huck dkk, 1987:52-63). Tiap tahapan
mempunyai karakteristik yang berbeda, walau tidak dalam pengertian bertentangan,
sejalan dengan perkembangan tingkat kematangan anak. Hal itu akan membawa
konsekuensi logis pada adanya karakteristik yang juga berbeda dengan bacaan yang
dinyatakan sesuai (matching) dengan tiap tahapan yang dimaksud. Kesemuanya itu
merupakan informasi yang berharga dan penting untuk diketahui dalam rangka
pemilihan buku bacaan sastra buat sibuah hati tersayang.
1) Perkembangan Intelektual
Berbicara maslaah pertumbuhan dan perkembangan intelektual (kognitif)
anak, pada umumnya orang merujuk teori Jean Piaget yang mengemukakan bahwa
perkembangan intelektual merupakan hasil interaksi dengan lingkungan dan
kematangan anak. Semua anak melewati tahapan intelektual dalam proses yang sama
walau tidak harus dalam umur yang sama. Tiap tahapan lebih awal kemudian
tergabung dalam tahapan berikutnya sebagai struktur berpikir baru yang sedang
berada pada tahap perkembangan. Jadi, tiap tahapan kognitif yang kemudian
merupakan kumulasi gabungan dari tahapan-tahapan sebelumnya.
Piaget membedakan perkembangan intelektual anak kedalam empat tahapan. Tiap
tahapan mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan tahapan yang lain,
dan hal itu berkaitan dengan respons anak terhadap bacaan. Sebagai konsekuensinya
hal itupun mempunyai implikasi logis dalam pemilihan bahan bacaan anak. Tahapan
perkembangan intelektual yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Tahap sensori-motor (the sensory-motor period, 0-2 tahun)

Tahap ini merupakan tahapan pertama dalam perkembangan kognitif anak. Tahap
ini disebut sebagai tahap sensori-motor karena perkembangan terjadi berdasarkan
informasi dari indera (senses) dan bodi (motor). Karakteristik utama dalam tahap ini
adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta
mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan
sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsug. Anak mulai dapat memahami
hubungannya dengan orang lain, mengembangkan pemahaman objek secara
permanen.

3
Dalam usia 1 ½ - 2 tahun anak akan menyukai aktivitas atau permainan
bunyi yang mengandung perulangan-perulangan yang ritmis. Anak menyukai
bunyi-bunyian yang bersajak dan berirama. Permainan bunyi yang dimaksud
dapat berupa nyanyia, kata-kata yang dinyanyikan, atau kata-kata biasa dalam
perkataan yang tidak dilagukan. Bunyi-bunyian ritmis akan memicu tumbuhnya
rasa keindahan pada diri anak. Hal ini dapat dijumpia dan dilakukan oleh ibu yang
menggendong, menyanyikan atau meninabobokan si buah hati. Kesenangan anak
terhadap hal-hal tersebut dapat juga dipahami bahwa anak mempunyai bakat
keindahan dan menyenangi hal-hal yang terasa indah di inderanya. Permainan
bunyi yang berwujud repetisi dan keritmisan merupakan dasar penting bagi
penggunaan sebuah sajak.
2. Tahap praoperasional (the preoperational period, 2-7 tahun)
Dalam tahap ini anak mulai dapat "mengoperasikan" sesuatu yang sudah
mencerminkan aktivitas mental dan tidak lagi semata-mata bersifat fisik.
Karakteristik dalam tahap ini antara lain bahwa:
a)      Anak mulai belajar mengaktualisasikan dirinya lewat bahasa, bermain,
dan menggambar (corat-coret).
b)      Jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya
sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan pengalaman
langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya di antara orang lain.
Anak tidak dapat memahami sesuatu dari sudut pandang orang lain.
c)      Anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang pada awalnya
lewat gerakan-gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam
pembicaraan. Perkembangan kognitif pada saat ini yang secara luar biasa
adalah perkembangan bahasa dan konsep formasi.
d)      Pada masa ini anak mengalami proses asimilasi di mana anak
mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara
menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya.
Kemungkinan implikasinya terhadap buku bacaan sastra yang sesuai dengan
karakteristik pada tahap perkembangan intelektual di atas antara lain adalah:
a)      Buku-buku yang menampilkan gambar-gambar sederhana sebagai
ilustrasi yang menarik.
b)      Buku-buku bergambar yang memberikan kesempatan anak untuk
memanipulasikannya.

4
c)      Buku-buku yang memberikan kesempatan anak untuk mengenali objek-
objek dan situasi tertentu yang bermakna baginya.
d)      Buku-buku cerita yang menampilkan tokoh dan alur yang mencerminkan
tingkah laku dan perasaan anak.
Menurut Donaldson anak usia 3 atau 4 tahun sudah dapat
mendemonstrasikan kemampuannya jika objek dan situasi yang dihadapkan
kepadanya konkret dan bermakna. Sifat egosentris pada anak akan
membawanya untuk dapat menanggapi cerita dengan mengidentifikasikan
dirinya terhadap tokoh utama cerita, dan karenanya anak akan mengalami
proses asimilasi dengan melihat diri dan dunianya dengan pandangan yang
baru.
3.  Tahap operasional konkret (the concrete operational, 7-11 tahun)
Pada tahap ini anak mulai dapat memahami logika secara stabil.
Karakteristik anak pada tahap ini antara lain adalah:
a)      Anak dapat membuat klasifikasi warna sederhana, mengklasifikasikan
objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna, klasifikasi
karakter tertentu.
b)      Anak dapat membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan
abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain.
c)      Anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa
depan, adanya perkembangan dari pola berpikir yang egosentris menjadi lebih
mudah untuk mengidentifikasikan sesuatu dengan sudut pandang yang
berbeda.
d)      Anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah
sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang
dilakukan oleh orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu
yang abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas pada situasi yang
konkret.
Kemungkinan implikasi terhadap buku bacaan sastra yang sesuai
dengan karakteristik pada tahap perkembangan intelektual di atas
antara lain buku-buku bacaan yang memiliki karakteristik sebagai
berikut.
(a)    Buku-buku bacaan narasi atau eksplanasi yang mengandung urutan logis
dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.

5
(b)   Buku-buku bacaan yang menampilkan cerita yang sederhana, baik yang
menyangkut masalah yang dikisahkan, cara pengisahan, maupun jumlah tokoh
yang dilibatkan.
(c)    Buku-buku bacaan yang menampilkan berbagai objek gambar secara
bervariasi, bahkan mungkin yang dalam bentuk diagram dan model sederhana.
(d)   Buku-buku bacaan narasi yang menampilkan narator yang mengisahkan
cerita, atau cerita yang dapat membawa anak untuk memproyeksikan dirinya
ke waktu atau tempat lain. Dalam masa ini anak sudah dapat terlibat
memikirkan dan memecahkan persoalan yang dihadapi tokoh protagonis atau
memprediksikan kelanjutan cerita.
4. Tahap operasi formal (the formal operational, 11 atau 12 tahun ke atas)
Pada tahap ini, tahap awal adolesen, anak sudah mampu berpikir abstrak.
Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain:
a)   Anak sudah mampu berpikir "secara ilmiah", berpikir teoritis,
beragumentasi dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan
berpikir.
b)      Anak sudah mampu memecahka masalah secara logis dengan
melibatkan berbagai masalah yang terkait.
Implikasi terhadap pemilihan buku bacaan sastra anak adalah:
(a)    Buku-buku bacaan cerita yang menampilkan masalah  yang membawa
anak untuk mencari dan menemukan hubungan sebab akibat serta implikasi
terhadap karakter tokoh.
(b)   Buku-buku bacaan cerita yang menampilka alur cerita ganda, alur cerita
yang mengandung plot dan subplot, yang dapat membawa anak untuk
memahami hubungan antarsubplot tersebut, serta yang menampilkan persoalan
(atau konflik) dan karakter yang lebih kompleks.
Selain itu, perlu dicatat bahwa belum tentu semua anak yang masuk ke
tingkat sekolah menengah pertama sudah mencapai tingkat berpikir formal di
atas. Sebagian anak mungkin belum mencapai tingkat itu, tetapi sebagian yang
lain justru sudah mampu menunjukkan kemampuan berpikir analitis, misalnya
sebagaimana yang terlihat ketika memberikan komentar terhadap buku cerita
yang dibacanya. Pemahaman terhadap tahapan intelektual dapat membantu
memilih buku-buku bacaan yang sesuai dengan posisi usia dan perkembangan
kognitif anak, bagaimanapun ia bukan merupakan sesuatu yang mutlak.

6
2) Berikut Perkembangan Moral

Selain mempelajari perkembangan kognitif anak, Piaget juga mendalami hal-


hal yang berkaitan dengan perkembangan moral. Menurut Piaget perbedaan nyata
antara dan dewasa adalah bahwa anak memiliki "dua moral". Piaget dan Kohlberg
(ahli lain yang mengembangkan teori Piaget lebih lanjut), mengemukakan bagaimana
anak mungkin saja mengubah intrepretasinya terhadap dilema konflik dan moral
dalam cerita. Penilaian anak terhadap moral bergerak dari keterikatannya pada orang
dewasa ke keterperngaruhannya pada kelompok dan berpikir bebasnya.
Perubahan-perubahan penilaian moral anak yang dimaksud, antara lain, adalah
sebagai berikut.
1)      Penilaian anak kecil terhadap masalah atau tindakan baik dan buruk berdasarkan
kemungkinan adanya hukuman dan hadiah yang diperoleh dari dewasa. Artinya, anak
masih terkendala oleh aturan yang dibuat oleh orang dewasa. Pada usia ank yang lebih
lanjut terdapat standar penilain tentang baik dan buruk tersebut dari kelompoknya,
maka kemudian anak mulai secara sadar memahami situasi kapan dapat membuat
aturan sendiri.
2)   Penilaian tingkah laku dalam kacamata anak kecil hanya dapat dibedakan kedalam
baik dan buruk, tidak ada alternatif lain. Pada usia anak yang lebih kemudian terdapat
kemauan untuk mempertimbangkan lingkungan dan situasi yang membuat legitimasi
adanya perbedaan pendapat.
3)   Penialain anak kecil terhadap suatu tindakan cenderung didasarkan pada
konsekuensi yang terjadi kemudian tanpa memperhatikan pelakunya. Namun, dalam
usia selanjutnya sebagian anak mulai mengubahnya dengan memperhatikan aspek
motivasi daripada sekedar konsekuensi untuk menentukan kelayakan tingkat
kesalahan.
4)   Pandangan anak kecil terhadap tingkah laku buruk dengan hukuman berjalan
bersama, dan semakin besar kesalahan akan semakin berat hukumannya. Namun, bagi
anak dalam usia yang lebih kemudian, mereka tidak akan begitu saja menerima
keadaan itu. Anak mulai tertarik untk mencari hukuman yang lebih fair berdasarkan
aturan yang ada didalam kelompok.
Kohlberg mengidentifikasi perkembangan moral anak kedalam enam tahapan yaitu:

7
1)   Penghormatan tanpa mempertanyakan terhadap kekuatan yang ada diluar
jangkauan, masalah baik dan buruk, boleh dan tidak boleh, ditentukan oleh
konsekuensi fisik yang diterima terhadap suatu tindakan yang dilakukan.
2)   Hubungan dipandang dalam pemahaman marketplace  daripada loyalitas, keadilan,
atau rasa terimakasih. Anak berprinsip bahwa "jika Anda mencubit saya, sayapun
akan mencubit Anda".
3)   Berorientasi pada anak baik, pada tingkah laku anak yang baik, anak
menginformasikan gambaran  stereotip dari tingkah laku orang pada umumnya.
Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang mendapat persetujuan, demikian
pula yang sebaliknya.
4)   Orientasi sampai ke pemilikotoritas, aturan yang pasti, dan konvensi sosial.
Tingkah laku yang baik kini juga dipahami sebagai aktivitas melakukan tugas dan
kewajiban, hirmat kepada orang lain, dan tunduk pada aturan sosial.
5)   Kriteria tingkah laku yang benar kini dipahami atau didasarkan dalam kaitannya
dengan aturan umum yang standar dan yang disetujui oleh atau telah menjadi
konvensi masyarakat.
6)   Keputusan-keputusan individual kini didasarkan pada kata hati, hati nurani, dan
etika yang berlaku secara konsisten dan universal.
Perbedaan perkembangan moral kedalam enam kategori di atas harus dipahami
sebagai sesuatu yang tidak bersifat mutlak. Tiap tahap berisi sebagai sesuatu yang
tidak bersifat mutlak. Tiap tahap berisi berbagai pengalaman moral-sosial yang lebih
kompleks drai yang diperkirakan. Walau seorang anak sedang berada dalam satu
tahap perkembangan moral tertent, dalam kesempatan yang berbeda mungkin saja ia
mengoperasikan tahap yang lain. Selain itu, juga perlu diketahui, dan ini merupakan
hal yang harus idingat bahwa tidak mudah menghubungkan antar tahapan tersebut
dengan usia anak, dan Kohlberg pun mengemukakan bahwa orang dewasa yang
berada dalam tahap 5 dan 6 hanya dalam jumlah persentase yang kecil.
3) Perkembangan Emosional dan Personal
Sebagai seorang manusia didalam kedirian anak terdapat berbagai aspek yang sama-
sama mengalami pertumbuhan dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Aspek-
asoek yang dimaksud antara lain adalah kognitif, afektif atau respons emosional,
hubungan sosial, dan orientasi nilai-nilai, akan sama-sama terlibat dalam peristiwa
pembelajaran. Hal tersebut dapat diibaratkan sebagai sebuah matriks dalam
perkembangan personalitas, dan proses perkembangan  itu sungguh amat kompleks.
Agar dapat berproses untuk secara penuh berfungsi sebagai seorang manusia (fully
functioning), atau agar dapat menjadi seorang manusia yang dapat mengaktualisasikan
diri (becoming), berbagai kebutuhan dasar anak harus terpenuhi. Kebutuhan-
kebutuhan dasar itu, antara lain, adalah kesadaran bahwa dirinya merasa dicintai dan
dapat mencintai, dimengerti, aman dan selamat, diakui sebagai anggota kelompok,
dan merasa memiliki kebebasan untuk tumbuh dan berkembang.

8
Sebagai bahan pertimbangan di bawah ini dikemukakan beebrapa karakteristik
anak pada kelompok usia tertentu sebagai salah satu kriteria pemilihan buku bacaan
sastra anak. Namun demikian, kehati-hatian dan sikap kritis guru harus tetap
diutamakan karena harus diakui adanya perbedaan tingkat kecepatan kematangan
anak akibat kondisi kehidupan sosial-budaya masyarakat.           
1. Anak usia 3-5 tahun:.
a. Pemfungsian tahap praoperasional (Piaget).
b. Pengalaman pada tahap prakarsa versus kesalahan (Erickson).
c. Penafsiran baik dan buruk. Boleh dan tidak boleh, berdasarkan konsekuensi
fisik dan hadiah atau hukuman.
d. Perkembangan bahasa langsung sangat cepat, dan pada usia lima tahun sudah
mampu berbicara dalam kalimat kompleks.
e. Perkembangan kemampuan perseptual seperti membedakan warna dan
mengenali atribut yang berbeda pada objek yang mirip.
2. Anak usia 6 dan 7 tahun.
a. Beralih ke cara berpikir tahap operasional konkret (Piaget), mulai berpikir
beda, menentang, dan bersikap hati-hati.
b. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erickson).
c. Penerimaan konsep benar (baik) berdasarkan hadiah dan persetujuan.
d. Melanjutkan perkembangan pemerolehan bahasa.
e. Mulai memisahkan fantasi dari realitas.
3. Anak usia 8 dan 9 tahun.
a. Pemfungsian tahap berpikir operasional konkret (Piaget), berpikir kini lebih
fleksibel dan hati-hati.
b. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erickson).
c. Penerimaan konsep berdasarkan aturan.
d. Adanya perhatian dan penghormatan dari kelompok kini lebih penting.
e. Mulai melihat dengan sudut pandang orang lain dan semakin berkurangnya
sifat egosentris.
4. Anak usia 10-12 tahun.
a. Pemfungsian tahap operasional konkret (Piaget), dapat melihat hubungan yang
lebih abstrak.
b. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erickson).
c. Penerimaan masalah benar berdasarkan ke-fair-an.
d. Memiliki ketertarikan yang kuat dalam aktivitas sosial.
e. Meningkatnya minat pada kelompok, mencari kekariban dalam kelompok.
5. Anak usia 13 dan adolesen.
a. Pemfungsian tahap operasional formal (Piaget), kemampuan untuk
memprediksi, menginferensi, berhipotesis tanpa refrensi.
b. Pengalaman tahap identitas versus kebingungan (Erickson).
c. Mungkin beralih ke tahap otonomi moral (tahap 5 dan 6 menurut Kohlberg).

9
4) Pertumbuhan Konsep Cerita
 

Kini timbul pertanyaan, bagaimana dan kapan pertumbuhan konsep cerita


pada anak, atau secara lebih konkret kapan anak mulai butuh cerita. Pemahaman
terhadap pola pertumbuhan ini merupakan hal yang penting bagi kita untuk membawa
anak ke bacaan sastra. Sebagaimana dikemukakan berbagai aktivitas yang menunjang
pertumbuhan dan perkembangan bahasa anak seperti nyanyian, permainan perulangan
bunyi, tembang-tembang ninabobo, dan lain-lain dapat dikategorikan sebagai tahap
awal pengenalan sastra kepada anak, pengenalan dan pemicu bakat dan apresiasi
keindahan kepada anak.
Pada tahap selanjutnya, tetapi masih dalam usia dini kepada anak mulai diberi
cerita, cerita tentang apa saja yang mungkin diberikan sesuai dengan dunia anak.
Secara teknis dalam hal ini, cerita atau sastra dapat dipahami sebagai bagian dari
sebuah sistem konstruks untuk melihat dunia, sebagai suatu sarana bagaimana dan
dari sudut mana kita melihat dunia.  Jika sastra itu adalah sastra anak, ia dapat
dipahami sebagai sebuah sarana bagaimana dan dari sudut mana anak dibawa untuk
melihat dunia, atau bagaimana dunia itu disampaikan kepada anak. Sastra dapat
dipahami sebagai sebuah kerangka dari jalinan gagasan tentang apa yang terjadi dan
bagaimana kejadian itu diceritakan. Jadi, sastra dipakai sebagai salah satu cara untuk
memahamkan dunia sekeliling kepada anak, tidak saja menyangkut maslaah apa yang
dipahamkan (isi, gagasan, "dunia" itu sendiri) melainkan juga bagaimana cara
memahamkannya (bentuk).
2.2 Penilaian Bacaan Sastra Anak SD
Penilaian sastra anak yang dimaksud haruslah dipahami dalam kaitannya
dengan tujuan pemilihan bacaan anak sesuai dengan perkembangan kediriannya. Kita
harus berfikir kritis memilihkan bacaan cerita sastra yang sesuai dan efektif buat anak,
bacaan yang baik dan sengaja di konsumsi untuk bacaan anak-anak. Ada berbagai
penilaian yang akan diuraikan meliputi penilaian alur sastra, penokohan, tema dan
moral, latar, stile, ilustrasi dan format.
1.    Alur Cerita
Alur merupakan aspek pertama yang harus dipertimbangkan karena aspek
inilah yang juga pertama-tama menentukan menarik atau tidaknya sebuah cerita. Alur
berkaitan dengan masalah urutan penyajian cerita, tetapi bukan hanya masalah saja
yang menjadi persoalan alur.
Alur dalam cerita anak juga harus memenuhi kaidah pengembangan alur. Ada
beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam mempertimbangkan bacaan sastra
anak.

10
a.                  Plausibilitas
Cerita yang dikisahkan memiliki derajat yang dapat dipercaya (plausibilitas),
memiliki unsyur-unsyur kemasukakalan, memiliki pertimbangan bahwa secara akal
dapat diterima. Masalah plausibilitas tidak perlu ditafsirkan bahwa peristiwa yang
dikisahkan benar-benar ada. Artinya, ada realitas lain selain realitas faktual yaitu
realitas imaginatif.
b.                 Suspense
Cerita hendaknya menjaga rasa ingin tahu (suspense)nya pembaca. Cerita
yang menarik biasanya mampu menampilkan rasa ingin tahudan rasa penasaran. Ada
sejumlah cara untuk menjaga rasa ingin tahu, misalnya dengan mengisahkan peristiwa
seru sedikit demi sedikit, membuka misteri sebagian, atau memperlihatkan adanya
pembayangan akan hadirnya peristiwa berikut yang lebih seru.

2. Penokohan
Dalam sebuah cerita, alur memegang peran penting karena ialah yang
menggerakkan peristiwa dan cerita, tetapi tokoh merupakan unsyur cerita yang paling
banyak dibicarakan. Tokoh cerita yang hadir sebagai pelaku berbagai aksi yang seru
atau menegangkan sering lebih mengesankan hati pembaca.
Pengungkapan Tokoh
Secara garis besar perwatakan tokoh dapat diungkapkan lewat dua cara. Meliputi, cara
langsung dan tidak langsung, cara ekspositori dan dramatik.
1)               Cara Langsung Atau Uraian (Telling)
Teliing menggungkapkan karakter tokoh secara langsung dengan “diuraikan”
oleh pengarang.
2)              Cara Ragaan (Showing)
cara ragaan (showing) atau dramatik yang mengungkapkan watak tokoh secara
tidak langsung lewat alur cerita
3) Tema dan Moral
Tema dalam sebuah cerita dapat dipahami sebagai sebuah makna, makna yang
mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebagaisebuah
kesatuan yang padu
4).    Latar
Sebuah cerita memerlukan kejelasan kejadian mengenai dimana terjadi dan
kapan waktu terjadinya untuk memudahkan pengimajian dan pemahaman.

11
5). Stile
  

Stile berkaitan dengan bahasa yang digunakan dalam sastra. Jadi stile itu
termasuk dalam kategori bentuk, yaitu bentuk atau sarana yang dipergunakan
untuk mengekspresikan gagasan.
6.)      Ilustrasi
Ilustrasi adalah gambar-ganbar yang menyertai cerita dalam buku sastra anak.
Hapir semua sastra anak dari berbagai genre pada umumnya disertai gambar-
gambar ilustrasi yang menarik.
7). Format
Format bacaan memegang peran penting untuk memotivasi anak untuk
membaca sebuah buku bacaan cerita walau format itu sendiri bukan bagian
dari cerita. Yang termasuk bagian format buku adalah bentuk, ukuran, desain
sampul, desain halaman, ilustrasi ukuran huruf, jumlah halaman, kualitas
kertas, dan model penjilidan.
2.3 Memilih Buku Bacaan Untuk Anak SD
Memilih buku yang kita sukai dan anak-anak juga menyukainya, anak-
anak akan senang jika buku itu memiliki cerita yang menyenangkan. Berikut adalah
beberapa saran untuk memilih buku yang baik untuk dibaca nyaring.
1.      Memperhatika anak-anak di sekolah atau perpustakaan umum. Membuat
catatan dari buku yang mereka pilih. Artinya kita merangkum buku apa yang paling
disukai anak-anak.
2.      Tanya suatu sekolah atau perpustakaan umum. Mereka biasanya memiliki daftar
buku yang direkomendasikan untuk anak-anak SD .
3.      Ingat buku apa yang kita sukai pada saat kita masih anak-anak. Beritahulah 
anak-anak  bahwa ada banyak buku-buku favorit untuk dibaca .
4.      Mengidentifikasi buku yang direkomendasikan oleh sekolah atau perpustakaan
Banyak hal yang bisa dilakukan guru untuk memilih buku untuk anak-anak
didiknya.
1.      Menyediakan waktu dan kesempatan untuk berbicara dengan anak-anak secara
individual tentang bacaan yang ia pilih. Memenuhi pertemuan dengan beberapa anak
setiap hari, terus bersama mereka membaca dan merespon mereka, dan perhatikan
ide-ide untuk membantu setiap  pengalaman membaca anak-anak.
2.      Sebelum, selama, dan setelah membaca nyaring, mendorong anak-anak untuk
merespon cerita. Tumbuhkan bahwa anak-anak tampaknya memiliki kecenderungan

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Buku bacaan sastra mana yang akan kita pilih, dipertimbangkan dengan
kesesuaian usia anak yang akan membacanya. Sebelum menyajikan buku sastra atau
bacaan sastra anak perlu dilakukan penilaian bacaan sastra, agar apa yang dibaca anak
sesuai dengan dunianya. Bacaan sastra yang imaginatif akan menumbuhkan sikap
empati anak, sifat kreatif dan lain-lain.

3.2 Saran

Saat menyajikan buku sastra bagi anak khususnya anak usia Sekolah Dasar
(SD) hendaklah guru melakukan penilaian kelayakan buku sastra. Selain itu,
sajikanlah kepada siswa buku-buku yang dapat menumbuhkan kreatifitas siswa dan
sikap imaginatifnya guna mengembangkan sifat kreatif sejak dini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Zulela, 2013. Apresiasi Satra Anak. Bandung:Rosda.


Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta:UGM Press.
Ibrahim. 2008. Sastra Anak. Bandung: Rosda.

14

Anda mungkin juga menyukai