Anda di halaman 1dari 24

KARAKTERISTIK SENI RUPA ANAK SEKOLAH DASAR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Seni Rupa

Dosen Pengampu: Rika Mellyaning Khoiriya, S. Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 3:

Nur Laili Novita 180611100035

Halimatus Sa’diyah 180611100036

Yuareta Carisa 180611100110

PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman
dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas
penyusunan makalah dengan judul “Karakteristik Seni Rupa Anak Sekolah Dasar ”
guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Seni Rupa. Kedua kalinya sholawat
beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Rika Mellyaning
Khoiriya, S. Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Seni Rupa.
Kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna dan mepunyai banyak kekurangan, untuk
itu dengan segala kerendahan hati kami mohon agar para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Bangkalan, 25 Oktober 2020

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tipologi Seni Rupa Anak................................................................... 3
B. Karakteristik Gambar Anak................................................................ 5
C. Periodesasi Seni Rupa Anak............................................................... 7
D. Relevansi Karakteristik Seni Rupa Anak........................................... 15
E. Jenis Karya Rupa Anak Sekolah Dasar.............................................. 18
BAB III PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................. 20
B. Saran................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kegiatan pendidikan seni rupa di tingkat sekolah dasar sangat beragam. Salah
satu kegiatan pendidikan seni rupa di sekolah dasar adalah kegiatan menggambar.
Menggambar merupakan salah satu kegiatan yang diberikan kepada siswa untuk
menyalurkan ekspresi dan kreativitas siswa. Istilah menggambar diangkat dari istilah
to draw yang berarti menggores atau membuat garis, atau berupa garis. Jika dikaitkan
dengan karya seni rupa istilah menggambar ialah kegiatan menggores sehingga
membentuk bidang gambar (Pamadhi, 2016:10.22). Pamadhi juga menambahkan
bahwa menggambar adalah memindahkan objek dengan media dua dimensi dengan
mengambil objek yang berupa benda-benda di sekelilingnya dan digambarkan
langsung berbentuk realistik.

Melalui memahami karakteristik gambar siswa, guru dapat dengan mudah


memilih materi dan metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran seni rupa
khususnya kegiatan menggambar. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamadhi
(2016:3.27) sebagai berikut “memahami tipologi dan periodesasi karya seni rupa anak
pada masa pra dan pasca SD sangat penting. Hal tersebut akan mendasari kebijakan
seorang guru. Pemahaman tersebut dapat membantu dalam menentukan materi dan
strategi pembelajaran yang tepat ”.

Karakteristik gambar yang dibuat oleh siswa sekolah dasar dapat dilihat dari
beberapa aspek, antara lain yaitu dari aspek periodesasi perkembangan seni rupa
anak, aspek tipologi seni rupa anak, aspek karakteristik seni rupa anak, dan aspek
relevansi karakteristik seni rupa anak. Periodesasi perkembangan seni rupa anak
merupakan pengelompokkan karakteristik gambar berdasarkan usia. Tipologi seni
rupa anak didasarkan pada gaya gambar yang diciptakan oleh anak pada sebuah
bidang gambar. Karakteristik seni rupa anak didasarkan pada ciri khas karya seni rupa

1
dwimatra anak. Relevansi karakteristik seni rupa anak didasarkan pada
perkembangan mental fisik anak sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Tipologi Seni Rupa Anak?
2. Apa Karakteristik Gambar Anak?
3. Apa Periodesasi Seni Rupa Anak?
4. Bagaimana Relevansi Karakteristik Seni Rupa Anak?
5. Apa Saja Jenis Karya Seni Rupa Anak Sekolah Dasar?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk Mengetahui Tipologi Seni Rupa Anak.
2. Untuk Mengetahui Karakteristik Gambar Anak.
3. Untuk Mengetahui Periodesasi Seni Rupa Anak.
4. Untuk Mengetahui Relevansi Karakteristik Seni Rupa Anak.
5. Untuk Mengetahui Jenis Karya Seni Rupa Anak Sekolah Dasar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipologi Seni Rupa Anak
Tipologi dapat dikatakan sebagai tipe maupun gaya yang dapat diamati
melalui hasil gambar yang dibuat oleh anak. Hasil gambar yang dihasilkan
anak merupakan sesuatu yang sangat unik dan mencerminkan karakter atau
watak anak itu sendiri. Apa yang digambar anak merupakan cermin dari apa
yang ditangkap dan kemudian dirasakan oleh anak. Anak tidak menggambar
hanya dari apa yang dipikirkannya atau dari yang dilihatnya, melainkan
merupakan hasil dari apa yang dilihatnya dengan perasaan yang diasosiasikan
dan diungkapkan ke dalam bentuk gambar. Tipologi seni rupa anak menjadi
tiga tipe, yaitu: tipe visual, tipe haptik, dan tipe campuran.
1. Tipe visual

Contoh Gambar Anak Bertipe Visual.

Pada tipe ini, anak memiliki ketajaman menghayati sesuatu


melalui indera penglihatannya. Mereka lebih mengutamakan kesamaan
hasil dengan bentuk yang diamati, mereka juga memperhatikan

3
proporsi dan perbandingannya. Pernyataan ruang dalam gambar bisa
dipecahkan dengan menggambarkan benda-benda yang lebih kecil
dengan menggunakan ilmu perspektif. Warna-warna yang dipilih
hampir sesuai dengan warna-warna yang ada pada benda. Hasil
keseluruhan hampir sesuai dengan kenyataan yang dilihatnya.

2. Tipe haptik

Hjj
Contoh gambar anak haptik

Tipe haptik lebih mengutamakan suasana hati atau


emosionalnya terhadap objek yang akan diwujudkannya. Karya yang
dihasilkan cenderung lebih bersifat ungkapan ekspresi diri dari pada
berorientasi pada kenyataan yang ada. Dengan demikian karya tipe
haptik terkesan puitis.
Ciri-ciri yang muncul pada gambar yang bertipe haptik antara
lain ialah munculnya garis atau bentuk yang sifatnya sangat individual,
perspektif tidak menjadi perhatian. Anak cenderung menonjolkan
bagian-bagian yang dianggap penting saja dalam objeknya, jadi
menggunakan pertimbangan nilai yang sesuai dengan dirinya sendiri.

4
Bagian yang penting akan digambar lebih besar daripada bagian yang
kurang penting. Selain itu, warna yang dikemukakan adalah wujud
dari reaksi emosinya. Bentuk, warna, situasi tidak terikat dengan
kenyataan yang ada di alam. Hasil gambarnya tampak lebih cenderung
bersifat individual.
3. Tipe campuran
Tipe ini merupakan perpaduan antara tipe visual dengan tipe
haptik, sehingga karya yang dihasilkan mengandung unsur-unsur bertipe
visual dan juga haptik. Ini berarti gambar yang dibuat oleh anak tidak
hanya dikategorikan berdasarkan periodisasinya saja, melainkan
kecenderunagn perasaan yang digunakan anak juga ikut mempengaruhi
hasil karyanya. Tipe visual ditandai dengan ketajaman anak dalam
menghayati sesuatu melalui indera penglihatannya. Anak sangat
mengutamakan kesamaan hasil dengan objek nyata yang diamatinya. Tipe
haptik ditandai dengan gambar yang dihasilkan tidak berdasarkan
kenyatan yang mereka lihat, akan tetapi anak lebih berorientasi pada
ungkapan perasaannya. Oleh karena itu, tipe campuran merupakan
perpaduan antara tipe visual dan haptik. Berdasarkan penjelasan tersebut,
dapat diambil kesimpulan bahwa tipologi gambar anak dikategorikan
dalam tiga tipe, yaitu tipe visual, tipe Haptik dan tipe campuran yang
merupakan percampuran antara tipe visual dan tipe haptik.
B. Karakteristik Gambar Anak
Diantara usia 6-10 tahun merupakan masa keemasan ekspresi yang kreatif.
Dan jika pada masa ini ada anak yang tidak suka menggambar ia dianggap sebagai
penyimpangan dari perkembangannya, demikian pendapat Piere Duquet (1953)
(dalam Ziegfeld, ed., 1953). Menggambar merupakan kegiatan ekspresi yang kreatif
yang populer di kalangan anak-anak, karena menggambar tidak terlalu banyak
tuntutan dalam penciptaannya. Sebaiknya dalam kegiatan menggambar tidak
diberikan latihan-latihan yang bersifat teknis, karena akan menjadikan penghambat

5
dan anak menjadi tidak wajar dalam nerekspresi. Pengalaman batin yang sederhana
pada anak-anak merupakan kenangan indah dan hangat yang sewaktu-waktu bisa
diungkapkan dengan berekspresi dan juga merupakan pendorong baginya.
Memahami dunia kesenirupaan anak-anak berarti kita harus memahami
kehidupan anak secara menyeluruh. Sebagian besar kehidupan anak-anak dipenuhi
dengan permainan, permainan sebagai bagian yang menyeluruh dalam kehidupan
anak. Dalam permainnya anak senantiasa meniru-niru orang dewasa, mereka
membuat rumah-rumahan, membersihkannya, mengecatnya, menatanya layaknya
orang dewasa. Semua perbuatan itu dilakukan secara spontan, demikian juga dalam
hal berkeseniannya termasuk di dalamnya kegiatan menggambar.
Menggambar/melukis sebagai kegiatan yang bersifat konstruktif dimasukkan
dalam kategori permainan sesuai dengan pendapat Hurlock (1978). Permainan yang
pertama dilakukan anak adalah menghasilkan kembali sesuatu yang pernah dilihat
dalam kehidupan sehari-hari. Media yang digunakan biasanya tanah, balok-balok
kayu kecil, lumpur, tanah liat, cat, kertas, lem, dan sebagainya.
Ketika seorang ayah sedang menulis, si anak akan menirunya dengan
mengambil kertas dan membuat goresan-goresan, sekalipun goresan-goresan itu bagi
kita tidak bermakna, tetapi nampak anak mendapat kepuasan. Jadi bukan makna dari
goresan itu yang berarti bagi anak, tetapi kepuasan yang lebih diutamakan. Buktinya
anak akan semakin senang dan semakin rajin menggores. Hal itu bukan tanpa arti,
tetapi merupakan langkah awal bagi anak dalam melakukan gerak motoriknya, gerak
kordinasi antara tangan dan mata. Ini akan menrupakan langkah yang penting dalam
kehidupan selanjutnya walaupun dilakukan secara santai sambil bermain-main. Oleh
karena itulah, dalam memimbing anak dalam menggambar harus diciptakan suasana
santai dimana anak dapat mengembangkan imajinasinya dengan leluasa.
Menggambar bagi anak adalah bagian dari permainan, dimana mereka dapat
mengembangkan daya imajinasinya.
Menurut Kellogg dalam Papalia (1990), seorang pelukis besar Pablo Picasso
(1881-1972) menyatakan bahwa orang dewasa sebaiknya jangan mengajar anak-anak

6
untuk menggambar, sebaiknya orang dewasalah yang harus belajar dari anak-anak.
Jadi, tugas guru dan orang tua sebaiknya tidak mengajarkan konsep pendidikan
seperti di masa lalu, dimana anak dianggap sebagai mahluk yang lemah, serba tidak
tahu. Tugas orang dewasa hanyalah mengembangkannya secara alami.
Kegiatan menggambar bagi anak tidak selalu anak dilatarbelakangi dengan
semangat berkesenian, melainkan lebih didorong oleh bagian dari permainan,
sehingga menggambar bagi anak adalah bagian dari permainan, dimana mereka dapat
mengembangkan daya imajinasinya. Pada anak-anak kreativitas sedang menonjol
perkembangannya, dengan dorongan bermain dan keinginan hendak tahu yang
membludak, hingga mudah tercapai penghayatan. Tuhan memberikan anugerah pada
anak, hingga baginya bermain adalah pula belajar, bereksperimen, berekspresi dan
berkreasi: Belajar sambil bermain, bermain sambil belajar (Tabrani, 2001: 95).
“Membebaskan” anak menggambar sama dengan membebaskan anak dalam
menuangkan imajinasi dan mengungkapkan dirinya melalui gambar. Melalui
menggambar, secara tanpa disadari anak dapat belajar memecahkan persoalan yang
dihadapi. Dengan menggambar anak dapat bermain dan berekspresi dengan sepuas-
puasnya.
C. Periodesasi Seni Rupa Anak
Pengelompokan periodisasi karya seni rupa anak dimaksudkan agar kita mudah
mengenali karakteristik perkembangan anak berdasarkan usianya. Pada
pengungkapan gagasan, anak masih memandang gambar sebagai satu ungkapan
keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian secara rinci. Hal yang tampak
hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang menyentuh
perasaan dan keinginannya.
Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1982) dalam bukunya yang berjudul
“Creative and Mental Growth” membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak,
sebagai berikut:

7
1. Masa coreng-moreng (sribbling period)
 

Kesenangan membuat goresan telah muncul pada anak-anak usia dua tahun atau
bahkan sebelum dua tahun, sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jari
anak yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat kita temukan pada anak
yang kerap melubangi atau melukai kertas yang digoresnya.
Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu
bentuk obyek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik.
Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah
vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak
yang masih menggunakan motorik kasar. Kemudian, pada perkembangan berikutnya
penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu,
mereka sudah mampu membuat garis melingkar. Pada periode ini terbagi atas tiga
tahap, yakni:
1. Corengan tidak beraturan
Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tidak beraturan
adalah bentuk gambar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas,

8
belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat
yang tinggi.
2. Corengan terkendali
Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali
visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah
adanya kerjasama antara koordinasi perkembangan visual dengan
perkembangan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan
coretan garis baik yang horizontal, vertikal, lengkung, bahkan lingkaran.
3. Corengan bernama
Merupakan tahap akhir masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang
usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya, anak mulai
mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama, misalnya “rumah”,
“mobil”, “bola”. Hal ini dapat digunakan oleh orangtua atau guru pada
jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam membangkitkan
keberanian anak untuk mengemukakan kata-kata tertentu atau pendapat
tertentu berdasarkan hal yang digambarkannya.

Anak-anak memiliki jiwa bebas dan ceria. Mereka sangat menyenangi warna-
warna cerah, misalnya pada crayon. Kesenangan menggunakan warna biasanya
setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang dibuatnya. Penggunaan warna
pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan teknik mekanik penempatan warna
berdasarkan kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek
emosi.
Pada masa mencoreng, bila anak difasilitasi oleh orang tua, maka akan
memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan bentuk,
mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan antara
gambar dengan lingkungannya. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh
orangtua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian terhadap karya

9
yang sedang dibuat anak, sehingga tercipta kemampuan komunikasi anak dengan
orang dewasa melalui bahasa visual.

2. Masa pra-bagan (pre schematic period)

Usia anak pada tahap ini biasanya berada pada jenjang PAUD dan Sekolah
Dasar (SD) kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, obyek yang digambar
anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang
menggambarkan kepala, kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai
pengganti kedua kaki.
Ciri-ciri yang menarik lainnya, pada tahap ini anak telah menggunakan bentuk-
bentuk dasar geometris untuk memberi kesan obyek dari dunia sekitarnya. Koordinasi
tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan obyek,
orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat, atau warna lain yang anak kehendaki.
Penempatan dan ukuran obyek bersifat subyektif, didasarkan kepada
kepentingannya. Jika obyek gambar lebih dikenalinya, seperti ayah dan ibu, maka

10
gambar dibuat lebih besar dari yang lainnya. Hal ini dinamakan dengan perspektif
batin. Penempatan obyek dan penguasaan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.

3. Masa bagan (schematic period)

Konsep bentuk mulai tampak jelas pada tahap ini. Anak cenderung mengulang
bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah. Pada
perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak
(base line).
Penafsiran ruang bersifat subyektif, tampak pada gambar tembus pandang.
Gejala ini disebut dengan idioplastis (gambar terawang, tembus pandang). Misalnya
gambar sebuah rumah yang seolah-olah terbuat dari kaca bening, hingga seluruh isi di
dalam rumah kelihatan dengan jelas.

11
Kenyataan tersebut diperkuat oleh pandangan Max Verworm (dalam Zulkifli,
2002, hlm. 45) bahwa “anak menggambar benda-benda menurut apa yang dilihatnya.
Hasil karya anak-anak itu disebut gambar fisioplastik”. Anak yang belum berumur 8
tahun belum mampu menggambar apa yang dilihatnya tetapi mereka menggambar
menurut apa yang sedang di pikirannya. Hasil karya mereka itu disebut gambar
ideoplastik.
Pada masa ini juga terkadang dalam satu bidang gambar dilukiskan berbagai
peristiwa yang berlainan waktu. Hal ini dalam tinjauan budaya dinamakan continous
narrative, anak sudah bisa memahami ruang dan waktu.

4. Masa realisme awal (early realism)

Pada masa periode awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran
perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka
menyatukan obyek dalam lingkungan. Selain itu, kesadaran untuk berkelompok
dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada obyek sudah mulai
rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan obyek, proporsi (perbandingan
ukuran) belum dikuasai sepenuhnya.
Pemahaman warna mulai disadari.Warna biru langit berbeda dengan biru air
laut. Penguasaan konsep ruang mulai dikenal, sehingga letak obyek tidak lagi

12
bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan
garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti
keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini.
Terdapat pula perbedaan kesenangan umum, misalnya anak laki-laki lebih
senang menggambar kendaraan, sedangkan anak perempuan lebih senang
menggambar boneka atau bunga.
5. Masa naturalisme semu

Pada masa ini, kemampuan berpikir abstrak serta kesadaran sosial semakin
berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri.
Pengamatan kepada obyek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe
haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa
jarak, dan lingkungan dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya.
Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh obyek lebih
meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan obyek secara
subyektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun
banyak digemari.
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak, ekspresi
kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan

13
sangat pesat. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam
proses berkarya. Anak ingin menggambar kucing, sementara kemampuan
menggambar kucing masih kurang. Sebagai akibatnya mereka malu kalau
memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.

6. Periode penentuan

Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe
individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan
kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan
meninggalkan kegiatan seni rupa, terlebih apabila tanpa bimbingan. Di dalam hal ini
peran guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan
manusia dengan seni akan berlangsung terus-menerus dalam kehidupan. Seni bukan
urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tidak akan terhindar
dari sentuhan seni dalam kehidupan sehari-hari.

14
D. Relevansi Karakteristik Seni Rupa
Perilaku seseorang diwarnai oleh latar belakangnya. Latar belakang ini
meliputi pendidikan keluarganya, keadaan dan pengaruh lingkungan di luar rumah,
suasana hatinya, kepribadiannya, dan perkembangan fisik mentalnya. Kamaril, dkk
(1999:2.57) menyatakan bahwa terdapat beberapa latar belakang yang cenderung
memiliki kesamaan antara anak yang satu dengan yang lainnya, yaitu latar belakang
perkembangan fisik dan mental siswa. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Perkembangan Fisik
Hasil karya seni rupa siswa berpengaruh terhadap perkembangan fisik
siswa yang meliputi gerak siswa dan perkembangan persepsi siswa. Berikut
penjelasanya:
a) Gerak Anak
Gerak anak yang dimaksud disini merupakan perkembangan fisik yang
menyangkut pada gerak halus dan gerak kasar. Gerak halus dan gerak
kasar sudah mulai terarah dan terkoordinasi, seperti dalam kegiatan
melipat, mewarnai gambar.Tahapan perkembangan fisik nampak jelas
pada usia 2-4 tahun. Perkembangan fisik berperan dalam upaya siswa
menampilkan pengenalannya tentang tubuh lewat karya seni rupanya.
b) Perkembangan Perspektif
Perkembangan persepsi atau daya serap bertumpu pada alat inderanya.
Hal ini terlihat ketika siswa menggambar. Koordinasi antara gerak
tangan, jari, indera mata, dan keseimbangan berperan kuat. Hal ini
dapat dilihat dalam kegiatan menggunting atau melipat. Perkembangan
daya serap dan ketajaman indera seseorang sangat berarti bagi
pengembangan pengalaman seninya. Indera mata memiliki tempat
utama dalam berkarya seni rupa. Karena melalui perkembangan
kemampuan indera matanya seseorang menjadi sensitif terhadap
warna, bentuk, dan ruang.
2. Perkembangan Mental

15
Kemampuan mental siswa mengalami perkembangan setiap tahunnya.
Perkembanangan mental meliputi perkembangan emosi, sosial, berpikir,
kepribadian, rasa keindahan dan kreativitas. Penjelasan mengenai
perkembangan mental sebagai berikut.
a) Perkembangan Emosi
Melalui karya seni rupa, perkembangan emosi siswa dapat diamati dan
terpenuhi. Merdeka dan bebas tanpa tekanan merupakan sifat alamiah
yang sesungguhnya siswa inginkan. Jika hal tersebut terpenuhi siswa
tidak akan merasa takut dalam berkarya, dan perkembangan emosinya
akan semakin nyata. Siswaakan semakin kreatif dan yakin dalam
berkarya. Jika siswa tidak memperoleh kebebasan maka siswa hanya
berani meniru karya orang lain.
b) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dimulai dari sifat egosentris yang terwujud
dalam karya seni rupa yang menampilkan dirinya. Namun ketika siswa
mengenal dan memasuki lingkungannya, siswa mulai
menggambarkan suasana keluarga dan benda atau makhluk lain yang
terdekat dengan dirinya, seperti gambar ibu-bapakku, keluargaku,
kucingku, rumahku, dan seterusnya. Karya tersebut nampak ketika
mereka duduk di kelas rendah. Ketika siswa memasuki kelas tinggi
kemampuan sosialisasi mereka meningkat. Karya seni mereka lebih
berwujud kerja sama dan gotong-royong dalam kelompok.
c) Perkembangan Berpikir
Menurut Piaget dalam Rifa’i & Anni (2015:31) perkembangan
kognitif siswa dapat dikelompokkan sebagai berikut, yaitu: tahap
sensori motorik (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap
operasional konkrit (7-11 tahun), dan tahap operasional formal ( mulai
11 tahun).
(1) Tahap Sensorimotorik (0-2 tahun)

16
Selama tahap ini, kegiatan berkarya seni rupa pada siswa belum dapat
dilakukan, karena perilaku yang dimiliki masih terbatas pada respon
motorik sederhana yang disebabkan oleh rangsangan penginderaan.
(2) Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Karya seni rupa yang dihasilkan pada tahap ini berpusat pada diri
sendiri. Kegiatan berkarya seni rupa sesuai dengan yang siswa
pikirkan. Jika siswa menggambar rumah, maka gambarnya bersifat X-
Ray atau rebahan. Karya seni rupa bersifat statis. Misalnya gambar
orang yang bertangan panjang, berkaki panjang.
(3) Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Pada tahap operasional konkrit cara perpikir siswa mulai nampak
realistis. Artinya tidak tepat seperti kenyataan, tetapi telah mendekati
konsep visual yang masih subjektif.
(4) Tahap Operasional Formal (mulai 11 tahun)
Pada tahap ini siswa sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis.
Ditandai dengan sifat karya seni rupa yang naturalis. Siswa
mengungkapkan sesuatu yang ada disekitarnya sesuai dengan
kenyataan, seperti saat mereka menggambar langit yang berwarna
biru, gumpalan awan berwarna putih atau abu kehitaman, dan rumput
yang berwarna hijau.
d) Perkembangan Kepribadian
Kepribadian adalah tingkah laku seseorang yang merupakan usaha
manusia untuk menjawab dan menyatu dengan lingkungannya. Siswa
memiliki keinginan untuk menghasilkan sesuatu dalam berkarya seni
rupa serta ingin berprestasi sehingga dalam berkarya seni siswa tidak
dapat dipaksa. Namun lambat laun siswa akan mulai bergeser terhadap
aturan-aturan yang ada, baik aturan dari luar, dari masyarakat, maupun
dari pemerintah. Peralihan antara pengakuan norma yang bersifat
egosentris subjektif kepada penerimaan aturan dari luar diwujudkan

17
dalam karya seni rupa yang bersifat pra-realisme dimana sifat karya
seni rupa mereka masih berubah-ubah antara yang visual dan non
visual. Tetapi saat mereka telah merasa berkewajiban mentaati
peraturan masyarakat, karya seni rupa mereka menjadi realistis.
e) Perkembangan Rasa Keindahan dan Kreativitas
Perkembangan keindahan pada siswa dimulai dengan yang bersifat
egosentris subjektif lalu berkembang ke arah yang lebih objektif dan
universal. Awalnya siswa beranggapan bahwa hasil karyanya cukup
indah, tanpa memperdulikan pendapat orang lain. Namun lambat laun
sifat ini berubah. Pada kelas tinggi sekolah dasar, mereka beranjak ke
arah usaha mengaitkan orang lain, mengikutsertakan respon pengamat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam berkarya seni rupa sangat
dipengaruhi oleh perilaku seseorang. Perilaku tersebut dilatarbelakangi
oleh perkembangan mental dan fisiknya.
E. Jenis Karya Seni Rupa Anak Sekolah Dasar
1. Menggambar
Gambar adalah menyajikan suatu bentuk atau obyek yang bisa
dari realita maupun imajinatif dengan menggunakan garis sebagai
sarana utama. Tetapi tidak menutup kemungkinan dengan
menggunakan unsur lain yang diperlukan dalam rangka menghasilkan
gambar yang lebih bermakna seperti tekstur, nada, dan warna.
2. Melukis
Melukis hampir sama dengan menggambar yaitu sama-sama
luapan ekspresi yang tertuang dalam media dua dimensi, namun
perbedaannya adalah, jika gambar, tidak selalu berekspresi
bebas,terkadang masih terikat aturan tertentu, namun lukisan selalu
berekspresi bebas.
3. Mencetak

18
Mencetak merupakan suatu cara berkarya seni dengan metode
memperbanyak gambar dengan alat cetak/acuan/ klise
4. Kolase, Montase, dan Mosaik
Kolase adalah sebuah teknik menempel berbagai macam unsur ke
dalam suatu frame sehingga menghasilkan karya seni yang baru. Dengan
demikian, kolase adalah karya seni rupa yang dibuat dengan cara
menempelkan bahan apa saja ke dalam satu komposisi yang serasi
sehingga menjadi satu kesatuan karya
Montase merupakan sebuah karya yang dibuat dengan cara
memotong objek-objek gambar dari berbagai sumber kemudian di
tempelkan pada suatu bidangsehingga menjadi suatu kesatuan karya dan
tema (lihat Susanto, 2012: 264). Istilah lain yang di gunakan untuk
merujuk pada karya montase adalah rakitan gambar.
Mosaik adalah gambar atau hiasan atau pola tertentu yang di buat
dengan cara menempelkan bahan/ unsur kecil sejenis (baik bahan, bentuk,
maupun ukurannya) yang disusun secara berdempetan pada sebuah
bidang.
5. Menganyam
Menganyam berarti mengatur bilah atau lembaran-lembaran secara
tindih-menindih dan silang menyilang. Dalam pengertian lain
anyaman merupakan usaha atau kegiatan keterampilan dalam permbuatan
barang - barang dengan cara atau tehnik silang-menyilang dan susup-
menyusup, antara lungsi dan pakan.
6. Mewarnai, Menggunting, Menempel dan juga Melipat
Mewarnai adalah kegiatan memberikan kesan warna pada objek
karya seni. Menggunting adalah kegiatan keteramplan menggunakan
gunting untuk memisahkan objek yang di butuhkan dari bagian yang tidak
dibutuhkan untuk memperoleh objek-objek yang tepat untuk menyusun
karya seni. Menempel adalah menyatukan objek-objek menggunakan lem

19
hingga membentuk satu kesatuan karya seni yang utuh. Melipat adalah
kegiatan menekuk-nekukan kertas hingga berbentuk karya seni tiga
dimensi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tipologi dapat dikatakan sebagai tipe maupun gaya yang dapat diamati
melalui hasil gambar yang dibuat oleh anak. Hasil gambar yang dihasilkan anak
merupakan sesuatu yang sangat unik dan mencerminkan karakter atau watak anak itu
sendiri. Kegiatan menggambar bagi anak tidak selalu anak dilatarbelakangi dengan
semangat berkesenian, melainkan lebih didorong oleh bagian dari permainan,
sehingga menggambar bagi anak adalah bagian dari permainan, dimana mereka dapat
mengembangkan daya imajinasinya. Pengelompokan periodisasi karya seni rupa anak
dimaksudkan agar kita mudah mengenali karakteristik perkembangan anak
berdasarkan usianya. Pada pengungkapan gagasan, anak masih memandang gambar
sebagai satu ungkapan keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian secara
rinci. Jenis karya seni rupa anak: menggambar, melukis, dan kolase.

B. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kurnianti, D. 2019. ANALISIS HASIL KARYA SENI RUPA ANAK di SDN MARGADANA 7
KOTA TEGAL. Skripsi Universitas Negeri Semarang.
Lowenfeld, V., & Brittain, L. 1982. Creative and Mental Growth. New York: Maemillan.
Soegiarty, Tity. 2017. Karakteristik Gambar Anak. Sumedang.
Zulkifli, L. 2002. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

21

Anda mungkin juga menyukai