Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

IDENTITAS NASIONAL

Disusun Oleh:
Nama : Tita Aprilia
NIM. 1811240157

Dosen Pembimbing:
Muhammad Alfarisi, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr, wb.


Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami
Bapak Muhammad Alfarisi, M.Pd yang telah memberikan pembelajaran dan ilmu
pengetahuan kepada kami. Serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua rekan-rekan yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga apa yang telah disampaikan dalam makalah ini dapat
menjadi referensi serta bermanfaat bagi khalayak pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr, wb

Bengkulu, 6 Oktober 2021

Tita Aprilia
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan Pengertian Identitas Nasional...................................2
B. Proses Berbangsa dan Bernegara..........................................................5
C. Integralistik dan Semangat Kekeluargaan............................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Identitas nasional merupakan ciri khas yang dimiliki satu bangsa yang
tentunya berbeda antara satu bangsa, dengan bangsa yang lain. Indonesia
adalah salah satu Negara yang memiliki bermacam identitas nasional yang
mengkhaskan dan tentunya berbeda dengan Negara-negara lainnya.
Mayoritas dari masyarakat mengasosiakan identitas nasional mereka dengan
negara dimana mereka dilahirkan.
Beragamnnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia, merupakan suatu
tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan
identitasnnya. Untuk itu, sebagai generasi muda Indonesia seharusnnya sudah
mengetahui apa itu identitas nasional bangsa kita. Namun pada kenyataannya
masih banyak generasi muda indonesia yang belum tahu tentang apa itu
identitas nasional dan apa saja wujud dari identitas nasional bangsa Indonesia
itu sendiri.
Identitas Nasional merupakan pengertian dari jati diri suatu Bangsa dan
Negara, Selain itu pembentukan Identitas Nasional sendiri telah menjadi
ketentuan yang telah di sepakati bersama. Menjunjung tinggi dan
mempertahankan apa yang telah ada dan berusaha memperbaiki segala
kesalahan dan kekeliruan di dalam diri suatu Bangsa dan Negara sudah tidak
perlu di tanyakan lagi, Terutama di dalam bidang Hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Karakteristik dan Pengertian Identitas Nasional?
2. Jelaskan Proses Berbangsa dan Bernegara?
3. Jelaskan Integralistik dan Semangat Kekeluargaan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Karakteristik dan Pengertian Identitas Nasional.
2. Untuk Mengetahui Proses Berbangsa dan Bernegara.
3. Untuk Mengetahui Integralistik dan Semangat Kekeluargaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik dan Pengertian Identitas Nasional


Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas
dan nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda
atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya
dengan yang lain.
Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-
kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti
keinginan, cita-cita dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa
melahirkan tindakan kelompok (collective action yang diberi atribut nasional)
yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk organisasi atau pergerakan-
pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional.
Identitas Nasional pada dasarnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam suatu bangsa. Lama kelamaan, nilai-
nilai tersebut akan menjadi ciri khas suatu bangsa dan negara, sehingga dapat
menjadi pembeda dengan bangsa lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa identitas nasional adalah
suatu jati diri yang khas dimiliki oleh suatu bangsa dan tidak dimiliki oleh
bangsa yang lain. Dalam hal ini, tidak hanya mengacu pada individu saja,
akan tetapi berlaku juga pada suatu kelompok. Dengan kata lain, identitas
nasional adalah kumpulan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu
kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan pancasila dan
Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur identitas nasional merujuk pada bangsa yang majemuk.
Kemajemukan itu merupakan gabungan unsur-unsur pembentuk identitas
nasional yang meliputi suku bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa. Dari
unsur-unsur identitas nasional tersebut, dapat dirumuskan pembagiannya
menjadi tiga bagian (Herdiawanto dan Hamadayama, 2010), yaitu:
1. Identitas Fundamental, yaitu pancasila sebagai falsafat bangsa, dasar
negara dan ideologi negara.
2. Identitas Instrumental, yaitu berisi UUD 1945 dan tata perundang-
undangannya. Dalam hal ini, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia,
bendera negara Indonesia, lambang negara Indonesia, lagu kebangsaan
Indonesia yaitu Indonesia Raya.
3. Identitas Alamiah, yaitu meliputi negara kepulauan dan pluralisme dalam
suku, budaya, bahasa dan agama serta kepercayaan.
Salah satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan
cara membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara
mencari sisi-sisi umum yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian dapat
menghindarkan dari sikap kabalisme, yaitu penekanan yang terlampau
berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas yang esoterik, karena tidak ada
satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda dengan bangsa lain.
Karakteristik Negara yang memiliki Identitas Nasional
Identitas setiap manusia ditentukan oleh ruang hidupnya, secara alami
akan berakulturasi dan membentuk ciri khas dalam norma kehidupan. Dalam
antropologi identitas merupakan suatu sifat khas yang menerangkan dan
sesuai dengan kesadaran diri, golongan, komunitas dan negara sendiri.
Identitas meliputi nilai, norma dan simbol ekspresi sebagai ikatan sosial untuk
membangun solidaritas dan kohesivitas sosial untuk menghadapi kekuatan
luar yang menjadi simbol ekspresi tindakan pada masa lalu, sekarang dan
mendatang.
Nasional berasal dari bangsa sendiri atau meliputi diri bangsa, maka
identitas nasional Indonesia ialah jati diri yang membentuk bangsa, yaitu
berbagai suku bangsa, agama, bahasa Indonesia, budaya nasional, wilayah
nusantara dan ideologi pancasila. Jati diri bangsa merupakan totalitas
penampilan bangsa yang utuh dengan muatan dari masyarakat sehingga dapat
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Mengukuhkan jati diri
bangsa merupakan usaha yang sangat dibutuhkan karena sebagai akar dalam
keutuhan hidup berbangsa dan bernegara.
Faktor Pembentuk Identitas Nasional
Lahirnya suatu identitas nasional bangsa pasti memiliki ciri khas, sifat,
serta keunikan tersendiri yang yang sangat didukung oleh faktorfaktor
pembetuk identitas nasional. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi
identitas bersama suatu bangsa meliputi: Primordial, sakral, tokoh, bhineka
tunggal ika, sejarah, perkembangan ekonomi dan kelembagaan.
1. Primordial
Faktor-faktor primordial ini meliputi: ikatan kekerabatan (darah)
dan keluarga, kesamaan suku bangsa, daerah asal, bahasa, dan adat
istiadat.
2. Sakral
Faktor sakral dapat berupa kesamaan agama yang dipeluk
masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang
bersangkutan.
3. Tokoh
Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh
masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa negara.
Pemimpin dibeberapa negara dianggap sebagai penyambung lidah rakyat,
pemersatu rakyat dan simbol persatuan bangsa yang bersangkutan.
4. Bhineka Tunggal Ika
Prinsip Bhineka Tunggal Ika pada dasarnya adalah kesediaan
warga bangsa untuk bersatu dalam perbedaan. Yang disebut bersatu
dalam perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada
lembaga yang disebut negara dan pemerintahnya, tanpa menghilangkan
keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras dan agamanya.
5. Sejarah
Persepsi yang sama di antara warga masyarakat tentang sejarah
mereka dapat menyatukan diri ke dalam satu bangsa. Persepsi yang sama
tentang pengalaman masa lalu, seperti samasama menderita karena
penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas, tetapi juga melahirkan
tekad dan tujuan yang sama antar anggota masyarakat itu.
6. Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan
spesialisasi pekerjaan dan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan
masyarakat.
7. Kelembagaan
Faktor lain yang berperan dalam mempersatukan bangsa adalah
lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan
bersenjata, pengadulan dan partai politik.
B. Proses Berbangsa dan Bernegara
Keberadaan bangsa Indonesia tidak lahir begitu saja, namun lewat
proses panjang dengan berbagai hambatan dan rintangan. Kepribadian, jati
diri serta identitas nasional Indonesia dapat dilacak dari sejarah terbentuknya
bangsa Indonesia dari zaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya serta Kerajaan-
kerajaan lain sebelum kolonialisme dan imperialisme masuk ke Indonesia.
Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut
Mohammad Yamin diistilahkan sebagai fase nasionalisme lama.
Pembentukan nasionalisme modern menurut Mohammad Yamin
dirintis oleh para tokoh pejuang kemerdekaan dimulai dari tahun 1908
berdirinya organisasi pergerakan Budi Utomo, kemudian dicetuskannya
Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Perjuangan terus bergulir hingga mencapai
titik kulminasinya pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak berdirinya
Negara Republik Indonesia. Indonesia adalah negara yang terdiri atas banyak
pulau, suku, agama, budaya maupun bahasa, sehingga diperlukan satu
pengikat untuk menyatukan keragaman tersebut. Nasionalisme menjadi syarat
mutlak bagi pembentukan identitas bangsa.
Ir. Soekarno mengistilahkan dengan ‘Jas Merah’ atau Jangan Sampai
Melupakan Sejarah. Sejarah akan membuat seseorang berhati-hati dan
bijaksana. Orang berati-hati untuk tidak melakukan kesalahan yang dilakukan
pada masa lalu. Orang menjadi bijaksana karena mampu membuat
perencanaan ke depan dengan seksama.
Proses Berbangsa dan Bernegara Masa Sebelum Kemerdekaan
Proses berbabangsa dan bernegara pada zaman sebelum kemerdekaan
kira-kira pada tahun 1908 lebih berorientasi pada perjuangan melawan
penjajah. Dari tinjauan sejarah zaman Sriwijaya pada abad ke VII dan
kerajaan Majapahit abad XIII telah ada upaya untuk menyatukan Nusantara.
Namun para penguasa belum memiliki kemampuan yang cukup untuk
mempertahankan kejayaan yang telah dicapai yang menyebabkan
kehancuran. Disamping itu kehancuran juga disebabkan karena kerajaan
tradisional tersebut belum memahami konsep kebangsaan dalam arti luas.
Proses kehidupan berbangsa dan bernegara mulai berkembang sejak
sumpah pemuda dikumandangkan ke seluruh nusantara. Dalam periode
selanjutnya secara nyata mulai dipersiapkan kemerdekaan Indonesia pada
masa penduduk Jepang, yaitu dengan dibentuknya badan penyelidik usaha-
usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Dan puncaknya adalah ketika
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Proses Berbangsa dan Bernegara Pada Masa Sekarang
Proses berbangsa dan bernegara pada masa sekarang erat kaitannya
dengan hakikat pendidikan kewarganegaraan, yaitu upaya sadar dan terencana
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak
dan kewajiban dalam membela negara, demi kelangsungan kehidupan dan
kejayaan bangsa dan negara. Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan
bangsa, memberi ilmu tentang tata negara, menumbuhkan kepercayaan
terhadap jati diri bangsa serta moral bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga
kelangsungan kehidupan dan kejayaan Indonesia dalam proses berbangsa dan
bernegara.
Negara Indonesia merupakan negara yang berkembang dan negara yang
akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat,
membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas, dengan semangat loyalitas yang
tinggi.
Dalam upaya memahami proses berbangsa dan bernegara, merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan kehidupan
masyarakat. Kesadaran terhadap sejarah menjadi penting ketika suatu
masyarakat mulai menyadari bagaimana posisinya sekarang dan seperti apa
jati dirinya atau identitasnya serta apa yang dilakukan ke depanya. Penciptaan
suatu identitas bersama berkisar pada perkembangan keyakinan dan nilai-nilai
yang dianut bersama yang dapat memberikan suatu perasaan solidaritas sosial
pada suatu masyarakat suatu wilayah tertentu. Suatu identitas bersama
menunjukan bahwa individu-individu tersebut setuju atas pendefinisian diri
mereka yang saling diakui, yakni suatu kesadaran mengenai perbedaan
dengan orang lain dan suatu perasaan akan harga diri.
Dalam proses berbangsa dan bernegara itu juga diperlukan penciptaan
identitas bersama. Identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat di
lihat pada:
1. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
2. Lambang negara yaitu Garuda Pancasila
3. Slogan/Semboyan yaitu Bhineka Tunggal Ika
4. Sarana komunikasi/bahasa negara yaitu Bahasa Indonesia
5. Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya
6. Pahlawan-pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti
Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari, dll.
Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan negara
Indonesia dapat mengingat eksistensinya serta memberikan daya hidup.
Sebagai bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat dalam hubungan
Internasional akan dihargai dan sejajar dengan bangsa dan negara lain.
Identitas bersama itu juga dapat mununjukan jatidiri serta kepribadiannya.
Rasa solidaritas sosial, kebersamaan sebagai kelompok dapat mendukung
upaya mengisi kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga dapat
memberikan motivasi untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara di masa
depan.
C. Integralistik dan Semangat Kekeluargaan
Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara
kesatuan Republik Indonesia sebagai patron yang dengan sendirinya
mengayomi clien, rakyat Indonesia. Paham Negara Integralistik Menurut
Supomo, Integralistik merupakan paham yang berakar dari keanekaragaman
budaya bangasa namun tetap mempersatukan satu kesatuan integral yang
disebut Negara Indonesia.
UUD 1945 pra-amandemen dinilai banyak pihak bertentangan dengan
teori konstitusi modern. Ada gagasan yang saling bertentangan antara paham
kedaulatan rakyat dan paham integralistik, antara paham negara hukum dan
negara kekuasaan. Rumusan UUD 1945 terlalu sederhana dan multitafsir
untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak kekosongan
dalam pengaturan prinsip HAM, pembatasan jabatan presiden, kewenangan
antar lembaga negara. Dahulu sering kita mendengar kritik tentang
dominannya posisi Pemerintah (eksekutif) terhadap legislatif (DPR) dalam
mekanisme hubungan antar kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945.
DPR tunduk pada keinginan pemerintah alias ‘stempel kekuasaan.
Soepomo berpandangan bahwa prinsip persatuan antara pimpinan dan
rakyat dan prinsip persatuan dalam negara seluruhnya, cocok dengan pikir
ketimuran. Dikatakannya, hal itu tidak lain merupakan ciptaan kebudayaan
Indonesia sendiri. Struktur sosial Indonesia meliputi antara aliran pikiran dan
semangat kebatinan, struktur kerohanian yang bersifat dan cita-cita tentang
persatuan hidup, antara persatuan kawulo dan gusti, persatuan dunia luar dan
dunia batin, persatuan mikrokosmos dan makrokosmos, persatuan rakyat dan
pemimpinnya. Inilah yang disebut Soepomo sebagai ide integralistik atau ide
totaliter bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam susunan tata
negaranya yang asli.
Rincian Paham Integralistik
1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral
2. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya
3. Semua golongan, bagian dari anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis
4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa
seluruhnya
5. Negara tidak memihak kepada suatu golongan atau perseorangan
6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat
7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau
golongan saja
8. Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu
kesatuan integral
9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (yamin, 1959).
Hal ini menyatakan paham negara integralistik tidak memihak yang
kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan tidak juga mengenal tirani
minoritas (Aziz, 1997). Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
Negara Integralistik Soepomo: Kegagalan dan Tantangan Masa Depan
Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak
terelakkan, serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa
batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negara
integralistik/totaliter versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi.
Sejarah telah mencatat bahwa negara integralistik/totaliter--apapun
ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak asasi manusia, serta
menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.
Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi
nyata dan panggilan jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak
berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang.
Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya
dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya.
Parlementer, republik, apapun bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk
mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Negara integralistik, menurut Soepomo, akan bersatu dengan seluruh
rakyatnya dari golongan apapun. Aliran ini menuntut kepala negara menjadi
pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur, dan diidam-
idamkan oleh rakyat. Tak berhenti sampai di sana, Soepomo menegaskan
bahwa negara dengan konsepsi integralistik/totaliter akan mengatasi segala
golongan dan menghormati keistimewaan semua golongan, baik besar
maupun kecil.
Soepomo sendiri, dalam pidatonya di BPUPKI, merujuk pada Jerman
dan Jepang-dua negara yang di era 1940an terkenal dengan fasisme-nya-
sebagai bentuk paling tepat dari negara integralistik. Soepomo menganggap,
kedua negara itu menganut prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat,
yang menjadi elemen penting negara integralistik/totaliter. Pada akhirnya,
konsep inilah yang dianggap cocok dengan aliran pikiran ketimuran,
termasuk Indonesia.
Kekhawatiran akan penyelewengan negara integralistik/totaliter seperti
di Jerman dan Jepang, sialnya, terwujud pada era Orde Baru. Idealisme
Soepomo menjadi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika
kepentingan berbagai golongan dilebur dalam ideologi negara Pancasila.
Patut disayangkan, idealisme ini justru disalah gunakan untuk kepentingan
penguasa dan melegitimasi tindakan represif terhadap suara-suara yang kritis.
Visi Soepomo untuk membuat negara menjadi satu dengan
masyarakatnya, justru diselewengkan menjadi state terorrism. Tak hanya itu,
lembaga permusyawaratan--sebuah lembaga yang juga direkomendasikan
Soepomo--yang diharapkan menjadi suara rakyat, malah sekedar menjadi
tukang stempel untuk kebijakan pemerintah. Akhirnya, Indonesia, selama 30
tahun, menjadi negara fasis yang bertopengkan demokrasi.
Dari titik ini dapat dilihat bahwa cita-cita Soepomo sesungguhnya lebih
rasional untuk dikonkritkan melalui negara yang, dalam bahasa Soepomo,
menganut demokrasi Barat. Konsepsi negara integralistik/totaliter malah
rentan untuk diselewengkan menjadi negara diktatorial yang tidak
menghargai hak asasi manusia, yang di dalamnya termasuk kebebasan
berpendapat, berserikat, dan beragama.
Paham Integralistik di Indonesia
Tidak sama dengan Paham Integralistik ala Jerman. Paham integralistik
ala jerman menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang
menumbuhkan negara kekuasaan totaliter.
1. Ciri khas : du bist nicht deine volk ist alles
2. Artinya : bahwa kamu sebagai orang seseorang tidak ada artinya,
yang penting adalah bangsa.
Paham integralistik yang diungkapkan oleh Supomo dikombinasi
dengan pemikiran Bung Hatta menghasilkan Paham INTEGRALISTIK ala
INDONESIA.
1. Ciri khas : kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan
martabat manusia dihargai.
2. Ciri dan paham integralistik ini dapat dijumpai di kehidupan desa
Paham Integralistik dalam kehidupan ketatanegaraan
1. Disebut sebagai Negara kekeluargaan
2. Asas Negara kekeluargaan merupakan isi dan filsafat dari pancasila
Asas kekeluargaan terdiri dari dua perkataan
1. Sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
2. Kekeluargaan
Kekeluargaan, berasal dari kata keluarga terdiri dari:
1. Ayah, ibu dan anak-anak terkadang ditambah kakek dan nenek serta
keponakan.
2. Susunan keluarga terdiri dari beberapa sifat, watak dan kecenderungan
yang berbeda, tetapi dalam keluarga tetap satu.
Indonesia dipandang sebagai suatu Negara besar atau NEGARA
KEKELUARGAAN
1. Rakyat Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga
2. Masing-masing individu bertanggung jawab dalam keluarga besar yang
bernama negara. Artinya masing-masing mempunyai tanggung jawab
bersama dalam keluarga besar bernama negara.
3. Asas kekeluargaan merupakan isi dari filsafat dan pancasila. Artinya
bahwa negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan
Negara yang berdasarkan Neagara Pancasila selalu merupakan negara
kekeluargaan.
Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik:
1. Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan
kesatuan organis.
2. Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan
keseluruhan.
3. Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang
penting.
4. Tidak tejadi dominasi mayoritas atau minoritas.
5. Tidak memberi tempat pada paham individualisme, liberalisme dan
totaliterisme.
6. Yang diutamakan keselematan maupun kesejahteraan, kebahagiaan
keseluruhan (bangsa dan negara).
7. Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri.
8. Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan,
gotong royong.
9. Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama
10. Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, kerelaan.
11. Menuju keseimbangan lahir batin, pria dan wanita, individu maupun
masyarakat serta lingkungan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas
dan nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda
atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya
dengan yang lain. Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas
yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh
kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non
fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan.
Identitas nasional adalah suatu jati diri yang khas dimiliki oleh suatu
bangsa dan tidak dimiliki oleh bangsa yang lain. Nasional berasal dari bangsa
sendiri atau meliputi diri bangsa, maka identitas nasional Indonesia ialah jati
diri yang membentuk bangsa, yaitu berbagai suku bangsa, agama, bahasa
Indonesia, budaya nasional, wilayah nusantara dan ideologi pancasila. Faktor-
faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa meliputi:
Primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika, sejarah, perkembangan
ekonomi dan kelembagaan.
Keberadaan bangsa Indonesia tidak lahir begitu saja, namun lewat
proses panjang dengan berbagai hambatan dan rintangan. Kepribadian, jati
diri serta identitas nasional Indonesia dapat dilacak dari sejarah terbentuknya
bangsa Indonesia dari zaman Kerajaan Kutai, Sriwijaya serta Kerajaan-
kerajaan lain sebelum kolonialisme dan imperialisme masuk ke Indonesia.
Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut
Mohammad Yamin diistilahkan sebagai fase nasionalisme lama.
Dalam proses berbangsa dan bernegara itu juga diperlukan penciptaan
identitas bersama. Identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat di
lihat pada bendera negara yaitu Sang Merah Putih, lambang negara yaitu
Garuda Pancasila, slogan/Semboyan yaitu Bhineka Tunggal Ika, sarana
komunikasi/bahasa negara yaitu Bahasa Indonesia, lagu kebangsaan yaitu
Indonesia Raya, pahlawan-pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional,
dan seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari, dll.
Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara
kesatuan Republik Indonesia sebagai patron yang dengan sendirinya
mengayomi clien, rakyat Indonesia. Paham Negara Integralistik Menurut
Supomo, Integralistik merupakan paham yang berakar dari keanekaragaman
budaya bangasa namun tetap mempersatukan satu kesatuan integral yang
disebut Negara Indonesia.
Adapun rincian paham integralistik adalah negara merupakan suatu
susunan masyarakat yang integral, semua golongan bagian, bagian dan
anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya, semua golongan, bagian
dari anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis, yang
terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya,
negara tidak memihak kepada suatu golongan atau perseorangan, negara tidak
menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, negara tidak hanya untuk
menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja, negara menjamin
kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral, dan negara
menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.
DAFTAR PUSTAKA

Azra, A. (2005). Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi Hak Asasi Manusia,


Dan Masyarakat Madani, Tim ICCE. Jakarta: Prenada Media.
Darmaputera, Eka. (1988). Pancasila Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis
dan Budaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Kaelan, M.s. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Rahayu, Ani Sri. (2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Rahayu, Minto. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghidupi
Jati Diri Bangsa. Depok: Grasindo.
Winarno. (2013). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan
Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta Sinar: Grafika.
Ubaidillah, A. dkk. (2000). Pendidikan Kewargaan (Civic Education). Jakarta:
IAIN Jakarta Press.

Anda mungkin juga menyukai