Anda di halaman 1dari 24

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Oleh :

Reski Aulia Darman AK. Senrengi

Nurul Inna Hidayah

Murniati

PROGRAM STUDI MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanawata’ala, Allah yang Maha
Agung untuk membuka jalan bagi setiap maksud manusia. Allah yang maha suci untuk menjadi
energi bagi penunjuk hidup dan kesuksesan manusia. Atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nyalah
serta nikmat kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pendidikan Multikultural ”.

Teriring salam dan salawat pada junjungan Rasulullah Salallahu Alaihi Waasallam, sebagai
dasar hukum yang dipegang teguh sehingga mengantar umat manusia ke jalan yang diridhai
oleh-Nya hingga akhir nanti, dan beliaulah sebagai penutup para Rasul dan Nabi akhir zaman.
Beliaulah yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman kepintaran dan dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti saat ini. Beliau pula yang telah
mengangkat derajat kaum Hawa tanpa menurunkan derajat kaum Adam.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran Abad XXI.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dari segi teknik penulisan maupun dari segi isinya. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk
usulan, saran ataupun kritikan yang sifatnya membangun demi penyempurnaan berikutnya.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai dari
pengumpulan literatur dalam tahap penulisan. Namun, dengan kesabaran dan ketekunan yang
dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari berbagai pihak,
baik material maupun moril. Akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini, dapat
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga semua ini dapat bernilai ibadah di
sisi-Nya, Amin. Sekian dan terimakasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 28 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................……………………..

B. Rumusan Masalah....................................................................…………………..…..

C. Tujuan Penulisan.....................................................................…………………..……

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Multikultural………………………………………………

B. Tujuan dan Prinsip Pendidikan Multikultural………………………………………

C. Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Tujuan Pendidikan Islam Kemajemukan


dan Keragaman Budaya………………………………………………………………

D. Multikultural di Indonesia Sebuah Tantangan Pendidikan…………………………

E. Penerapan Pendidikan Multikultural Sebagai Solusi dalam Pembentukan


Karakter….

BAB III PENUTUP


A. Simpulan....................................................................................…

B. Saran.............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sebagai sebuah proses pengembangan sumber daya manusia agar memperoleh
kemampuan sosial dan perkembangan individu yang optimal memberikan relasi yang kuat antara
individu dengan masyarakat dan lingkungan budaya sekitarnya. Lebih dari itu pendidikan
merupakan proses “Memanusiakan manusia” di mana manusia diharapkan mampu memahami
dirinya, orang lain, alam dan lingkungan budayanya. Atas dasar inilah pendidikan tidak terlepas
dari budaya yang melingkupinya sebagai konsekuensi dari tujuan pendidikan, yaitu: mengasah
rasa, karsa dan karya. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut menuai tantangan sepanjang masa
karena salah satunya adalah perbedaan budaya. Olehnya, kebutuhan terhadap pendidikan yang
mampu mengakomodasi dan memberikan pembelajaran untuk mampu menciptakan budaya baru
dan bersikap toleran terhadap budaya lain sangatlah penting atau dengan kata lain pendidikan
yang memiliki basis multikultural akan menjadi salah satu solusi dalam pengembangan
sumberdaya manusia yang mempunyai karakter yang kuat dan toleran terhadap budaya lain.
Pertautan antara Pendidikan dan Multikultural merupakan solusi atas realitas budaya yang
beragam sebagai sebuah proses pengembangan seluruh potensi yang menghargai pluralitas dan
heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, aliran atau agama.

Pluralitas budaya, sebagaimana terdapat di Indonesia, menempatkan pendidikan


multikultural menjadi sangat urgen. Keberagaman budaya di Indonesia merupakan kenyataan
historis dan sosial yang tidak dapat disangkal oleh siapapun. Keunikan budaya yang beragam
tersebut memberikan implikasi pola pikir, tingkah laku dan karakter pribadi masing– masing
sebagai sebuah tradisi yang hidup dalam masyarakat dan daerah. Tradisi yang terbentuk akan
berlainan dari satu suku/ daerah dengan suku/daerah yang lain. Pergumulan antar budaya
memberikan peluang konflik manakala tidak terjadi saling memahami dan menghormati satu
sama lain. Proses untuk meminimalisir konflik inilah memerlukan upaya pendidikan yang
berwawasan Multikultural dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang majemuk dan
heterogen agar saling memahami dan menghormati serta membentuk karakter yang terbuka
terhadap perbedaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural.

Pengertian pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian


istilah tersebut. Makalah ini akan membahas tentang pengertian, prinsip, tujuan, dan relevansi
pendidikan multikultural dengan tujuan pendidikan Islam, multikultural di Indonesia sebuah
tantangan pendidikan, dan penerapan pendidikan multikultural sebagai solusi.

B. Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:

1. Apa pengertian pendidikan multikultural?

2. Apa tujuan dan prinsip diterapkannya pendidikan multikultural dalam pembelajaran?

3. Apa solusi yang tepat dalam penerapan pendidikan multikultural?

4. Mengapa pendidikan multikultural sangat relevan dengan tujuan pendidikan Islam


kemajemukan dan keragaman budaya?

5. Mengapa multikultural di Indonesia menjadi sebuah tantangan bagi pendidikan?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan multikultural?

2. Untuk mengetahui tujuan dan prinsip diterapkannya pendidikan multikultural dalam


pembelajaran?

3. Untuk mengetahui solusi yang tepat dalam penerapan pendidikan multikultural?


4. Untuk mengetahui pendidikan multikultural sangat relevan dengan tujuan pendidikan
Islam kemajemukan dan keragaman budaya?

5. Untuk mengetahui multikultural di Indonesia menjadi sebuah tantangan bagi pendidikan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Multikultural

1. Pengertian Pendidikan Multikultural

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian kebudayaan menurut para


ahli sangat beragam. Namun, dalam konteks ini kebudayaan dilihat dalam perspektif
fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan
tersebut, maka multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya. Multikulturalisme mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan. Multikulturalisme memandang sebuah masyarakat mempunyai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat yang coraknya seperti sebuah mosaik.
Di dalam mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat lebih kecil yang
membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan seperti
sebuah mosaik tersebut. Istilah “Multibudaya” (multiculture) jika ditelaah asal-usulnya
mulai dikenal sejak tahun 1960-an, setelah adanya gerakan hak-hak sipil sebagai koreksi
terhadap kebijakan asimilasi kelompok minoritas terhadap melting pot yang sudah berjalan
lama tentang kultur dominan Amerika khususnya di New York dan California.

Will Kymlicka berpendapat, multibudaya merupakan suatu pengakuan, penghargaan


dan keadilan terhadap etnik minoritas baik yang menyangkut hak-hak universal yang
melekat pada hak-hak individu maupun komunitasnya yang bersifat kolektif dalam
mengekspresikan kebudayaannya. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme
antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan
dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa,
keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, hak asasi
manusia, hak budaya komunitas, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme terserap dalam berbagai interaksi yang ada
dalam berbagai struktur kegiatan kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial,
kehidupan ekonomi dan bisnis, kehidupan politik, dan pelbagai kegiatan lainnya di dalam
masyarakat yang bersangkutan. Interaksi tersebut berakibat pada terjadinya perbedaan
pemahaman tentang multikulturalisme. Lebih jauh, perbedaan ini berimplikasi pada
perbedaan sikap dan perilaku dalam menghadapi kondisi multikultural masyarakat. Sebagai
sebuah ideologi, multikulturalisme harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai
landasan bagi tegaknya demokrasi, hak asasi manusia dan kesejahteraan hidup
masyarakatnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan
multikulturalisme adalah melalui pendidikan yang multikultural.

Pengertian pendidikan multikultural menunjukkan adanya keragaman dalam pengertian


istilah tersebut James Banks menyatakan bahwa pengertian pendidikan multikultural sebagai
pendidikan untuk people of color. Pengertian ini senada dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Sleeter bahwa pendidikan multikultural adalah sekumpulan proses yang
dilakukan oleh sekolah untuk menentang kelompok yang menindas. Pengertian-pengertian
ini tidak sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia karena Indonesia memiliki konteks
budaya yang berbeda dari Amerika Serikat walaupun keduanya memiliki bangsa dengan
multi-kebudayaan. Andersen dan Cusher (1994) mengatakan bahwa pendidikan
multikultural adalah pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Definisi ini lebih luas
dibandingkan dengan yang dikemukakan di atas. Meskipun demikian, posisi kebudayaan
masih sama dengan apa yang dikemukakan dalam definisi di atas, yaitu keragamaan
kebudayaan menjadi sesuatu yang dipelajari dan berstatus sebagai objek studi. Dengan kata
lain, keragaman kebudayaan menjadi materi pelajaran yang harus diperhatikan para
pengembang kurikulum.

Bebarapa definisi diatas, ada tiga kata kunci yang menandai adanya pendidikan
multikultural, yaitu: pertama, proses pengembangan sikap dan tata laku, kedua, menghargai
perbedaan dan keragaman budaya. Ketiga, penghargaan terhadap budaya lain.
B. Tujuan dan Prinsip Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural merupakan gejala baru di dalam pergaulan umat manusia yang
mendambakan persamaan hak, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama
untuk semua orang, “Education for All”. Pendidikan multikultural (multicultural education)
juga merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana
tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dimensi lain, pendidikan multikultural
merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai
pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa. Sedangkan
secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan
kelompok-kelompoknya seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.

James Banks menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki lima dimensi


yang saling berkaitan dan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa
program yang mampu merespons terhadap perbedaan pelajar (siswa), yaitu:

a. Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan oleh guru untuk
memberikan keterangan dengan “Poin kunci” pembelajaran dengan merefleksi materi yang
berbeda-beda. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke
dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam. Salah satu pendekatan
umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu, guru-guru bekerja ke dalam kurikulum mereka
dengan membatasi fakta tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di
samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajarannya tidak dirubah. Dengan
beberapa pendekatan, guru menambah beberapa unit atau topik secara khusus yang
berkaitan dengan materi multikultural.

b. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu dimensi di mana para


guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan
yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga
berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada
pada diri mereka sendiri.

c. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction). Guru melakukan banyak usaha


untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan
kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan
memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya,
pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif,
penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan
pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan
menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus. Penelitian
menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke sekolah dengan banyak stereotipe,
cenderung berperilaku negatif dan banyak melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok
etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan
teksbook multikultural atau bahan pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif
dapat membantu para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras
yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk
lebih bersahabat dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.

d. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy). Dimensi ini memperhatikan


cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil
belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang
dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan
bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif
(competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk
membentuk lingkungan sekolah, menjadi banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik,
wanita, dan para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan pengalaman
pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.

e. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering school culture
and social structure). Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa
ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan
untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang
beraneka ragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan
praktik kelompok, iklim sosial, latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf
dalam merespons berbagai perbedaan yang ada di sekolah. Tujuan pendidikan dengan
berbasis multikultural dapat diidentifikasi: a. untuk memfungsikan peranan sekolah dalam
memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; b. untuk membantu siswa dalam
membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok
keagamaan; c. memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajari mereka dalam
mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; e. untuk membantu peserta didik dalam
membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka
mengenai perbedaan kelompok.

Secara Konseptual; pendidikan multikultural menurut Gorsky mempunyai tujuan dan


prinsip sebagai berikut: (a) setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi
mereka; (b) siswa belajar bagaimana belajar dan berpikir secara kritis; (c) mendorong siswa
untuk mengambil peran aktif dalam pendidikan, dengan menghadirkan pengalaman–pengalaman
mereka dalam konteks belajar; (d) mengakomodasikan semua gaya belajar siswa; (e)
mengapresiasi kontribusi dari kelompok– kelompok yang berbeda; (f) mengembangkan sikap
positif terhadap kelompok-kelompok yang mempunyai latar belakang yang berbeda; (g) untuk
menjadi warga negara yang baik di sekolah maupun di masyarakat; (h) Belajar bagaimana
menilai pengetahuan dari perspektif yang berbeda; (i) untuk mengembangkan identitas etnis,
nasional dan global;

Adapun prinsip–prinsip pendidikan multikultural yaitu: (a) pemilihan materi pelajaran


harus terbuka secara budaya didasarkan pada siswa. Keterbukaan ini harus menyatukan opini–
opini yang berlawanan dan interprestasi– interprestasi yang berbeda; (b) isi materi pelajaran yang
dipilih harus mengandung perbedaan dan persamaan dalam lintas kelompok; (c) materi pelajaran
yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat; (d) pengajaran semua pelajaran
harus menggambarkan dan dibangun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dibawa
siswa ke kelas. (e) Pendidikan hendaknya memuat model belajar mengajar yang interaktif agar
supaya mudah dipahami. Dari uraian–uraian mengenai pendidikan multikultural tersebut
dapatlah dipahami bahwa tujuan pendidikan multikultural ini dimaksudkan untuk menciptakan
kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba majemuk.

C. Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Tujuan Pendidikan Islam Kemajemukan


dan Keragaman Budaya
Relevansi pendidikan Multikultural dengan tujuan pendidikan islam kemajemukan dan
keragaman budaya adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin dihindari. Kita hidup di
dalam keragaman budaya dan merupakan bagian dari proses kemajemukan, aktif maupun
pasif. Ia menyusup dan menyangkut dalam setiap seluruh ruang kehidupan kita, tak terkecuali
juga dalam hal kepercayaan. Kemajemukan dilihat dari agama yang dipeluk dan paham-paham
keagamaan yang diikuti, oleh Tuhan juga tidak dilihat sebagai bencana, tetapi justru diberi
ruang untuk saling bekerjasama agar tercipta suatu sinergi. Di samping itu, kita juga
menghadapi kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masing-masing, bahkan tidak
hanya itu, kita pun menghadapi –orang yang tidak beragama atau tidak bertuhan. Dalam
menghadapi kemajemukan seperti itu tentu saja kita tidak mungkin mengambil sikap anti
pluralisme. Kita harus belajar toleran tehadap kemajemukan. Kita dituntut untuk hidup di atas
dasar dan semangat pluralisme agama.

Menurut penulis, pendidikan multikultural sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam yaitu:

‫واد‬JJ‫ات وتعليمهم من الم‬JJ‫ بالعلوم‬J‫ان المتعلمين‬JJ‫و اذه‬JJ‫ة والتعليم وحش‬JJ‫رض من التربي‬JJ‫ه ليس الغ‬JJ‫المية علي ان‬JJ‫ة االس‬JJ‫التريب‬
‫الدراسية بل الغرض ان نهذب اخالقهم ونربي ارواحهم ونبث فيهم الفضيلة ونعودهم االداب السامية ونعدهم لحياة طاهرة‬.

Tujuan pendidikan Islam bukan sebatas mengisi pikiran siswa dengan ilmu pengetahuan
dan materi pelajaran akan tetapi membersihkan jiwanya yang harus diisi dengan akhlak dan
nilai-nilai yang baik dan dikondisikan supaya biasa menjalani hidup dengan baik. Dari tujuan
pendidikan Islam tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa diharapkan dapat menjadi manusia
yang berakhlak mulia dan dapat menghargai keragaman budaya di sekitarnya. Hal tersebut
senada dengan prinsip yang ada dalam pendidikan multicultural. Dalam literatur pendidikan
Islam, Islam sangat menaruh perhatian (concern) terhadap segala budaya dan tradisi (‘urf)
yang berlaku di kalangan umat manusia dalam setiap waktu dan kondisi, baik yang bersifat
umum atau hanya berlaku dalam satu komonitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
ketetapan-ketetapan dalam Islam yang berdasarkan ‘urf yang berlaku. Sabda Rasulullah
Salallahu Alaihi Waassalam yang dijadikan sebagai salah satu dalil dari bentuk concern Islam
terhadap ‘urf adalah: ‫“ ن‬apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin, maka hal itupun
merupakan kebaikan menurut Allah” (HR. Ahmad). Pendidikan Multikultural juga senada
dengan tujuan agama yang berbunyi: “ Tujuan umum syari’ah Islam adalah mewujudkan
kepentingan umum melalui perlindungan dan jaminan kebutuhan-kebutuhan dasar (al-
daruriyyah) serta pemenuhan kepentingan (al-hajiyyat) dan penghiasan (tahsiniyyah) mereka.”
Dari konsep inilah kemudian tercipta sebuah konsep al-daruriyyah al-khamsah (lima dasar
kebutuhan manusia), yang meliputi jiwa (al-nafs), akal (al-aql), kehormatan (al-‘irdh), harta
benda (al-mal), dan agama (al-din).

Sebagaimana dikemukakan Abu Ishak al-Syatibi, dalam kutipan Saidani dengan perincian
sebagai berikut:

a. Memelihara Agama, agama sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia, supaya
derajatnya terangkat dan memenuhi hajat jiwanya. Agama Islam harus terpelihara dari ancaman
orang yang akan merusak akidah, syari’ah dan akhlak atu mencampuradukkan ajaran agama
Islam dengan faham atau aliran yang batil. Agama Islammemberikan perlindungan kepada
pemeluk agama lain untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya dan tidak
memaksakan pemeluk agama lain meninggalkan agamanya untuk memeluk Islam (QS. 2: 256).

b. Memelihara Jiwa Jiwa harus dilindungi, untuk itu hukum Islam wajib memelihara hak
manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya, dan dilarang melakukan sesuatu yang
dapat menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang digunakan oleh
manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya.

c. Memelihara akal Memelihara akal adalah wajib hukumnya bagi seseorang, karena akal
mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia. Dengan akal, manusia
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang tidak akan mampu
menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa menggunakan akal yang sehat. Oleh
karena itu Islam melarang orang meminum-minuman khamr, karena akan merusak akal.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Ma>idah: 90.

d. Memelihara Keturunan Dalam Islam, memelihara keturunan hal yang sangat penting. Untuk
itu harus ada perkawinan yang dilakukan secara sah menurut ketentuan yang berlaku yang ada
dalam al-Qur’an dan sunnah nabi dan dilarang melakukan perbuatan Zina. Hukum kekeluargaan
dan kewarisan Islam dalam al-Qur’an merupakan hukum yang erat kaitannya dengan pemurnian
keturunan dan pemeliharaan keturunan. Pemeliharaan keturunan berkaitan dengan perkawinan
dan kewarisan disebutkan secara rinci dan tegas misalnya larangan-larangan perkawinan (QS.
An-Nisa ayat 23) dan larangan berzina (QS. Al-Isra ayat 32).
e. Memelihara Harta Menurut hukum Islam, harta merupakan pemberian Allah kepada manusia
untuk kesejahteraan hidup dan kehidupannya, untuk itu manusia sebagai khalifah (human duties)
Allah di muka bumi diberi amanah untuk mengelola alam ini sesuai kemampuan yang
dimilikinya, dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara yang halal, sah menurut
hukum dan benar menurut ukuran moral, dan dipergunakan secara sosial. Menjamin keamanan
dari kebutuhan-kebutuhan hidup merupakan tujuan pertama dan utama dari pendidikan Islam.
Dalam kehidupan manusia, ini merupakan hal penting, sehingga tidak bisa dipisahkan. Apabila
kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi kekacauan di mana-mana. Kelima kebutuhan yang
primer ini disebut dengan istilah Al-Daruriyat al-Khamsah atau dalam kepustakaan hukum Islam
disebut dengan istilah al-Maqasid alKhamsah, yaitu: agama, jiwa, akal pikiran, keturunan, dan
hak milik. Jika diperhatikan dengan seksama, tujuan pendidikan Islam ditetapkan oleh Allah
untuk memenuhi keperluan hidup manusia itu sendiri, baik keperluan primer (al-maqasidu al-
khamsah), sekunder (hajiyat) , dan tertier (tahsinat).41 Oleh karena itu, apabila seorang muslim
mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah, maka ia akan selamat baik di dunia
maupun di akhirat. Beberapa keterangan mengenai tujuan pendidikan Islam di atas sesuai dengan
tujuan pendidikan multicultural, yaitu untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam
masyarakat yang serba majemuk.

D. Multikultural di Indonesia Sebuah Tantangan Pendidikan

Indonesia merupakan bangsa dengan aneka suku, agama, golongan, ras, kelas sosial, dan
sebagainya. Singkatnya, multikultural sebagaimana Amerika, Australia, Inggris, dan negara maju
lainnya. Walaupun tersusun atas berbagai keragaman, masing-masing bangsa mempunyai latar
belakang (alasan historis) dalam mengembangkan pendidikan multikultural (Isnarmi Moeis,
2014: 7). Latar belakang ini pun memberikan warna bagaimana pendidikan multikultural
dilaksanakan.

Pendidikan multikultural Amerika Serikat bermula dari gerakan multikulturalisme yang


dimulai tahun 1950-an dalam bentuk gerakan civil rights. Persoalannya adalah persamaan kaum
kulit hitam dan kaum kulit putih. Jadi, tuntutan rasial (diskriminasi) menjadi faktor pemicu
pendidikan multikultural. Sementara itu, Inggris mengembangkan pendidikan multikultural
karena migrasi penduduk Karibia dan Asia, serta negara-negara persemakmuran. Tuntutannya
adalah kesetaraan hak sosial, kesetaraan perlakukan di ruang publik dan pendidikan. Selanjutnya,
pendidikan multikultural di Australia berlatar belakang diskriminasi suku Aborigin. Lain halnya
latar belakang pendidikan multikultural di Kanada. Pendidikan multikultural hadir bersamaan
dengan perkembangan sosial dimana memang sejak awal terdiri dari budaya yang berasal dari
imigran. Dari beberapa negara tersebut, terlihat bahwa pendidikan multikultural bisa mempunyai
polanya sendiri-sendiri sesuai dengan kesadaran dan proses pengolahannya (Isnarmi Moeis,
2014: 8-10).

Bagaimana dengan Indonesia?

Upaya membangun Indonesia, gagasan multikulturalisme menjadi isu strategis yang


merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. Alasannya adalah bahwa Indonesia merupakan
bangsa yang lahir dengan multikultur, kebudayaan tidak bisa dilihat hanya sebagai kekayaan
(yang diagungkan) tetapi harus ditempatkan berkenaan dengan kelangsungan hidup sebagai
bangsa. Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural merupakan keharusan, bukan pilihan
lagi. Di dalamnya, pengelolaan keanekaragaman dan segala potensi positif dan negatif dilakukan
sehingga keberbedaan bukanlah ancaman atau masalah, melainkan menjadi sumber atau daya
dorong positif bagi perkembangan dan kebaikan bersama sebagai bangsa (Scholaria, Vol. 2, No.
1, Januari 2012: 116).

Upaya pengembangan kurikulum berbasis lokal (yang memasukkan muatan-muatan lokal)


menjadi contoh upaya pengembangan pendidikan multikultural. Hanya saja, pendidikan
multikultural di sini hanya mempersiapkan anak didik dengan kesadaran budaya etnik mereka
sendiri, padahal tujuan pendidikan multikultur adalah untuk mempersiapkan anak didik dengan
sejumlah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam lingkungan budaya etnik
mereka, budaya nasional, dan antar budaya etnik lainnya”. Pendidikan sebagai pengembangan
kesadaran budaya seperti ini masih berada dalam taraf soft multikulturalisme (kesadaran
multikultural yang hanya di permukaan saja) (Isnarmi Moeis 2014: 10-11).

Kenyataan bahwa Indonesia mempunyai keanekaragaman, tidak bisa dipungkiri. Harapan


bahwa keanekaragaman menjadi kekayaan yang memajukan dan mengembangkan bangsa, juga
selalu diimpikan. Tetapi, jurang antara kenyataan dan harapan memang mimpi yang belum tahu
kapan akan terwujud. Situasi tersebut bisa kita lihat dalam dua sisi. a) Dari sisi negatif,
pendidikan multikultural penting tetapi terabaikan. b) Di sisi positif, masih terbentang luas
pembentukan suatu model pendidikan multikultural Indonesia (bukan adopsi model Barat) yang
mampu mengolah kenyataan bangsa yang multikultural ini sedemikian rupa sehingga bukan
hanya potensi kekayaan melainkan menjadi kekayaan yang dirasakan seluruh anggota
masyarakat. Lalu bagaimana? Sebagai kail gagasan, ada dua hal yang patut dicermati. Pertama,
nilai inti pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural mengusung minimal tiga nilai
penting, yaitu: a) apresiasi terhadap adanya kenyataan pluralitas budaya, b) pengakuan terhadap
harkat dan hak asasi manusia, c) pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia, dan
pengembangan tanggung jawab manusia terhadap planet bumi. Kedua, tujuan pendidikan
multikultural. Dalam prosesnya, pendidikan multikultural bisa menyasar beberapa gapaian
penting, yaitu: a) mengembangkan kesadaran diri dari kelompok-kelompok masyarakat, b)
menumbuhkan kesadaran budaya masyarakat, c) memperkokoh kompetensi interkultural budaya-
budaya dalam masyarakat, d) menghilangkan rasisme dan berbagai prasangka buruk (prejudice),
e) mengembangkan rasa memiliki terhadap bumi, dan terakhir, f) mengembangkan kesediaan
dan kemampuan dalam pengembangan sosial (Scholaria, Vol. 2, No. 1, Januari 2012: 125-126).

Akhirnya, demi pengembangan pluralitas bangsa, pendidikan multikultural di Indonesia


sekiranya memperhatikan beberapa hal: pertama, pendidikan multikultural menghadirkan atau
menyediakan tempat yang luas bagi pengolahan keberbedaan atau keragaman bangsa. Kedua,
pendidikan multikultural mendasarkan diri pada Pancasila sebagai pilihan terbaik dalam
kemajemukan bangsa Indonesia. Ketiga, pendidikan multikultural mendasarkan diri pada sosio-
politik, ekonomi, dan budaya Indonesia. Keempat, pendidikan multikultural membutuhkan
metode pembelajaran secara tepat sehingga internalisasi nilai dapat terwujud dengan baik
(Scholaria, Vol. 2, No. 1, Januari 2012: 143-147).

Pendidikan Multikultural seperti apa?

Dalam konteks pembentukan keragaman budaya, pendidikan multikultural menjadi


sesuatu yang imperatif. Pertanyaannya adalah bagaimana mengembangkan konsep dan praksis
pendidikan multikultural yang mencakup baik refleksi filosofis, dimensi-dimensi maupun bentuk
dan model implementasinya. Bagaimana konstruksi pendidikan multikultural dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia?
1. Menempatkan, menjadikan dan memperkuat Pancasila sebagai dasar politik pendidikan
multikultural. Di dalam filosofi ini terkandung makna yang menjamin pengakuan bahwa di
dalam realitas kemajemukan terkandung diversitas eksistensi mengenai hak, kebebasan, dan
kebutuhan pengakuan terhadap eksistensi itu sendiri. Di dalam keragaman itu, ada hak, ide,
pandangan hidup, cita-cita, gagasan, dan kebebasan yang menjadi eksistensi individu ataupun
komunitas yang membutuhkan pengakuan dari orang yang lain. Artinya Pancasila memberi
landasan filosofis yang kuat bagi penyelenggaraan pendidikan multikultural dalam sistem
pendidikan nasional.

2. Pendidikan multikultural hendaknya dipandang sebagai suatu proses untuk memperkuat


pengakuan terhadap keragaman budaya yang dimiliki oleh setiap komunitas masyarakat dan
budaya yang ada.  Pengakuan ini menjadi sangat penting, karena realitas suatu kemajemukan
mengandung suatu kebutuhan esensial yaitu pengakuan bahwa setiap individu ataupun suatu
komunitas memiliki eksistensi (budaya), yang keberadaannya menjadi sesuatu yang imperatif
untuk diakui oleh orang lain.

3. Pengembangan dimensi pendidikan mutlikultural yang menjamin dimensi-dimensi (1) isi


pendidikan multikultural secara terintegrasi memuat identitas budaya setiap komunitas dan area
budaya yang ada, (2) pemerataan dan keadilan pendidikan tanpa diskriminasi (equity pedagogy)
sebagai pengakuan terhadap keragaman budaya yang memperkuat integrasi bangsa, (3)
pengembangan sistem pengetahuan baik pengetahuan faktual, konseptual, maupun metakognitif
mengenai kebudayaan, (4) dimensi pengorganisasian sebagai strategi manajemen pendidikan
yang dikemas secara terintegrasi pada semua tingkatan, jenis, dan jenjang pendidikan.

4. Pengembangan kurikulum yang mencirikan karakteristik seperti, a. kurikulum dalam


perspektif budaya yang beragam, yaitu kurikulum harus memberi ruang yang lebih luas kepada
sekolah untuk mengembangkan karakteristik dan identitas kultural kelembagaannya baik dalam
konteks pewarisan nilai-nilai budaya yang menjadi local genius, transformasi budaya maupun
rekonstruksi sosial, b. kritikal dan inklusif yaitu kurikulum yang mendorong terjadinya interaksi
positif dan kritis tanpa terjebak dalam sikap-sikap primor-dialistik kesukuan, agama, ataupun
identitas kultural individu, masyarakat, kelompok maupun institusi, c. kurikulum yang
menumbuhkan responsibilitas sosial sebagai salah satu keterampilan kompetensi keragaman
budaya yang dikembangkan melalui berbagai model pembelajaran inovatif seperti participatory
learning, contextual teaching and learning, dan/atau cooperative learning, d. pengembangan
pembelajaran yang berintikan pada pembentukan kemampuan how learn to learn sebagaimana
yang terkandung di dalam prinsip Education for All Unesco dengan mengembangkan
prinsip learning to know, learning to do, learning to be, and  learning to live together.

Pendidikan multikultural mempunyai peran yang sangat penting dalam sistem pendidikan
nasional terutama dalam memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bangunan
masyarakat multikultural memerlukan komitmen bersama terhadap Pancasila sebagai politik
multikulturalisme dan etos dalam keseluruhan praksis pendidikan multikultural, yang akan
memperkuat kompetensi keragaman budaya menuju transformasi masyarakat Indonesia yang
maju dan modern tanpa teralienasi dari tatanan kehidupan masyarakat global, tetapi juga tanpa
kehilangan identitas budaya. Praksis pendidikan multikultural, memerlukan penguatan pada
dimensi-dimensi pengembangan kurikulum dan proses pendidikan yang menjamin diversitas
budaya, kritikal, dan responsibilitas sosial.

E. Penerapan Pendidikan Multikultural Sebagai Solus dalam Pembentukan Karakter

Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia, ditandai dengan
melihat kondisi sosio-kultur maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Ada pelbagai
macam budaya, suku, etnis, ras, golongan, aliran kepercayaan, agama, dll. Dengan kondisi
masyarakat Indonesia seperti ini, konflik horizontal mudah terjadi, apalagi adanya provokator
yang berniat mengadu domba antar satu suku dengan suku lainnya. Perang antar suku, agama
atau konflik horizontal ini pernah terjadi di beberapa daerah Indonesia, seperti Kalimantan yakni
perselisihan antar suku, kemudian di Ambon yakni perselisihan antar agama. Yang sangat
disedihkan sekali, ketika terjadi peledakan bom diri di beberapa gereja di Jakarta yang memakan
korban tidak bersalah membuat kita semakin khawatir akan kelompok-kelompok radikal yang
melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, apalagi pelaku bom bunuh diri juga
melibatkan diri dan juga anak-anak. Tentunya hal ini sudah melanggar norma utama bangsa kita.
Disamping norma agama yaitu pancasila sebagai sumber segala norma yang berlaku di
Indonesia.

Setelah adanya kenyataan pahit yang pernah terjadi tersebut, sangat perlu membangun
upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama atau suku tidak akan terulang lagi di
masa mendatang. Memberikan pendidikan tentang pluralisme dan toleransi beragama melalui
sekolah adalah beberapa upaya yang preventif yang dapat diterapkan. Berkaitan dengan hal inni
maka penting bagi institusi pendidikan dalam masyarakat yang multikultural untuk mengajarkan
perdamaian dan resolusi konflik seperti yang ada dalam nilai-nilai pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural, tennaga pendidik tidak hanya dituntut untuk mampu secara
professional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkan. Akan tetapi, juga mampu menanamkan
nilai-nilai keragaman yang inklusif kepada para peserta didik. Pada akhirnya, dengan langkah-
langkaah demikian, output yang diharapkan dari sebuah proses belajar mengajar nantinya adalah
para lulusan sekolah atau universitas yang tidak hanya pandai sesuai dengan disiplin ilmu yang
ditekuninya. Tetapi, juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam memahami dan
menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan yang lain.

Pendidikan multikultural diakui, tiap budaya mempunyai nilai kebenaran tersendiri yang
membutuhkan pemahaman akan relativitas nilai budaya. Nilai-nilai inilah yang ada pada setiap
peserta didik. Menjadikan peserta didik menjadi objek saja tentu tidak bijak. Menurut Paulo
Freire, tujuan akhir dalam proses pendidikan adalah memanusiakan manusia (Humanisasi) atau
menjadikan manusia sesungguhnya. Dalam pendidikan Islam disebut sebagai manusia paripurna
insan kamil.

Allinson Cumming McCann dalam “Multicultural Education Connecting Theory to


Practice”, menyebutkan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural,
yaitu:

1. Metode kontribusi

Metode ini diterapkan dengan mengajak pembelajar berpartisipasi dalam memahami dan
mengapresiasi kultur lain yang berbeda dengan dirinya. Dalam implementassinya yang lebih
praktis, metode ini antara lain diterapkan dengan menyertakan peserta didik memilih buku
bacaan bersama dan melakukan aktivitas bersama. Selain itu, peserta didik juga diajak
mengapresiasi event-event keagamaan maupun kebudyaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Pengampu pendidikan (kepala sekolah dan guru) bisa melibatkan peserta didik di
dalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan event-event tersebut. Dalam hal tertentu
peserta didik juga dapat dilibatkan dalam mendalami sebagian kecil dari pelbagai dari setiap
tradisi kebudayaan maupun keagamaan.

2. Metode Pengayaan

Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari/atau tentang masyarakat yang
berbeda kultur, etnis, atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya dengan mengajak peserta
didik menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat. Tetapi,
peserta didik tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti tata cara atau ritual ibadah,
pernak-pernik dalam ritual ibadah, pernikahan, dll.

3. Metode Transformatif

Metode ini memingkinkan peserta didik melihat konsep-konsep dari sejumlah perpektif
budaya, etnik, dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif,
kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman pembelajar tentang
sebuah ide. Jika ada metode pengayaan lebih banyak menggali titik temu dari etnisitas, budaya,
dan agama. Maka dalam metode transformatif justru sebaliknya, menelanjangi nilai-nilai
“Negatif” dari budaya, etnik, dann juga agama.

4. Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial

Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata di masyarakat, yang
pada gilirannya bisa berdampak terjadinya perubahan sosial. Peserta didik tidak hanya dituntut
untuk memahami dan membahas isu-isu sosial. Tapi, juga melakukan sesuatu yang penting
berkaitan dengan hal itu. Artinya, peserta didik tidak hanya berhenti pada penguasaan teori. Tapi,
juga terjung langsung melakukan aksi-aksi nyata di masyarakat untuk menerapkan teori-teori
yanng mereka peroleh dari ruang pendidikan.

Kemudian ada beberapa pendekatan yang kerap direkomendasikan dalam pendidikan


multikultural seperti yang telah diulas oleh Mundzier Suparta dalam Islamic Multicultural
Education, yaitu:

1. Pendekatan historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada peserta didik dengan
napak tilas ke belakang. Maksudnya agar pendidik dan peserta didik mempunyai kerangka pikir
yang komprehansif hingga ke masa silam untuk kemudian merefleksikan masa sekarang dan
untuk masa mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan
dinamis.

2. Pendekatan sosiologis

Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah
terjadi di masa lampau. Dengan pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan
karena karena dibuat-buat. Tetapi, karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang
terjadi, dan tidak bersifat indoktrinasi. Karena, kerangka pikir yang dibangun adalah kerangka
pikir kekinian.

3. Pendekatan Kultural

Pendekatan ini menitikbertakan pada autentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan
pendekatan ini, peserta didik bisa melihat mana tradisi yang autentik dan mana yang tidak.
Secara otomatis peserta didik juga bisa mengetahui mana tradisi Arab dan mana tradisi yang
datang dari ajaran Islam. Pendekatan kultural memungkinkan kita melihat lebih kritis antara
tradisi masyarakat tertentu dengan ajaran keagamaan yang memang berasal dari ajaran agama.

4. Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis personal secara tersendiri dan
mandiri. Artinya, masing-masing peserta didik harus dilihat sebagai manusia mandiri dan unik
dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini menuntut seorang pendidik
harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan peserta didik sehingga ia bisa mengetahui
metode mana saja yang cocok untuk pembelajaran.

5. Pendekatan Estetik

Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan peserta didikuntuk berlaku sopan dan
santun, ramah, mencintai keindahan dan mengutamakan kedamaian. Sebab segala materi jika
hanya didekati secara doktrinal dan menekankan adanya otoritas-otoritas kebenaran, maka
peserta didik akan cenderung bersikap kasar. Sehingga, mereka memerlukan pendekatan estetik
untuk mengapresiasi segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai bagian
dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.

6. Pendekatan Berperspektif Gender

Pendekatan ini mencoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak


membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Sebenarnya jenis kelamin bukanlah
hal yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan, melainkan kerja nyata yang
dilakukannya. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi sosial yang ada di lembaga
pendidikan yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.

Keempat metode dan keenam pendekatan tersebut sangat memungkinkan bagi


terciptanya kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Tentu saja, tidak
menutup kemungkinan berbagai metode dan pendekatan lainnya yang dapat diterapkan.
Kesadaran multikultural membantu peserta didik mengerti, menerima, dan menghargai orang
dari suku, budaya dan agama yang berbeda.
BAB III

SIMPULAN

A. Simpulan
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku budaya,
bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural. Karena tidak
dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi
penyebab munculnya berbagai macam konflik.
Multikultural secara sederhana dapat dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah Negara
atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Sebaliknya, tidak ada satu negarapun yang
mengandung hanya kebudayaan nasional tunggal. Dengan demikian, Multikultural merupakan
sunnatullah yang tidak dapat ditolak bagi setiap Negarabangsa di dunia ini. Pendidikan
multikultural merupakan kearifan dalam merespon dan mengantisipasi dampak negatif
globalisasi yang memaksakan homogenisasi dan hegemoni pola dan gaya hidup. Ia juga
jembatan yang menghubungkan dunia multipolar dan multikultural yang mencoba direduksi isme
dunia tunggal kedalam dua kutub saling berbenturan antara Barat-Timur dan Utara-Selatan.
Terdapat ayat-ayat dalam Qur’an yang membahas tentang pendidikan multikultural,
diantaranya yaitu: a. Pemahaman Ayat Al-Qur’an Terhadap Pendidikan Multikultural yang
Megajarkan Pengembangan Aqidah (Al Baqarah:62, Ali Imran:103), b. Pemahaman Ayat Al-
Qur’an Terhadap Pendidikan Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Potensi Intelektual
Manusia (Al Baqarah :171, Al Mujadallah :11, Al Israa' :36), c. Pemahaman Ayat Al-Qur’an
Terhadap Pendidikan Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Perilaku Baik Terhadap
Sesama Manusia (Al Baqarah :148, Al-Baqarah :184, Fatir :32), d. Pemahaman Ayat Al-Qur’an
Terhadap Pendidikan Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Sikap Saling Menghargai
Heterogenitas Dan Pluralitas Antar Sesama Manusia (Al- Hujurat: 9-13, Ar-Ruum :22, Al-
Baqarah :213, Yunus :99, dan al-Baqarah :256).
B. Saran
Beberapa keterangan mengenai tujuan pendidikan Islam di atas sesuai dengan tujuan pendidikan
multicultural, yaitu untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang serba
majemuk maka Hendaklah menjadi seorang guru yang mampu mengembangkan rasa
toleransi terhadap perbedaan yang ada, dengan fokus kepada tujuan pendidikan, bukan
mendiskriminasi perbedaan dengan hujatan yang tidak sepadan. Agar dapat membentuk peserta
didik yang aman, damai dan tentram.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Athiyyah, At-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Falsafatuha, Beirut: Dar al-Fikr. 1969.

Ainul Yaqin, M. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan


Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media. 2005.

Azra, Azumardi Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia, From
http:/budpar.go.id/ agenda/precongress/makalah/abstrak /58 % 20 azra.htm, akses 10 Maret
2013.

Baidhawi, Zakiyuddin, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga, 2005.

Dawam, Ainurrofiq, “EMOH” Sekolah: Menolak “Komersialisasi Pendidikan” dan


“Kanibalisme Intelektual” menuju Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya
Press. 2003.

Idris, Zahara, Dasar-Dasar Kependidikan, Padang: Angkasa Raya. 1987.

Anda mungkin juga menyukai