Anda di halaman 1dari 17

PERBANDINGAN DUA BAHASA

Oleh :

Reski Aulia Darman AK. Senrengi

105041104320

PROGRAM STUDI MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanawata’ala, Allah yang Maha
Agung untuk membuka jalan bagi setiap maksud manusia. Allah yang maha suci untuk menjadi
energi bagi penunjuk hidup dan kesuksesan manusia. Atas berkat, rahmat, dan hidayahNyalah
serta nikmat kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbandingan Dua Bahasa”

Teriring salam dan salawat pada junjungan Rasulullah Salallahu Alaihi Waasallam, sebagai
dasar hukum yang dipegang teguh sehingga mengantar umat manusia ke jalan yang diridai oleh-
Nya hingga akhir nanti, dan beliaulah sebagai penutup para Rasul dan Nabi akhir zaman.
Beliaulah yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman kepintaran dan dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti saat ini. Beliau pula yang telah
mengangkat derajat kaum hawa tanpa menurunkan derajat kaum Adam.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiolinguistik. Penulis
menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
segi teknik penulisan maupun dari segi isinya. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk
usulan, saran ataupun kritikan yang sifatnya membangun demi penyempurnaan berikutnya.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai dari
pengumpulan literatur dalam tahap penulisan. Namun, dengan kesabaran dan ketekunan yang
dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari berbagai pihak,
baik material maupun moril. Akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis berharap bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini, dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan semoga semua ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya,
Aamiin. Sekian dan terima kasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Majene, 22 November 2021

2
Penulis

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Sebagian besar dari masa lampau umat manusia berada dalam kegelapan, timbullah
usaha-usaha untuk menjelaskan masa yang masih gelap. Usaha tersebut antara lain dengan
mengajukan teori-teori mengenai timbulnya bahasa umat manusia. Teori yang bisa diterima
yang mampu menjelaskan pertumbuhan bahasa secara menyeluruh sebagai suatu sistem
komunikasi adalah teori Hockett-ascher. Teori tersebut menyatakan terdapat garis besar
terdapat kesepakatan mengenai evolusi bahasa manusia dari teriakan atau panggilan melalui
tahap pra bahasa yang berbeda dari bahasa sesungguhnya arena kekurangan ciri kembaran
pola.
Mengetahui bahwa di asia tenggara banyak bahasa yang mengandung persamaan, para
ahli yang umumnya berasal dari eropa itu makin giat menyelidiki. Mula-mula mereka hanya
menyelidiki bahasa-bahasa yang saling berdekatan dalam arti geografis. Misalnya bahasa
indonesia/melayu, bahasa batak, minangkabau, sunda, dan lain-lain. Bahasa-bahasa tersebut
mereka perbandingkan antara yang satu dengan yang lain. Mereka selidiki perbedaan dan
persamaannya, mereka tentukan hukum bunyi yang berlaku dalam tiap-tiap bahasa. Melalui
cara-cara itu mereka sampai pada kesimpulan bahwa karena begitu banyak persamaan antara
bahasa-bahasa tersebut maka tak boleh tidak, pastilah bahasa-bahasa tersebut mempunyai
hubungan kekeluargaan dan berasal dari satu induk bahasa.
Lama-kelamaan bahasa yang mereka selidiki dan mereka perbandingkan makin banyak
dan wilayahnya makin luas. Walaupun begitu, kesimpulan mereka tetap, bahkan makin
mantap. Pastilah bahasa-bahasa itu mempunyai hubungan kekeluargaan dan berasal dari
induk bahasa yang sama, dipergunakan secara umum oleh suatu masyarakat dalam suatu
wilayah.
Wilhelm von Humboldt mengungkapkan bahwa antara bahasa-bahasa di indonesia
dengan bahasa-bahasa di polinesia, kepulauan lautan teduh, terdapat banyak persamaan.

3
Kemudian H.C. van der gabelents menemukan pula bahwa hubungan itu lebih luas lagi, yaitu
meliputi bahasa-bahasa Melanesia.
Demikianlah, bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan kekeluargaan makin lama
makin luas wilayahnya dan makin banyak jumlahnya. Bahasa-bahasa di Filipina dan bahasa
yang dipergunakan penduduk asli di kepulauan taiwan juga ternyata berkekeluargaan dengan
bahasa-bahasa di Indonesia. Dan masih banyak lagi bahasa yang memiliki hubungan
kekeluargaan di dunia ini jika di teliti dan dibandingkan antara satu bahasa dengan bahasa
yang lainnya.
Tetapi untuk mencari bahasa-bahasa induk diperlukan dasar untuk membandingkan
bahasa satu dengan bahasa yang lainnya. Sehingga seorang ahli jika ingin membandingkan
bahasa, dia harus paham betul tentang dasar-dasar perbandingan. Apa saja yang diperlukan
dalam membandingakan bahasa. Karena latar belakang tersebut maka pada makalah ini
penulis akan membahas tentang dasar-dasar perbandingan bahasa beserta metode dalam
perbandingan bahasa agar tidak ada kekeliruan dalam penelitian mencari bahasa induk.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan dasar-dasar perbandingan bahasa?
2. Bidang perbandingan apa saja yang terdapat pada dasar-dasar perbandingan bahasa?
3. Apa yang dimaksud dengan metode perbandingan bahasa?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang dasar-dasar perbnadingan bahasa.
2. Menjelaskan tentang bidang perbandingan bahasa.
3. Menjelaskan tentang metode perbandingan bahasa.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bidang Perbandingan Bahasa


Aspek bahasa yang menjadi dasar perbandingan adalah dilihat dari bentuknya.
Kaidah-kaidah mengenai kekerabatan antar bahasa dapat dirumuskan secara
menyakinkan dengan mempergunakan kesamaan-kesamaan bentuk yang telah diselidiki
dan dipelajari secara sistematik. Tetapi di pihak lain, kesamaan-kesamaan bentuk yang
dimiliki itu akan lebih meyakinkan lagi, kalau bentuk-bentuk itu memperlihatkan pula
kesamaan-kesamaan semantic.Tiap bahasa di dunia, memiliki ciri-ciri
kesemestaan(universal) tertentu. Kesemestaan tersebut meliputi:
1. Kesamaan bentuk dan makna: yaitu sebuah bahasa mempunyai bentuk yang
berhubungan dengan makna yang khas untuk memudahkan referensi.

2. Tiap bahasa mempunyai kelas kata : KB, KK, KS, KBil, Pronomina, Numeralia dll.
3. Setiap bahasa mempunyai perangkat unit fungsional terkecil: yaitu fonem dan morfem.
Walaupun jumlah fonem itu berbeda dari bahasa ke bahasa ,terdapat kenyatan menarik
bahwa tiap bahasa memiliki perangkat yang terkecil ini untuk membedakan makna kata,
bahwa gabunagn dari bunyi-bunyi yang sangat terbatas ini mampu menghasilkan
perlambang( kata) yang tak terbatas jumlahnya.
Ilmu perbandingan bahasa, para peneliti kurang berminat atas ciri-ciri universal yang
terdapat dalam semua bahasa. Mereka lebih tertarik pada kesamaan-kesamaan yang
terdapat pada bahasa-bahasa tertentu, atau hanya tertarik pada distribusi ciri-ciri tertentu
pada sejumlah bahasa. Ciri-ciri tertentu inilah yang dijadikan landasan untuk
mengadakan klasifikasi atas bahasa-bahasa di dunia. Berikut penjelasan pada bidang
perbandingan bahasa:

1. Kesamaan Bentuk
Seperti halnya dengan perbandingan tipologis, linguistic bandingan historis juga
melandaskan metodenya pada kesamaan bentuk, tetapi kesamaan bentuk dalam

5
perkembangan sejarah yang sama. Bentuk-bentuk kata yang sama antara pelbagai
bahasa dengan makna yang sama, diperkuat lagi dengan kesamaan-kesamaan unsur
tata bahasa, akan mendorong kita mengambil kesimpulan bahwa bahasa-bahasa
tersebut harus diturunkan dari suatu bahasa proto yang sama.
Untuk mengadakan perbandingan yang sistematis, diperlukan metode-metode
tertentu. hal tersebut bertujuan untuk menyusun perangkat cirri-ciri yang
berkorespondensi dari unsure-unsur yang diperbandingkan dalam macam-macam
bahasa. Angkaian bentuk makna dari kata-kata bahasa Inggris dan padanannya dalam
bahasa Jerman:

Stone, bone, home, tame, tide, dan to

Stein, bein, heim, zahm, zeit, dan zu

Cukup jelas mengilustrasikan kesamaan bentuk-bentuk yang dimaksud.


Sementara itu abstraksinya berupa perangkat korespondensi fonemis, juga
memperlihatkan onsistensi tertentu. yaitu: /ou/ dan /t/ berorespondensi dengan /ai/
dan /ts/. Kesamaan antara bentuk makna dari sejumlah besar morfem lesikal yang
diperkuat lagi dengan kesamaan gramatikal akan menunjang hipotesa tentang relasi
historis antara bahasa-bahasa tersebut. Relasi gramatikal yang dapat menunjang
hipotesa relasi historis tersebut misalnya sebagai tampak dalam contoh-contoh berikut:

Inggris : good - better - best; drink - drank - drunk

Jerman : gut - besser - beste; trinken - trank - (ge)


trunken

Data-data linguistik yang dijadikan dasar Linguistik Bandingan Historis sebagai


yang dikemukakan di atas, sebagiannya sangat jelas dan tidak menimbulkan perbedaan
pendapat. Tetapi pada awal perkembangan penelitian bahasa, orang-orang tertarik juga
kepada kesamaan-kesamaan yang disebabkan oleh bentuk-bentuk onomato poetis,
yang urutan-urutan bunyinya member sugesti pada sesuatu atau meniru system

6
fonologi suatu hal tertentu. tetapi pertalian fonetis saja belum tentu mengandung
kemiripan makna atau kemiripan fonetis dan makna belum tentu membutikkan bahwa
kedua bentuk itu berasal dari suatu bentuk proto yang sama.
Ada juga kemiripan fonetis dan semantic yang terjadi karena pinjam-meminjam
(borrowing). Kata Indonesia seperti aljabar, almanac, alcohol, buu, bangku, bahasa,
agama, dsb. Mirip dengan kata-kata dalam bahasa arab, belanda, sanskerta, bukan
karena berasal dari kata proto yang sama, tetapi terjadi karena pinjaman. Walaupun
masalah pinjaman menyangkut pula aspek historis, ia tidak dimasukkan dalam
linguisti historis. Yang dibicarakan dalam linguistic bandingan historis adalah
kesamaan atau kemiripan bentuk-makna sebagai akibat perkembangan sejarah yang
sama, atau perkembangan dari suatu bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang
mempunyai hubungan sama atau berasal dari bahasa proto yang sama, serta kemudian
berkembang menjadi bahasa-bahasa baru, termasuk dalam satu keluarga bahasa
(language family).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemiripan bentuk maknayang terdapat dalam
bahasa-bahasa, dapat terjadi karena 3 faktor, yaitu:
a. Karena warisan langsung (inheritance) oleh dua bahasa atau lebih dari suatu bahasa
proto yang sama. Bentuk yang sama tersebut dinamakan bentuk kerabat (cognate).
b. Karena faktor kebetulan (by chance). Misalnya mata dalam bahasa Indonesia dan mati
dalam bahasa yunani; kata nass dalam bahasa jerman dan nas dalam bahasa zuni yang
sama-sama bearti “basah”.
c. Karena pinjaman (borrowing). Suatu kemiripan bentuk-makna terjadi karena suatu
bahasa ekseptor menyerap unsure tertentu dari sebuah bahasa donor akibat kontak dalam
sejarah.
2. Penetapan Kata Kerabat
Kata kerabat (Inggris cognate) adalah kata-kata yang masih diturunkan dari sumber yang
sama. Hal ini bisa terjadi dalam satu bahasa misalkan dalam bahasa Inggris terdapat kata shirt
dan skirt yang diturunkan dari kata bahasa proto-Indo-Eropa . Hal ini bisa pula terjadi antar
bahasa, contohnya kata Melayu/Indonesia “Jarum” yang masih berkerabat dengan kata Jawa
dom.

7
Dua bahasa atau lebih dapat dikatakan kerabat apabila bahasa-bahasa tersebut berasal
dari satu bahasa yang dipakai pada masa lampau. Selama pemakaiannya, semua bahasa
mengalami perubahan dan bahasa bisa pecah menjadi dua atau lebih bahasa turunan. Adanya
hubungan kekerabatan antara dua bahasa atau lebih ditentukan oleh adanya kesamaan bentuk
dan makna.
Bentuk-bentuk kata yang sama antara berbagai bahasa dengan makna yang sama,
diperkuat lagi dengan kesamaan-kesamaan unsur-unsur tata bahasa, dapat dijadikan dasar
penentuan bahwa bahasa-bahasa tersebut berkerabat, yang diturunkan daru satu bahasa proto
yang sama.
Kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna sebagai akibat dari perkembangan sejarah
yang sama atau perkembangan dari suatu bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang
mempunyai hubungan yang sama atau berasal dari suatu bahasa proto yang sama, kemudian
berkembang menjadi bahasa-bahasa baru, maka dimasukkan dalam satu keluarga bahasa
(language family) yang berarti bentuk kerabat.
Bahasa dianggap berkerabat dengan kelompok bahasa tertentu apabila secara relative
memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan kelompok-kelompok lainnya.
Perubahan fonemis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang
teratur. Semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, maka akan semakin
banyak didapat kesamaan antar pokok-pokok bahasa yang dibandingkan. Asumsi mengenai
kata-kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto didasarkan pada beberapa kenyataan
berikut.
Gloss Tebu hiu tuba pandan padi beras anak kutu

Melayu Tebu Hiyu Tuba Pandan Padi Beras Anak Kutu

Aceh Tebu Ye Tuba Pade Beröh Gute


hutu
Batak Tobu Pandan Page Boras Anak

Nias Töwu Hiu Fagh


e Kutu
Jawa Tebu Hyu Tuba Pandan Wos Anak
Pari Kutu
Sunda Tiwu Hiyu Tuwa Pandan Beyas Anak

8
Bali Tebu Tuba Pandan Padi Bahas Anak Kutu

Dayak Tewu Hiu Tuwa Padi Behas Anak Guti

Bugis Tebu Pandan Paräi Bere Anak Utu

Makassar Tabu Tuwa Pandan Berasa Anak Kutu

Lamalera Tefo Io Nufa Pedã Pare Anak Kuto

Tagalog Tobu Tubá Bigas Ana Kutu

Bisaya Tobu Ihu Tubá Palay bogas Anak kutu

malagasi akiu fandrani Zanaki

wary

Pertama, ada sejumlah besar kosakata dari suatu kelompok bahasa tertentu secara
relatif memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan dengan kelompok-
kelompok lainnya. Suatu alas an yang bisa diterima adalah karena bahasa-bahasa itu
harus berkembang dari suatu bahasa proto yang sama. Perhatikan contoh berikut:
Kedua, perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan
pula sifat yang teratur. Keteraturan ini oleh Grimm dirumuskan sebagai hukum bunyi.

Inggis kuno : úre thú hús mús

Inggris Modern : our thou house mouse

Perubahan fonetis sebagai yang dimaksud di atas tidak bisa dicatat dalam bahasa-
bahasa Austronesia karena ketiadaan naskah tua yang mencatat keadaan bahasa pada
tahap yang lebih tua, kecuali bahasa Jawa. Antara bahasa Jawa kontemporer dan

9
bahasa Jawa Kuno, dapat diturunkan perubahan fonetis karena ada data mengenai
tingkatan yang lebih tua itu, misalnya:

Jawa Kuno : anwam wwas wwang wwas twas

Jawa : anom wos wong woh tos

‘mudah’ ‘beras’ ‘orang’ ‘buah’ ‘keras’

Ketiga, kenyataan ketiga adalah bila semakin dalam kita meneuluri sejarah
bahasa-bahasa kerabat, semakin banyak terdapat kesamaan antara pokok-pokok yang
dibandingkan. Misalnya bukan hanya terdapat kesamaan pada bahasa Inggris dan
Jerman, tetapi juga terdapat kesamaan antara bahasa Inggris Kuno dan bahasa Latin
misalnya: Inggris : mouse, Inggris Kuno : mus , Latin : mús.
Korespondensi yang teratur antar bahasa dapat dijelaskan sebagai akibat
perubahan bunyi yang teratur antara bahasa-bahasa kerabat. Korespondensi yang
teratur antar segmen sebagai akibat perubahan fonetis yang teratur dapat muncul
dalam situasi yang berbeda-beda :
a. antara bentuk-bentuk beruntun (suksesif) dari kata yang sama dalam satu bahasa
dalam tingkat perkembangan yang berlainan :
Inggris Kuno : sticca nama sonu mona brid hros
Inggris : stick name son moon bird horse
Latin : ripa mutare - fata amica -
Spanyol : riba mudar - fada amiga -
(pantai) (berubah) - (nasib) (kawan) -
b. Antara kata-kata yang berkorespondensi dalam bahasa-bahasa kerabat, sebagai
warisan langsung :
Gloss padi dua udang

Indonesia Padi Dua Udan


Jawa Pare (lo) ro Uran
Sunda Pare Duwa Huran

10
Batak Page Dua Udan
Tagalong palai (do) lua Olan
Lamalera rua kujã

c. Kontak areal, yaitu sebagai akibat pinjaman dari suatu bahasa donor oleh sebuah
bahasa akseptor.
Belanda : familie fabriek faillit vacantie
Indonesia : permili pabrik pailit pekansi
Dengan demiian kita dapat membedakan dua macam relasi fonemis sebagai
dikemukakan di atas, untuk menunjuk kembali kontak actual antara bahasa-bahasa
pada suatu waktu tertentu pada masa lampau. Kedua macam relasi fonemis tersebut
dapat dapat memperlihatkan:
a. Kontak genetis: yaitu sebagai hasil dari proses divergensi suatu unsure proto
akibat perubahan dalam suatu bahasa proto ke bahasa baru (suksesif), atau sebagai
akibat hilangnya kontak historis antar bahasa-bahasa tertentu.
b. Kontak areal: yaitu sebagai hasil dari proses konvergensi karena terjalinnya
kontak antar dua bahasa non kerabat melalui bilingualism, lingua franca dan lain
sebagainya.
Relasi yang pertama menjadi bagian dan sasaran dari Linguistik Bandingan
Historis, sedangkan relasi yang kedua menjadi bagian dan sasaran dari Linguistik
Areal.

B. Metode Perbandingan Bahasa


Sarjana bahasa abad XIX telah mengembangkan teknik–teknik untuk mengadakan
perbandingan antar bahasa guna menemukan kesamaan–kesamaan antar bahasa – bahasa
kerabat. Metode–metode tersebut biasanya disebut metode klasik. Metode perbandingan
klasik itu meliputi Hukum Bunyi (Lautgesetz; Grimm’s Law; Sound Law) dan
rekonstruksi fonemis. Walaupun metode–metode itu telah dikritik oleh beberapa aliran
linguistic di kemudian hari, metode–metode perbandingan klasik itu yang dipakai sebagai

11
landasan perbandingan bahasa tidak berhasil digantikan dengan metode–metode lain
yang lebih ampuh.
Hukum bunyi, yang kemudian diganti dengan istilah korespondensi bunyi pada abad
XX, pada hakekatnya adalah suatu metode untuk menemukan hubungan antar bahasa
dalam bidang bunyi bahasa. Karena perbandingan dalam bidang fonologi harus dilakukan
dalam rangka sebuah kata, maka langkah pertama adalah usaha menentukan kata–kata
atau morfem–morfem mana yang dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan itu.
Itulah sebabnya dalam Linguistik Historis Komparatif dipersoalkan pula kata–kata
kerabat, yaitu kata – kata yang dianggap dimiliki bersama oleh bahasa–bahasa kerabat
karena diwariskan bersama dari bahasa protonya.

1. Jenis Metode Perbandingan Bahasa


a. Hukum Bunyi
Bila teori – teori yang menjelaskan proses lahirnya bahasa itu benar, yaitu bahasa
timbul dari bunyi – bunyi tertentu (call) yang mengalami perkembangan tertentu (pra-
morfem) pada sekelompok hominid, maka dapatlah dimengerti bahwa warisan dari
kelompok asal tersebut akan diturunkan dan dipantulkan kembali melalui kata – kata
kerabat dewasa ini. Jadi, pertama – tama kita harus menemukan kesamaan – kesamaan
yang terjadi karena warisan yang sama itu, kemudian bergerak ke belakang untuk
menurunkan hipotesa mengenai bentuk tuanya. Terlepas dari persoalan berhasil tidaknya
usaha itu, pengelompokan bahasa – bahasa berdasarkan kemiripan bentuk makna,
biasanya diwujudkan pertama – tama dalam hubungan bunyi antar bahasa, yang terdapat
dalam kata – kata yang mirip itu. Baru sesudah itu pengelompokan berdasarkan kaidah –
kaidah gramatikal dan akhirnya berdasarkan kaidah – kaidah sintaksis.
Hubungan yang teratur mengenai bunyi – bunyi bahasa yang didasarkan pada kata –
kata dengan makna yang mirip mula – mula dirumuskan dalam abad XIX dengan nama
Hukum Buny. Sebuah aliran ilmu bahasa yang terkenal pada masa itu yang menerima
berlakunya hukum bunyi secara ketat adalah Junggrammatiker (Neo Grammatici).
Hukum bunyi sebenarnya mulai dirumuskan oleh seorang ahli bahasa bernama Jakob

12
Grimm (1787-1863). Dalam penelitiannya Jakob Grimm menemukan kenyataan –
kenyataan bahwa ada pergeseran bunyi yang teratur antara bahasa – bahasa German
disatu pihak dan bahasa – bahasa Yunani-Latin di pihak lain. Ahli – ahli
Junggrammatiker memberi status yang kuat bagi hukum bunyi dan mengatakan bahwa
hukum ini berlaku tanpa kecuali karena hukum itu berlangsung secara buta.
b. Kritik atas Hukum Bunyi
Ada kritik yang dilontarkan oleh kalangan ahli bahasa abad XX mengenai hukum
bunyi yang dirumuskan oleh Junggrammatiker pada abad XIX itu. Menurut mereka setiap
manusia memiliki kebebasab untuk mencipta sendiri tanpa terikat oleh hukum–hukum
atau peraturan–peraturan tertentu. Dalam landasan ini bahasa tidak dapat diatur atau
diredusir dalam rumus–rumus atau hukum–hukum tertentu. Bahasa merupakan hasil dari
idealism yang ada dalam diri tiap manusia, ia berkembang sesuai dengan daya cipta
manusia tersebut. Ahli–ahli linguistik Amerika tetap mempergunakan prosedur
perbandingan sebagai yang dilakukan pada abad yang lampau dengan bertolak dari
bidang fonologi, dengan membanding – bandingkan pasangan – pasangan kata yang
tercatat, apakah pasangan itu mengandung kesamaan fonologis (bentuk) dan makna atau
tidak.
c. Korespondensi Bunyi
Mengingat istilah hukum bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat,
maka istilah itu diganti dengan istilah korespondensi fonemis atau korespondensi bunyi.
Segmen – segmen yang berkorespondensi sebagai glos yang sama, baik dilihat dari segi
bentuk maupun makna, dalam bermacam – macam bahasa diperbandingkan satu sama
lain. Hasil perbandingan itu disusun menjadi satu perangkat korespondensi. Dalam
sebuah glos dapat diperoleh sejumlah perangkat korespondensi, sesuai dengan besar atau
panjangnya segmen dari bahasa – bahasa yang diperbandingkan itu. Semakin banyak data
yang diperbandingkan maka semakin banyak pula kemungkinan untuk memperoleh
perangkat korespondensi fonemisnya. Namun ada satu hal yang perlu ditegaskan disini,
bahwa suatu perangkat korespondensi fonemis tidak hanya diperoleh dari satu pasang
kata saja, tetapi harus diturunkan dari seluruh kemungkinan yang dapat diperoleh dari
bahasa – bahasa yang diperbandingkan.

13
d. Pembentukan Korespondensi Fonemis
Perlu ada persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk menyusun atau menetapkan
suatu perangkat korespondensi yang absah. Sesudah mencatat indikator tersebut, harus
diadakan pengujian supaya perangkat korespondensi itu mendapat status yang kuat dan
disamping itu jangan sampai terjadi ada korespondensi yang seharusnya ada, ternyata
diabaikan atau suatu indikator sebenarnya bukan korespondensi diperlakukan sebagai
suatu perangkat korespondensi. Prosedur yang dimaksud adalah rekurensi fonemis, ko-
okurensi dan analogi.
1) Rekuensi Fonemis
Bila telah dicatat suatu indikasi mengenai adanya perangkat korespondensi
fonemis pada suatu pasang kata, maka tindak lanjut yang pertama, yang harus
dilakuakan adalah menemukan pasangan–pasangan yang lain, yang mengandung
perangkat tersebut. Prosedur untuk menemukan perangkat bunyi itu yang muncul secara
berulang – ulang dalam sejumlah pasang kata yang lain disebut rekuensi fonemis. Untuk
menetapkan secara pasti bahwa terdapat korespondensi fonemis, maka perlu dibuktikan
bahwa ada rekurensinya, yaitu bahwa tiap perangkat itu akan muncul kembali dalam
pasangan–pasangan yang lain. Jika hubungan antara fonem–fonem itu menjadi perangkat
korespondensi fonemis yang sesungguhnya, maka harus diperoleh rekurensinya pada
pasangan yang lain. Semakin banyak data yang diteliti dan diperbandingkan semakin
terbuka kemungkinan.
Dengan demikian melalui rekurensi fonemis dapat ditetapkan secara meyakinkan
adanya sebuah korespondensi fonemis. Ada juga kemungkinan bahwa dari data – data
yang ada diperoleh perangkat korespondensi yang tidak sejalan dengan perangkat
korespondensi yang telah ditetapkan,
2) Ko-okurensi
Sebuah perangkat korespondensi selalu diturunkan dari kata–kata yang mirip
bentuk dan maknanya. Karena adanya prinsip bentuk dan makna ini, dapat terjadi bahwa
bentuk–bentuk tertentu dibaikan sebagai bentuk yang mirip dengan bentuk–bentuk lain
dalam bahasa kerabat, pada halnya bentuk semacam itu adalah bentuk kerabat juga.
Masalah ini akan dibicarakan pada bagian ini dan dikenal dengan istilah ko-okurensi.

14
Yang dimaksud dengan ko-okurensi adalah gejala–gejala tambahan yang terjadi
sedemikian rupa pada kata–kata kerabat yang mirip bentuk dan maknanya, sehingga
dapat mengaburkan baik kemiripan bentuk maknanya maupun korespondensi
fonemisnya dengan kata–kata lain dalam bahasa kerabat lainnya.
3) Analogi
Analogi merupakan suatu proses pembentukan kata mengikuti contoh-contoh
yang sudah ada. Korespondensi fonemis biasanya mulai terjadi antar bahasa kerabat
ketika muncul perubahan – perubahan. Dan hal ini merupakan suatu proses yang memang
dapat dipahami. Tetapi analogi juga dapat muncul dalam suatu situasi peralihan yang lain
dalam hubungan dengan bahasa – bahasa non-kerabat. Pola perubahan antara bahasa itu
dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah bentuk–bentuk dari bahasa non-kerabat
sehingga dapat diterima dalam bahasa sendiri. Penyesuaian bentuk–bentuk non kerabat
ke dalam bahasa sendiri, juga mengikuti pola–pola korespondensi tertentu yang
sebenarnya terjadi karena masalah analogi.
Pembentukan baru berdasarkan analogi bisa terjadi juga dalam bahasa–bahasa
kerabat atau juga dalam bahasa sendiri, baik pada morfem dasar maupun pada morfem
terikat, sehingga tampaknya seolah–olah ada semacam kemiripan bentuk karena warisan.
Jadi, dalam menetapkan korespondensi fonemis harus diperhatikan juga masalah lain
yaitu analogi. Apakah kata–kata yang dipakai dalam perbandingan itu tidak dibentuk
berdasarkan prinsip analogi.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki beragam jenis bahasa.
Hal ini dikarenakan banyak pula suku bangsa yang menyebar ke seluruh penjuru
nusantara. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter (mana suka). Bahasa
dipakai berdasarkan kesepakatan bersama. Bahasa Cirebon, Indramayu, Pemalang dan
Tegal merupakan bahasa yang sama sama digunakan di daerah Jawa. Penggunaan bahasa
dari beberapa daerah ini banyak dijumpai kosakata yang mirip bahkan sama. Oleh
karena itu, perlu adanya pengkajian lebih dalam terkait penggunaan bahasa-bahasa ini.
Perbandingan bahasa hakikatnya adalah membandingkan dua buah bahasa atau
lebih yang bertujuan untuk menemukan persamaan bahasa yang dibandingkan dan juga
menemukan perbedaan bahasa yang dibandingkan.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha mencapai hasil yang
sempurna, namun kaerena teterbatasan pencarian data dan penulis dalam menyusun
makalah ini. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rosidi, Ajip. 2010. "Bahasa Cirebon dan Bahasa Indramayu". : Pikiran Rakyat

Salana. 2002. "Wyakarana : Tata Bahasa Cirebon". Bandung : Humaniora Utama Press

17

Anda mungkin juga menyukai