Anda di halaman 1dari 17

linguistik historis komparatif

1. 1. 8 BAB 2 LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Linguistik Historis Komparatif (Historical


Comparative Linguistics) merupakan cabang linguistik yang mempersoalkan bahasa-bahasa sekerabat
secara diakronis. Cabang linguistik ini membandingkan secara cermat bahasa- bahasa sekerabat
dengan tujuan memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa yang
diperbandingkan. Perbandingan antara dua bahasa atau lebih, dapat dikatakan sama usianya dengan
timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Hal ini tidak dapat dihindari sebab perkenalan dengan suatu bahasa
atau lebih, selalu menarik perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan antara
bermacam-macam aspek dari bahasa-bahasa tersebut. Adapun linguistik komparatif atau linguistik
bandingan menurut Keraf (1990 : 2) merupakan suatu cabang dari ilmu bahasa (linguistik) yang
berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pengertian tentang perkembangan dan kekerabatan antara
bahasa-bahasa di dunia dan mencoba menemukan unsur-unsur pengaruh timbal balik antara bahasa-
bahasa yang pernah mengadakan kontak dalam sejarah. Cabang ilmu bahasa ini, yang mula-mula
memperoleh dasarnya dari perbandingan bahasa yang berada pada satu zaman (sinkronik), kemudian
berkembang lebih jauh dengan mencoba menemukan unsur-unsur yang lebih tua dalam kehidupan
sebuah bangsa atau lebih.
2. 2. 9 Linguistik historis komparatif membandingkan dua bahasa atau lebih pada periode yang berbeda.
Dengan linguistik historis komparatif, orang dapat menentukan kekeluargaan dan dapat menemukan
bahasa induk, bahasa yang dipergunakan (Pateda, 1994 : 48). Menurut Saussure (dalam Parera, 1991 :
69), linguis sinkronis memformulasikan gejala-gejala bahasa berdsarkan ujaran-ujaran secara
horizontal. Studi bahasa secara sinkronis adalah satu studi bahasa yang bersifat sezaman. Fakta dan
data bahasa adalah rekaman ujaran para penutur. Berdasarkan rekaman faktual itu dilakukanlah
analisis bahasa pada masing-masing tataran analisis. Berbeda dengan studi bahasa secara diakronis.
Studi linguistik ini mempersoalkan fase-fase perkembangan atau evolusi bahasa dari zaman ke zaman,
dari satu waktu ke waktu yang lain. Studi bahasa ini bersifat vertikal. Linguistik historis disebut juga
linguistik diakronik, yaitu cabang linguistik yang mempelajari perkembangan sejarah bahasa tertentu.
Kata sejarah mengandung pengertian telaah (dari) masa silam tertentu hingga kini. Studi diakronik
mesti berdasarkan pada paling tidak dua tahapan perkembangan bahasa. Batas perkembangan dalam
perkembangan bahasa tentunya tidak mutlak, tergantung dari sudut apa kita melihatnya. Kata
perkembangan berarti adanya perubahan baik kualitas maupun kuantitas. Perubahan ini dapat dibagi
menjadi dua, internal history, yaitu perkembangan (perubahan-perubahan) di dalam, misalnya
perubahan bunyi, struktur kalimat kosa kata, dan sebagainya, dan external history, yaitu latar belakang
perubahan-perubahan di atas; jadi sifatnya
3. 3. 10 non-linguistik, misalnya faktor-faktor politik, sosial budaya, geografis, dan sebagainya
(Alwasilah, 1993 : 93). Dilanjutkan oleh Alwasilah (1993 : 95), linguistik komparatif mengacu pada
dua pengertian yaitu studi perbandingan antara bahasa-bahasa serumpun dan perkembangan-
perkembangan sejarah satu bahasa. Di sini perlu dijelaskan bahwa linguistik komparatif tidak selalu
berdimensi diakronik, yaitu dimensi sejarahnya. Studi komparatif bisa juga dalam skala sinkronik,
umpamanya antara dua dialek. Pada umumnya orang-orang lebih mengenal linguistik komparatif ini
sebagai yang berdimensi sejarah saja, terutama perbandingan perkembangan bahasa- bahasa yang
serumpun. Penelitian ini lebih difokuskan pada analisis sinkronis karena data kebahasaan yang
diambil merupakan data bahasa pada satu masa. Meskipun linguistik historis komparatif lebih
memprioritaskan pada analisis diakronis, namun data kebahasaan analisis sinkronis tetap diperlukan
untuk memperbandingkan kedua bahasa yang masih berkembang sampai saat ini. Dan khususnya
penelitian ini merupakan suatu analisis sinkronis karena data kebahasaan yang diambil merupakan
bahasa yang masih digunakan oleh penuturnya di masa sekarang. Adapun analisis diakronis pada
penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bahasa Serawai dan bahasa Kaur yang merupakan turunan
dari keluarga bahasa mana. Linguistik sinkronis dan diakronis merupakan istilah yang berasal dari
Saussure. Kata diakronis (dari bahasa Yunani dia ‘melalui’ dan khronos ‘waktu’, ‘masa’) dan kata
sinkronis (dari bahasa Yunani syn ‘dengan’, dan khronos
4. 4. 11 ‘waktu’, ‘masa’). Linguistik diakronis ialah subdisiplin ilmu linguistik yang menyelidiki
perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Dapatlah dikatakan bahwa studi ini bersifat vertikal.
Linguistik sinkronis mempelajari bahasa tanpa mempersoalkan urutan waktu. Perhatian ditujukan
pada bahasa sezaman yang diujarkan oleh pembicara, jadi dapat dikatakan bersifat horizontal (Pateda,
1994 : 34). Linguistik diakronis adalah penyelidikan tentang perkembangan suatu bahasa. Misalnya
bahasa Indonesia sekarang berlainan dari bahasa Melayu Klasik, dan berlainan pula dari bahasa
Melayu Kuno yang tertulis pada prasasti-prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, dan Kota Kapur.
Bahasa Melayu Kuno memiliki awalan mar- yang dalam bahasa Melayu Klasik dan bahasa Indonesia
menjadi me- dan ber-. Perubahan semacam itu terjadi tidak secara kebetulan, melainkan menurut
hukum perkembangan tertentu. Di samping itu perkembangan suatu bahasa dapat terjadi sedemikian
rupa sehingga setelah beberapa abad timbullah beberapa bahasa yang benar-benar berlainan, karena
variasi-variasi dari bahasa itu (yang lazim disebut dialek) saling menjauhkan diri. Sedangkan
linguistik sinkronis berlainan bidangnya dari linguistik diakronis. Dalam linguistik sinkronis setiap
bahasa dianalisa tanpa memperhatikan perkembangan yang terjadi pada masa lampau (Verhaar, 1990 :
6-7). Kajian atas dua bahasa atau lebih ini selalu menarik perhatian ahli bahasa karena kajian tersebut
akhirnya akan menetapkan apakah ada kesamaan-kesamaan atau tidak dalam bahasa yang
diperbandingkan. Kesamaan dan kemiripan yang dimiliki bahasa-bahasa yang diperbandingkan
menyebabkan para ahli bahasa
5. 5. 12 ingin mengetahui apakah unsur-unsur yang sama dan mirip tersebut merupakan bukti bahwa
zaman dahulu bahasa-bahasa tersebut merupakan bahasa tunggal atau berasal dari proto yang sama.
Salah satu tujuan dan kepentingan Linguistik Historis Komparatif adalah melihat kekerabatan bahasa-
bahasa dan masa pisah dari bahasa yang diperbandingkan. Dari bahasa-bahasa yang diperbandingkan
tersebut dilihat apakah memiliki kesamaan dan kemiripan dari segi bentuk dan makna. Kesamaan dan
kemiripan bentuk dan makna bahasa-bahasa tersebut dapat terjadi karena tiga faktor yaitu karena
warisan langsung (inheritance) oleh dua bahasa atau lebih dari suatu bahasa proto yang sama. Bentuk
yang sama tersebut dinamakan bentuk kerabat (cognate). Yang kedua karena faktor kebetulan (by
chance), dan yang terakhir karena pinjaman (borrowing). Menurut Robins (dalam Fernandez,
1993/1994 : 1), linguistik historis komparatif (historical comparative linguistics) termasuk kepada
bidang kajian linguistik murni mempunyai peran yang penting karena cabang linguistik ini merupakan
sebuah subjek yang memberikan sumbangan berharga bagi pemahaman tentang hakikat kerja bahasa
dan perkembangan (perubahan) bahasa- bahasa di dunia. Sehubungan dengan hal tersebut, tujuan
utama dari linguistik historis komparatif adalah menjelaskan hakikat perubahan bahasa, baik yang
wujudnya berupa penentuan fakta maupun tingkat kekerabatan antarbahasa serumpun serta melalui
upaya rekonstruksi proto bahasa dari sejumlah bahasa sekerabat. Dalam kajian Linguistik Komparatif,
metode komparatif digunakan untuk mengamati perubahan bahasa yang terjadi dalam perjalanan
sejarah bahasa
6. 6. 13 baik dalam suatu bahasa maupun dalam suatu kelompok atau keluarga (rumpun) bahasa. Bahasa-
bahasa sekerabat yang strukturnya diteliti dalam bidang linguistik ini ditinjau berdasarkan dimensi
diakronisnya. Dalam kajian tipologi bahasa, metode komparatif (metode padan) digunakan untuk
mengamati persamaan dan perbedaan tipe bahasa-bahasa di dunia berdasarkan kajian struktur berbagai
tataran kebahasaan secara sinkronis (Fernandez, 1993/1994 : 2-3). Penelitian Dyen (dalam Parera,
1991 : 134) pada tahun 1965 telah mengelompokkan 245 (menurut catatan yang lain 250) bahasa-
bahasa Austronesia dengan landasan teori leksikostatistik. Pada penelitian Dyen disebutkan bahwa
bahasa Serawai dan bahasa Kaur merupakan bahasa sekerabat yang termasuk dalam bahasa-bahasa
Indonesia Barat (Hesperonesia) yaitu bentuk antara Minangkabau dan Melayu (Melayu tengah).
Syamsuddin A.R. (1991) melakukan penelitian Proto Austronesia pada bahasa Bima, Manggarai, dan
Sunda dengan menggunakan kajian historis komparatif dari segi refleksi, korespondensi, masa pisah,
dan pengelompokan. 2.1 Persentase Kekerabatan Teori leksikostatistik dan glotokronologi mula-mula
dikembangkan oleh Morris Swadesh dan Robert Less pada 1950-an. Tokoh yang mengembangkan
teori tersebut adalah Dyen dan ahli-ahli lainnya. Dalam praktiknya, leksikostatistik ini dipergunakan
untuk menghitung persentase kekerabatan bahasa dengan membandingkan kosakata dan menentukan
tingkat kemiripan yang ada.
7. 7. 14 Menurut Keraf (1991 : 121) leksikostatistik adalah pengelompokan bahasa yang cenderung
mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha
menetapkan pengelompokan itu berdasarkan prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa dengan
bahasa lain. Adapun pengertian leksikostatistik menurut Fernandez (1993/1994 : 47) adalah teknik
yang mampu menentukan peringkat kekerabatan antara dua bahasa atau lebih dengan membandingkan
kosakata dan menentukan peringkat kemiripan yang ada: suatu teknik untuk melakukan
pengelompokan bahasa sekerabat. Pemisahan antara leksikostatistik dan glotokronologi masih sangat
timpang dan membingungkan. Selain para ahli yang telah memisahkan pengertian kedua istilah
tersebut, ada pula ahli yang menyamakannya. Seperti terlihat pada pernyataan Pateda (1994 : 52)
dalam bukunya Linguistik Sebuah Pengantar. Pada buku tersebut Pateda mengatakan bahwa
leksikostatistik yang sering disebut glotokronologi adalah ilmu yang mempelajari umur kata sejak
mula adanya. Ilmu ini cukup memusingkan kepala karena mempergunakan rumus-rumus statistik.
Leksikostatistik dapat dimanfaatkan untuk menentukan bahasa induk atau bahasa proto. Bapak
leksikostatistik adalah Isidore Dyen. Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa leksikostatistik adalah suatu teknik untuk melakukan pengelompokan bahasa dan
mengetahui persentase kekerabatan dari tingkat kemiripan bahasa-bahasa yang diteliti tersebut.
Adapun rumus yang digunakan dalam penghitungan leksikostatistik adalah:
8. 8. 15 Jumlah kata mirip+jumlah kata sama X 100 Jumlah kata yang diteliti 2.2 Masa Pisah
Glotokronologi adalah suatu teknik dalam linguistik historis yang berusaha mengadakan
pengelompokan dengan lebih mengutamakan perhitungan waktu (time depth) atau perhitungan usia
bahasa-bahasa sekerabat dengan menggunakan rumus dan tabel logaritma. Menurutnya kedua istilah
tersebut mengandung arti yang bertumpang tindih. Namun perbedaannya akan terlihat jelas pada
sasaran akhir yang akan dicapai. Leksikostatistik dan glotokronologi ini didasarkan pada
perbandingan yang oleh Swadesh disebut kosakata pokok (basic core vocabulary) dengan
menggunakan 100 atau 200 kosakata pokok (KKP). Adapun KKP yang dipakai dalam analisis ini
berjumlah 300 yang diadaptasi dari daftar Swadesh dan N.H Kern. Adapun rumus yang digunakan
dalam penghitungan glotokronologi adalah t = log. C log. r t = waktu lama waktu berpisah atau
berpencar C = persentase kata kerabat r = konstan atau indeks log. = logaritma dari
9. 9. 16 2.3 Bahasa Serawai dan Bahasa Kaur Bahasa yang akan diteliti adalah bahasa Serawai dan
bahasa Kaur. Bahasa Serawai pada awalnya merupakan bahasa yang dipakai oleh masyarakat di
Kabupaten Bengkulu Selatan, termasuk di dalamnya Kecamatan Seluma. Kabupaten Seluma dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Muko Muko,
Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu. Secara geografis Kabupaten Seluma
terletak di pantai barat Sumatera Bagian Selatan yang berada pada koordinat 03049'55'66'' LS -
04021'40'22'' LS dan 101017'27'57'' BT - 102059'40'54'' BT. Kabupaten Seluma berbatasan dengan
wilayah-wilayah sebagai berikut. 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Bengkulu dan Kabupaten
Bengkulu Utara. 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan. 3) Sebelah Barat
berbatasan dengan Samudera Indonesia. 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepahiang
dan Propinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Seluma memiliki luas wilayah sebesar 2.400,04 km2 yang
membentang dari arah utara ke arah selatan Propinsi Bengkulu. Kabupaten Seluma pada saat
pembentukan memiliki 5 kecamatan dan 143 desa serta 3 kelurahan, setelah pemekaran bertambah
menjadi 9 kecamatan, sehingga menjadi 14 kecamatan dengan 165 desa dan 3 kelurahan.
10. 10. 17 Wilayah Kabupaten Seluma pada umumnya berada pada ketinggian 0-100 m di atas permukaan
laut (dpl). Berdasarkan pada ketinggiannya, maka wilayah Kabupaten Seluma terbagi atas ketinggian
0 25 m dpl seluas 736,26 km2, ketinggian 25 -100 m dpl seluas 696,24 km2, ketinggian 100 500 m dpl
seluas 516,44 km2 , dan ketinggian 500 1.000 m dpl seluas 383,98 km2. Bahasa Serawai memiliki dua
dialek yaitu dialek /o/ yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Seluma dan dialek /au/ yang
digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Bengkulu Selatan. Dialek yang akan dipilih dalam penelitian
ini adalah dialek /o/ di Kabupaten Seluma karena masyarakat bahasa Serawai di sana lebih banyak
yang menggunakan bahasa Serawai dengan dialek /o/. Dalam bahasa Serawai ada dua macam dialek,
yaitu dialek /o/ dan dialek /au/. Yang dikmaksud dengan dialek /o/ ialah kata-kata yang pada
umumnya berakhiran dengan /o/ seperti [kə mano] ‘kemana’, [tuw apo] ‘apa’, dan [sapo] ‘siapa’.
Dialek /o/ ini dipakai dalam wilayah Kabupaten Seluma. Selanjutnya, yang dimaksud dengan dialek
/au/ ialah kata-kata yang pada umumnya berakhiran /au/, seperti [ke manaw ] ‘ke man’”, [tuapaw ]
‘apa’, dan [sapaw ] ‘siapa’. Dialek /au/ ini dipakai dalam wilayah Kecamatan Pino dan Kecamatan
Manna di Kabupaten Bengkulu Selatan. Bahasa Serawai dengan dialek /o/ terletak mulai dari Marga
Andelas (kabupaten Seluma) sampai ke Marga semindang Alas (kecamatan Talo kabupaten Seluma).
Menurut informasi yang didapat dari beberapa informan, asal usul bangsa Serawai belum bisa
dirumuskan atau diketemukan, baik berupa buku atau ataupun
11. 11. 18 tulisan-tulisan yang bisa dijadikan sebagai bahan pembuktian sejarah. Menurut informan yang
sudah lanjut usia, peneliti mendapat cerita yang sulit untuk bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara ilmiah, karena tidak ada bukti lain kecuali suatu tulisan pada kulit kayu sebagai peninggalan
zaman dahulu. Tulisan tersebut terdapat di salah satu makam, yaitu makam Leluhur Semidang Empat
Dusun yang terletak di Maras kecamatan Semidang Alas Maras kabupaten Seluma. Tulisan tesebut
menyerupai aksara Arab dan sampai saat ini belum ada ahli yang dapat membacanya. Adapun hasil
penelitian dari tim Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan
Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam bukunya yang berjudul Adat dan Upacara
Perkawinan daerah Bengkulu, sejarah suku bangsa Serawai adalah berasal dari leluhur yang disebut
Serunting (Sepahit Lidah). Konon kabarnya Serunting ini berasal dari Jazirah Arab yang datang ke
daerah Serawai melalui Kerajaan Majapahit. Serunting ini meminta daerah kerajaan kepada raja
Majapahit. Namun karena di Jawa tidak ada daerah untuk kerajaan, maka oleh raja Majapahit ia
disuruh pergi ke Sumatera untuk memilih daerah kerajaan, dan ternyata pilihannya adalah daerah
Kabupaten Bengkulu bagian selatan sekarang ini. Dan tim peneliti juga menyadari bahwa uraian
sejarah ini hanya merupakan suatu jenis cerita dan cerita ini diyakini oleh masyarakat suku bangsa
tersebut. Asal nama Serawai dikaitkan dengan dua pendapat. Pertama, mengatakan bahwa Serawai
berasal kata sauai yang maksudnya cabang dua buah sungai yaitu Sungai Musi dan Sungai Seluma
yang dibatasi oleh Bukit Capang. Pendapat
12. 12. 19 kedua, menyebutkan Serawai berasal kata dari seran yang artinya celako ‘celaka’. Ini
dihubungkan dengan suatu legenda dimana seorang anak raja yang menderita penyakit menular lalu
dibuang (dihanyutkan) dari hulu sungai dan terdampar kemudian anak raja inilah yang mendirikan
kerajaan tersebut. Kerajaan Serawai terpisah dengan Kerajaan Bengkulu (Bangkahulu). Kerajaan ini
ditemukan di antara daerah Sungai Jenggalu sampai ke muara Sungai Bengkenang, namun kerajaan
ini akhirnya terpecah- pecah menjadi kerajaan kecil yang disebut margo (marga). Marga dipimpin
oleh seorang datuk dan membawahi beberapa desa atau dusun. Marga-marga pecahan dari kerajaan
tersebut adalah Pasar Manna, VII Pucukan, Anak Lubuk Sirih, Anak Dusun Tinggi, Kedurang, Ulu
Manna Ilir, Ulu Manna Ulu, Anak Gumay dan Tanjung Raya. Namun mereka bersatu atas dasar satu
kesatuan dan satu keturunan dan satu rumpun bahasa Pada bagian barat dari daerah Serawai, terdapat
dataran rendah yang merupakan wadah pertanian suku bangsa Serawai. Dataran rendah ini memanjang
dari utara ke selatan, menyelusuri pesisir pantai barat Pulau Sumatera. Di bagian timur daerah
Serawai, terdapat bukit-bukit yang merupakan lereng dari Bukit Barisan yang memanjang dari utara
ke selatan. Daerah ini merupakan daerah perkebunan yang subur tanahnya dan daerah pertaniannya.
Di samping daerah bukit sebagai sebagai sumber mata pencaharian masyarakat, di pesisir pantai juga
banyak terdapat areal persawahan. Selain itu, sebagian penduduk mempunyai mata pencaharian
menangkap ikan di laut dan di sungai. Sungai yang ada di daerah ini dimanfaatkan sebagai jalur lalu
lintas air, yaitu untuk membawa hasil-hasil pertanian dari daerah bukit, ataupun untuk
13. 13. 20 mengangkut kayu untuk bahan bangunan. Air dari sungai-sungai itu juga digunakan untuk
mengairi sawah-sawah dan sebagai pembangkit tenaga listrik. Di daerah serawai masih terdapat hutan-
hutan yang luas dan menghasilkan kayu untuk bahan bangunan, rotan untuk kursi, dan lain-lain.
Bahkan saat ini sebagian dari rotan tersebut diekspor ke luar negeri. Hal ini telah menjadi mata
pencaharian tambahan masyarakat setempat. Seiring dengan berkembangnya daerah suku bangsa
Serawai, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi lebih memilih bekerja di
sektor pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. Bahasa Serawai juga dipakai dalam kegiatan non-
formal di kantor-kantor pemerintahan, jadi bahasa Serawai memiliki peranan komunikasi yang sangat
penting bagi masyarakatnya. Dahulu kala, perkampungan suku bangsa Serawai terletak di sepanjang
pesisir pantai dan ditepi sungai-sungai besar. Hal ini dikarenakan pada zaman tersebut belum terdapat
jalan raya yang yang menghubungkan antara perkampungan yang satu dengan perkampungan yang
lain. Sebagai pengganti jalan raya dipergunakanlah lautan dan sungai-sungai yang dapat dilayari oleh
rejung (sampan). Perkampungan-perkampungan yang dianggap besar bisaanya terletak di pinggir
muara sungai, dan pada muara sungai itu sendiri bisa dilayari rejung. Suku bangsa Serawai
menamakan perkampungan yang besar itu adalah pasar. Pada masa sekarang, pola perkampungan
zaman dahulu telah banyak mengalami perubahan. Ditambah lagi setelah jalan raya dibangun di
sepanjang daerah administratif suku bangsa ini. Dengan sendirinya perkampungan-
14. 14. 21 perkampungan yang terletak di muara sungai atau pun yang terletak jauh di hulu sungai,
berangsur pindah ke tepi jalan raya. Kaur adalah sebuah kabupaten di Provinsi Bengkulu, Indonesia.
Terletak sekitar 250 km dari Kota Bengkulu, Kaur mempunyai luas sebesar 2.369,05 km² dan dihuni
sedikitnya 110.428 jiwa. Mereka mengandalkan hidup pada sektor pertanian, perkebunan, dan
perikanan. Warga Kaur tersebar di 119 desa dan tiga kelurahan. Kabupaten Kaur dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 pada tahun 2003 bersama-sama dengan Kabupaten Seluma dan
Kabupaten Mukomuko. Kaur sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu Selatan. Kaur
sejak tahun 2005 mulai memproduksi minyak kelapa sawit pelmintasi alami yang diekspor ke luar
negeri. Pusat aktivitas ekonomi dan pemerintahan sejak zaman dahulu terletak di Bintuhan. Pada
tahun 2005 Kaur Utara, Tengah, dan Selatan bergabung membentuk kabupaten Kaur. Dari ibukota
provinsi Bengkulu jaraknya hampir 200 km ke arah Selatan. Kabupaten ini berbatasan langsung
dengan Provinsi Lampung di sebelah selatannya. Adapun bahasa Kaur merupakan bahasa yang
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari di Kabupaten Kaur. Data diambil di daerah Bandar
Bintuhan yang merupakan pusat kota Kabupaten Kaur dan Dusun Gedung Sake di Kecamatan Kaur
Selatan, Dusun Padang Baru di Kecamatan Kaur Tengah, serta di Dusun Awat Mate yang terletak di
Kecamatan Kaur Selatan. Bahasa Kaur memiliki dua dialek yaitu dialek Pasemah atau dialek /e/ yang
meliputi sebagian
15. 15. 22 daerah Kaur Utara dan sebagian Kecamatan Kaur Tengah. Dan dialek Kaur yang digunakan di
sebagian daerah Kecamatan Kaur Utara, sebagian di Kecamatan Kaur Tengah, dan sebagian besar
penduduk di Kecamatan Kaur Selatan (dokumentasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984 :
2-3). Untuk lebih jelasnya, kita dapat mengamati pemaparan dari buku tersebut. Bahasa Kaur yang
dipakai di Kecamatan Kaur Utara yang meliputi Marga Semidang Gumay terdiri atas daerah
Seranjangan (batas) Dusun Tanjung Harapan, Nusuk, Awat Mate, Muara Kinal, Mentiring, Cahaye
Batin, Lubuk Gung (Tanjung Raye), Padang Manis, Karang Dapo, dan Bunga Melur. Kecamatan Kaur
tengah yang meliputi Marga Luas yang didukung oleh beberapa dusun yaitu: Dusun Padang Baru,
Tanjung Iman, Padang Hangat, Air Langkap, Betung, Tugu’, Benue Ratu, Latihan Ilir, Latihan Ulu,
Kepahiang, Gundusuli, Durian Besar, Umbul, dan Tanjung Bringin. Kecamatan Kaur Selatan yang
meliputi Marga Tetap dan mencakup Dusun Suka Banjar, Cucupan, Pagar Dewa, Muara Tetap, Babat,
Tung Dalam, Binjai, marga Bandar Bintuhan yang meliputi dusun Sekunyit, Sukabandung, Selasih,
Air Dingin, Pasar Palembang, Bandar, Pasar Lama, Palak Pasar, Penyimpangan, Sedai, Gedung Sake,
Padang Genting, Jambatan Dua, dan Sambat. Perlu diketahui bahwa daerah penyebaran bahasa Kaur
di kecamatan Kaur Utara didapat hanya sekitar dususn yang tinggal membentang di pesisir pantai. Di
kecamatan Kaur Utara terdiri dari tiga marga yaitu Marga Kelam, Marga padang Guci, dan Marga
Semidang Gumay. Yang menggunakan bahasa Kaur di daerah
16. 16. 23 tersebut hanya satu marga yaitu Marga Semidang Gumay. Sedangkan dua marga lainnya
menggunakan bahasa Pasemah (Mulak). Adapun di Kecamatan Kaur Tengah terdiri atas tiga marga
yaitu Marga Ulu Kinal yang masih menggunakan bahasa Pasemah (Mulak), Marga Muara Sahung
yang menggunakan bahasa Semende (hanya berbeda dialek dengan bahasa Pasemah Mulak), dan
Marga Luas adalah salah satu marga di Kecamatan Kaur Tengah yang menggunakan bahasa Kaur.
Untuk Kecamatan Kaur Selatan yang terdiri atas empat marga, dua marga yang menggunakan bahasa
Kaur yaitu Marga Muara Tetap dan Marga Bandar Bintuhan. Sedangkan untuk daerah di sekitar
Kulek, Nasal, dan sekitarnya menggunakan bahasa Nasal yang disinyalir merupakan perpaduan
pengaruh antara bahasa Kaur dengan bahasa Lampung. Menurut informasi yang didapat dari beberapa
informan, asal usul bangsa Kaur juga belum bisa dirumuskan atau diketemukan, baik berupa buku
atau ataupun tulisan-tulisan yang bisa dijadikan sebagai bahan pembuktian sejarah. Menurut informan
yang sudah lanjut usia, peneliti mendapat cerita yang sulit untuk bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah, karena tidak ada bukti yang mendukung. Kaur berasal dari kata Aur yang
artinya ‘bambu’. Konon pada zaman tersebut para leluhur yang berasal dari Arab menancapkan
sepotong bambu ke tanah yang berisikan batu dan air dengan mengucapkan sumpah “Ini Tanahku, Ini
Batuku, Ini Airku”. Lokasi mereka bersumpah tersebut di sebuah anak sungai, maka sungai tersebut
dinamakan Air Kaur yang terdapat di Desa Cahaye Batin
17. 17. 24 Kecamatan Semidang Gumay Kabupaten Kaur Utara. Peneliti menyadari bahwa uraian sejarah
ini hanya merupakan suatu jenis cerita dan cerita ini diyakini oleh masyarakat suku bangsa tersebut.
Masyarakat Kaur lebih banyak yang berprofesi pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Sama halnya dengan penduduk di Seluma, masyarakat di Kaur juga semakin banyak yang memilih
profesi di sektor pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil. Daerahnya ramai karena merupakan jalur
yang dilalui dari Lampung ke daerah Sumatera lainnya dan juga sebaliknya. Menurut Dyen (dalam
Keraf, 1991 : 206-213), bahasa Serawai dan bahasa Kaur merupakan bahasa sekerabat yang termasuk
dalam kelompok Melayu Tengah (bentuk antara Minangkabau dan Melayu). Adapun alasan peneliti
memilih bahasa Serawai dan bahasa Kaur sebagai objek penelitian ialah kedua bahasa tersebut
merupakan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Kedua bahasa
tersebut juga digunakan di pusat pemerintahan daerah serta tak jarang digunakan sebagai baahsa
pengantar di sekolah-sekolah. Kedudukan bahasa Serawai dan bahasa Kaur menjadi sangat penting
karena alasan tersebut. Di samping itu seiring dengan perkembangan zaman yang cukup pesat, serta
mudahnya proses komunikasi dengan bahasa lain, saat ini keberadaan bahasa Serawai dan bahasa
Kaur menjadi semakin terancam. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak pendatang dari luar Pulau
Sematera ke daerah tersebut, dan bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti akan perjadi percampuran
atau
18. 18. 25 perpindahan bahasa yang menyebabkan bahasa tersebut lambat laun akan menghilang. Alasan
lain dari penelitian ini adalah masih sedikitnya penelitian yang menjadikan bahasa Serawai sebagai
objeknya, bahkan sampai saaat ini peneliti belum menemukan penelitian serupa dengan objek bahasa
Kaur. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan yang besar bagi penelitian
selanjutnya. Gambar 1 Peta Provinsi Bengkulu
Recommended

Creative Inspirations: Duarte Design, Presentation Design Studio


Online Course - LinkedIn Learning

Visual Thinking Strategies


Online Course - LinkedIn Learning

Visual Aesthetics for Elearning


Online Course - LinkedIn Learning

Jurnal semantik-nan-cantik
mujahidah khilafah (Shintia Minandar)

Shinmin
mujahidah khilafah (Shintia Minandar)

draft penting implikatur


mujahidah khilafah (Shintia Minandar)

Rpp drama sebagai teater


mujahidah khilafah (Shintia Minandar)

Drama sebagai teater


mujahidah khilafah (Shintia Minandar)

Proposal menulis karya ilmiah shintia M


mujahidah khilafah (Shintia Minandar)
Apa Itu Linguistik Historis Komparatif (LHK)?
Linguistik Historis Komparatif (Historical Comparative Linguistics) atau Linguistik Bandingan
Historis adalah cabang ilmu linguistik yang menelaah perkembangan bahasa dari satu masa ke masa
yang lain, mengamati cara bagaimana bahasa-bahasa mengalami perubahan, serta mengkaji sebab
akibat dari perubahan bahasa.
Menurut Robins (1975) Linguistik Komparatif termasuk dalam bidang kajian linguistik memiliki
peran yang sangat penting dalam memberikan sumbangan berharga bagi pemahaman tentang
hakekat kerja bahasa dan perkembangan (perubahan ) bahasa-bahasa di dunia. Sehubungan dengan
hal itu, tugas utama dari linguistik komparatif adalah menganalisis dan memberikan penjelasan
mengenai hakekat perubahan bahasa. Pada umumnya, hakekat bahasa itu (i) mempunyai struktur
(dimensi sinkronis) dan (ii) bahasa selalu mengalami perubahan (dimensi diakronis).
Analisis bahasa secara sinkronis mempelajari hakikat bahasa bahwa bahasa-bahasa pada masa
tertentu mempunyai struktur-struktur atau unsur-unsur bahasa yang disebut unsur fonologi,
morfologi, sintaksis dan lain-lain. Sedangkan analisis bahasa secara diakronik yaitu menganalisis
bahasa tidak hanya bagian-bagian bahasa yang mengalami perubahan tetapi juga perkembangan
bahasa. Seperti yang diketahui bahwa bahasa-bahasa modern pada saat ini dulunya memiliki bahasa
awal. Melalui analisis diakronik dicari hubungan antara bahasa-bahasa modern yang diduga berasal
dari satu bahasa awal, yaitu dengan menentukan bentuk kognat (bentuk leksiko atau semantik dua
bahasa sama dan artinya juga sama atau mirip) dan pseudokognat (bnetuk leksiko dua bahasa sama
tapi artinya berbeda).
Metode kuantitatif juga dapat digunakan untuk menganalisis bahasa dari segi dimensi sinkronis dan
diakronis, namun juga dapat digunakan dalam kajian linguistik tipology dan linguistik kontrasif .
linguistik tipology dengan metode komparatif digunakan untuk mengkaji bahasa secara struktural
berdasarkan dimensi sinkronis. Tujuannya untuk mengamati persamaan dan perbedaan tipe
bahasa-bahasa di dunia berdasarkan kajian struktural berbagai tataran kebahasaan secara sinkronis.
Sedangkan linguistik kontrasif dengan metode komparatif bertujuan untuk membandingkan bahasa-
bahasa berdasarkan kajian struktur berbagai tataran kebahasaan secara sinkronis untuk tujuan
didaktis tertentu dalam rangka mencapai keberhasilan pengajaran bahasa.
Linguistik diakronik (Linguistik komparatif) untuk menentukan hubungan kekerabatan bahasa yaitu
dengan menggunakan 3 metode yaitu metode kuantitatif dengan teknik leksikostatistik dan teknik
grotokronologi, metode kualitatif dengan teknik rekonstruksi dan metode sosiolinguistik. Metode
kualitatif dengan teknik grotokronologi digunakan untuk menentukan waktu pisah antara bahasa-
bahasa yang berasal dari bahasa awal.

Metode Yang Digunakan Dalam LHK


1. Metode Kualitatif (Teknik Rekonstruksi)
Metode kualitatif dalam LHK menggunakan teknik rekonstruksi. Metode Kualitatif dengan teknik
rekonstruksi bertujuan untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan bahasa (dapat menemukan
korespondensi antara bahasa-bahasa yang sekerabat). Rekonstruksi bahasa yang dilakukan secara
internal untuk mencari prabahasa dari bahasa-bahasa yang sedialek. Rekonstruksi yang dilakukan
secara external dilakukan setelah mendapat hasil dari penelitian kuantitatif leksikostatistik.
Metode perbandingan klasik tidak hanya bertalian dengan menemukan hukum bunyi antara bahasa-
bahasa kerabat, atau dengan istilah kontemporer ‘menemukan korespondensi fonemis antar bahasa
kerabat’, tetapi masih dilanjutkan dengan usaha mengadakan rekonstruksi (pemulihan) unsur-unsur
purba, baik fonemis maupun morfemis.
Rekonstruksi fonem dan morfem proto dimungkinkan karena para ahli menerima suatu asumsi
bahwa jika diketahui fonem-fonem kerabat dari suatu fonem bahasa proto, maka sebenarnya fonem
proto itu dapat ditelusuri kembali bentuk tuanya.
Teknik rekonstruksi fonem
Untuk menerapkan prinsip rekonstruksi fonemis, pertama-tama diadakan perbandingan pasangan-
pasangan kata dalam pelbagai bahasa kerabat dengan menemukan korespondensi fonemis dari tiap-
tiap fonem yang membentuk kata-kata kerabat tersebut. Dengan menemukan korespondensi
fonemisnya dapat diperkirakan fonem proto mana yang kiranya menurunkan fonem-fonem yang
berkorespondensi tersebut. Bagi tiap perangkat kemudian dicarikan suatu etiket pengenal untuk
memudahkan referensi. Etiket pengenal ini tidak lain adalah fonem proto tadi yang dianggap
menurunkan perangkat korespondensi fonemis yang terdapat dalam bahasa-bahasa kerabat. Fonem
ini biasanya diberi tanda asterisk (*).

rekonstruksi yang dilakukan terhadap dua bahasa atau lebih, untuk menemukan bentuk-bentuk
protonya)Rekonstruksi morfemis (rekonstruksi luar)
Suatu tingkat rekonstruksi yang laina dalah rekonstruksi morfemis (antar bahasa kerabat), yang
mencakup pula rekonstruksi atau alomorf-alomorf (rekonstruksi untuk menetapkan bentuk tua
dalam satu bahasa). Dengan melakukan rekonstruksi fonemis telah diperoleh sekaligus, yaitu:
1. Rekonstruksi fonem proto yang memantulkan atau menurunkan fonem-fonem dalam bahasa-
bahasa kerabat sekarang
2. Dengan memulihkan semua fonem bahasa-bahasa kerabat sekarang sebagai yang tercermin dalam
pasangan kata-katanya ke suatu fonem proto, maka sudah berhasil pula dilakukan rekonstruksi
morfemis (kata dasar atau bentuk terikat), yaitu menetapkan suatu morfem proto yang diperkirakan
menurunkan morfem-morfem dalam bahasa-bahasa kerabat sekarang. Seperti halnya fonem proto,
maka morfem proto juga ditandai dengan asterisk (*).
1) Rekonstruksi Dalam
Rekonstruksi dalam: rekonstruksi yang dilakukan dalam satu bahasa untuk mendapatkan bentuk-
bentuk tuanya. Dalam hal ini kita hanya menggunakan bahan-bahan dari satu bahasa saja, yaitu
rekonstruksi atas alternasi morfofonemis atau atas alomorf-alomorf suatu morfem.
Rekonstruksi ini bertujuan untuk memulihkan suatu bahasa pada tahap perkembangan tertentu
pada masa lampau, dengan tidak mempergunakan bahan-bahan dari bahasa lain, melainkan hanya
mempergunakan data dari bahasa itu sendiri. Rekonstruksi dalam dapat dilakukan karena beberapa
kenyataan berikut dalam sebuah bahasa:
1. Adanya alomorf
Dalam bahasa Indonesia kita jumpai sejumlah bentuk kata seperti: berjalan, bermain, berdiri,
belajar, berumah dan sebagainya. Dalam Linguistik Historis Komparatif kita mempersoalkan
bagaiman bentuk dasarnya pada masa lampau. Apakah bentuknya itu ber-, atau be-, atau bel.
2. Netralisasi
Bahasa Jerman Modern memiliki sejumlah konsonan, di antaranya enam konsonan yang sering
menimbulkan masalah, yakni /p/, /t/, /k/, /b/, /d/, dan /g/. keenamnya dapat muncul pada posisi
awal dan tengah tetapi dalam posisi akhir hanya ada /p/, /t/ dan /k/. kata dasar dari kata benda dan
kata sifat yang berakhir dengan sebuah stop akan memperlihatkan dua polanya berlainan bila
ditambah akhiran infleksi:
(1) Ty.p – ty.pen ‘tipe’
(2) Tawp – tawben ‘tuli’
Dalam analisis deskriptif gejala ini juga dipersoalkan. Biasanya dikatakan bahwa konsonan /b/, /d/,
dan /g/ secara deskriptif mengalami proses netralisasi pada posisi akhir, dan diganti dengan
konsonan /p/, /t/. /k/. Kenyataan ini akan memberi peluang untuk menarik kesimpulan lebih jauh
bahwa secara historis dalam bahasa Jerman yang lebih tua, konsonan /b/, /d/ dan /g/ harus muncul
juga pada posisi akhir.
3. Reduplikasi
Reduplikasi merupakan peristiwa atau gejala lain dalam bahasa yang dapat dipergunakan untuk
mengadakan rekonstruksi dalam. Misal dalam bahasa Sansekerta, Yunani dan Latin terdapat
reduplikasi pada bentuk perfek kata kerja:
Sans : da – dau ‘saya telah memberi’
Yun : de – do – ka ‘saya telah memberi’
Lat : de – di ‘saya telah memberi’
4. Bentuk infleksi

Kasus mengenai hilangnya aspirata terdapat dalam bentuk infleksi, khususnya dalam infleksi
nomen. Bentuk nominatif dari kata rambut dalam bahasa Yunani adalah thriks, sedangkan bentuk
genitifnya adalah trikhos. Dalam kasus nominatif aspirata hilang dari konsonan /k/ karena ada
penanda /s/.
Contoh
Rekonstruksi dalam:
Rekonstruksi bahasa jawa: bahasa jawa dialek Tengger, dialek banyumas, dialek solo, dialek jawa
timuran dianalisis secara internal melalui rekonstruksi internal untuk menentukan protobahasa
jawa.

2) Rekonstruksi Luar
Membandingkan bahasajawa, bahasa Sunda, bahasa Madura, bahasa Melayu sehingga dapat
ditemukan bahwa bahasa-bahasa tersebut berasal dari bahasa yang sama yaitu Proto Bahasa Melayu
Jawa.

Berdasarkan hasil dari penelitian kualitatif leksikostatistik yang dilakukan oleh Nothover maka
diperoleh hubungan bahasa elayu dan Madura lebih dekat. Maka, kedua bahasa itu dapat
direkonstruksi terlebih dahulu dalam rekonstruksi luar.
Metode komparatif dengan pendekatan kualitatif melalui teknik rekonstruksi dapat dilakukan
dengan 2 cara:
– Rekonstruksi bawah-atas (buttom-up)
Digunakan untuk menemukan kaidah primer dan kaidah sekunder. Rekonstruksi ini bersifat
induktif, biasanya digunakan untuk mengelompokkan bahasa pada peringkat yang lebih rendah ke
arah peringkat yang lebih tinggi.
Contoh: Merekonstruksi bahasa Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu berasal dari rumpun bahasa
yang sama yaitu Proto bahasa Melayu-Jawa.
– Rekonstruksi atas-bawah (top-down)
Rekonstruksi atas kebawah ini biasanya bersifat deduktif. Tujuannya untuk mencari cerminan atau
reflek dari bahasa proto pada bahasa-bahasa turunanya.
Contoh: rekonstruksi padaproto bahasa Minahasa

2. Metode Kuantitatif (Teknik Leksikostatistik)


Metode kuantitatif dalam LHK menggunakan teknik leksikostatistik. Metode kuanitatif dengan
teknik leksikostatistik digunakan untuk mencari atau menentukan silsilah kekerabatan bahasa,
tujuannya utuk mendapatkan gambaran sekilas tentang peringkat relasi historis atau hubungan
kekerabatan (instrumennya berupa 100-200 kosa kata dasar swadesh). Dalam metode kuantitatif ini
dicari persentase kognat dari sejumlah (100-200) kosa kata dasar sawdesh. Metode kuantitaif
dengan leksikostatistik akan menghasilkan pohon diagram kekerabatan bahasa.
Leksikostatistik: suatu teknik dalam pengelompokan bahasa-bahasa yang lebih cenderung
mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistik, untuk kemudian berusaha
menetapkan pengelompokan itu berdasarkan prosentase kesamaan dan perbedaan suatu bahasa
dengan bahasa lain.
Empat macam asumsi dasar yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak dalam usaha mencari
jawaban mengenai usia bahasa, atau secara tepatnya bilamana terjadi diferensiasi antara dua bahasa
atau lebih. Asumsi-asumsi dasar tersebut:
1. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan dengan bagian
lainnya
2. Retensi (ketahanan) kosa kata adalah konstan sepanjang masa
3. Perubahan kosa kata dasar pada semua bahasa adalah sama
4. Bila persentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat dihitung waktu pisah
kedua bahasa tersebut.

Teknik Leksikostatistik:
1. Mengumpulkan kosa kata dasar bahasa kerabat
Daftar kosa kata yang baik adalah yang disusun oleh Morris Swadesh dalam 200 kosa kata dasar
Swadesh.
2. Menetapkan pasangan-pasangan mana dari kedua bahasa tadi adalah kata kerabat (cognate)
Prosedur:
a. Menentukan glos yang tidak diperhitungkan (kata-kata kosong, kata-kata pinjaman)
b. Pengisolasian morfem terikat
c. Penetapan kata kerabat
1) Identik
Pasangan kata yang semua fonemnya sama
Gloss Sikka Lio
Api api api

2) Berkorespondensi fonemis
bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal balik dan teratur, serta tinggi
frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa itu dianggap bekerabat.
Gloss Sikka Lio
Siapa hai sai
Satu ha esa
Tetek uhu usu
Empat hutu sutu

3) Kemiripan fonetis
Bila memiliki kemiripan fonetis pada posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat
dianggap sebagai kata kerabat
Gloss Sikka Lio
Gigi niu ni’i
Kaki wai ha’i

4) Satu fonem berbeda


Bila dalam pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem tetapi dapat dijelaskan perbedaan fonem
tersebut karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh
lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu ditetapkan sebagai kata kerabat, asal
segmennya cukup panjang.
Gloss Sikka Lio
Mendorong jeka joka

3. Menghitung usia atau waktu pisah kedua bahasa

4. Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang lebih tepat.
Cara yang biasa dipergunakan untuk menghindari kesalahan dalam statistik adalah memberi suatu
perkiraan bahwa suatu hal terjadi bukan dalam waktu tertentu, tetapi dalam suatu jangka waktu
tertentu. Dalam jangka waktu itu terjadi akumulasi perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa itu,
yang sekian hari bertambah besar, sehingga perlahan-lahan tetapi pasti menandai perpisahan antara
kedua bahasa tersebut.
Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya dipergunakan kesalahan standard yaitu 70% dari
kebenaran yang diperkirakan.
 Linguistik Historis Komparatif

 Pengertian

 Tujuan Linguistik Historis Komparatif

 Sejarah Linguistik Historis Komparatif

 Dasar Perbandingan

1. Bidang Perbandingan

2. Kesamaan Bentuk

3. Penetapan Kata Kerabat

 Pengertian

Linguistik Historis Komparatif merupakan cabang linguistik yang mempersoalkan bahasa dalam
bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi pada kurun sekurang-kurangnya
dua periode.

 Tujuan Linguistik Historis Komparatif

(Bynon, 1979; Lehmann, 1995; Crowley, 1987)

 Deskripsi perbandingan kesamaan dan kemiripan bahasa cabang.

 Penentuan persentase kemiripan dan kesamaaan (kekerabatan) menggunakan leksikostatistik.

 Penentuan masa pisah dengan glotokronologi.

 Pengelompokan bahasa-bahasa yang diteliti.

 Menemukan pusat-pusat penyebaran bahasa proto dan gerak migrasi yang pernah terjadi.

 Terbentuknya proto bahasa melalui kegiatan rekonstruksi

 Deskripsi terhadap refleksi fonem proto terhadap bahasa cabang

Pengelompokkan bahasa didasarkan pada penghitungan leksikostatistik dan glotokronologi


 Sejarah Linguistik Komparatif

Periode 1 (1830-1860)

Periode ini dimulai dengan Franz Bopp berkebangsaan German(1791-1867). Beliau dianggap sebagai
tokoh yang meletakkan dasar-dasar Ilmu Perbandingan Bahasa

Boop membandingkan akhiran-akhiran dari kata kerja dalam bahasa Sanskerta, Yunani, Latin, Persia, dan
German (terbit tahun 1816).

Rasmusk Kristian Rask dari Denmark (1791-1867)

 Melakukan penelitian kata-kata dalam bahasa German mengandung unsur-unsur bunyi yang
teratur hubungannya dengan kata-kata bahasa Indo Eropa lainnya.

(perbandingan bahasa German Utara, bahasa Baltik, Slavia, Keltik, Baskia, dan Finno-Ugris.

Friedrich von Schlegel (1772-1829)

 Menunjukkan hubungan antara bahasa Sanskerta, Yunani, Latin, Persia, dan German

 Menetapkan bahasa-bahasa tersebut sebagai bahasa Fleksi dan bahasa berafiks.

 August von Schlegel menambahkan bahasa tanpa struktur gramatika.

F.Pott (1802-1887)

 Menyelidiki etimologi dari bahasa-bahasa Indo German

Wilhelm von Humboldt (1767-1835)

 Menyempurnakan pengklasifikasian bahasa yang sudah dilakukan von Schlegel, yaitu:

1. bahasa isolatif (menggantikan istilah bahasa tanpa struktur gramatika,

2. bahasa fleksi (bahasa yang mengenal konjungsi),

3. bahasa aglutinatif (menggantikan bahasa berafiks),

4. bahasa inkorporatif (memadukan verba, subjek, objek).

 Periode II (1861-1880)

August Schleicher (1823-1868) seorang botanis

 Mencetuskan Stammbaumtheorie ‘teori batang pohon’ (1866)


 Kata-kata berkembang dari satu suku kata sebagai akar menjadi kata-kata baru

G. Curtius (1820-1885)

 Menerapkan metode perbandingan untuk Filologi Klasik , khususnya mempelajari bahasa Yunani

Max Muller dan D.Whitney (1827-1894)

 Muller menghubungkan kelas-kelas bahasa dengan tipe-tipe sosial; bahasa isolatif (bahasa
keluarga); bahasa aglutinatif (bahasa pengembara); bahasa fleksi (bahasa masyarakat yang
sudah mengenal negara).

 Whitney menambahkan istilah polisintesis untuk menyebutkan bahasa inkorporatif.

Periode III (1880-akhir abad XIX)

 Muncul aliran Junggrammatiker yang mendukung hukum Grimm

 Menjadikan Linguistik Historis Komparatif sebagai sebuah ilmu yang eksak dalam metode-
metodenya.

 Tokoh yang terpenting Karl Brugmann, H. Osthoff, dan A. Leskien.

Periode IV (awal abad XX)

Pada periode ini lahir bermacam-macam aliran baru, antara lain:

 Fonetik

 Psikolinguistik

 Sosiolinguistik

 Aliran Praha

 DASAR PERBANDINGAN BAHASA

Tiap bahasa di dunia dapat diperbandingkan karena bahasa-bahasa tersebut memiliki ciri kesemestaan
bahasa, yaitu:

1. Kesamaan bentuk dan makna

2. Tiap bahasa memiliki perangkat unit fungsional terkecil, yaitu fonem dan morfem.

3. Tiap bahasa memiliki kelas-kelas tertentu

 Kemiripan bentuk dan makna yang terjadi dalam bahasa-bahasa dapat terjadi karena faktor:

1. Warisan langsung dari bahasa proto


2. Pinjaman

3. Kebetulan


Ciri Warisan langsung dari bahasa proto

 Memiliki persamaan unsur kebahasaan yang meliputi kata-kata pokok, yaitu kata-kata yang
dimiliki semua bahasa (cognate)

 Persamaan itu relatif logis dan konsisten, misalnya dalam perubahan bunyi.

 Contoh bunyi [p] pada bahasa-bahasa di Eropa selatan dalam bahasa-bahasa di Eropa utara
berupa bunyi [f]

 Ciri Kata Pinjaman

 Berupa kata-kata yang mengandung pengertian yang semula tidak dimiliki oleh bahasa
peminjam.

 Berupa kata-kata yang mengandung nilai rasa tertentu; lebih sopan bila dinyatakan dengan kata
pinjaman.

 Ciri persamaan karena kebetulan

 Penutur yang bahasanya mengandung persamaan tidak pernah berhubungan, baik fisik maupun
kultural.

 Jumlah unsur bahasa yang mengandung persamaan sangat sedikit.

 Penetapan Kata Kerabat

1. Sejumlah besar kosakata dari suatu kelompok bahasa tertentu memperlihatkan kesamaan yang
besar

contoh

Gloss Melayu Aceh Batak

Tebu tebu tebe tobu

Padi padi pade page

2. Perubahan fonetis memperlihatkan sifat yang teratur (hukum bunyi)

Contoh
Gloss Tagalog Bali

layar layag layah

ratus gatos hatos

/r/ > /g/ > /h/

 Contoh lain

 Indonesia Jawa Bali

padi pari pale

empedu peru folu

/d/ > /r/ > /l/

3. Semakin dalam menelusuri sejarah bahasa kerabat, semakin banyak ditemukan kesamaan antara
pokok-pokok yang diperbandingkan.

Marga asih nama jalannya

Terima kasih perhatiannya

Anda mungkin juga menyukai