Anda di halaman 1dari 39

KOMPONEN-KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM

MAKALAH diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Telaah Kurikulum Kelas A

Oleh: Kelompok 2

Ikrimatul Husna Yudhi Al Amin Ahmad Hisyam Asari Titis Triwidarti Anik Wahyuningsih

(110210301004) (110210301024) (110210301040) (110210301060) (110210301061)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, selalu penulis kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah yang dikerjakan yang berjudul Komponen-Komponen Pengembangan Kurikulum dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pembuatan makalah sebagai bahan presentasi. Penulis sadar, makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang dapat membangun demi sempurnanya makalah ini.

Jember, September 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................2 1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................2 BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Komponen-Komponen dalam Pengemabangan Kurikulum ...............3 BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan ......................................................................................33 3.2 Saran ................................................................................................34 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................iii

ii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara pada kegiatan kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentral kegiatan pendidikan, maka di dalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Banyak variasi dalam mendefinisikan kurikulum. Ada yang memandangnya secara sempit yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Adapula yang mengartikannya secara luas. Meliputi semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan/ bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana di atas (actual curriculum). Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang kehidupan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang sangat sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas ataupun sempit kurikulum membentuk desain yang telah digambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan penunjangnya. Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: tujuan, isi atau materi, strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), Organisasi kurikulum serta evaluasi. Kelima komponen tersebut berkaitan erat satu sama lain. Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua,

kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, organisasi kurikulum sesuai dengan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses isi dan tujuan kurikulum.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa saja komponen-komponen dalam pengembangan kurikulum?

1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Untuk mengetahui komponen-komponen dalam pengembangan

kurikulum.

1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Dapat mengetahui komponen-komponen dalam pengembangan

kurikulum.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Komponen-Komponen dalam Pengembangan Kurikulum Komponen-komponen kurikulum yang lazim disebut dan selalu dipertimbangkan dalam pengembangan tiap kurikulum ialah: a. Tujuan b. Bahan Pelajaran/Isi/Materi c. Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar) d. Organisasi Kurikulum e. Penilaian/Evaluasi Tiap komponen saling bertalian erat dengan semua komponen lainnya, jadi tujuan bertalian erat dengan bahan pelajaran, proses belajar-mengajar, dan penilaian. Artinya tujuan yang berlainan, kognitif, afektif, atau psikomotor akan mempunyai bahan pelajaran yang berlainan, proses belajarmengajar yang lain dan harus dinilai dengan cara yang lain pula. Juga dalam bidang kognitif pun tujuannya akan berbeda, misalnya bahan pengetahuan tentang fisika, lain tujuannya dengan misalnya geografi atau sejarah, proses belajar dan penilaiannya pun mungkin berbeda pula. Demikian pula bila mulai dari komponen bahan pelajaran, kita lihat hubungannya dengan komponen-komponen lain dalam stuktur kurikulum itu. Kesalingterkaitan komponen-komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai berikut: Tujuan

Penilaian

Bahan Pelajaran

Proses Belajar-mengajar dan Organisasi


3

Tanda panah dua arah melambangkan interelasi antara komponenkomponen kurikulum. Kita lihat tiap komponen yang manapun ada hubungannya dengan semua komponen lainnya. Apa yang tampak gampang pada bagan sebenarnya tidak mudah dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, apalagi dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, apalagi dalam mencapai tujuan-tujuan yang bersifat umum, terutama dalam bidang afektif, Bahan apa yang paling serasi untuk membentuk manusia yang jujur, bertanggung jawab, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang setia kepada janji, cermat, bersih, bijaksana, sopan, dan sebagainya, tidak mudah menentukannya. Juga tidak mudah menentukan proses belajar-mengajarnya yang tepat. Apakah seorang akan lebih bertanggung jawab bila ia disuruh menghafal peraturan-peraturan, atau mendiskusikannya? Bagaimana menilai seseorang bahwa ia telah bertanggung jawab dalam segala perbuatannya. Kalau dikaitkan dengan tujuan nasional yang dirumuskan dalam falsafah bangsa dan Negara seperti pancasila, maka dapat kita rasakan betapa sukar dan peliknya pekerjaan pengembangan kurikulum. Untuk tujuan spesifik berupa pengetahuan berupa fakta atau informasi tertentu, penerapan komponen-komponen kurikulum itu relatif mudah. Akan tetapi bila informasi dipertanyakan kedudukannya dalam rangka tercapainya tujuan pendidikan nasional maka soalnya menjadi lebih pelik. Tidak mudah menetukan pengetahuan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional. Maka ada kemungkinan tujuan spesifik itu lepas dari fungsinya sebagai sumbangan kepada terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan mempunyai tujuan tersendiri. Setiap komponen itu ternyata mengandung masalah-masalah yang komplek yang bertambah komplek lagi bila dikaitkan secara fungsional dengan komponen-komponen lainnya. Tiap bahan pelajaran dengan tujuan tersendiri sering memerlukan proses belajar-mengajar yang khas pula. Menggunakan hanya satu metode untuk segala macam bahan dapat dimisalkan dengan menggunakan satu macam obat untuk segala macam penyakit.

Juga evaluasi atau penilaian merupakan masalah yang tak selalu mudah dipecahkan. Untuk bahan dan tujuan tertentu relatif mudah dipecahkan. Untuk bahan dan tujuan tertentu relatif mudah ditentukan alat penilaiannya, khususnya mengenai bahan ditentukan alat penilaiannya, khususnya mengenai bahan berupa fakta dan informasi. Bila berkenaan dengan tujuantujuan yang lebih tinggi berupa pemahaman, aplikasi atau juga untuk berpikir kritis dan kreatif penilaiannya menjadi pelik. Ada kalanya digunakan alat yang tidak relevan karena tidak mengenai tujuan esensial, sering dipaksa oleh keadaan. Hal ini misalnya terjadi dalam menilai siswa dalam jumlah yang sangat besar. Walaupun seara teoritis diketahui bagaimana seharusnya dilakukan, namun pemeriksaan jumlah yang besar itu rasanya sukar diatasi kecuali dengan bantuan alat seperti komputer. maka sukar dielakan evaluasi kurikulum yang terutama yang mengenai pengetahuan siap berupa fakta-fakta yang sulit dilihat hubungannya dengan niai-nilai yang terdpat dalam manusia pancasila sejati pembangunan. Kalau soal matematika UMPTN berjumlah 60 buah yang harus diselesaikan dalam waktu 60 menit, dapat dibayangkan bahwa ujian itu tidak akan menilai proses berfikir menurut disiplin matematika. Dari segi struktur kurikulum soal-soal ujian Ebtanas dan UMPTN dalam bentuk sekarang memberi peranan utama kepada aspek penilaian. Karena komponen ini bertalian erat dengan segala komponen lainnya maka cara penilaian ini akan menentukan tujuan kurikulum, bahan pelajaran, dan proses belajar mengajar. Hal serupa ini menyebabkan tumbuhnya dengan subur apa yang disebut Bimbingan Tes. Di Jepang bimbingan tes ini mencapai proporsi raksasa dan melibatkan setiapa anak, dari Taman KanakKanak sampai SMA dalam latian tes diluar kegiatan-kegiatan di sekolah. Pada umumnya siswa belajar apa yang akan diuji atau dinilai karena lulus ujian sangat penting bagi masa depannya. Demikian pula guru cenderung mengerjakan apa yang diharapkannya akan keluar dalam ujian. Banyaknya yang lulus dengan angka baik merupakan alat penilaian masyarakat terhadap mutu sekolah. Dengan sendirinya guru memilih pula proses belajar mengajar

yang sesuai yakni latihan, ulangan, hafalan, sampai bahan itu menjadi bahan siap. Kita lihat bahwa perubahan atau pengutamaan salah satu aspek dengan sendirinya akan mempengaruhi keseluruhan kurikulum. Urutan komponen dalam pengembangan kurikulum Biasanya dalam pengembanngan kurikulum secara teoritis mulai dengan merumuskan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan, pemilihan bahan pelajaran, proses belajar mengajar, pengelolaan organisasi dan alat penilaiannya. 1. Merumuskan Tujuan

5. Membuat Alat Penilaian (Evaluasi)

2. Memilih Bahan

Pelajaran (Isi Materi)

4. Mengelola

3. Menentukan Strategi

Organisasi Kurikulum

pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)

Namun ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan tujuan disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses belajar-mengajarnya serta organisasinya. Ada pula yang mulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari, sering dengan berpedoman pada buku pelajaran yang dianggap serasi. Sesudah itu baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan itu. Akhirnya dipikirkan proses belajar mengajar dan cara penilaiannya.

Dalam praktek biasanya semua unsur itu dipertimbangkan tanpa urutan yang pasti. Sekalipun telah dimulai dengan tambahan setelah mempelajari bahan yang dianggap perlu diberikan. Jadi dalam proses pengembangannya tampak proses interaksi menuju perpaduan dan

penyempurnaan. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 3-7).

2.1.1 Tujuan Kurikulum Tiap rencana harus mempunyai tujuan agar diketahui apa yang harus dicapai. Tujuan juga memberi pegangan apa yang harus dilakukan, serta bagaimana cara melakukannya. Tujuan juga merupakan patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai. Dalam perencanaan kurikulum dewasa ini perhatian terhadap rumusan tujuan merupakan ciri yang paling menonjol. Masalah tujuan dalam kurikulum bahkan dalam tiap persiapan pelajaran sejak dulu merupakan sesuatu yang lazim. Namun, aspek tujuan dalam pengembangan kurikulum menonjol karena usaha untuk mengkhususkan tujuan itu, sehingga jelas. Sumber-Sumber Tujuan a. Kebudayaan Masyarakat. Fungsi pendidikan dapat dipandang sebagai pengawet dan penerus kebudayaan agar anak menjadi anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah bangsa dan negara. b. Individu. Tujuan pendidikan tak dapat dipahami semata-mata berdasarkan kepentingan individu. Adanya perbedaan individu yang juga harus diperhatikan dalam pendidikan justru dapat memperkaya kehidupan masyarakat. Maka sebenarnya

individualisasi dan sosialisasi bukan dua hal yang bertentangan melainkan yang bersifat komplementer dan saling melengkapi. c. Mata Pelajaran, Disiplin Ilmu (Taba, 1962:194). Sumber utama tujuan ketiga adalah pengetahuan yang dituangkan dalam berbagai disiplin ilmu. Anak dikirim ke sekolah oleh orang tua agar anak itu belajar ilmu, mengumpulkan sebanyak-banyaknya pengetahuan.

Aspek inilah yang dapat membawa anak kepada tingkat pendidikan yang setinggi-tingginya. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 39-41).

Tingkatan Tujuan Kurikulum Merumuskan tujuan kurikulum ternyata banyak seluk

beluknya. Tujuan itu berbeda-beda tingkatannya. Ada tujuan pada tingkat nasional yang berhubungan erat dengan falsafah bangsa dan negara dan dengan politik negara pada suatu saat. Segala tujuan kurikulum lainnya harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional itu dan harus merupakan langkah dan sumbangan ke arah perwujudannya. Tujuan tiap lembaga pendidikan dicapai melalui berbagai pelajaran yang lazim disebut tujuan kurikuler. Tujuan ini terdapat dalam berbagai mata pelajaran atau bidang studi. Selain itu tiap mata pelajaran mempunyai lebih dari satu tujuan walaupun setiap pelajaran mempunyai tujuan, namun tujuan itu kurang disadari oleh guru maupun para siswa. Misalnya mereka tidak menyadari dan tidak dapat merumuskan tujuan kimia, sejarah, ekonomi, fisika, dan lain-lain. Dengan demikian hakikat suatu mata pelajaran serta nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk membentuk pribadi siswa sebagai individu dan sebagai warga negara. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 42-43).

Perumusan Tujuan Agar suatu tujuan dapat diwujudkan maka perumusannya secara spesifik. Tiap mata pelajaran mempunyai sejumlah tujuan yang dapat membentuk kelakuan dan dengan demikian dapat pula diukur dengan taraf ketercapaiannya. Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk tentang cara merumuskan tujuan, antara lain:

a. Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsur proses dan produk b. Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi spesifik. c. Member petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. d. Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera. Akan tetapi, adakalanya memakan waktu yang lama. e. Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk kegiatan atau pengalaman belajar tertentu. f. Tujuan itu harus komprehensif maksudnya meliputi segala tujuan yang ingin dicapai di sekolah bukan hanya penyampaian informasi, akan tetapi juga keterampilan berfikir, hubungan sosial, sikap terhadap bangsa dan negara, dan sebagainya. (Taba, 1962, h.200205).

Cara Merumuskan Tujuan Menurut Robert F. Mager memberi petunjuk sebagai berikut : a. Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati dan dapat diukur b. Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai. c. Harus pula ditentukan kriteria tentang tingkat keberhasilan yang harus dicapai oleh siswa. d. Dalam perumusan tujuan hendaknya digunakan kata kerja yang menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa setelah belajar. Menurut Davies, cs. Memberi petunjuk untuk melengkapi cara perumusan tujuan spesifik menurut Mager. Antara lain: a. Cari atau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa. b. Tentukan suatu Referent Situation yaitu suatu situasi di mana tujuan itu dapat diterapkan secara nyata.

10

c. Tulis suatu test berkenaan dengan situasi referensi itu yang dengan cermat menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standard kelakuan dalam situasi itu. d. Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang berhubungan dengan situasi referensi itu. (Davies cs., 1974, h. 5271). (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 43-45)

Tujuan dan Teknologi Pendidikan Perumusan tujuan dalam bentuk yang spesifik menjadi popular dengan bangkitnya konsep kurikulum sebagai teknologi pendidikan berkat pengaruh Tyler (1949) dan Skinner (1956) yang ingin menjadikan pengemabangan kurikulum dan proses belajar/mengajar suatu usaha yang rasional dan ilmiah. Ada pula Benyamin Bloom memberikan pegangan yang sangat membantu. Ia menggolongkan tujuan pendidikan dalam tiga kategori yang dipaparkan dalam bukunya yang sangat terkenal yaitu Taksonomy of Educational of Objectives (1956). Yang kini dikenal dengan tiga macam kategori yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Yang menarik dalam pemikiran Bloom adalah penguraiannya lebih lanjut tentang tiap golongan tujuan. Tiap golongan dianalisisinya dalam tujuan yang terkenal ialah tingkatan tujuan dalam ranah kognitif. Yaitu: (1.) Pengetahuan, Informasi, Fakta, (2.) Pengertian dan Pemahaman, (3.) Aplikasi, Penerapan, (4.) Analisis, (5.) Sintesis dan (6.) Evaluasi, Penilaian. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 46-47).

Kesulitan-Kesulitan Tentang Perumusan Tujuan Spesifik Walaupun telah ada macam-macam petunjuk, tentang cara menganalisis tujuan umum yang spesifik ternyata banyak pekerjaan itu rupanya tidak semudah yang diduga. Selain itu timbul berbagai reaksi terhadap tujuan spesifik itu. Pengaruh konsep humanistik tentang kurikulum menolak tujuan-tujuan spesifik sebagai dasar dan tujuan

11

pendidikan.

Keberatan-keberatan

lain

ialah

timbulnya

bahaya

menjadikan evaluasi menguasai pendidikan yakni bahwa yang dijadikan tujuan pendidikan hanyalah apa yang dapat dinilai. Selain itu diragukan apakah seluruh pendidikan dapat dirumuskan dalam bentuk kelakuan yang dapat dinikmati. (Kelly 1977, h. 29-32).

(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 47-48).

Tingkatan Keputusan Tentang Tujuan Keputusan tentang tujuan pendidikan diambil pada berbagai tingkatan. tujuan pendidikan nasional ditentukan oleh instansi tertinggi dalam pemerintahan yaitu parlemen atau DPR. Tujuan kurikulum yang bersifat umum merupakan wewenang kementrian pendidikan dan pengajaran beserta aparatnya. Tujuan yang spesifik biasanya dipercayakan kepada guru, dalam mempersiapkan tiap pelajaran yang akan dipersiapkannya. Ada kemungkinan guru itu juga melibatkan orang tua maupun murid-murid walaupun belum lazim di sekolah kita. Penentuan tujuan kurikulum menurut nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat berkenaan dengan asas filosofis dalam

pengembangan kurikulum. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 48).

2.1.2 Isi atau Materi Kurikulum Untuk menentukan bahan pelajaran dalam pengetahuan

kurikulum pada hakikatnya ada tiga sumber, yaitu: 1. Masyarakat dan kebudayaannya 2. Anak dengan minat serta kebutuhannya 3. Pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh umat manusia sebagai hasil pengalamannya dan telah disusun secra sistematis oleh para ilmuan dalam sebuah disiplin ilmu. Ketiga sumber itu harus digunakan dalam proporsi yang seimbang. Namun selalu ada kemungkinan bahwa salah satu sumber

12

lebih diutamakan, bergantung pada tujuan pendidikan yang ingin dicapa. Salah satu hal yang paling pelik sejak dulu ialah keseimbangan antara kepentingan masyarakat atau negara dan kepentingan individu. Mengutamakan yang satu dapat mengurangi kesejahteraan yang satu lagi. 1. Masyarakat Fungsi sekolah erat hubungannya dengan kebutuhan

masyarakat. Sekolah sejak mulanya didirikan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat demi kelanjutan hidup, perkembangan dan kebahagiaan masyarakat. Karena itu diusahakan kurikulum relevan dengan kebutuhan masyarakat. Relevansi juga merupakan salah satu patokan penting dalam pengembangan kurikulum. Tiap pendidik yang mencampuri persekolahan akan mempunyai pandangan masing-masing apa yang harus diajarkan agar anak-anak yang dididik akan menjadi manusia yang berguna dalam masyarakatnya. Salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam mencari relevansi pendidikan dengan masyarakat ialah Franklin Bobbit (1992). Ia berusaha secara ilmiah mengembangkan kurikulum. Cara ini sampai sekarang pada prinsipnya masih dilakukan. Bobbit berpendapat bahwa sekolah harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakat. Itulah yang harus diajarkan di sekolah agar kurikulum benar-benar relevan. Relevansi pendidikan dengan kehidupan masyarakat juga merupakan dasar pikiran kurikulum yang menggunakan fungsifungsi sosial. Boleh dikatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dimana dan kapanpun, telah tercapai dalam kegiatan itu. Walaupun jaman telah berubah, namun pada prinsipnya kegiatan itu sama. Hubungan erat yang diinginkan dalam kurikulum juga diusahakan dalam kurikulum berdasarkan persistent life situations yaitu situasi-situasi dan masalah-masalah hidup yang dihadapai

13

manusia sepanjang masa atau yang senantiasa muncul kembali dalam hidup manusia. 2. Kurikulum dan Kebudayaan Umumnya dikatakan bahwa kurikulum harus relevan dengan kebudayaan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung, bahwa isi kurikulum ditentukan berdasarkan analisis kebudayaan

masyarakat. Walaupun pada umumnya dasar penentuan kurikulum itu mudah diterima, masalahnya menjadi kompleks bila ditinjau lebih lanjut. Kebudayaan mempunyai tafsiran yang bermacam-macam. Sukar diberikan satu rumusan yang dapat diterima oleh semua. Kebudayaan dapat ditafsirkan sebagai segala aspek cara hidup masyarakat tertentu dapat juga dipandang sebagai hasil terbaik masyarakat berupa kesusasteraan dan kesenian. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan tersendiri menurut kebangsaan, kesukuan, adat istiadat, agama, dan sejarah perkembangan masing-masing. 3. Kurikulum dan Pengetahuan Kemampuan manusia untuk mencari dan memperoleh pengetahuan sungguh mengagumkan. Menurut para ilmuan dalam sejumlah disiplin ilmu, pengetahuan berlipat ganda dalam kurun waktu sepuluh tahun. Anak yang lahir sekarang akan menghadapi pengetahuan yang empat kali lipat banyaknya bila ia lulus perguruan tinggi dan bila ia berusia lima puluh tahun pengetahuan akan tiga puluh dua kali lipat banyaknya bila dibandingkan dengan waktu ia lahir. Tak mungkin seluruh bahan itu diajarkan di sekolah dan tak ada manusia yang akan sanggup menguasainya. Bahkan menyuruh murid menghafal fakta-fakta pun bukan cara yang tepat untuk menghadapi pertambahan dan perubahan pengetahuan. Apa yang dipelajari sekarang tak lama lagi akan kusam dan tak akan lagi

14

relevan. Penguasaan bahan pelajaran tampaknya tidak lagi layak dipentingkan. Mengetahui tidak lagi sepenting kemampuan mencari sendiri untuk mengetahuinya. Proses belajar akan lebih penting daripada produk yang harus dikuasai. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh berkat intelek, pikiran, atau rasio. Pengetahuan yang benar hanya dapat dikenal melali rasio atau intelek murni. Untuk mencapai pengetahuan kita harus melampai, mantransenden kondisi kita sebagi manusia. Sebaliknya aliran empirisme yang merupakan reaksi terhadap mistisisme rasionalisme, berpendirian bahwa pengetahuan hanya diperoleh melalui alat driya. Pengetahuan ini tidak bersifat mutlak akan tetapi tentatif atau sementara. Karena itu dapat senantiasa berubah, diperbaiki atau dikembangkan. 4. Seleksi Bahan Pelajaran Memilih bahan yang diajarkan merupakan suatu hal yang sulit. Kesulitannya ialah menentukan kriterian yang dapat disetujui bersama. Kesulitan lain adalah eksplosi pengetahuan yang

berlangsung dalam tempo yang kian hari kian cepat sehingga tidak ada pengetahuan yang kenvesional yang berlaku lama. Untuk menentukan bahan pelajaran perlu adanya kriteria yang didasarkan atas prioritas. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kriteria tentang seleksi bahan pelajaran akan berhubungan dengan faktor-faktor seperti fungsi sekolah dalam masyarakat, analisis tentang kebutuhan dan tuntunan masyarakat, studi tentang minat, kebutuhan dan perkembangan anak dan proses belajar serta analisis tentang hakikat pengetahuan dan isi disiplin. Hilda Taba (Taba, 1962, h.267/307) memebrikan kriteria tentang bahan yang akan diajarkan, yaitu:

15

1. Bahan itu harus sahih (valid) dan berarti (signiffikant) artinya harus menggambarkan pengetahuan mutahir. Karena bahan berupa fakta dan informasi cepat menjadi usang maka diutamakan bahan berupa konsep prinsip, ide pokok, generalisasi dan sistem pikiran yang lebih permanen walaupun mungkin mengalami perubahan. 2. Bahan itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar anak-anak lebih mampu memahami dunia tempat Ia hidup, serta perubahan-perubahan yang terus menerus terjadi. 3. Bahan pelajaran itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman maksudnya adalah bahan yang digunakan dipelajari secara mendalam yang dipusatkan pada bidang tertentu seperti prinsip-prinsip, ide pokok, dan konsep yang luas sehingga kedalaman pelajaran membuka kemungkinan untuk memahami bidang-bidang lain. 4. Bahan pelajaran harus mencakup berbagai ragam tujuan. 5. Bahan peajaran harus dapat disesuaikan dengan kemampuan murid untuk mempelajarinya dan dapat dihubungkan dengan pengalamannnya. 6. Bahan pelajaran harus sesuai dengan kebutuhan dan minat belajar. Kebutuhan dapat ditafsirkan sebagai apa yang dituntut oleh masyarakat agar individu dapat hidup tenteram dalam masyarakat. Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu : 1. Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang

mengandung urutan waktu. 2. Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.

16

3. Sekuens

struktural;

susunan

materi

pembelajaran

yang

mengandung struktur materi. 4. Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada

keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa. 5. Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks. 6. Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes. 7. Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya. 8. Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut

menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku

17

terakhir. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 54-72).

2.1.3 Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar) Pada dasarnya komponen strategi berhubungan dengan

implementasi kurikulum. Dengan kata lain komponen strategi kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik di sekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi

pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (SK/KD), karakteristik materi pelajaran, dan tingkat perkembangan peserta didik. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain: a) Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi, b) Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan incuiry), c) Strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja kelompok, dan diskusi kelompok, d) Strategi pembelajaran individual. Disamping strategi, ada juga metode mengajar. Metode adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau materi pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum. Sekalipun yang menggunakan metode mengajar itu adalah guru,tetapi tetap harus berorientasi dan menekankan pada aktivitas belajar peserta didik secara optimal. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada

18

mata pelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta didik,dan pendekatan yang berorientasi pada kehidupan bermasyarakat. Meskipun demikian, tidak ada satu metode pun yang di anggap paling ampuh. Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multi metode secara bervariasi. Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus dapat

menggunakan multimedia, baik media visual, media audio, maupun audio visual. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat. Media ini ada yang dapat diproyeksikan ada juga yang tidak di proyeksikan. Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar), seperti program kaset suara dan program radio. Media audio visual adalah media yang dapat dilihat dan dapat didengar, seperti program video, televisi, dan program slide suara (sound slide). Sumber belajar adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran yang tradisional,

penggunaan sumber belajar terbatas pada informasi yang diberikan oleh guru,dan beberapa diantaranya ditambah dengan buku sumber. Bentuk sumber belajar yang lain cenderung kurang mendapat perhatian, sehingga aktivitas-aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang. Berdasarkan pendekatan teknologi pendidikan, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu: a) Manusia, b) Bahan, c) Lingkungan, d) Alat,dan e) Perlengkapan, serta aktivitas Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan

19

materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok. Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya. Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal. Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis

teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatanperbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.

20

Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri. Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.

2.1.4 Organisasi Kurikulum Kurikulum merupakan rencana untuk keperluan pelajaran anak, maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Organisasi atau desain kurikulum dimaksud untuk memudahkan anak dalam belajar. Dalam organisasi dicoba diwujudkan apa yang diketahui tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak dan kebutuhan msyarakata. Kurikulum itu menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelejarinya, keseimbangan bahan pelajaran dan keseimbanagan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan. Organisasi atau desain kurikulum berhubungan erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Bila tujuannya terutama transmisi atau penyampaian kebudayaan dan pengetahuan maka yang paling sesuai ialah organisasi kurikulum berupa mata pelajaran yang lazim disebut subject curiculum. Akan tetapi bila kebutuhan masyarakat atau anak menjadi tujuan utama maka kurikulum yang paling serasi adalah kurikulum yang paling serasi ialah kurikulum yang berdasarkan

21

masalah-masalah masyarakat atau anak/pemuda yang bisanya berifat integrate atau terpadu. A. Jenis-jenis Organisasi Kurikulum 1. kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subject curriculum) Kurikulum ini bertujuan agar generasi muda mengenal hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan sejak berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan kembali apa yang telah diperoleh generasi-generasi terdahulu. Dengan demikian mereka lebih mudah dan lebih cepat membekali diri untuk menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Keuntungannya adalah bahwa pengetahuan yang telah dimiliki itu telah disusun secara logis dan sistematis dalam bentuk disiplin ilmu oleh para ahli dan ilmuwan. Disiplin ilmu tidak hanya mempunyain isi, atau bahanra berpikir tertentu sehingga cabang ilmu itu dapat selanjutnya dapat dikembangkan. Jadi dengan mempelajari disiplin ilmu itu para siswa tidak hanya memperluas pengetahuannya melainkan juga memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu. Dengan demikian mereka dibekali dengan produk dan proses berpikir disiplin ilmu tersebut. Kurikulum ini bertahan terus sebab mempunyai ciri-ciri yang tidak dimiliki oleh kurikulum lain. Kurikulum ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain: memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang. Mempunyai organisasi yang mudah strukturnya, mudah diubah, diperluas atau dipersempit, mudah disesuaikan dengan perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan. Mudah dievaluasi bila perlu dengan menggunakan test objektif yang dapat dinilai secara otomatis dengan komputer sehingga memudahkan penilaian ujian atau tes secara massal.

22

Didukung bahkan dituntut oleh perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. Telah diterima baik dan mudah dipahami oleh guru, orang tua dan siswa. Mengandung logika tersendiri menurut disiplin masing-masing, memberikan pengetahuan secara sistematis dan karena itu memberikan metode yang logis dan efektif untuk menguasai bahan pelajaran. Kelemahan kurikulum berdasarkan matapelajaran, antara lain:

terdapat kesenjangan antara pengalaman anak dan pengalaman umat manusia yang tersusun logis-sistematis sehingga timbul bahaya verbalisme.

Serring pengetahuan yang logis sistematis itu tidak fungsional dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat dan tidak sesuai dengan minat, kebutuhan serta masalah-masalah para siswa dalam hidupnya.

Kurikulum ini memberikan pengetahuan lepas-lepas, sering berupa fakta dan informasi yang perlu dihafal. Dengan demikian siswa memperoleh pengetahuan yang mendangkal tentang banyak hal.

a. Mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum) kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisahpisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama. Seperti: Sejarah, Ilmu Pasti, Bahasa indonesia, dan sebagainya. Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu, dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa, semua materi diberikan sama. b. Mata pelajaran gabungan (correlate curriculum)

23

Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum subject yang terpisah-pisah. Agar pengetahuan tidak lepas-lepas dapat diusahakan hubungan antara antara dua mata pelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok yang mempunyai hubungan yang erat. Terbentuknya kurikulum gabungan ini didorong oleh usaha

mengadakan integrasi dalam pengetahuan anak dan mencegah penguasaan bahan yang banyak akan tetapi mendangkal dan lepas-lepas sehingga mudah dilupakan dan tidak fungsional. Seperti yang dikenal sebagai IPA (Ilmu Pengetahuan Alam atau Science) yang merupakan gabungan antara Fisika, Kimia dan Biologi, IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial atau Social Studies) sebagai gabungan antara sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi dan psikologi, Bahasa yakni gabungan antara Tatabahasa, Membaca, Mengarang, bercakap-cakap dan sebagainya. 2. kurikulum Terpadu (integrated curriculum) Kurikulum ini membuka kesempatan yang lebih besar untuk mengadakan kerja kelompok, memanfaatkan masyarakat dan

lingkungan sumber belajar, memperhatikan perbedaan invidual, melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Kurikulum ini dengan sendirinya fleksibel dan tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dari semua murid. Tanggung jawab mengembangkan kurikulum banyak dipercayakan kepada guru-guru, orang tua, dan murid-murid. a. berdasrkan social functions atau major areas of living kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas analaisis kegiatankegiatan utama manusia dalam masyarakat dalam social functions atau major areas of living yang antara lain terdiri atas (1) perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber alam, (2) produksi barang dan jasa serta distribusi, (3) konsumsi benda dan jasa, (4) komunikasi dan transportasi benda dan manusia, (5) rekreasi, (6) ekspresi rasa keindahan, (7) ekspresi rsa

24

keagamaan, (8) pendidikan, (9) perluasan kebebasan, (10) integrasi kepribadian, segala (11) macam penelitian, kegiatan ini kiranya dapat Dengan

dimasukkan

manusia.

mempelajarinya para siswa akan mengenal segala kegiatan manusia dalam masyarakat dan dapat diharapkan akan lebih mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya. b. berdasarkan masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas kebutuhan, minat dan masalah-masalah yang dihadapi para siswa. Ross Mooney cs menemukan 383 buah masalah mereka yang dapat digolongkan dalam 11 bidang, antara lain (1) kesehatan dan perkembangan fisik, (2) keuangan, keadaan hidup dan pekerjaan, (3) kegiatan sosial dan rekreasi, (4) hubungan dengan jenis kelamin lain, perkawinan, (5) hubungan sosial-psikologis, (6) hubungan pribadi-psikologis, (7) moral dan agama, (8) rumah dan keluarga, (9) masa depan, jabatan dan pendidikan, (10) penyesuaian dengan pekerjaan sekolah, (11) kurikulum dan proses belajar-mengajar yang diselidiki adalah masalah-masalah yang nyata yang dikemukakan oleh pemuda, namun ada lagi masalah-masalah lain yang tidak disadari dan tidak diungkapkan. c. Kurikulum inti (core curriculum) Kurikulum inti yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi. Selain itu, kurikulum ini merupakan rangakaian pengalaman yang saling direncanakan secara kontinu, terus-menerus sebelum dan

25

selama dijalankan yang didasarkan atas masalah atau problema yang bersifat pribadi dan bersifat sosial memperuntukan bagi semua siswa. Kurikulum ini menggunakan bahan dari segala disiplin ilmu atau matapelajaran yang diperlukan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi, termasuk bahan dari lingkungan. Core ini menggunakan bahan dari segala disiplin ilmu atau matapelajaran yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, termasuk bahan dari lingkungan. Core ini banyak dilakukan dengan perencanaan bersama oleh guru-guru dan juga murid. Bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dari program ini. Core ini dilakukan organisasi kurikulum yang terpadu dan diberikan dalam kelas dalam periode yang agak panjang, misalnya 2 jam berturut-turut. Pokok-pokok yang dapat dipilih sangat luas, misalnya: Memahami dan menghormati orang lain Melestarikan sumber alam Memilih jabatan Bergaul dengan orang lain Kehidupan dalam rumah tangga Membangun dunia yang damai Memahami tenaga atom Menganalisis propaganda Apakah akan ke perguruan Tinggi ? Memahami dunia barat Mendidik anak Dan lain-lain

26

2.1.5 Evaluasi Kurikulum Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas

pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga dapat digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum, dengan evaluasi, dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa, guru dan proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan. Tujuan evaluasi kurikulum mecakup dua hal yaitu : pertama, evaluasi digunakan untuk menilai efektifitas program. Kedua, evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kurikulum (pembelajaran). (Kurikulum dan

Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 29-30). Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan (feasibility) program. Diadakanya evaluasi kurikulum, menurut Ibrahim (2006) dimaksudkan untuk keperluan:

a.

Perbaikan Program Yaitu peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan masukan bagi perbaikan yang diperlukan didalam program kurikulum yang sedang

dikembangkan. Disini evaluasi kurikulum lebih merupakan kebutuhan yang datang dari dalam sistem itu sendiri karena evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.

27

b. Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak Setelah pengembangan kurikulum dilakukan, perlu adanya semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum kepada pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup pihak yang menseponsori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihakpihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua, pelaksana pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori bersangkutan. Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan suatu keharusan dari luar. Sekalipun demikian hal ini tidak biasa kita hindari karena persoalan ini mencakup pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan pendidikan. Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang kegiatan pengembangan kurikulum yang

dikembangkan serta usaha lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan jika ada, yang masih terdapat. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

c.

Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan : pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebar luaskan kedalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang

28

bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluasakan kedalam sistem yang ada? Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan, pertanyaan pertama,dipandang tidak tepat untuk diajukan pada akhir fase perkembangan. Pertanyaan tersebut hanya

memungkinkan memiliki dua jawaban yang diberikan itu adalah tidak. Jika hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan : biaya, tenaga, dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma, peserta didik telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase pengembanagan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah dimana proses pengembangan itu berlangsung harus kembali

menyesuaikan diri lagi kepada cara lama, dana kan timbul sikap skeptis dikalangan orang tua dan masyarakat terhadap perubahan pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan, aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang

bagaimana sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-persyaratan apa yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu didalam sistem yang ada. Pertanyaan pertanyaan ini lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral maupun teknis. Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya kegiatan evaluasi. Menurut Dr. Oemar Hamalik., Jenis penilaian yang

dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian tersebut. Misalnya Penilaian Formatif dimaksudkan untuk

mengetahui kemajuan siswa dari hasil belajar yang dicapai oleh

29

siswa setelah menyelesaikan program dalam satuan materi pokok suatu bidang studi tertentu dan dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian sumatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah mengikuti

pembelajaran dalam satu semester atau dalam periode tertentu, untuk mengetahui perkembangan siswa secara menyeluruh. Penilaian harus bernilai objektif, dilakukan berdasarkan tanggung jawab kelompok guru, rencana terkait dengan pelaksanaan kurikulum sesuai tujuan dan materi kurikulum dengan alat ukur yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat. (Kurikulum dan Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 30).

Dalam evaluasi dapat dua jenis yaitu: 1. Tes Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam asfek kognitif. Tes memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang hendak diukur. Kedua memiliki tingkat reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa menghasilkan informasi yang konsisten. Tes berdasarkan jumlah peserta dibedakan jadi tes kelompok yaitu dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu adalah tes yang dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes dilihat dari cara penyusunannya yaitu tes buatan guru yaitu untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan dan tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dan memprediksi kemampuan siswa pada masa yang akan datang. Tes dilihat dari pelaksanaannya dibedakan menjadi tes tertulis adalah dengan cara siswa menjawab sejumlah soal secara tertulis dan tes lisan adalah tes yang dilakukan langsung komunikasi dengan siswa secara verbal.

30

2. Non Tes Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk asfek tingkah laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Beberapa jenis non tes yaitu : a. Observasi Observasi adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu. Observasi dibedakan jadi observasi partisipatif yaitu dimana observer ikut kedalam objek yang sedang dia observasi. Observasi non partisipatif yaitu observasi yang dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat. b. Wawancara Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara dan yang diwawancarai. Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara langsung apabila pewawancara melakukan komunikasi dengan subjek yang akan dievaluasi. Wawancara tidak langsung apabila pewawancara mengumpulkan data subjek melalui pelantara. c. Studi kasus Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus. d. Skala Penilaian Skala penilaian/rating acale adalah salah satu alat penilaian dengan mengunakan alat yang telah disusun dari yang negatif sampai positif, sehingga pada skala tersebut penilai tunggal membubuhi tanda. Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang

31

kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau tidak sesuainya dengan hasil kenyataan yang sebenarnya. Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen. Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain. Persyaratan suatu instrument penilaian adalah : a. aspek validitas Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah nya validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas. b. Realiabilitas Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapta menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien reliabilitas. c. obyektivitas Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran

32

yang lebih jelas tentang keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya. d. Kepraktisan Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain. e. Daya pembeda Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi. f. Ekonomis Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama. g. Taraf Kesukaran Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha

memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan Proporsi. (Kurikulum dan Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 30).

33

BAB 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan - Komponen-Komponen dalam Pengembangan Kurikulum 1. Tujuan Kurikulum - Sumber-Sumber Tujuan - Tingkatan Tujuan Kurikulum - Perumusan Tujuan - Cara Merumuskan Tujuan - Tujuan dan Teknologi Pendidikan - Kesulitan-Kesulitan Tentang Perumusan Tujuan Spesifik - Tingkatan Keputusan Tentang Tujuan 2. Isi atau Materi Kurikulum - Masyarakat - Kurikulum Dan Kebudayaan - Kurikulum Dan Pengetahuan - Seleksi Bahan Pelajaran 3. Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar) - Strategi ekspositori klasikal. - Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan incuiry). - Strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja kelompok, dan diskusi kelompok. - Strategi pembelajaran individual. 4. Organisasi Kurikulum - Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subject Curriculum) - Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum) 5. Evaluasi Kurikulum - Perbaikan Program - Pertanggungjawaban kepada Berbagai Pilihan - Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembanga

33

34

3.2 Saran

Penilaian Sumatif Penilaian Formaatif Tes Non Tes

Dengan penulisan makalah ini diharapkan masyarakat terutama mereka yang berhubungan dengan dunia pendidikan, agar dapat mengetahui tentang apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan kurikulum. Untuk para pendidik mungkin apa yang dibahas dalam makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan, pedoman dan referensi dalam praktek mengajar di sekolah. Selain itu dengan mengetahui apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan kurikulum, diharapkan para pendidik bisa lebih memahami komponen-komponen yang mendukung kurikulum dapat terlaksana dan terlebih pula mampu

memberikan kerjasama untuk dapat menjalankan misi kurikulum yang di dalamnya terdapat komponen-komponen penting tersebut untuk di

maksimalkan dan gunakan manfaatnya serta didukung fungsinya dan mengingat dalam makalah ini sudah dibahas mengenai hal tersebut, agar tujuan pendidikan yang memang dicanangkan dapat memperoleh hasil sesuai harapan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA Nana Syaodih Sukmadinata, Prof. Dr. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasution, M.A., Prof. Dr. S, 1991. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Nasution, M.A., Prof. Dr. S, 1993. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.

iii

Anda mungkin juga menyukai