Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH

LANGUAGE PHILOSOPHY

FILSAFAT ANALITIK BAHASA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Language Philosophy

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 1

ALFIANDY KAMAL

SINGGI SAHID KURNIAWAN

SARCE SAMPE BUNGIN

WIWI

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA


INGGRIS

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

2017 2018
Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Makalah dengan judul Filsafat Analitika Bahasa mempunyai banyak

informasi dan pelajaran yang dapat kita jadikan kiblat sebagai arah pemikiran kita

akan sesuatu. Namun tentunya, makalah ini tentu mempunyai kekurangan, untuk itu

kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan tanggapannya yang

bersifat membangun untuk makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan

manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi

terhadap pembaca.

Makassar, September 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Bahasa dengan masalah masalah filsafat memiliki hubungan yang

telah lama menjadi ketertarikan para filsuf, terlebih ini telah berlangsung semenjak

zaman yunani. Akan tetapi pasang surut ketertarikan para filsuf terhadap bahasa

tidaklah sama, karena terdapat pengaruh pengaruh oleh perkembangan permasalahan

permasalahan filsafat pada zaman tertentu. Suatu metamorfosis yang sangat esensial

terjadi ketiak para filsuf mengetahui bahwa berbagai rupa permasalahan filsafatb

dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.

Dalam berkomunikasi bahasa digunakan sebagai media untuk

menyampaikan ide atau gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa yang

merupakan alat komunikasi sangat krusial dalam kehidupan manusia, karena

dengannya manusia dapat mengenal satu sama lain serta masalah yang timbul dapat

diselesaikan dengan baik. Setiap gerakan, aktifitas atau apapun yang dilakukan baik

secara tersirat ataupun tersurat memiliki makna.

Sekarang ini, filsafat bukan lagi merupakan bidang yang dijauhi orang

lantaran kemisteriusannya. Sudah banyak bermunculan buku filsafat, baik berupa

karya ilmiah yang disusun sendiri oleh penulis Indonesia maupun hasil

pengalihbahasaan dari kepustakaan asing, ada yang ditulis oleh para ahli filsafat, ada

pula yang bukan, ada juga karya filsafat yang disusun dengan bahasa ilmiah yang

begitu ketat dan rumit, namun tak kurang pula yang disajikan dengan bahasa yang

cukup bersahaja.1

Belajar filsafat, sepertinya memasuki suatu medan yang luas tiada bertepi,

tiada rambu-rambu petunjuk jelas yang dapat menuntun ke jalan keluar yang paling

tepat, sehingga semuanya menjadi serba misteri dan penuh problema. Perkembangan

1
Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik : Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), v.
terakhir dari filsafat ilmu tersebut adalah sampainya filosof pada penelitian tentang

bahasa, dan akan berkelanjutan tanpa berujung.2

Hubungan bahasa dengan masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para

filosof bahkan sejak zaman yunani. Para filosof mengetahui bahwa berbagai macam

problema filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. Sebagai contoh:

problema filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran,

kewajiban, hakekat ada (Metafisika) dan pertanyaan-pertanyaan fundamental lainnya

dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi inilah oleh

para ahli sejarah filsafat disebut sebagai Filsafat Analitik yang berkembang di

Eropa terutama di Inggris abad XX.3

Disinilah fungsi dari bahasa itu sendiri, mencoba memaknai suatu bahasa

yang dilakukan oleh seseorang, mencoba memecahkan suatu permasalah yang

dianggap aneh dan tidak jelas oleh sebagian orang dengan gaya berpikir yang kritis.

Namun tidak semua orang dapat berpikir kritis, beberapa orang hanya dapat

menerima ketidak jelasan atau keanehan, beberapa orang hanya mendengar dan

bertanya setelah mengetahui jawabannya mereka tidak menyeledikinya lagi, dan

beberapa orang mendengar, bertanya-tanya, berfikir lalu mengeluarkan pendapatnya

secara kritis, mengkritiki sesuatu yang dianggapnya aneh. Itulah filsuf, mereka tidak

serta merta menerima keberadaan dari sesuatu, mereka justru mempertanyakannya

dengan kritis hingga melakukan penelitian akan kebenarannya sehingga mereka dapat

mengambil kesimpulan. Namun dalam melakukan hal-hal tersebut merekapun

menggunakan bahasa. Inilah yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai filsafat

analitik bahasa dari filsafat itu sendiri berdasarkan para filsufnya.

2
Bertrand Russel, History of Western philosophy (Oxford : Alden Press, 1974), 13.
3
Salliyanti, Peranan Filsafat Bahasa dalam Perkembangan Ilmu Bahasa (Medan: USU, 2006),
1.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengantar
Secara vokabuler istilah filsafat analitika bahasa baru popular pada abad XX,

namun demikian bilamana kita sependapat bahwa pengertian filsafat analitik adalah

pemecahan dan penjelasan problema problema serta konsep konsep filsafat melalui

analisis bahasa, maka sebenarnya bersumber isi materi dan metodenya maka filsafat

analitika bahasa itu telah berkembang sejak lamabahkan sejak zaman yunani.

Filsafat abad modern memberikan dasar-dasar yang kokoh terhadap

timbulnya filsafat analitika bahasa. Peranan rasio, indera dan intuisi manusia sangat

menentukan dalam pengenalan pengetahuan manusia.. oleh karena itu, aliran

rasionalise yang menekankan otoritas akal, aliran empirisme yang menekankan

peranan pengalaman indera dalam pengenalan pengetahuan manusiaserta aliran

imaterialisme dan kritisisme Immanuel Kant menjadi sangat penting sekali

pengaruhnya terhadap tumbuhnya filsafatanalitika bahasa terutama dalam

mengungkapakan realias segala sesuatu melalui ngkapan bahasa. Bilamana di kaji

dalam sejarah filsafat timbulnya filsafat analitik sebagai suatu reaksi ketidakpuasan

terhadap perkembangan pemikiran filsafat modern pada saat itu. Ketika para

penganut aliran-aliran filsafat modern bertikai memperdebatkan tentang hakikat

kebenaran segala sesuatu, kalangan filsuf analitika bahasa sadar bahwa sebenarnya

problema-problema filsafat itu dapat dipecahkan, di jelaskan, dan di uraikan dengan

menggunakan analisi ungkapan-ungkapan filsafat, atau melalui suatu analisis bahasa.

Para filsuf analitika bahasa meliputi banyak ungkapan-uangkapan filsafat misalnya

ungkapan-ungkapan metafisi dari kaum idealism, rasionalisme maupun empirisme

sebenarnya tidak bermakna ataudengan lain perkataan tidak mengungkapkan apa-apa.

Demikianlah sehingga kalangan filsuf analitika bahasa menolak dengan tegas

ungkapan ungkapan metafisis bahkan yang paling radikal kaum positivesme logis

ingin menghilangkan metafisika.


Memang banyak diakui oleh kalangan ahli filsafat dan kalangan historian

bahwa filsafat bahasa itu sulitdi tentukan batasan pengertiannya terutama filsafat

analitika bahasa, karena dasar-dasar filosofinya cukup yang rumit, padat dan sangat

beragam. Demikianlah kiranya filsafat analitika bahasa memiliki dimensi yang sangat

luas dan meliputi berbagai. Pemilihan filsafat analitika bahasa ini memang sulit untuk

ditentukan berdasarkan periodisasi maupun wilayah karena an=liraan-aliran filsafat

analitik tersebut memiliki keterkaitan pengaruh antara tokoh satu dengan lainnya,

antara aliran satu dengan lainnya. Maka untuk mempermudah pemahaman kita

tentang perkembangan filsafat analitika bahasa, penentuan berdasarkan aliran

merupakan suatu pilihan yang dianggap paling tepat.

B. Pengertian Filsafat Analitik Bahasa


Para filsuf telah memiliki perhatian yang sangat besar terhadap bahasa.

Mereka telah berangsur angsur sadar bahwa filsafat meiliki banyak persoalan,

konsep konsep filosofis akan menjadi jelas dengan menggunakan analisis bahasa.

Tokoh tokoh filsafat analitika bahasa hadir dengan terapi analitika bahasanya untuk

mengatasi kelemahan kekaburan, kekacauan yang selama ini ada dalam berbagai

macam konsep filosofis.

Secara etimologi kata analitik berarti investigative, logis, mendalam,

sistematis, tajam dan tersusun.4

Beberapa pengertian tentang filsafat analitik secara terminologi yaitu:

Menurut Rudolph Carnap, filsafat analitik adalah pengungkapan secara

sistematik tentang syntax logis (struktur gramatikal dan aturan-aturannya) dari

konsep-konsep dan bahasa khususnya bahasa ilmu yang semata-mata formal.5

Roger jones menjelaskan arti filsafat analitik bahwa baginya tindak

menganalisis berarti tindak memecah sesuatu ke dalam bagian-bagiannya. Tepat

bahwa itulah yang dilakukan oleh para filosof analitik.6

4
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia (Cet. I; Jakarta: PT Gramedia, 2006), h. 24
5
Ibid., h. 9
6
Zainal Abidin, Semantika; Pengantar Studi Tentang Makna (Cet. V; Jakarta: Raja Grafindo persada,
2004), h. 76
Didalam kamus populer filsafat, filsafat analitik adalah aliran dalam filsafat

yang berpangkal pada lingkaran Wina. filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat

yang berbau metafisik. Juga ingin menyerupai ilmu-ilmu alam yang empirik,

sehingga kriteria yang berlaku dalam ilmu elsakta juga harus dapat diterapkan pada

filsafat (misalnya harus dapat dibuktikan dengan nyata, istilah-istilah yang dipakai

harus berarti tunggal, jadi menolak kemungkinan adanya analogi).7

Filsafat analitik adalah suatu gerakan filosof Abad ke 20, khususnya di Inggris

dan Amerika Serikat yang memusatkan perhatiannya pada bahasa dan mencoba

menganalisa pernyataan-pernyataan (konsep-konsep, ungkapan-ungkapan

kebahasaan, atau bentuk-bentuk yang logis) supaya menemukan bentuk-bentuk yang

paling logis dan singkat yang cocok dengan fakta-fakta atau makna-makna yang

disajikan. Yang pokok bagi filsafat analitik adalah pembentukan definisi baik yang

linguistik atau nonlinguistik nyata atau yang konstektual.8

`Bilamana dikaji perkembangan filsafat setidaknya terdapat empat fase

perkembangan pemikiran filsafat, sejak munculnya pemikiran yang pertama sampai

dewasa ini, yang menghiasi panggung sejarah umat manusia. Pertama, kosmosentris

yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakkan alam sebagai objek pemikiran dan

wacana filsafat, yaitu yang terjadi pada zaman kuno. Ikedua, teosentris yaitu fase

pemikiran filsafat yang meletakkan Tuhan sebagai pusat pembahasan filsafat, yang

berkembang pada zaman abad pertengahan. Ketiga, antroposentris yaitu fase

pemikiran filsafat yang meletakkan manusia sebagai objek wacana filsafat, hal ini

terjadi dan berkembang pada zaman modern. Keempat, logosentris yaitu fase

perkembangan pemikiran filsafat yang meletakkan bahasa sebagai pusat perhatian

pemikiran filsafat dan hal ini berkembang setelah abad modern sampai sekarang. Fase

perkembangan terakhir ini ditandai dengan aksentuasi filosof pada bahasa yang

7
Lihat Dick Hartoko, Kamus Populer Filsafat (Cet. III; PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 4
8
Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran Dalam Filsafat dan Teologi (Cet I; Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1996), h. 8
disadarinya bahwa bahasa merupakan wahana pengungkapan peradaban manusia

yang sangat kompleks itu9

Filsafat bahasa mulai berkembang pada abad ke XX dengan telaah analitik

filosofik Wittgenstein tentang bahasa. Noam Chomskylah yang pertama-tama

mengangkat bahasa sebagai disiplin linguistic. Grice dan Quinelah yang mengangkat

meaning sebagai intensionalitas si pembicara dan meaning dalam konteks

kejadiannya. Davidson lebih lanjut mengetengahkan tentang struktur semantik, untuk

memahami bahasa, termasuk unsur-unsurnya dan mengembangkan tentang

interpretasi yang dapat berbeda antara si pembicara dan yang dibicarakan. Frege lebih

lanjut mengembangkan konsep tentang referensi. Ekspresi bahasa bukan hanya

representasi of mine, tetapi juga mengandung referensi, yaitu hal-hal yang relevan

dengan pernyataan yang ditampilkan. 10

Filsafat abad modern memberikan dasar-dasar yang kokoh terhadap timbulnya

filsafat analitika bahasa. Peranan rasio, indra, dan intuisi manusia sangat menentukan

dalam pengenalan pengetahuan manusia. Oleh karena itu aliran rasionalisme yang

menekankan otoritas akal, aliran empirisme yang menekankan peranan pengalaman

indera dalam pengenalan pengetahuan manusia serta aliran imaterialisme dan kritisme

Immanuel kant menjadi sangat penting sekali pengaruhnya terhadap tumbuhnya

filsafat analitika bahasa terutama dalam pengungkapan realistas segala sesuatu

melalui ungkapan bahasa.11

C. Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa

Analitika bahasa adalah metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan,

menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis. Menguraikan dan

menguji kebenaran hanya mungkin dilakukan lewat bahasa karene bahsa memiliki

fungsi kognitif. Secara historis tradisi ini sebenarnya telah berkembang sejak lama

9
Lihat Kaelan M.S, Perkembangan filsafat Analitika bahasa dan pengaruhnya Terhadap ilmu
Pengetahuan (Cet. I; Yogyakarta: Paradigma, 2006) h. 7
10
Lihat Noeng Muhadj, Filsafat Ilmu Positivisme, PostPositivisme, dan PostModernisme (Cet. I;
Yogyakarta: Rakesarasin, 2001), h. 98
11
Kaelan M.S, Op. Cit., h. 8
bahkan berkembang sejak zaman pra Sokrates. Namun istilah ini mulai dikenal dan

berkembang pada abad XX hususnya di Ingris dan di Eropa umunya.

Para ahli membagi filsafatanalitika ini kedalam tiga aliran yaitu:

1. Atomisme logis

Aliran ini mulai berkembang pada awal abad XX di Inggris dan aliran

ini sangat dipengaruhi oleh aliran-aliran sebelumnya yaitu rasionalisme dan

empirisme. Selain itu aliran ini berkembang sebagai reaksi ketidak puasan

adas aliran idealisme yang pada saat itu menguasai tradisi pemikiran di

Inggris.

Tokoh dari atomisme logis adalah Russel dan Wittgenstein . Nama

aliran atomisme logis dikemukakan oleh Betrand Russel dalam

mengemukakan konsep filosofisnya yang diberi nama atomisme logis,. Ia

mengatakan : Saya menganggap bahwa logika itu adalah apa yang

fundamental didalam filsafat, dan bahwa aliran-aliran itu seharusnya diwarnai

oleh logikanya daripada oleh metafisikanya. Logika saya sendiri bersifat

atomis. Dan aspek inilah yang ingin saya tekankan. Oleh karena itu saya lebih

suka menyebut filsafat saya dengan nama atomisme logis daripada realisme

baik dengan atau tanpa awalan kata sifat.

Nama atomisme logis yang dipilih oleh Betrand Russel menunjukkan

adanya pengaruh dari David Hume. Struktur pemikiran atomisme diilhami

oleh konsep Hume tentang susunan ide-ide dalam pengenalan manusia.

Menurut Hume semua ide yang kompleks itu terdiri atas ide-ide yang

sederhana atau ide yang atomis yang merupakan ide yang terkecil. Hume

percaya bahwa filsuf itu hendaknya melaksanakan analisis psikologis terhadap

ide. Dalam kaitan ide Betrand Russel menolak atomisme psikologisnya David

Hume dan analisis itu bukannya pada aspek psikologis namun dilakukan

terhadap proposi-proposi. Atas dasar alasan inilah Betran Russel memilih

nama atomisme logis daripada realisme.

2. Positivisme logis atau empirisme logis


Aliran ini menyetujui tentang konsep-konsep atomisme logis, faham

ini lazimnya dikemangkan oleh para ilmuan bidang fisika, matematika, kimia,

ilmu-ilmu alam dan lain sebagainya, faham ini berpusat di Wina. Madzhab

positivisme logis sangat besar pengaruhnya di dunia terutama terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan moderen bahkan saat ini terutama di

Indonesia sendiri.

3. Filsafat bahasa biasa

Aliran ini muncul setelah perang dunia ke II, yang dipelopori oleh

Wittgenstein. Filsafat bahasa ini memiliki bentuk yang paling kuat bilamana

dibandingkan dengan aliran lainya dan mempunyai pengaruh yang sangat luas

baik di Inggris, Jerman, Prancis maupun di Amerika. Walaupun pengaruh

tersebut tidak secara langsung namun aliran filsafat tersebut secara ontologis

memiliki kesamaan.

D. Filsafat Atomisme Logis Betrand Russel

Formulasi analisis Russel juga diilhami oleh konsep pemikiran teman

akrabnya G.E. More sebagai seorang filsuf perintis filsafat analitik. Russel dan Moore

memang sependapat bahwa tugas filsuf adalah memberikan analisis proposi-proposi.

Namun keduanya terdapat perbedaan. Moore berdasarkan analisisnya berdasarkan

akal sehat, sedangkan Russel mencari kebenaran melalui penggunaan analisis disertai

dengan sintesa logis. Moore beranggapan bahwa bahasa sehari-sehari kiranya telah

memadai untuk berfilsafat. Sedangkan menurut Russel bahasa sehari-hari itu tidak

memadai untuk bahasa filsafat karena banyak kelemahan antara lain kekaburan,

makna ganda, tergantung pada konteks dan lain sebagainya. Atas pendapat inilah

maka Russel membangun pemikirannya melalui bahasa yang berdasarkan formulasi

logika. Hal ini meyakinkan pada diri Russel bahwa tugas filsafat adalah analisis logis

yang disertai dengan sintesa logis.

Berdasarkan prinsip-prinsip pemikiran itulah Russel menekankan bahwa

konsep atomismenya tidak didasarkan pada metafisikanya melainkan lebih


didasarkan pada logikanya karena menurutnya logika adalah yang paling dasariah

dalam filsafat, sehingga pemikirannya dinamakan atomisme logis.

1. Formulasi Logika Bahasa.

Prinsip analisis yang diterapkan Russel dalam konsep atomisme logisnya

memiliki konsekuensi dirumuskannya ungkapan bahasa yang memiliki formulasi

logis atau dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan

bahasa. Menurut Russel ada suatu kalimat yang memiliki struktur gramitikal yang

sama namun berbeda dalam hal struktur logisnya. Misalnya kalimat Lions are yellow

dan Lions are real kedua kalimat itu memiliki struktur gramatikal yang sama namun

keduanya memiliki struktur logis yang tidak sama. Lions pada kalimat 1 dan 2

bersama-sama berfungsi sebagai subjek (S), adapun yellow dan Real pada kalimat 1

dan 2 bersama-sama merupakan predikat (P), jadi secara gramatikal memiliki struktur

logisnya tidak sama. Menurut Russel bahwa dua pengertian memiliki suatu

formulasilogis yang sama bilamana dua hal itu mengandung kesesuaian. Misalnya

Sokrates dan Aristoteles memiliki formulasi logis yang sama karena Sokrates adalah

filsuf dan Aristoteles adalah filsuf, sehingga keduanya memiliki formulasi logis yang

sama. saja, melainkan disukung oleh suatu fakta yaitu sintesa logis dari fakta. Dengan

memahami formulasi logis dari ungkapan maka kita dapat membedakan antara

bentuk logis gramatikal dari suatu ungkapan dengan bentuk logis dari semantiknya.

2. Prinsip Kesesuaian (Isomorfi).

Dasar utama yang ditekankan oleh Russel adalah analisis logis. Ia berpendapat

bahwa filsafat pertama-tama harus merupakan analisis logis bilamana hendak

merupakan filsafat yang bersifat ilmiah. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan

pernyataan-pernyataan yang tersusun menjadi suatu system yang menunjukkan

kepada entitas atau unsur pada realitas dunia.

Struktur logis bahasa menunjukkan suatu susunan yang terdiri atas satuan-satuan

bahasa yang mangacu pada suatu satuan entitas karena struktur logis bahasa

menunjukkan struktur logis dunia. Oleh karena itu nama diri logis adalah merupakan

suatu deskripsi minimal yang mengacu pada acuan tunggal atau referensi tunggal.
Adapun pembedaan referensi tunggal itu adalah sebagai berikut: 1.Nama diri:

Napoleon, Ciliwung 2. Kata-kata deiktik: kata-kata penunjuk: ini, itu (ruang dan

waktu) nanti, tadi (kata-kata ganti): aku, dia 3.Deskripsi penunggal: pemenang hadiah

Nobel, perintis kemerdekaan, pembela hak asasi

Menurut Russel analisis bahasa yang benar akan menghasilkan suatu

pengetahuan yang benar pula tentang hakikat realitas dunia. Formulasi logis bahasa

yang memiliki kesesuaian struktur dengan realitas dunia ini dikembangkan lebih

lanjut oleh Russel dalam pengertian proposi-proposi yang tersusun atas proposi

atomis menjadi proposi yang bersifat mejemuk atau kompleks.

3. Struktur proposisi

Dunia pada hakikatnya merupakan suatu keseluruhan fakta-fakta dan fakta-

fakta tersebut terungkapan melalui bahasa yang disebut proposisi. Hakikat

keseluruhan fakta-fakta yang merupakan dunia tersebut memiliki struktur logis dan

oleh karena berkesesuaian dengan bahasa maka struktur bahasa yang melukiskan

dunia juga memiliki struktur logis. Oleh karena itu hakekat fakta-fakta tadi

terlukiskan melalui proposisi. Fakta-fakta itu sendiri sebenarnya tidak dapat bersifat

benar atau salah, yang dapat diberikan kualifikasi benar atau salah adalah proposisi-

proposisi yang mengungkapkan fakta-fakta. Dengan perkataan lain proposisi

merupakan simobol dan bukan merupakan bagian dunia. Proposisi memiliki struktur

yang memiliki atas sejumlah kata, dan kata-kata itu menunjuk kepada suatu data

inderawi (sense data) dan unirversalia (universals) yaitu ciri-ciri atau relasi-relasi.

Menurut Betrand Russell terdapat juga pengertian proposisi molekuler misalnya

inilah putih, inilah merah dan menunjuk kepada fakta-fakta atomis. Namun perlu

diingat bahwa tidak terdapat pengertian fakta morekuler. Kebenaran atau

ketidakbenaran proposisi-proposisi morekuler tergantung pada kebenaran atau

ketidakbenaran proposisi atomis yang terdapat didalamnya. Jadi fakta-fakta atomis

menentukan benar atau tidaknya proposisi apapun juga (baik atomis maupun

molekuler).
Selain fakta atomis yang diungkapkan melalui proposisi atomis juga terdaat

pengertian fakta umum yang kebenarannya berdasarkan fakta-fakta yang secara

umum diketahui benar.

E. Filsafat Atomisme Logis Ludwig Wittgenstein

Filusuf kelahiran Wina Austria ini memiliki reputasi karya filsafat yang

spesifik. Tractacus Logico Philosophicus sebagai suatu karya besar di bidang filsafat.

Uraian dalam buku ini berupa uraian-uraian singkat, Makna yang tergantung dalam

proposisi-proposisi itu sangat padat, sehingga kadang-kadang karena padatnya makna

yang terkandung didalamnya menjadi kurang dapat dipahami.

1. Peranan Logika Bahasa

Wittgenstein sependapat dengan gurunya bahwa tugas utama filsafat adalah

memberikan analisis logis dan disertai dengan sintesa logis. Dalam Teractus ia

menjelaskan bahwa filsafat bertujuan untuk penjelasan logis dan pikiran.Uraian

Wittgenstein dalam pendahuluan tulisannya ia menyatakan bahwa persoalan filsafat

itu timbul karena para filsuf terdahulu belum memecahkan dan merumuskan

problema-problema filsafat kurang memahami logika bahasa yang digunakan dalam

filsafat.

2. Pemikiran Filosofis Tractatus

Konsep pemikiran Wittgenstein dalam buku Tractatus terdiri atas pernyataan-

pernyataan yang secara logis memiliki hubungan, pernyataan tersebut diungkapkan

sebagai berikut:

Pertama: dunia itu tidak terbagi atas benda-benda melainkan terdiri atas fakta-

fakta, dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan fakta-fakta atomis yang tertentu

secar unik (khas).

Kedua: setiap proposisi itu pada akhirnya melarut diri, melalui analisis,

menjadi suatu fungsi kebenaran yang tertentu secara unik (khas) dari sebuah proposisi

elementer yaitu setiap proposisi hanya mempunyai satu analisis akhir.

2. Struktur Logika Bahasa


Proposisi-proposisi dasar adalah bangunan akhir dari baama hasa karena

jumlah keseluruhan proposisi itu adalah bahasa sebuah proposisi dasar itu adalah

suatu proposisi, yang seluruhnya terdiri atas nama-nama. Dalam pengertian ini istilah

nama memiliki pengertian teknis dan menurut Wittgenstein tidak digunakan dalam

arti biasa, seperti nama orang atau nama sesuatu. Sebuah nama tidak dapat dipecah-

pecah lebih lanjut dengan cara definisi. Nama dalam pengertian ini menurut istilah

Wittgenstein adalah sebagai tanda pertama (primitif) jadi misalnya nama Sokrates

bukanlah nama dalam pengertian teknis ini, karena Sokrates dapat didefinisikan

sebagai misalnya seorang laki-laki, seorang filsuf Yunani yang hidup di Athena dan

lain sebagainya.

3. Teori Gambar

Konsep Wittgenstein tentang teori gambar yang menjelaskan tentang

hubungan antara proposisi yang diungkapkan melalui bahasa yang realitas keberadan

suatu peristiwa, selanjutnya akan nampak sikap pandangannya tentang realitas fakta

dengan unsur metafisik yang hal itu ditolak oleh Wittgenstein.

4. Tipe-tipe Kata

Perbedaan itu dapat terjadi karena memiliki susunan satuan kata yang

menyusun kalimat tersebut. Dalam penentuan tipe-tipe kata ilmiah yang perlu

dibedakan pengertian konsep nyata,yaitu tipe kata yang termasuk memiliki acuan

konkrit seperti :meja, kursi, mobil, tongkat, bola, dan lain sebagainnya
Referensi

Mustansyir, Rizal. Filsafat Analitik : Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para


Tokohnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2001.
Russel, Bertrand. History of Western philosophy. Oxford : Alden Press. 1974

Salliyanti. Peranan Filsafat Bahasa dalam Perkembangan Ilmu Bahasa. Medan:


USU. 2006.

Endarmoko, Eko. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Gramedia. 2006.

Abidin, Zainal. Semantika; Pengantar Studi tentang Makna. Jakarta : Raja Grafindo
Persada. 2004.

Hartoko, Dick. Kamus Populer Filsafat, Cet. III; PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Mudhofir, Ali. Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, Cet I;
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996

Kaelan M.S. Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa dan Pengaruhnya Terhadap


Ilmu Pengetahuan, Cet. I; Yogyakarta: Paradigma, 2006

Anda mungkin juga menyukai