Anda di halaman 1dari 7

Tugas Kelompok

MENGANALISIS NOVEL “DIBAWAH BAYANG-BAYANG ODE”


KARYA SUMIMAN UDU
MELALUI PENDEKATAN PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD

DI SUSUN OLEH

Nurainin Ramadhani A1M119059


Ayen A1M119003
Wd. Nur Ulfah Al-Madhy A1M119075
Ananda Wekoila A1M119021

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN


ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
Analisis Novel “ DI BAWAH BAYANG-BAYANG ODE” karya Sumiman Udu dengan pendekatan
Psikoanalisis

A. Pengertian Novel

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
pelaku.

Banyak sastrawan yang memberikan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi
yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.
Definisi – definisi itu antara lain menurut para ahli dibidangnya adalah sebagai berikut:

1. Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling
banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada
masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
2. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : undur intrinsik
dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam
kehadiran sebuah karya sastra (Drs. Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd).
3. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur
intrinsic (Paulus Tukam, S.Pd)
4. Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya
social, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra.
Abdul Roni, M. Pd).

B. Psikoanalisis

Psikoanalisa merupakan pendekatan yang mengatakan bahwa individu memiliki tiga


struktur kepribadian yaitu id, ego dan superego. ... Sedangkan superego adalah sisetem
kepribadian yang terakhir merupakan sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan
diatas ego. Fungsinya adalah mengontrol ego.
Teori psikoanalisis adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan
kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah
motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa
kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis
tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini.
Pemahanan Freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-
pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas
tentang beragam literatur ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman
ini menyediakan data yang mendasar bagi evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti
mengikuti observasi dan konsepnya tentang kepribadian terus mengalami revisi selama
50 tahun terakhir hidupnya. Meskipun teorinya berevolusi, Freud menegaskan bahwa
psikoanalisis tidak boleh jatuh ke dalam elektisisme, dan murid-muridnya yang
menyimpang dari ide-ide dasar ini segera akan dikucilkan secara pribadi dan profesional
oleh Freud. Freud menganggap dirinya sebagai ilmuan. Namun, definisinya tentang ilmu
agak berbeda dari yang dianut kebanyakan psikolog saat ini. Freud lebih mengandalkan
penalaran deduktif ketimbang metode riset yang ketat, dan ia melakukan observasi secara
subjektif dengan jumlah sampel yang relatif kecil. Dia menggunakan pendekatan studi-
studi kasus hampir secara secara ekslusif, merumuskan secara khas hipotesis-hipotesis
terhadap fakta-fakta kasus yang diketahuinya.
Di tengah-tengah psikologi yang memprioritaskan penelitian atas kesadaran dan
memandang kesadaran sebagai aspek utama dari kehidupan mental. Sigmund Freud, yang
mengemukakan gagasan bahwa kesadaran itu hanyalah bagian kecil saja dari kehidupan
mental, sedangkan bagian yang terbesarnya adalah justru ketaksadaran atau alam tak
sadar. Freud mengibaratkan alam sadar dan tak sadar itu dengan sebuah gunung es yang
terapung di mana bagian yang muncul ke permukaan air (alam sadar) jauh lebih kecil
daripada bagian yang tenggelam (alam tak sadar). Lebih lanjut, Freud memandang
manusia sebagai makhluk yang deterministik, yaitu sebuah gagasan yang menyebut
bahwa kegiatan manusia pada dasarnya ditentukan kekuatan irasional, kekuatan alam
bawah sadar, dorongan biologis, dan insting pada saat berusia enam tahun pertama
kehidupannya.
Psikoanalisis Freud dapat dikategorikan sebagai ilmu baru tentang manusia yang
mengalami banyak pertentangan. Bahkan hingga sekarang, teori ini juga

masih banyak mendapat kritikan dari para ahli yang berseberangan. Sebagai contoh,
pendapat H.J. Eysenck (Profesor Psikologi Jerman) yang menyebut psikoanalisis tidak
dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Beliau merupakan tokoh aliran behaviorisme
ekstrem yang menyatakan bahwa tidak masuk akal jika orang memberi predikat ilmiah
kepada teori psikoanalisis yang sama sekali tidak bersifat behavioristik (Bertens: 2016).
Di samping gagasan tersebut di atas, masih banyak gagasan besar dan penting Freud
lainnya yang menjadikan ia dipandang sebagai seorang yang revolusioner dan sangat
berpengaruh bukan saja untuk bidang psikologi atau psikiatri, melainkan juga untuk
bidang-bidang lain yang mencakup sosiologi, antropologi, ilmu polilik, filsafat, dan
kesusastraan atau kesenian.
Dalam bidang psikologi, khususnya psikologi kepribadian dan lebih khusus lagi teori
kepribadian, pengaruh Freud dengan psikoanalisis yang dikembangkannya dapat dilihat
dari fakta, bahwa sebagian besar teori kepribadian modern teorinya tentang tingkah laku
(kepribadian) mengambil sebagian, atau setidaknya mempersoalkan, gagasan-gagasan
Freud. Psikoanalisis itu sendiri, sebagai aliran yang utama dalam psikologi memiliki teori
kepribadian yang gampangnya kita sebut teori kepribadian psikoanalisis (psychoanalitic
theory of personality).
Hubungan antara psikoanalisis dan pendidikan sangatlah kompleks, dalam artian bahwa
psikoanalisis telah memodifikasi dan memperkaya tingkat perilaku (sikap) dalam ukuran
hubungan pendidikan (hubungan antara pendidik, orang tua, peserta didik yang
bersangkutan). Dalam banyak hal, teori psikoanalisis menyumbang berbagai pikiran dalam
perkembangan dunia pendidikan.

C. Analisis Aspek Psikologi Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Di Bawah Bayang-
Bayang Ode Karya Sumiman Udu Berdasarkan Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Teori psikoanalisis dari Sigmund Freud, yang menurut beliau kepribadian itu terdiri dari tiga
unsur, yaitu: 1) Id; 2) Ego; 3) Superego, yang menurut beliau ketiga unsur tersebut bekerja
sama untuk menghasilkan perilaku manusia yang komples. Berikut analisis novel Di Bawah
Bayang-Bayang Ode Karya Sumiman Udu berdasarkan teori psikoanalisis Sigmund Freud

1) Id (Das Es)

Salah satu bentuk psikologi kepribadian yang terdapat dalam novel ini yaitu id. Id merupakan
watak dasar pada setiap manusia yang hadir sejak manusia lahir dan berisi sifat-sifat
keturunan, naluri seksual dan agresif. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan, yaitu
berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit.
Id dicirakan tidak memiliki moralitas karena tidak dapat membedakan antara baik dan jahat
maka id adalah amoral, primitif. Tipe id ini dengan tegas menunjukkan seluruh energinya
hanya digunakan untuk satu tujuan mencari kenikmatan tanpa menghiraukan apakah hal itu
tepat atau tidak. Sejalan dengan sikap, perilaku dan karakter tokoh utama yang diwujudkan
dalam novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode yang mendeskripsikan sifat tokoh utama yang
nalurinya memiliki dan mengiginkan seorang perempuan bernama Amalia Ode tatapi
terhalangnya oleh adat dan budaya.
- Tokoh utama dalam novel DBBO, merupakan seorang anak nelayan bernama Imam yang
menentang adat dan budaya, dengan mengedepankan logika berfikir, keinginannya untuk
menikahi seorang Amalia Ode hanya keinginan belaka, karena sudah terkena oleh masyarakat
hegemoni budaya kebangsawanan. Berikut kutipannya:
“Bu, mungkinkah aku akan lari dari kenyataan, bahwa aku mencintai Lia? Apakah aku harus
membohongi hati nuraniku? Apakah aku harus mengalah? Bukankah adat hanyalah buatan
manusia? Bukankah itu hanyalah ego para bangsawan? Tidak! Tidak Bu, apapun yang terjadi
ibu harus datang melamar, sebagai wujud tanggung jawab Imam, Bu!” (DBBO: 20)
Kutipan tersebut memperlihatkan bagaimana kesungguhan Imam untuk menikahi Amalia Ode
dengan memberikan bantahan kepada ibunya bahwasanya adat itu hanyalah buatan manusia
dengan alasan dia akan bertanggung jawab dengan cara datang melamar Amalia Ode. Imam
tidak pernah berfikir bahwasanya dia juga telah menentang adat budaya yang telah disepakati
orang terdahulu. Rasa ingin menikahi dan memiliki seorang Amalia Ode sangatlah besar dia
juga tidak bisa membohongi hati nurani untuk tetap bersama Amalia Ode.
- Hal tersebut menjadi alasan keganasan adat jika melihat seseorang dari gelar bangsawannya
dua orang anak manusia yang saling mencintai harus kandas ditengah jalan karena persoalan
budaya. Inilah yang mendorong seorang Imam untuk bertemu Amalia Ode. Keinginan dan rasa
rindu yang amat berat dirasakan oleh Imam dan Amalia Ode terlampiaskan oleh hasrat
membabi buta mementingkan nafsu dan tidak berfikir akan dampaknya. Berikut kutipannya:
“Sampai di kamar, Lia kembali lagi memeluk Imam, Semantara tangannya bergerak seperti
seorang penari menyelusuri setiap lekuk tubuh Imam. Tarian kerinduan yang tidak pernah
dipelajarinya, gerakan erotik yang tidak pernah dimimpikannya. Jantungnya berdetak lebih
kencang lagi, dan magma gunung Lambelu menggelegak. Kedunaya larut, mereka melupakan
semuanya. Akhirnya larut dalam puisi tanpa kata”. (DBBO: 93).Dari kutipan tersebut
menunjukan bahwa pertemuan itu membuat hidup Imam bergairah, seolah-olah jiwanya yang
hilang karena rasa rindu kini sudah kembali. Kamar itulah yang menjadi saksi bisu pertemuan
antara Imam dan Amalia Ode melampiaskan hasrat rindu. Membayangkan semuanya akan
baik- baik saja, karena persoalan cinta mereka telah dihalangi adat dan budaya agar tidak
bersatu. Kerinduan itu melupakan segalanya bahwa mereka bukanlah sepasang suami istri.
Semua itu larut dalam kenangan indah keinginan kuat dari hasrat rindu yang membabi buta.

Penyesalan benar datangnya dibelakang. Semua yang telah dilakuakan antara Imam dan
Amalia Ode kini tinggal kenangan. Adat selalu menjadi penghalang untuk bersatunya mereka
berdua, hal-hal terindah kini menjadi catatan sejarah bahwa ada 2 orang anak sijoli pernah
bersama dan saling mencintai. Tidak lepas dari itu hal buruk yang telah dilakuakan oleh Imam
adalah merusak anak orang tanpa adnya rerstu dari orang tua demi terlampiasnya kerinduan
terhadap Amlia Ode, dan pada akhirnya mereka berdua tidak dipersatukan dalam resepsi
pernikahan.
Novel Dibawah Bayang-Bayang Ode Karya Sumiman Udu adalah sebuah prosa fiksi yang
menggambarkan pergulatan batin seorang laki-laki dalam menghadapi berbagai
permasalahan hidup di tengah pergulatan adat, kehidupan budaya dan tekanan nilai-nilai di
masyarakat. lelaki tersebut bernama Imam yang ditandai dengan tokoh utama dalam novel
tersebut yang mengalami berbagai permasalahan hidup. Kepribadian Id yang digambarkan
Imam dalam novel Di Bawah Bayang- Bayang Ode karya Sumiman Udu terdapat bebrapa
kutipan. Kutipan-kutipan tersebut menunjukkan keinginan tokoh utama untuk mencari
kebenaran adat dan budaya. Tokoh utama yaitu Imam mengalami berbagai permasalahan
akibatnya dia mempunyai keinginan untuk pergi meninggalkan desanya dan melupakan
semua yang pernah terjadi di desa tersebut.

2) Ego (Das Ich)

Berbeda dengan id yang barada pada alam bawah sadar dan bekerja berdasarkan prinsip
kesenangan, ego yang dikuasai oleh prinsip kenyataan ( reality principle) dan berada di antara
alam sadar dan alam bawah sadar, dalam hal ini terperangkap di antara dua kekuatan yang
bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinip realitas dengan mencoba memenuhi
kesenangan individu yang dibatasi oleh realita.
Maksud dari penjelasan tersebut yaitu, ego pada diri individu memiliki peran penting karena
kerja ego sebagai pengendali memberikan batasan antara kesenangan dan realita, sehingga
keinginan individu masih dapat terpuaskan tanpa harus mengakibatkan kesulitan atau
penderitaan.
- Novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode yang menceritakan kekejaman adat dan budaya dan
sudah banyak menjadi korban. Dalam diri seseorang pastinya ada hal yang mendasar agar
tetap disegani tanpa harus berfikir asal-usul keturunannya. Sejalan

dengan itu kekejaman adat yang terdapat dalam novel tersebut membatasi seseorang untuk
berkembang dengan mementingkan asal-usul keluarga, dalam novel juga disebutkan
bagaimana usaha keluarga Imam untuk menyatukan anknya, tetapi disisi lain keluarga Amalia
Ode hanya menerima pernikahan itu dilihat dari gelarnya. Sedangkan keluarga Imam
memandang gelar bangsawan Ode itu didapatkan bukan dari asal-usul darah biru, melainkan
didapatkan dari perjuangan pendahulu. Berikut kutipannya:
Ibunya tersenyum, seperti menemukan jalan pikiran yang baru,”Bengini, Nak. Gelar
kebangsawanan di Buton didapatkan dari hasil perjuangan, Nak. Misalnya kalau kau berilmu,
kau mengajarkannya atau menggunakannya untuk kepentingan kesultanan, dan kau abdikan
untuk kemasalahatan umat manusia, maka kau akan diberi gelar „Ode‟. Atau kalau kau
memiliki ketangkasan sebagai seorang satria dan kau gunakan untuk kepentingan kesultanan
dan umat, kau juga akan mendapatkan gelar itu. Selanjutnya kalau kau punya uang atau
kekayaan, lalu kau gunakan untuk pembangunan negeri, maka kau juga akan mendapatkan
gelar itu. Sehingga, gelar kebangsawan itu adalah gelar atau pujian bagi orang-orang berjasa
dalam kesultanan. Kau tahu apa arti Ode itu? Kata kakekmu itu adalah bahasa Belanda yang
berarti pujian.” (DBBO: 23)
Kutipan tersebut menggambarkan gelar bangsawan Buton didapatkan bukan dari keturunan
darah biru, melainkan didapatkan dari hasil perjungan masa lalu digunakan untuk kepentingan
kesultanan atau kemasalahatan umat karena menurut kakek Imam Ode itu berasal dari
bahasa Belanda yang berarti pujian. Hal ini juga dilatar belakangi bahwasanya gelar Ode
adalah gelar yang diberikan oleh sultan-sultan terdahulu yang memiliki ketangkasan dalam
menjaga keamanan daerah Buton dan mereka-mereka ini adalah orang yang bisa menjaga
etika serta sikap yang baik.
- Kegigihan Imam yang mengharapkan agar keluarga Amalia Ode menyetujui hubungan
mereka tetap saja sia-sia. Hanya bayangan dan keinginan hasrat kuat yang menyelimuti niat
baiknya itu. Disisi lain dalam novel tersebut Ayah Imam juga

memberikan padangan lain mengenai gelar bangsawan yang dimiliki oleh orang- orang Buton.
Berikut kutippannya:
“Amalia bergelar “ode”, Nak. Berasal dari keluarga baik-baik. Kaya raya pula. Keluarganya itu,
ibarat tanah yang subur, bibit yang baik. Mereka itu hampir sama dengan leluhurmu. Mereka
merasa sebagai bangsawan. Bedanya, keluarga Amalia Ode masih memakai gelar
kebangsawanannya. Tapi leluhurmu tidak setuju dengan gelar bangsawan itu. Bapakmu, dulu,
pernah bilang, ia lebih mengikuti ajaran agama yang memandang manusia dari takwanya.
Selain itu, bapakmu sadar, adat Buton hanya memberikan gelar „ode‟ untuk orang yang
berjasa, bukan untuk orang berdarah biru.” (DBBO: 17)
Kutipan tersebut menggambarkan nasihat seorang ibu yang sayang kepada anaknya,
seseorang ibu yang sangat paham dengan kondisi anaknya tersebut. Ibu Imam bercerita
mengenai keluarga Amalia Ode yang dianggapnya adalah bibit unggul, tanah yang subur dan
tidak mungkin menikah dengan Imam yang hanya keluarga biasa-biasa saja. Tetapi tak larut
sampai disitu Ibu Imam juga menjelaskan bagaimana Ayah Imam berpandangan tentang gelar
bangsawan Buton, bahwasanya leluhurnya tidak setuju dengan hal tersebut ia lebih mengikuti
ajaran agamanya karena tolak ukur sesorang dilihat dari ketakwaanya kepada pencipta bukan
pada gelar bangsawannya yang diberikan karena ia pernah berjasa.
Sejalan dengan penggambaran dalam novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode pengarang
mewujudkan tokoh utama sebagai tokoh mengalami kepedihan dan kesulitan yang sangat
mendalam dalam kehidupannya, akibat dari kejamnya adat dan budaya. Bahkan muncul
dipikirannya untuk melupakan semua permasalahan tersebut, tetapi disisi lain jutru
menyadari apa yang telah terjadi, adalah kebaikan dari Gusti Allah. Sebagai individu, manusia
mempunyai kebutuhan dan apabila kebutuhan itu disebabkan oleh adanya hubungan dengan
dunia luar, maka tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan harus
sesuai dengan dunia luar kenyataan. Kepribadian ego ini diwujudkan pada kutipan dalam
novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode karya Sumiman Udu. Tokoh utama tersebut
menggambarkan sikap ego melawan rasa sakit dan kekecewaan yang dirasakan tokoh utama.

3) Super Ego (Das Ueber Ich)

Super Ego dibentuk melalui internalisasi (internalization), artinya larangan- larangan atau
perintah-perintah yang berasal dari luar (pengasuh, khususnya orang tua) diolah sedemikian
rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam.
Super ego dapat diartikan sebagai penentu nilai benar dan salah sesuai dengan pedoman atau
aturan-aturan yang berlaku di luar diri individu, aturan atau norma kebudayaan yang ada di
masyarakat sehingga tindakan individu tersebut dapat diakui di masyarakat. Dengan kata lain
superego merupakan kode moril dari seseorang.
- Sejalan dengan pendapat tersebut tokoh utama yang bernama Imam mengambil keputusan
untuk tidak mengusik Amalia Ode dalam kehidupannya dan pergi untuk melanjutkan studinya
untuk mengungkap sejarah yang berada di negerinya tersebut. Dalam novel Di Bawah Bayang-
Bayang Ode karya Sumiman Udu terdapat kutipan yang menandai tokoh utama yang
menggunakan superegonya untuk menghadapi permasalan yang dihadapi tokoh utama.
Berikut kutipannya:
“Selamat jalan negeriku! Aku pergi hanya untukmu, untuk membongkar misteri rahasia
kejayaanmu di masa lalu, untuk kembali menjelaskan sejarah yang terkalahkan, untuk menulis
sejarah yang menjadi milik mereka yang merintih. Dan aku pergi untuk memahami lebih
dalam, empat penyangga benteng Kraton; pomae- maeka, pomaa-masiaka, poanga-angka
taka, dan popiara- piaraka. (DBBO: 168)
Kutipan tersebut menggambarkan diri seorang Imam yang telah dihianati oleh adat dan
budayanya. Kenyataan hidup yang sangat pahit dan memilih mementingkan untuk menuntut
ilmu dan mengesampingkan cintanya bersama Amalia Ode yang sudah mati ditelan kejamnya
sejarah leluhur Buton. Keputusan seorang Imam untuk pergi adalah tindakan yang sangat baik,
hal ini bertujuan agar Imam tidak lagi larut dalam kesalahan-kesalahan yang sama di dalam
kekejaman adat.
- Imam juga selalu berangan-angan untuk memberikan pendidikan moral yang lebih baik agar
negerinya yang masih terbelenggu dan memegang erat budaya
kebangsawanan tidak larut akan kesalahan, karena pada dasarnya manusia harus merdeka.
Berikut kutipannya:
“Imam menyapu dadanya. Ia merasakan sesuatu telah terjadi di negeri ini. Banyak yang hilang.
Termasuk tatanan adat dan budayanya. Imam berfikir, inilah buah dari ketakutan yang
berkepanjangan akibat ketidakmerdekaan yang melanda pemikiran manusia. Akibat
kebodohan yang melanda sebuah negeri yang dulunya suci. Akibat sebuah kemunafikan dan
pengkhianatan terhadap martabat tujuh, undang- undang dasar negeri ini.” (DBBO: 171-172)
Kutipan tersebut menggambarkan kesadaran seorang Imam terhadap negerinya yang sudah
banyak hilang dari tatanan adat dan budayanya. Hal inilah yang menjadikan seorang Imam
termotivasi untuk mengungkap kesalahan akibat kebodohan melanda negerinya yang dulu
suci. Hal ini tentu saja hal positif yang dilakukan Imam untuk membenarkan demi terwujudnya
cita-cita negeri yaitu merdeka dari berbagai belenggu.
Penggambaran tokoh utama dalam novel Di Bawah Bayang-Bayang Ode menghadapi
kesenjanagan sosial, budaya dan adat istiadat sikap kepribadian superego memberikan
kesadaran terhadap tokoh utama yaitu Imam bahwa sesuatu hal tidak selalu bisa dipaksakan.
Semua manusia terlahir dengan cara pandang yang berbeda-beda, untuk menghindari
kesalahan dia telah menanamkan nilai-nilai baik dalam dirinya agar tidak selalu larut dalam
kesalahan.
Dari penelitian ini yang menjadi pusat penelitian Psikoanalisis Sigmnd Freud adalah id, ego,
dan superego. Id terletak dalam ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari dorongan-
dorongan primitif, yaitu dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh
kebudayaan. Ego adalah sistem tempat kedua dorongan dari Id dan superego beradu
kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem yang lainnya
sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari id yang dimunculkan ke kesadaran sebaliknya
tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Sedangkan superego adalah suatu sistem
yang merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan. Segala
norma-norma yang dipenuhi melalui pendidikan itu

Anda mungkin juga menyukai