Anda di halaman 1dari 82

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM CERITA RAKYAT

BANYUWANGI KARYA SURIPAN SADI HUTOMO DAN E


YONOHUDIYONO SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI
ALTERNATIF BAHAN AJAR PEMBELAJARAN SASTRA SISWA
KELAS lll SDN 5 GENTENG BANYUWANGI

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh

Endhita Nanda Oktaviani

NIM 180210204169

Dosen Pembimbing 1 :

Dra. Suhartiningsih, M.Pd

Dosen Pembimbing 2 :

Dyah Ayu Puspitaningrum, S.E.,M.Si

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

2022

i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1 Latar belakang................................................................................................................1

1.2 .Rumusan Masalah.........................................................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................5

2.1 Nilai Pendidikan Karakter...........................................................................................5

2.1.1 Pengertian Nilai.......................................................................................5


2.1.2 Pengertian Pendidikan Karakter..............................................................6
2.1.3 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter.................................................9
2.1.4 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter...........................................................11
2.2 Sastra Tradisional.......................................................................................................17

2.3 Cerita Rakyat...............................................................................................................20

2.3.1 Hakikat Cerita Rakyat............................................................................21


2.3.2 Ciri-ciri Cerita rakyat............................................................................22
2.3.3 Fungsi Cerita Rakyat.............................................................................23
2.4 Bahan Ajar...................................................................................................................24

2.4.1 Pengertian Bahan Ajar...........................................................................24


2.4.2 Pemanfaatan Cerita Rakyat Banyuwangi sebagai Alternatif Bahan Ajar
di SD...............................................................................................................25
2.5 Penelitian yang Relevan..............................................................................................27

2.6 Kerangka Berpikir Penelitian.....................................................................................28

BAB 3. METODE PENELITIAN...........................................................30

ii
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................................................30

3.2 Data dan Sumber Data.................................................................................................30

3.2.1 Data........................................................................................................30
3.2.2 Sumber Data..........................................................................................31
3.3 Definisi Operasional.....................................................................................................31

3.4 Teknik Pengumpulan Data..........................................................................................31

3.4.1 Teknik Dokumentasi..............................................................................31


3.4.2 Teknik Wawancara................................................................................32
3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................................32

3.5.1 Pereduksian data....................................................................................33


3.5.2 Penyajian Data.......................................................................................35
3.5.3 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi..................................................35
3.6 Instrumen Penelitian....................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................38

LAMPIRAN..............................................................................................41

iii
BAB I. PENDAHULUAN
Pada Bab ini dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan pendahuluan yang
meliputi: (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian
dan (4) manfaat penelitian. Untuk lebih lengkapnya diuraikan sebagai berikut.

1.1 Latar belakang

Lickona (2013:82) menyatakan bahwa pendidikan berkarakter memiliki


kaitan terhadap konsep kemoralan, yakni pengetahuan, emosional moral, dan
sikap moral. Ketiga konsep ini memiliki kaitan dengan bagaimana seseorang
memahami hal-hal yang baik, menginginkan hal-hal yang baik, serta melakukan
hal-hal yang baik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah
pendidikan terkait pada pembiasaan baik yang dilakukan siswa di kehidupan
sehari-harinya. Kurangnya intergritas, keberanian, toleransi, sikap peduli, saling
menghargai, perilaku maupun kebiasaan yang baik merupakan evaluasi terhadap
kualitas karakter moral individu (Maulana & Dyah,2019:11).
Nilai pendidikan karakter tidak terlepas dari hubungan manusia terhadap
Tuhannya, manusia terhadap dirinya sendiri, manusia dengan sesamanya,
manusia dengan alam, dan manusia dengan kebangsaan. Menurut Kemendiknas
nomer 21 tahun 2006 menyebutkan bahwa memuat 18 butir nilai-nilai
pendidikan berkarakter yang dikembangankan di sekolah dasar, yakni religius,
kejujuran, bertoleransi, kedisiplinan, kerja keras, inovatif, kemandirian,
demokratis, rasa keingin tahuan, semangat kebangsaan, nasionalis, menghormati
prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta kedamaian, suka membaca, kepedulian
lingkungan, kepedulian sosial, serta bertanggung jawab. Pendidikan berkarakter
pada proses pembelajaran seharusnya dapat membawa siswanya dalam
penanaman nilai berkognitif, apresiasi nilai afektif serta pengalaman nilai pada
kehidupan nyata.
Proses pembelajaran karakter siswa dapat dilaksanakan dengan
pembiasaan yang secara tidak langsung termuat dalam proses pembelajaran. Hal

1
ini dapat membentuk kepribadian siswa dengan menggali nilai-nilai serta
meyakininya. Pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter pada kegiatan

pembelajaran, salah satunya dapat diajarkan melalui berbagai cara. Salah satunya
yaitu melalui penyampaian dan penanaman nilai-nilai yang termuat pada karya
sastra.
Karya sastra adalah konsep kehidupan yang dituangkan kembali dalam
bentuk lisan maupun tulisan serta memiliki unsur keindahan yang dapat dinikmati.
Nurgiantoro (2010:3) menyatakan bahwa, “Sastra memberi kesenangan dan
pemahaman tentang kehidupan”. Terdapat berbagai macam karya sastra seperti
drama, prosa, dan cerita rakyat, dalam penelitian ini difokuskan pada Cerita
Rakyat Banyuwangi karya Suripan Sadi Hutomo & E. Yonohudiyono diterbitkan
oleh PT Grasindo tahun 1996.
Cerita rakyat yaitu salah satu karya sastra berupa dongeng atau cerita yang
berkembang di kalangan masyarakat daerah tertentu dan disebarluaskan secara
lisan menggunakan bahasa daerah masing-masing sesuai asal cerita daerah
tersebut (Maulana,dkk. 2015:3). Banyak cerita rakyat yang berasal dari wilayah
Banyuwangi, misalnya “Asal-Usul Banyuwangi”, yang berisi tentang seorang
istri yang dibunuh oleh suaminya yang disebabkan oleh fitnah. Selain itu masih
terdapat cerita rakyat yang berasal dari banyuwangi sepert “Lembu Setata dan
Lembu Sakti”, “Agung Sulung Sulung Agung”, “Dongeng mas ayu melok”,
“Dongeng Joko wulur”, “Dewi Sekardadu”, dan “Kebo Marcuet”. Pemilihan
Cerita Rakyat Banyuwangi diharapkan agar siswa lebih memahami dan dapat
menerapkan nilai-nilai karakter yang termuat dalam Cerita Rakyat Banyuwangi
tersebut. Cerita rakyat biasanya berisi cerita yang berfungsi sebagai media guna
mengungkapkan sifat atau perilaku mengenai nilai-nilai kehidupan dalam
masyarakat, sehingga cerita rakyat mengenalkan ajaran baik dan dapat ditiru.
Oleh karena itu tokoh-tokoh yang telah mengisahkan kehidupan mereka, cerita
rakyat didalamnya memuatkan nilai-nilai kebaikan, kejujuran, dan lain-lain dapat
dipergunakan untuk media pada pembentukan karakter terhadap siswa.

2
Penggunaan Cerita Rakyat Banyuwangi untuk bahan ajar dapat dilaksanakan
pada siswa kelas III yaitu pada KD 3.8 Menguraikan pesan dalam dongeng yang
disajikan secara lisan, tulis, dan visual dengan tujuan untuk kesenangan dan KD
4.8 memeragakan pesan dalam dongeng sebagai bentuk ungkapan diri
menggunakan kosa-kata baku dan kalimat efektif. Pada Pembelajaran Kurikulum
2013, guru dituntut agar bisa mengembangkan bahan ajar yang inovatif dan
kreatif, akan tetapi dalam kenyataannya seringkali masih dijumpai pendidik atau
guru yang masih menggunakan bahan ajar yang monoton sehingga siswa merasa
bosan pada kegiatan pembelajaran. Berikut contoh penggalan cerita berjudul
Dewi Sekardadu yang mengandung nilai karakter.
Kesatriya itu adalah orang yang alim, ahli dalam agama islam, Sakti,
jujur ucapannya dan baik tingkah lakunya. Datang dari Samudra
Pasai, ia bernama Syech Maulana Ishak. Sang putri Di obati, diberi
jamu dan di beri doa sampai ia sembuh dari Penyakitnya seperti
sedia kala.(Suripan Sadi Hutomo & E Yonohudiyono.,1996:48-54)
Kutipan di atas menunjukkan nilai karakter yang berkenaan dengan hubungan
manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama. kutipan di atas
terdapat dalam buku Dongeng (Cerita Rakyat Banyuwangi). kutipan diatas yang
menggambarkan seseorang yang melibatkan tuhan di dalam urusannya, dan
membantu sesama untuk keluar dari musibah yang diterima.
Penggunaan bahan ajar sastra di Sekolah Dasar masih menggunakan buku
tematik siswa, bahan ajar yang digunakan belum menarik dan menyenangkan
sehingga siswa cepat bosan dan merasa jenuh. Maka dari itu penelitian ini
difokuskan menggunakan bahan ajar yang berupa buku cerita rakyat Banyuwangi
yang dapat dijadikan sebagai referensi alternatif bahan ajar guru dalam
pembelajaran sastra, selain itu diharapkan peserta didik nantinya mampu
mengenali berbagai cerita rakyat yang ada di daerah Banyuwangi, serta mampu
memahami pesan moral atau nilai-nilai karakter yang ada pada cerita rakyat
Banyuwangi dan dapat mengimplementasikan ke dalam kehidupan peserta didik
sehari-hari.

3
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan tersebut, maka penelitian ini
berkaitan dengan nilai-nilai karakter yang terkandung didalam cerita rakyat
Banyuwangi sebagai bahan pembelajaran di sekolah dasar. Oleh karena itu,
penelitian ini berjudul “Nilai-Nilai Karakter Dalam Cerita Rakyat Banyuwangi
Karya Suripan Sadi Hutomo dan E Yonohudiyono serta Pemanfaatannya Sebagai
alternatif Bahan Ajar Pembelajaran Sastra Siswa Kelas III SD Negeri 5 Genteng
Banyuwangi”

1.2 .Rumusan Masalah


Dari penjelasan latar belakang tersebut, sehingga rumusan masalah
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah nilai-nilai karakter yang terkandung dalam cerita rakyat
Banyuwangi?
2. Bagaimanakah pemanfaatan cerita rakyat Banyuwangi karya Suripan Sadi
Hutomo dan E Yonohudiyono sebagai alternatif bahan ajar pembelajaran sastra
siswa kelas III SD Negeri 5 Genteng?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ditemukan, maka tujuan
penelitian yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam Cerita
Rakyat Banyuwangi Karya Suripan Sadi Hutomo dan E Yonohudiyono.
2. Untuk mendeskripsikan pemanfaatan Cerita Rakyat Banyuwangi Karya
Suripan Sadi Hutomo dan E Yonohudiyono sebagai alternatif bahan ajar
pembelajaran sastra siswa kelas III SD Negeri 5 Genteng.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan referensi alternatif bahan ajar.
2. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan bacaan anak-anak di perpustakaan sekolah.

4
3. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
referensi bahan ajar yang dapat ditambahkan di buku tematik siswa.
4. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan baru serta
wawasan dalam pembelajaran khususnya sejarah cerita rakyat yang ada
di Banyuwangi

5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 tinjauan pustaka berisi tentang penjelasan teori – teori
terkait dengan ruang lingkup yang dijadikan dasar penelitian. Adapun
dasar teori yang dijadikan sebagai dasar penelitian, meliputi : (1) Nilai-
Nilai Pendidikan Karakter, (2) Sastra Tradisional, (3) Cerita Rakyat, (4)
Pemanfaatan Cerita Rakyat Banyuwangi sebagai alternatif bahan ajar di
SD, (5) Penelitian yang relevan, (6) Kerangka berpikir penelitian

2.1 Nilai Pendidikan Karakter


Pada nilai pendidikan karakter memuat: 1) nilai, 2) pendidikan
karakter, dan 3) nilai-nilai pendidikan karakter.

2.1.1 Pengertian Nilai


Soelaeman (2005) nilai merupakan sesuatu yang dipentingkan
manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang
buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai
pengalaman dalam seleksi perilaku yang ketat. Hal ini juga diperkuat pada
pendapat Muslich (2013:73) yang memaparkan bahwa manusia
menganggap sesuatu bernilai karena menghargai dan memerlukannya.
Sesuatu dianggap bernilai jika sesuatu itu berharga, bermutu, benar, indah,
dan bermanfaat terhadap manusia.
“Nilai pada dasarnya adalah sifat yang melekat terhadap objek,
bukan objek itu sendiri” (Kaelan, 2000:174). Dapat disimpulkan bahwa
nilai adalah pendapat sosial masyarakat bersifat relatif yang mengarah
pada sesuatu yang baik dalam pandangan manusia dan dapat dijadikan
pedoman untuk bertindak dan bertingkah laku dalam kehidupan.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa nilai
merupakan suatu hal yang positif dan dianggap penting serta memiliki

5
manfaat bagi kehidupan manusia yang harus dimiliki oleh setiap individu
untuk digunakan sebagai pandangan berperilaku dalam kehidupan

bermasyarakat. Nilai di sini dalam konteks logika (benar dan salah), etika
(baik dan buruk), estetika (indah dan jelek).

2.1.2 Pengertian Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter terdiri dari dua suku kata yaitu pendidikan dan
karakter, dua kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda-beda.
Masing- masing pengertian dari pendidikan dan karakter akan dijelaskan
satu per satu.
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah terjemahan dari kata education, yang memiliki
kata dasar educate dalam bahasa latin disebut educo yang mempunyai arti
mengembangkan dari dalam, mendidik, dan melaksanakan hukum
kegunaan. Menurut Fadillah dan Khorida (2013:16) pendidikan adalah
proses pengembangan segala macam potensi yang terdapat pada diri
manusia meliputi kemampuan akademis, relasional, bakat, talenta,
kemampuan fisik, maupun daya seni.
Pendidikan Menurut Wiyani (2013:5) merupakan proses yang
terjadi secara terus-menerus yang dialami oleh manusia sepanjang hayat.
Pendidikan mencakup semua aspek keseharian ketika seseorang belajar,
membaca, mengamati, mendengarkan, menonton, bekerja dan lain
sebagainya.
Tirtarahardja dan Sulo (2008:33-35) berpendapat bahwa
pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi merupakan kegiatan yang
sistematis dan terarah karena berlangsung melalui tahap-tahap yang
bersinambungan, serta dapat berlangsung pada semua kondisi di semua
lingkungan seperti lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat untuk
membentuk kepribadian peserta didik dengan tujuan meningkatkan
kualitas kepribadian yang telah dimiliki.
Berdasarkan pengertian pendidikan yang telah dipaparkan diatas

6
dapat di tarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah suatu proses belajar
yang bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan maupun keterampilan
dalam mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu untuk
mempersiapkannya bagi masa yang akan datang. Melalui pendidikan,
wawasan pengalaman seseorang akan bertambah dan dapat dijadikan
sebagai bekal yang berguna untuk hari esok.

b. Pengertian Karakter

Karakter secara etimologis menurut Koesoema (2015) berasal dari


bahasa Yunani “karasso” yang berarti “cetak biru”, “format dasar”, dan
“sidik” seperti pada sidik jari. Karakter melalui sudut pandang
behavioral menekankan pada unsur somatopsikis yakni tubuh
mempengaruhi pikiran yang dimiliki individu sejak lahir, jadi istilah
karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian memiliki
pengertian yang sama dengan ciri, karakteristik, gaya, atau sifat khas
dalam diri seseorang yang bersumber, terbentuk dan diterima dari
lingkungan, seperti keluarga pada masa kecil maupun bawaan seseorang
sejak lahir.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia sebagaimana dikutip
oleh Wiyani (2013:25) karakter adalah sifat-sifat, watak, tabiat, kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang dimiliki seseorang yang membedakan antara
satu orang dengan orang yang lain. Wiyani (2013:25) mendefinisikan
bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak
atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus, yang
menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan
individu lain.
Menurut Jalal sebagaimana dikutip oleh Fadlillah dan Khorida
(2013:21) karakter merupakan nilai-nilai yang khas dan baik melekat
dalam diri dan terlaksanakan dalam perilaku. Menurut Hidayati (2016:4)
karakter adalah proses penanaman nilai antara lain budi pekerti, perilaku,
dan moral yang merujuk terhadap hal yang positif terbentuk dalam sikap

7
yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan


bahwa karakter adalah sifat ataupun kepribadian yang dimiliki oleh
masing-masing orang yang telah ada sejak lahir. Setiap orang
memiliki karakter yang berbeda-beda yang menjadikannya sebagai
suatu ciri khas. Karakter seseorang dapat terbentuk melalui lingkungan
sosialnya, oleh karena itu untuk membentuk karakter yang baik dan
diterima oleh khalayak umum sangat tepat sekali apabila karakter tersebut
di bentuk, dikembangkan dan dibiasakan melalui proses pendidikan.
Pendidikan Karakter menurut Fadlillah dan Khorida (2013:23)
merupakan bentuk pengarahan serta bimbingan agar seseorang berperilaku
baik sesuai dengan nilai-nilai moral dan keberagaman. Hidayati (2016:9)
berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah sebuah sistem dalam
menanamkan nilai-nilai karakter terhadap warga sekolah yang termasuk di
dalamnya komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan konteks Kajian P3 (Pusat Pengkajian Pedagogik)
sebagaimana di kutip oleh Wiyani (2013:27) mendefinisikan pendidikan
karakter dalam lingkup sekolah merupakan pembelajaran yang diarahkan
pada penguatan dan pengembangan perilaku seorang anak yang
didasarkan pada nilai tertentu disekolah. Makna dari definisi tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dalam
pembelajaran pada semua mata pembelajaran. Hal ini selaras
dengan kurikulum yang berlaku pada saat ini yakni kurikulum
2013 dimana pendidikan karakter sangat ditekankan dan
diintegrasikan di dalam setiap pembelajaran.
2) Pendidikan karakter diarahkan pada pengembangan perilaku anak
secara utuh. Karakter seorang anak dapat dibentuk dan diarahkan
kepada karakter yang baik, oleh karena itu perlu dikembangkannya
perilaku seorang anak menuju karakter yang diinginkan melalui

8
pendidikan karakter.
3) Penguatan dan pengembangan sikap atau perilaku dalam
pendidikan karakter didasarkan pada nilai yang dirujuk sekolah.
Dalam menanamkan pendidikan
Berdasarkan pengertian pendidikan karakter yang telah
dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter sangat
penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh setiap individu. Pendidikan karakter merupakan wadah
dalam penanaman nilai-nilai karakter untuk mencetak generasi muda
penerus bangsa yang cerdas berkarakter dan berakhlak mulia,
sehingga dapat menjadi manusia beradab yang mampu berhubungan
secara sehat dengan lingkungannya

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter


Menurut Zubaedi (2011:18), ada beberapa fungsi pendidikan karakter
adalah sebagai berikut :

1. Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi.


Di dalam fungsi ini membentuk dan mengembangkan potensi siswa
agar mereka dapat berfikir secara baik dan dapat berperilaku sesuai
dengan pedoman hidup berdasarkan sila-sila Pancasila. Oleh karena itu,
di dalam fungsi ini siswa diberikan kebebasan yang bersifat baik agar
mereka dapat mengembangkan potensi maupun bakat yang dimiliki
oleh siswa tersebut. Dalam pembentukan dan pengembangan potensi
terhadap siswa juga memerlukan bimbingan dari guru yang
bersangkutan agar siswa tersebut terlatih dalam mengembangkan
potensi yang dimiliki oleh siswa. Sehingga terbentuknya siswa yang
mempunyai karakter yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan.
2. Fungsi perbaikan dan penguatan
Di dalam fungsi perbaikan dan penguatan yang dimaksudkan bahwa
fungsi ini dapat memperbaiki dan memperkuat peran keluarga. Peran

9
keluarga sangat penting sekali karena keluarga merupakan awal
terbentuknya kepribadian seseorang atau siswa. Selain keluarga ada
lingkungan pendidikan, di dalam lingkungan pendidikan ini sangat
penting dalam pembentukan suatu karakter anak yang baik. Selain
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah lingkungan masyarakat
juga sangat mempengaruhi terhadap karakter anak dan pengaruh besar.
Karakter yang akan dibentuk oleh siswa atau seseorang adalah
lingkungan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga ikut serta di dalam
kegiatan dan dapat bertanggung jawab terhadap potensi yang terjadi
dalam masyarakat.
3. Fungsi Penyaring
Fungsi penyaring ini merupakan suatu fungsi terakhir dari pendidikan
karakter menurut Zubaedi (dalam Fadlilah dan Khorida 2013:27-28) di
dalam fungsi ini bertujuan untuk menyaring atau memfilter budaya
yang ada di dalam negeri dan di luar negeri yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya kita yang baik berdasarkan hukum yang telah
ditetapkan.
Tujuan pendidikan karakter menurut Fadlillah dan Khorida
(2013:24) merupakan tujuan yang harus dapat menjadikan manusia
untuk menjadi lebih baik, serta dapat mengembangkan segala
kemampuannya. Menurut Darma Kesuma dkk (2012: 9), tujuan
pendidikan karakter hususnya di sekolah, diantaranya sebagai berikut.
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang
dianggap perlu dan penting sehingga menjadi kepribadian
kepemilikan siswa yang khas sebagaimana nilai-nilai yang
dikembangkan.
b. Mengoreksi perilaku siswa yang tidak bersesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan oleh sekolah
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan
masyarakat dalam memerankan tanggung jawab karakter bersama.

10
2.1.4 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Berdasarkan pengertian nilai yang telah dipaparkan sebelumnya
dapat diketahui bahwa nilai merupakan sesuatu yang baik serta dijadikan
pedoman oleh masyarakat dalam kehidupannya. Nilai-nilai pendidikan
karakter adalah sekelompok nilai yang baik dan bersifat positif yang
ditanamkan untuk membentuk kepribadian seseorang. Nilai-nilai
pendidikan karakter merupakan nilai yang diperoleh melalui sebuah proses
pendidikan di sekolah. Melalui nilai-nilai pendidikan karakter yang baik
tersebut diharapkan dapat dijadikan contoh oleh siswa dan diterapkan di
dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan tercipta karakter yang baik
yang diinginkan didalam kehidupan bermasyarakat.
Penanaman nilai-nilai kebaikan adalah salah satu fokus pendidikan
karakter. Menurut para ahli pendidikan karakter mengemukakan beragam
nilai kebaikan yang harus dimiliki oleh siswa, salah satunya Lickona
dalam Hidayati (2016:39), menyatakan bahwa terdapat beberapa macam
nilai karakter yang meliputi kebijaksanaan, keadilan, keberanian, cinta,
pengendalian diri, berkerja keras, sikap positif, syukur, integritas, dan
kerendahan hati. Inti pada nilai pendidikan karakter diatas yaitu
mengandung nilai-nilai positif yang sangat baik untuk diaplikasikan dan
sebagai bekal bagi mereka agar dapat mengisi kehidupan menjadi lebih
baik sehingga mereka menjadi manusia berkarakter.
Pendidikan karakter yang terdapat di Indonesia telah berkembang,
tidak hanya mencakup satu nilai melainkan mencakup beberapa nilai
disesuaikan dengan kultur budaya maupun kebutuhan siswa. Kemendiknas
dalam Hidayati (2016:42) menjelaskan bahwa nilai-nilai berkarakter yang
dipelajari di setiap jenjang pendidikan meliputi 18 nilai-nilai dari agama,
pancasila, budaya serta tujuan kebangsaan yakni: kejujuran, agama,
Kedisiplinan, bertoleransi, kreatifitas, bekerja keras, rasa keingin tahuan,
demokrasi, nasionalisme/cinta tanah air, semangat kebangsaan,
persahabatan / ineteraksi, menghargai prestasi, suka membaca, cinta
kedamaian, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, serta rasa

11
bertanggung jawab. Nilai tersebut merupakan perwujudan dari 5 nilai
utama yang saling berkaitan yaitu religius, nasionalisme, kemandirian,
gotong royong, dan integritas. Berikut uraian dari pemaparan mengenai 18
nilai karakter meliputi :

1. Nilai berkarakter hubungan manusia dengan Tuhan


a. Religius
Uchrowi (2012:37) berpendapat sikap religius yaitu sikap
mempercayai dan meyakini Tuhan tersebut ada dan dimiliki
kekuasaan. Sikap religius dapat dilakukan dengan mempunyai
keyakinan serta kepercayaan, dan beribadah dengan kepercayaan
masing-masing. Hal ini sikap spiritual mencakup berdoa, senang
menjalankan ibadah shalat atau sembahyang, senang mengucap
salam, selalu bersyukur dan berterima kasih.
2. Nilai-nilai berkarakter hubungan manusia terhadap dirinya sendiri
a. Jujur
Jujur merupakan sikap yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Menurut Uchrowi
(2012: 37) mengemukakan bahwa seseorang yang jujur merupakan
seorang yang dapat dipercaya, baik mulai dari perkataan dan
perbuatan.
b. Disiplin
Disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib serta patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Menurut
Uchrowi (2012:88) mengemukakan bahwa seseorang yang disiplin
memiliki ketaatan terhadap norma atau aturan yang berlaku. Pada
lingkup sekolah disiplin dapat dikembangkan melalui aktivitas
seperti mengikuti upacara bendera, mengumpulkan tugas tepat
waktu, serta datang ke sekolah tidak terlambat.

12
c. Kerja keras
Sifat kerja keras adalah tindakan yang menunjukkan upaya
serius untuk mencegah kendala-kendala belajar dan mengatasi
kendala tersebut semaksimal mungkin. Menurut Uchrowi
(2012:96) menyatakan kerja keras yaitu berbuat sesuatu secara
bersungguh-sungguh dengan usaha yang maksimal. Orang yang
bekerja keras merupakan orang yang mencurahkan waktunya lebih
banyak dibandingkan orang lain dalam melakukan sesuatu.
d. Kreatif
Kreatif merupakan berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau inovasi dari sesuatu yang telah dimiliki.
Kreatif dapat diartikan sebagai orang yang memiliki inovasi atau
daya cipta. Kreatif menurut Uchrowi (2012:136) menyatakan
kreatif merupakan memiliki kemampuan untuk menciptakan
sesuatu inovasi yang baru. Selanjutnya memberikan solusi
merupakan elemen dari kreatif.
e. Mandiri
Mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah
bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas. Menurut
Uchrowi (2012:144) menyatakan jika sikap tidak bergantung
kepada orang lain merupakan elemen utama dari sikap mandiri.
Pada kehidupan di masyarakat seseorang memang tidak bisa
terlepas dari sikap mandiri. Pada pelaksanaannya seseorang tidak
boleh bergantung terhadap orang lain.
f. Tanggung Jawab
Sikap bertanggung jawab merupakan tindakan serta sikap
seorang dalam memenuhi tugasnya yang dilakukannya pada diri
sendiri, lingkungan, orang lain, negara, serta Tuhan Yang Maha
Esa. Secara sederhana yang dimakud dengan tanggung jawab yakni
suatu kewajiban untuk menyelesaikan tugas yang seseorang harus
penuhi serta memiliki kensekuensi hukuman terhadap kegagalan.

13
g. Rasa ingin Tahu
Rasa ingin tahu merupakan sikap serta tindakan yang
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihatnya, dan didengarkannya.
Fauzan dalam Hidayati (2016:47), memaparkan karakter rasa ingin
tahu yang memiliki arti perilaku ataupun sikap yang memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Rasa ingin
tahu bisa menjadikan seseorang memperoleh ilmu pengetahuan,
sebab dapat mengantarkan seseorang untuk bertanya sesuatu yang
diketahuinya. Sikap seperti ini yang harus kita tanamkan terhadap
siswa karena dapat belajar, mengeksplorasi, agar mempunyai hal
baru yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya.
h. Gemar Membaca
Gemar membaca adalah perilaku yang membiasakan
meluangkan waktunya guna membaca berbagai macam bacaaan
yang membuat kebajikan terhadap dirinya. Sseseorang yang gemar
membaca akan memiliki banyak informasi dan ilmu pengetahuan.
3. Nilai-nilai berkarakter hubungan manusia terhadap sesamanya
a. Toleransi
Toleransi adalah menghormati perbedaan agama, ras, sikap,
pendapat, dan perilaku. Oleh Karena itu, toleransi berarti
menghargai tindakan, pikiran, dan pendapat orang lain. Membaca
merupakan pondasi awal untuk mencerdaskan kehidupan manusia
serta mengembangkan sikap, perilaku, dan mental-spiritual.
b. Demokratis
Demokratis merupakan cara orang berpiir, bertindak, dan
bersikap yang menilai sama hak serta kewajiban dirinya dengan
orang lain. Menurut Uchrowi (2012:112) menyatakan orang yang
mempunyai karakter demoratis yaitu orang yang mempunyai jiwa
merdeka dan menghargai kemerdekaan, tidak memaksakan
kehendaknya serta mau menjalankan aturan yang sudah disepakati

14
bersama. Siswa hendaknya juga harus memiliki sifat demokratis
sedini mungkin agar dapat bersikap, bertindak, dan berpikir yang
menilai sama kewajiban serta haknya terhadap orang lain.
c. Bersahabat/Komunukatif
Bersahabat/komunikatif merupakan perilaku yang
memperlihatkan rasa senang bergaul, berbicara, serta berkerja sama
dengan orang lain. Garmo dalam Hidayati (2016:48), menyatakan
bahwa karakter bersahabat erat kaitannya dengan sopan santun
dalam pengucapan dan bertindak. Kesimpulannya yaitu sikap
bersahabat/komunikatif ialah sikap atau perilaku mudah bergaul
dengan orang lain, kesenangan berbicara, hal tersebut dapat
mengantarkan atau menjalin hubungan baik pada sesama manusia.
d. Cinta Damai
Cinta damai merupakan sikap atau tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang serta aman atas
kehadirannya. Menurut Amri dalam Hidayati (2016:48),
menyatakan bahwa cinta damai merupakan perilaku yang memiliki
kepedulian yang tinggi pada kedamaian serta tidak suka
menimbulkan pertengkaran dengan yang lain.
e. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah perilaku dan sikap ingin membantu
orang yang membutuhkan. Misalnya dengan cara membantu orang
lain, memberikan sumbangan, dan upaya lainnya hal tersebut
merupakan bentuk peduli sosial yang dapat diajarkan kepada
siswa.
f. Menghargai Prestasi
Sikap menghargai prestasi orang lain dapat membuat orang
lain merasa dihargai, sehingga dapat memberikan motivasi
kembali. Keberhasilan orang lain dapat dijadikan contoh motivasi
kembali agar mendapatkan keberhasilan selanjutnya pada
hidupnya.

15
4. Nilai - nilai berkarakter hubungan manusia terhadap lingkungannya
a. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan merupakan tindakan atau sikap yang
selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan atas
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi . Amri dalam Hidayati
(2016:48) menjelaskan bahwa sikap peduli terhadap lingkungan
juga harus dimiliki oleh siswa guna menjaga kelestarian
lingkungannya. Sikap seperti ini dapat mencegah adanya kerusakan
alam lingkungan sekitar.
5. Nilai – nilai karakter hubungan manusia dengan kebangsaan :
a. Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan merupakan cara berpikir, bertindak,
serta berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa serta
negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Fauzan dalam
Hidayati (2016:47) memaparkan bahwa orang yang berjiwa
nasional menempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan
pribadi.
b. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air merupakan cara berpikir atau berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, serta penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan sosial, budaya, ekonomi, serta politik
bangsa. Menurut Diknas dalam Hidayati (2016:47), menyatakan
jika karakter cinta tanah air memiliki makna mencintai dan
menjunjung tinggi cinta tanah air. Hal yang bissa dilakukan gunu
mewujudkan rasa cinta tanah air contohnya dengan berwisata
dalam negeri di baerbagai daerah di Indonesia, mencintai produk-
produk lokal, dan menggunakan bahasa Indonesia dengan benar
dalam aktivitas kesehariannya.

16
2.2 Sastra Tradisional
Sastra tradisional merupakan suatu bentuk tuturan lisan yang
muncul dan berkembang secara turun temurun pada masyarakat masa
lalu. Mitchell (dalam Nurgiantoro, 2005:163) menyatakan bahwa “Sastra
tradisional merupakan suatu bentuk ekspresi masyarakat pada masa lalu
yang umumnya disampaikan secara lisan”. Istilah tradisional dalam
kesusastraan merupakan kata yang menunjukkan bahwa kata itu berasal
dari cerita telah mentradisi yang tidak diketahui kapan waktu dimulainya,
diceritakan secara turun temurun secara lisan. Sastra tradisional pada saat
ini telah banyak ditulis kembali, baik dalam bentuk buku maupu tulisan
lainnya agar cerita itu tidak hilang dari masyarakat. Sastra tradisional
biasa juga disebut dengan sastra rakyat, karena sastra ini hidup di
kalangan rakyat.
Sastra tradisional pada umumnya tidak diketahui pengarangnya,
karena kemunculannya pun tidak disengaja dan berlangsung dari waktu
ke waktu. Karena hanya diwariskan secara lisan, sastra tradisional dapat
berubah-ubah dalam arti para pencerita yang kemudian dapat menambah
atau mengurangi isi dari cerita tersebut. Nurgiantoro (2005:165)
mengatakan bahwa sastra tradisional yang muncul dan berkembang di
masyarakat pada umumnya dimaksudkan sebagai sarana untuk
memberikan pesan moral.
Sastra tradisional terbagi ke dalam beberapa jenis. Sebagaimana
Nurgiantoro (2005:171) mengemukakan bahwa sastra tradisional terdiri
atas berbagai jenis seperti mitos, legenda, dongeng, fabel, cerita wayang
dan nyanyian rakyat.
1) Mitos
Nurgiantoro (2005:172) “Mitos (myths) adalah salah satu jenis
cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau kekuatan-
kekuatan supranatural yang melebihi batas-batas kemampuan manusia.
Diperkuat oleh Lukens (dalam Nurgianto, 2005:172) “Mitos merupakan

17
sesuatu yang diyakini oleh bangsa atau masyarakat tertentu yang pada
intinya menghadirkan kekuatan-kekuatan supranatural”. Contoh dari
mitos misalnya cerita tentang kejadian alam semesta dan manusia
terdahulu.
2) Legenda
Legenda adalah cerita yang menurut pengarangnya merupakan
peristiwa yang benar-benar ada dan nyata. Legenda adalah cerita rakyat
yang ditokohi manusia yang mempunyai sifat luar biasa dan biasanya
dibantu makhluk-makhluk ajaib atau magis. Legenda bersifat sekuler
(keduniawian), terjadinya pada masa lampau dan bertempat di dunia yang
seperti sekarang. Jan Harold Bruvand (dalam Danandjaja, 1984:67)
menggolongkan legenda menjadi empat kelompok.
a. Legenda keagamaan (religious legend)
Legenda keagamaan adalah legenda yang menceritakan tentang
tokoh- tokoh orang suci. Legenda jenis ini menggambarkan tentang
kekuatan agama, dan tokoh-tokoh yang memeluk agama tersebut. Contoh
dari legenda keagaamaan yaitu legenda “Wali Sanga” yang berisi tentang
wali-wali yang berjumlah 9 orang untuk menyebarkan agama Islam.
Menurut legenda para wali juga membuat wayang kulit.
b. Legenda alam gaib (supernatural legends)

Legenda alam gaib berbentuk kisah yang dianggap benar-benar


terjadi dan dialami oleh seseorang. Legenda jenis isi berfungsi untuk
meyakini tentang adanya takhayul atau kepercayaan rakyat. Contoh dari
legenda alam gaib adalah cerita keberadaan Nyai Roro Kidul.

c. Legenda perseorangan (personal legends)

Legenda perseorangan adalah legenda yang berisi tentang tokoh-


tokoh tertentu, yang dianggap empunya cerita benar-benar terjadi. Contoh
yang termasuk dalam legenda ini adalah legenda tokoh Jaka Tingkir
yang menjadi raja di kerajaan Pajang dan bergelar Sulthan Hadiwijaya
yang mampu mengalahkan sejumlah buaya.

18
d. Legenda setempat (local legends)

Legenda setempat adalah legenda yang menggambarkan tentang


tempat, nama tempat, dan bentuk topografi. Legenda jenis ini tersebar di
daerah masing- masing yang percaya adanya cerita tersebut. Contoh dari
legenda setempat yaitu “Asal-Usul Banyuwangi”, “Asal-Usul Surabaya”,
dan sebagainya.
3) Dongeng

Dongeng adalah salah satu cerita rakyat yang cukup beragam


cakupannya serta berasal dari berbagai kelompok etnis, masyarakat, atau
daerah tertentu di berbagai belahan dunia. Keberadaan dongeng sebagai
bagian dari sastra tradisional, selain berfungsi sebagai hiburan juga
sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
oleh masyarakat. Sebagaimana menurut Nurgiantoro (2005:265)
mengatakan bahwa kehadiran moral dalam cerita dongeng dapat
dipandang sebagai sarana terhadap perilaku moral tertentu yang bersifat
praktis tetapi bukan petunjuk bertingkah laku. Oleh sebab itu, keberadaan
moral dalam dongeng merupakan sesuatu yang ada.

4) Fabel

Menurut Nurgiantoro (2005:190) mengatakan bahwa “Cerita


binatang (fable) adalah salah satu bentuk cerita tradisional yang
menampilkan binatang sebagai tokoh cerita”. Diperkuat oleh pernyataan
Layun (2014:32) “Fabel adalah cerita rakyat yang berkisah tentang
binatang”. Para binatang yang ada dalam fabel dapat berpikir, berbicara,
bertindak, dan berinteraksi selayaknya manusia. Contoh fabel yaitu cerita
Kancil Mencuri Timun dan Kancil dengan Buaya.
5) Cerita Wayang

Bangsa Indonesia memiliki warisan seni budaya yang tinggi


nilainya yaitu berupa cerita wayang. Nurgiantoro (2005:208) mengatakan

19
bahwa “Wayang adalah sebuah waracerita yang berpakem pada dua
karya besar, yaitu Ramayanadan Mahabharata”. Cerita wayang pada
intinya mengisahkan kepahlawanan tokoh yang berwatak baik dalam
menghadapi dan menumpas tkoh yang berwatak jahat.
Wayang telah melewati berbagai peristiwa sejarah yang turun dari
generasi ke generasi menunjukkan betapa budaya pewayangan telah
melekat pada bangsa Indonesia, khususnya daerah Jawa.
6) Nyanyian rakyat

Menurut Nurgiantoro (2005:214) bahwa nyanyian rakyat


(folksong) merupakan salah satu bentuk sastra tradisional yang banyak
dikenal oleh masyarakat dan dinyanyikan hingga kini. Nyanyian rakyat
merupakan bentuk kesenian tradisional yang umumnya disampaikan
secara lisan dan tidak diketahui pengarangnya. Contoh nyanyian rakyat
yaitu tembang macapatan.

Dari pemaparan tentang jenis-jenis sastra tradisional tersebut


maka diambil jenis sastra legenda dan dongeng yang akan ditelit dalam
penelitian ini, karena di dalam buku cerita rakyat banyuwangi jenis sastra
tradisional berupa legenda dan dongeng yang didalamnya terdapat nilai-
nilai pendidikan karakter yang baik untuk pembentukan karakter pada
siswa sd.

2.3 Cerita Rakyat


Indonesia adalah negara yang terdiri atas banyak pulau-pulau,
setiap pulau didiami oleh beberapa suku. Maka tidak heran kalau negara
Indonesia terkenal memiliki budaya yang beragam. Salah satu budaya
yang dimiliki setiap daerah yaitu sebuah cerita rakyat. Hampir semua
daerah di Indonesia memiliki cerita rakyat. Menurut Suprapto (2018:8)
Cerita rakyat adalah salah satu bentuk foklor yang diwariskan turun
temurun dari generasi ke generasi untuk diketahui, dipahami dan diambil
nilai-nilai yang terkandung didalamnya untuk dijadikan pedoman dalam

20
bertingkah laku.

2.3.1 Hakikat Cerita Rakyat

Salah satu dari sekian banyak warisan budaya di Indonesia adalah


cerita rakyat. Menurut William R. Bascom (dalam Danandjaja, 1984:50),
cerita rakyat merupakan cerita yang berkembang di masyarakat yang
dalam penyebarannya dilakukan secara turun temurun atau dari generasi
ke generasi. Cerita yang disebarkan merupakan suatu kejadian atau kisah
yang dialami saat ini diceritakan secara terus menerus yang sesuai dengan
budaya masyarakat setempat. Cerita rakyat yang merupakan bagian dari
sastra rakyat yang perlu dikembangkan karena mengandung nilai-nilai
kehidupan didalamnya.
Cerita rakyat rakyat merupakan bagian dari sastra lisan yang
murni, karena itu cerita yang berkembang biasanya bervariasi. Sehandi
(2014:60) menyatakan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang berasal
dari tengah masyarakat yang kebanyakan dikarang oleh rakyat dengan
mengangkat tema tentang masalah- masalah yang dihadapi oleh
masyarakat dan bersifat anonim. Penyebaran yang dilakukan secara lisan
megakibatkan adanya banyak versi yang lahir dan berkembang di
masyarakat sehingga sulit untuk menentukan mana cerita rakyat yang
masih asli atau sudah mengalami perubahan.
Cerita rakyat adalah salah satu bagian dari sastra lisan yang
memiliki ciri tersendiri yang dapat membedakan dengan sastra lisan
lainnya. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam
Sholehani, 2012:20) terdapat delapan sifat-sifat cerita rakyat.
Ditinjau dari sifat-sifat nilainya, cerita rakyat dapat dibagi
menjadi delapan yaitu.
a. Cerita rakyat yang bersifat pendidikan yaitu cerita rakyat yang
bersifat untuk mendidik pembacanya.
b. Keagamaan yaitu cerita yang bersifat hal-hal religius dan terdapat
nilai-nilai yang baik untuk dilakukan.

21
c. Kepahlawanan adalah cerita rakyat yang menceritakan tentang
seseorang yang membela kebenaran.
d. Jenaka yaitu cerita rakyat yang menceritakan cerita-cerita yang lucu
dan menghibur.
e. Percintaan adalah cerita rakyat yang menceritakan tentang cinta,
kasih sayang antar dua orang manusia.
f. Nasehat adalah cerita rakyat yang berisi pesan-pesan untuk berbuat
kebaikan dalam kehidupan.
g. Adat istiadat adalah cerita rakyat yang berisi tradisi dalam
sekelompok masyarakat di suatu daerah yang harus dipatuhi.
h. Keramat adalah cerita rakyat yang berisi hal-hal yang dianggap
keramat dan menjadi mitos di suatu daerah. Dari semua itu dapat
disimpulkan bahwa setiap cerita rakyat mampunyai sifatnya sendiri-
sendiri.
i. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap cerita
rakyat memiliki sifatnya masing-masing.

2.3.2 Ciri-ciri Cerita rakyat

Berdasarkan pengertian cerita rakyat yang sudah dibahas


sebelumnya, cerita rakyat memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut
Danandjaja (1984:30) cerita rakyat memiliki sembilan ciri-ciri.

a. Penyebarannya dilakukan secara lisan yakni disebarkan melalui


mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.

b. Bersifat tradisional yakni disebarkan dalam bentuk relatif atau dalam


bentuk standar yang disebarkan di antara kolektif tertentu dalam
waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Ada dalam versi yang berbeda-beda, karena penyebarannya yang


melalui mulut ke mulut sehingga dengan mudah mengalami
perubahan.

d. Anonim yaitu nama penciptanya tidak diketahui.

22
e. Biasanya berkecendurungan untuk mempunyai bentuk berumus dan
berpola, cerita rakyat selalu mempergunakan kata-kata klise.

f. Bersifat pralogis yaitu mempunyai logika sendiri tidak sesuai dengan


logika umum.

g. Bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali terlihat kasar, terlalu


spontan.

h. Mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif,


cerita rakyat mempunyai fungsi sebagai alat pendidik, pelipur lara,
protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

i. menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, karena sudah tidak


diketahui lagi penciptanya, maka setiap anggota kolektif memiliki
rasa memilikinya.

Berdasarkan paparan tersebut, cerita rakyat berasal daru suatu


masyarakat yang bersifat anonim dan dianggap sebagai kekayaan milik
suatu masyarakat. Tema yang digunakan dalam cerita rakyat sangat
beragam dan menarik. Cerita rakyat juga terkadang menyajikan hal-hal
ajaib, aneh dan tidak masuk akal, meski begitu didalamnya terdapat pesan
dan amanat yang dapat digunakan untuk pedoman hidup.

2.3.3 Fungsi Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan salah satu bagian yang tidak dapat


terpisahkan dari keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia.
Hampir setiap daerah di Indonesia ini memiliki cerita rakyat yang
menjadi ciri khas dari daerah itu sendiri, baik itu sebuah mite, legenda
maupun dongeng. Hal tersebut tentunya senjadi salah satu hal yang
memperkaya budaya daerah di Indonesia. Umumya cerita rakyat
menceritakan asal-usul suatu daerah tersebut. Adat dan pola-pola
kehidupan di daerah biasanya tidak berbeda jauh dari cerita rakyat yang
berkembang di daerah tersebut.

23
Cerita rakyat selain menjadi media hiburan juga memberikan
nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Cerita
rakyat juga bermanfaat bagi perkembangan anak, karena di dalam cerita
rakyat terdapat nilai-nilai yang dapat ditanamkan kepada diri anak.
Menurut Pekei (2013:11) mengatakan bahwa cerita rakyat mempunyai
pesan yang berisi nilai-nilai luhur yang didalamnya mengajarkan tata
krama, kesabaran, semangat hidup, dan nilai-nilai lainnya, yang dapat
menjadi cerminan kehidupan. Berdasarkan penjelasan tersebut, cerita
rakyat memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai media hiburan, pendidikan,
melatih aspek perkembangan anak dan juga merupakan kekayaan budaya
Indonesia. Oleh karena itu fungsi tersebut menunjukkan bahwa cerita
rakyat perlu dilestarikan agar tidak terlupakan oleh zaman.
Cara penyampaian cerita rakyat juga disesuaikan dengan kondisi
tertentu, misalnya cerita tersebut akan di ceritakan kepada seorang anak
kecil untuk memberikan mereka pelajaran mengenai nilai-nilai kehidupan
yang ada didalam cerita, maka cukup diambil intisari dan bagian-bagian
yang dirasa menarik dari cerita tersebut. Hal tersebut dilakukan karena
tidak semua cerita mampu diserap dengan pemahaman anak-anak, yang
terpenting adalah penyampaian amanat dari cerita tersebut bisa di terima
dengan baik.

2.4 Bahan Ajar

2.4.1 Pengertian Bahan Ajar

Menurut Widodo dan Jasmadi sebagaimana dikutip Lestari


(2013:1) bahan ajar merupakan alat pembelajaran yang memuat materi,
metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang tersistem dan
menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
Lestari (2013:2) berpendapat bahwa bahan ajar merupakan
serangkaian materi pelajaran yang mengacu pada kurikulum untuk

24
mencapai kompetensi yang diharapkan.

Menurut Riskiana (2019:6) bahan ajar adalah seperangkat materi-


materi pembelajaran yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan yang
diberikan kepada siswa dalam mencapai standar yang telah ditentukan.
Bahan ajar dapat berupa buku, CD pembelajaran, maupun alat peraga.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar
segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu kegiatan belajar
mengajar dikelas. Bahan ajar yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan bahan ajar berupa buku cerita rakyat banyuwangi karya
Suripan Sadi Hutomo dan E Yonohudiyono sebagai alternatif bahan ajar
pembelajaran sastra sebagai pembentukan nilai-nilai pendidikan karakter
pada siswa SD.

2.4.2 Pemanfaatan Cerita Rakyat Banyuwangi sebagai Alternatif Bahan


Ajar di SD
Menurut Majid (2012:112) Salah satu implikasi dan pengetahuan
tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) yaitu
bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat, dan
perhatian anak, serta mudah diterima oleh anak. Dengan kata lain proses
belajar “tampak” lewat perilaku siswa dalam mempelajari bahan ajar.
Oleh karena itu, untuk melaksanakan pembelajaran tidak cukup terdapat
siswa dan guru saja, ada beberapa faktor pendukung yang dibutuhkan
seperti sarana dan prasarana pembelajaran, materi dan bahan ajar, serta
media pembelajaran.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar terdapat
pembelajaran tentang sastra. Salah satu materi yang cukup menarik dapat
digunakan guru sebagai bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran adalah
cerita rakyat, Pada penelitian ini Cerita Rakyat Banyuwangi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra. Cerita Rakyat
Banyuwangi yang juga berisi nilai-nilai pendidikan karakter yang baik

25
sangat tepat untuk dijadikan bahan ajar di sekolah dasar. Alasan Cerita
Rakyat Banyuwangi dijadikan sebagai bahan ajar pembelajaran sastra
supaya pengetahuan siswa mengenai sejarah cerita rakyat Banyuwangi
yang merupakan kearifan lokal Banyuwangi dapat tertanam dalam diri
siswa, sehingga informasi yang diterima siswa dapat menjadi bekal
pengetahuan yang baik mengenai sejarah cerita rakyat banyuwangi
melalui kegiatan pembelajaran sastra. karena dengan menggunakan bahan
ajar cerita rakyat, siswa dapat memetik amanat- amanat yang tersirat
didalamnya. Pemakaian cerita rakyat sebagai materi pembelajaran dapat
guru kembangkan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Melalui cerita
rakyat, peserta didik tidak hanya akan menikmati cerita yang melibatkan
perasaan meraka, namun juga bisa diajak untuk menilai sifat-sifat tokoh
yang ada didalam cerita.
Penggunaan cerita rakyat sebagai alternatif bahan ajar khusunya
Bahasa Indonesia juga berperan penting untuk melestarikan kebudayaan
yang di miliki Indonesia, secara tidak langsung peserta didik mengenal
cerita apa saja yang berasal dari daerahnya. Karena dapat kita ketahui di
era seperti sekarang banyak anak-anak yang tidak mengenali kebudayaan
lokal daerahnya sendiri. Penggunaan cerita rakyat Banyuwangi sebagai
bahan aja di SD pada kelas III Tema 2 Menyayangi Tumbuhan dan
Hewan Subtema 1 pembelajaran ke-1 kurikulum 2013, KD 3.8
Menguraikan pesan dalam dongeng yang disajikan secara lisan, tulis, dan
visual dengan tujuan untuk kesenangan. 4.8 Memeragakan pesan dalam
dongeng sebagai bentuk ungkapan diri menggunakan kosa kata baku dan
kalimat efektif. Pada pembelajaran ini memiliki peran penting agar
melestarikan budaya lokal, dengan penggunaan cerita rakyat Banyuwangi
diharapkan siswanya bisa memahami nilai-nilai karakter yang terdapat
pada setiap cerita rakyat tersebut. Hal ini penting untuk proses
pembelajaran, mengingat pada era globalisasi seperti sekarang ini
bertujuan agar generasi muda mengetahui kebudayaan lokal daerahnya
sendiri.

26
2.5 Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu oleh


Enny Zubaidah (2016) berjudul Pemilihan “Nilai Karakter Cerita anak
melalui Analisis Unsur-unsur Karakter Cerita Rakyat dari Jawa Tengah”
,Hasil dari penelitian tersebut yakni bahwa pada cerita anak berjudul
“Sang Kancil” Mendamaikan Harimau dengan Kambing memiliki makna
berharga dan mengandung nilai-nilai karakter yaitu sebagai berikut:
bekerja keras, religius, bertoleransi serta saling menghormati, rasa
keingin tahuan, kepedulian lingkungan serta kepedulian sosial, tanggung
jawab, cinta damai, disiplin, serta menghargai prestasi orang lain.
Penelitian yang selanjutnya oleh Nurul Istiqomah (2020) berjudul
“Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pada Novel Sepatu Dahlan Karya
Khrisna Pabichara Implikasinya Terhadap Karakter Disiplin
Belajar” .Hasil penelitian tersebut yaitu nilai berkarakter pada novel
Sepatu Dahlan terdiri dari religius, kejujuran, bertoleransi, kerja keras,
kemandirian, demokratis, rasa keingin tahuan, menghormati prestasi,
bersahabat/komunikatif, kepedulian sosial, serta tanggung jawab;
implikasinya nilai berkarakter pada novel Sepatu Dahlan pada karakter
siswa ialah pengembangan pemahaman serta menanamkan nilai
berkarakter dengan bertujuan membentuk siswa agar lebih baik.
Penelitian berikutnya tentang nilai moral dilakukan oleh Fitriani
(2016) dengan judul Nilai-nilai Moral dalam “Kumpulan Cerpen Anjing
Bagus Karya Haris Effendi Thahar”.Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif kritik pragmatik dengan pendekatan moral. Hasil dan
pembahasan dalam penelitian ini menunjukkan data berupa nilai-nilai
moral yang terkandung dalam kupulan cerpen Anjing Bagus yang
meliputi : (1) hubungan manusia dengan diri sendiri yang meliputi

27
tanggung jawab terhadap diri sendiri, cinta terhadap diri sendiri, dan
kejujuran, (2) hubungan manusia dengan sesama manusia yang meliputi
tanggungjawab terhadap sesama, cinta terhadap sesama, dan keadilan, (3)
hubungan manusia dengan alam yang meliputi menjaga alam dan
melestarikan alam, (4) hubungan manusia dengan Tuhan yang meliputi
kepercayaan terhadap Tuhan dan menjalankan perintah Tuhan.
Hal mendasar yang menjadikan berbeda di penelitian ini yakni dalam
judul cerita yang digunakan, objek penelitiannya, topik permasalahannya
dan pemanfaatannya yaitu sebagai bahan ajar siswa kelas III di SD.

2.6 Kerangka Berpikir Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Menurut
Jayanti (2015), pelaksanaan penelitian diawali dengan kegiatan
mengumpulkan data. Proses pengumpulan data dilakukan melalui studi
dokumen. Studi dokumen dilakukan untuk memperoleh data dalam
mengenai dongeng yang terdapat dalam Cerita rakyat Banyuwangi di
dalamnya memuat ajaran nilai moral maupun karakter dan
membandingkan hasil penelitian yang terkait dengan nilai-nilai karakter
ataupun nilai moral.
Setelah data-data terkumpul, langkah selanjutnya adalah
menganalisis data yang telah diperoleh. Analisis data kualitatif terdiri atas
tiga tahap mereduksi data yaitu pereduksian data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Pereduksian data dilakukan untuk memilah data
yang diperlukan dengan data yang tidak diperlukan. Setelah mereduksi
data, selanjutnya adalah memberikan kode-kode tertentu pada data yang
telah ditemukan. Pemberian kode dimaksudkan agar memudahkan
mengklasifikasikan data.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengelompokkan data-data
sesuai dengan kategori yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah data-
data dikelompokkan, selanjutnya yaitu menyajikan data. Data disajikan
dalam bentuk tabel yang berisi uraian singkat, teks naratif, dan kategori

28
data. Langkah selanjutnya yaitu membuat kesimpulan. Kesimpulan
tersebut berisi nilai-nilai karakter dan pembelajaran nilai-nilai karakter
terhadap pembelajaran sastra di SD kelas rendah berdasarkan pada
Kurikulum 2013. Langkah terakhir yang dilakukan adalah melakukan
verifikasi data untuk mengetahui kebenaran dan kesesuaian data yang
telah ditemukan.

Pengumpulan Pereduksian Pengodean

Data Data Data

Pengklasifikasian
Penarikan Penyajian
Data
Kesimpulan Data

Verifikasi

Data

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

29
BAB 3. METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas hal-hal berkaitan dengan metode penelitian


yang meliputi: (1) jenis dan rancangan penelitian, (2) data dan sumber
data, (3) definisi operasional, (4) teknik pengumpulan data, (5) teknik
analisis data dan (6) instrumen penelitian.

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis


penelitian deskriptf kualitatif karena membahas mengenai nilai-nilai
pendidikan karakter. Pada rumusan masalah pertama dan kedua
menggunakan metode teknik dokumentasi. Pada rumusan masalah ketiga
menggunakan teknik wawancara.
Berdasarkan hal yang dipaparkan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa penelitian deskriptif kualitatif merupakan jenis penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran ilmiah tentang objek atau gejala
yang diungkapkan dalam kata atau kalimat, bukan hasil pengukuran
angka. Penelitian yang dilakukan ini dengan pendeskripsian nilai-nilai
pendidikan berkarakter pada buku Cerita Rakyat Banyuwangi dan
penggunaan sebagai alternatif bahan ajar di SD.

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data
Data pada penelitian ini merupakan hasil dari menginterpretasikan
nilai-nilai karakter pada cerita rakyat dari Banyuwangi dalam bentuk
kalimat, kata, dialog, dan paragraf yang terdapat dalam 8 cerita rakyat dari
Banyuwangi, diambil dari buku yang digunakan dalam penelitian yakni

30
Buku “Cerita Rakyat dari Banyuwangi” yang diterbitkan oleh PT Grasindo
tahun 1996, dan data penelitian ini juga didapat dari hasil wawancara.

3.2.2 Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini berasal dari buku “Cerita Rakyat
dari Banyuwangi” yang diterbitkan oleh PT Grasindo tahun 1996, selain
buku sumber data pendukung lainnya adalah hasil wawancara.

3.3 Definisi Operasional


Untuk mencegah kesalah pahaman di penelitian yang dilakukan
ini, sehingga perlu dilakukan definisi operasional. Definisi operasional
memiliki tujuan guna mendefinisikan definisi istilah-istilah yang
digunakannya pada penelitian, yakni meliputi:
a. Nilai pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada
peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya, yang berkarakter
dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta rasa dan karsa.
b. Cerita Rakyat Banyuwangi adalah cerita yang lahir dan berkembang
di daerah Banyuwangi Jawa Timur yang disebarkan secara lisan
serta mengandung nilai-nilai karakter didalamnya.
c. Cerita rakyat merupakan salah satu karya sastra berupa dongeng atau
cerita-cerita yang berkembang pada kalangan masyarakat daerah
tertentu serta disebarluaskan secara lisan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data di penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dokumentasi serta wawancara.

3.4.1 Teknik Dokumentasi


Teknik dokumentasi dipergunakan guna mengumpulkan data
sebagai objeknya penelitian, dokumen pada penelitian ini yaitu cerita

31
rakyat dari Banyuwangi sebagai data untuk menemukan data nilai karakter
yang terdapat dalam cerita rakyat dari banyuwangi dan penggunaannya
sebagai alternatif bahan ajar di SD.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data pada
penelitian meliputi:
a. Membaca buku cerita rakyat BanyuwangI secara cermat dan berulang-
ulang.
b. Membaca kembali data dengan menandai kata ataupun kalimat yang
mengindikasikan terdapat nilai-nilai pendidikan berkarakter.
c. Mengumpulkan data yang telah ditemukan.
d. Memindahkan data kedalam tabel pemandu pengumpulan data seperti
yang terdapat pada tabel 3.1.
e. Memberi kode pada data kemudian mengklasifikasikan data-data
tersebut berdasarkan nilai pendidikan karakter yang telah ditetapkan.

3.4.2 Teknik Wawancara


Wawancara digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pemanfaatan “Cerita Rakyat Banyuwangi” di dalam kelas serta bagaimana
pembelajaran dongeng yang telah dilakukan oleh guru kaitannya dengan
pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter pada anak. Wawancara
dilakukan dengan guru walikelas III SD Negeri 5 Genteng. .

3.5 Teknik Analisis Data


Ada beberapa teknik dalam menganalisis data. Sedangkan yang
dimaksud dengan teknik analisis data itu sendiri adalah suatu cara dalam
mengolah data agar menjadi informasi sehingga data lebih mudah
difahami dan lebih bermanfaat dalam menyelesaikan permasalahan,
utamanya masalah penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian
kualitatif bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian dan keseluruhan

32
dari data yang telah dikumpulkan untuk menghasilkan klasifikasi atau
tipologi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik kualitatif analitik. Analisis data kualitatif terdiri atas tiga tahap,
yaitu tahap pereduksian data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

3.5.1 Pereduksian data


Pereduksian data merupakan bentuk dari analisis yang dapat
memfokuskannya, mengklasifikasikan, memandu, serta memilih data yang
dibutuhkan. Data yang diperoleh merupakan data yang mengandung nilai
pendidikan karakter. Reduksi data pada penelitian ini meliputi :
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis dan
diklasifikasikan sesuai dengan nilai karakter yang terdapat dalam cerita
rakyat Banyuwangi.
2. Kemudian menganalisis kembali data yang terkumpul untuk
mengklasifikasikan penggunaan nilai karakter.
Pada reduksi data yang dilakukan yakni pengodean. Pengodean
merupakan kegiatan memberikan kode. Pemberian kode dilakukan supaya
mempermudah peneliti dalam mengklasifikasi data. Pemberian kode
memiliki tujuan agar mempermudah pengklasifikasian data berdasarkan
kategorian yang sudah ditentukannya kode yang dipergunakan pada
penelitian yang dilakukan ini meliputi:

1) Judul Cerita
AUNB : Asal – Usul Nama Banyuwangi
LSLS : Lembu Setata dan Lembu sakti
ASSA : Agung Sulung dan Sulung agung
DMAM : Dongen mas ayu melok
JW : Joko Wulur
DS : Dewi Sekardadu
KM : Kebo Marcuet

33
2) Klasifikasi nilai karakter
MT : Nilai berkarakter manusia dengan hubungannya dengan Tuhan
MDS : Nilai berkarakter manusia dengan hubungannya dengan
dirinya sendiri
MS : Nilai berkarakter manusia dengan hubungannya dengan
sesamanya
MA : Nilai berkarakter manusia dengan hubungannya dengan alam
MB : Nilai berkarakter manusia dengan hubungannya dengan
kebangsaan
3) Nilai Karakter Positif
a) Nilai karakter yang terkait dengan hubungannya manusia dengan
Tuhan.
NRG : Religius
b) Nilai karakter yang terkait dengan hubungan manusia dengan Diri
Sendiri
NJU : Jujur
NDS : Disiplin
NKK : Kerja Keras
NKR : Kreatif
NKM : Mandiri
NTJ : Tanggung Jawab
NRIT : Rasa Keingin Tahuan
NGM : Gemar Membaca
c) Nilai Karakter yang terkait dengan hubungan manusia dengan
sesamanya
NTL : Toleransi
NDMK : Demokratis
NMP : Menghargai Prestasi
NBS : Bersahabat
NCD : Cinta Kedamaian

34
NPS : Peduli Sosial
d) Nilai karakter yang terkait dengan hubungan manusia dengan alam
NPL : Peduli Lingkungan
e) Nilai karakter yang terkait dengan hubungan manusia dengan
kebangsaan
NCTA : Cinta Tanah Air
NSK : Semangat Kebangsaan
Setelah di klasifikasikan, data yang diperoleh berupa kata-kata,
kalimat, dialog, dan paragraf-paragraf yang teridentifikasi nilai
karakter dimasukkan dalam table pengumpul data atau instrumen
pengumpulan data. Dan untuk rumusan masalah tentang
pemanfaatan nilai nilai karakter sebagai bahan ajar tidak diberi
pengkodean hanya disesuaikannya terhadap KI dan KD yang
relevan.

3.5.2 Penyajian Data


Pada tahapan ini, data awal yang telah diklasifikasikan lalu disajikan
data dalam bentuk deskripsi singkat, hubungan antar pengkategorian, dan
sebagainya. Pada penelitian ini penyajian data yang dilakukan melalui
uraian singkat, padat, serta jelas yang disesuaikan beberapa kategori yakni,
nilai pendidikan berkarakter dengan Tuhan, pendidikan berkarakter
manusia serta alam, pendidikan berkarakter hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, pendidikan karakter manusia dengan sesama, pendidikan
karakter hubungan manusia antar manusia atau kebangsaan. Kemudian
selanjutnya diuraikan dengan singkat, padat, dan jelas, lima kategori
tersebut yang berkaitan terhadap nilai karakter cerita rakyat Banyuwangi.

3.5.3 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi


Penarikan kesimpulan adalah langkah terakhir dalam proses
analisis data, dalam tahap ini peneliti telah memperoleh dan menganalisis
semua data penting yang dibutuhkan untuk penelitian. Sebelum penarikan
kesimpulan sebaiknya peneliti melakukan pengecekan ulang terhadap

35
seluruh data penelitian yang telah terkumpul pada tahap-tahap
sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan fatal yang
tidak diinginkan.

3.6 Instrumen Penelitian


Alat mengumpulkan data adalah alat yang dipergunakan guna
mengumpulkan data penelitian yang peneliti pergunakan untuk
mempermudah penelitian dari tujuan penelitian yang dilaksanakannya.
Instrumen utama penelitian ini yakni peneliti sendiri. peran peneliti adalah
menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data,
menginterprestasikan data, serta menarik kesimpulan atas hasil
penelitiannya. Instrumen pengumpul data digunakan untuk mengumpulkan
data yang diperlukan sedangkan instrumen analisis digunakan untuk
mengklasifikasikan data yang hendak dianalisis.
3.1 Format Tabel Pengumpulan Data

No Data Judul
Cerita Cerita Klasifikasi Nilai Karakter Kode
Rakyat dan
Halama
n
MT MDS MS MA MB
1.
2.
Dst.

Sumber:Sisviana(2019:52)

36
3.2 Format Tabel Pemandu Analisis Data

No Data Cerita Rakyar Judul cerita Kode Interpretas data


dan halaman
1.
2.
Dst
.

Sumber: Sisviana (2019:55)

37
DAFTAR PUSTAKA

Bulan, N. C. (2018). Pengaruh Metode Diskusi Berbantuan Media Video


Terhadap Karakter Toleransi dan Disiplin Siswa Kelas IV Di Sekolah
Dasar. Jurnal Edukasi Unej , 1-7.

Danandjaja, J. (1984). Faktor Indonesia Ilmu gossip, dongeng , dan lain-


lain. Jakarta : Graviti Press.

Fadlilah, M. d. (2013). Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Jogjakarta :


Ar- Ruzz Media.

Hidayati. (2016). Desain Kurikulum Pendidikan Karakter . Jakarta :


Prenada Media.

Kaelan. (2001). Pendidikan Pancasila . Yogyakarta: Paradigma Offset.

Koesoema, D. (2015). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di


Zaman Global . Jakarta : Kompas Gramedia .

Layun, K. R. (2014). Teknik Menulis Cerita Rakyat . Bandung: Yrma


Widya.

38
Lestari, I. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi .
Padang : Akademia Permata.

Lickona, T. (2013). Educating for character. Jakarta : Bumi Aksara.

Majid, A. (2012). Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam .


Bandung: Rosdakarya Offset.

Muslich, M. (2013). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensional. Jakarta : Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, B. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia


Anak. . Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Pekei, T. (2013). Menggali Nilai Budaya Tradisi Lisan dari Papua.


Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud .

Riskiana, A. (2019). Pengembangan Materi Ajar Tema Indahnya


Keragaman di Negeriku Berbasis Kearifan Lokal Bondowoso Kelas
IV SDN Tamanan 01. Skripsi Sarjana-1. Jember: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember

Sehandi, Y. (2014). Mengenal 25 Teori Sastra . Yogyakarta : Ombak .

39
Sholehani, A. C. (2012). Nilai-nilai Budaya dalam Cerita Rakyat
Kebokicak Karang Kejamben di Kabupaten Jombang. Jember:
Universitas Jember.

Suprapto, L. A. (2018). Nilai-nilai kebajikan dalam Kumpulan Cerita


Rakyat Jawa sebagai Alternatif Bahan Ajar di Sekolah Dasar. Jember:
Universitas Jember.

Tirtarahardja, U. d. (2008 ). Pengantar Pendidikan . Jakarta : PT Rineka


Cipta.

Uchrowi. (2012). Karakter Pancasila: Membangun Pribadi dan Bangsa


Bermartabat. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Wiyani, N. (2013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Jogjakarta :


Ar- ruzz Media .

Yonohudiyono, S. S. (1996). Cerita Rakyat dari Banyuwangi. Jakarta : PT


Grasindo.

40
41

LAMPIRAN

MATRIKS PENELITIAN
JUDUL RUMUSAN VARIABEL INDIKATOR SUMBER METODE
MASALAH PENELITIAN PENELITIAN DATA PENELITIAN
Nilai-Nilai Karakter 1. Nilai-nilai 1. Variabel bebas (X) 3. Nilai- Nilai karakter : 1. Subjek 1. Jenis Penelitian :
dalam Cerita karakter apa : 1) Religius penelitian nilai- Penelitian deskriptif
Rakyat Banyuwangi sajakah yang Nilai-Nilai 2) Jujur nilai karakter kualitatif
Karya Suripan Sadi terdapat pada karakter dalam 3) Toleran pada cerita 2. Metode Pengumpulan
Hutomo dan E cerita rakyat cerita rakyat 4) Disiplin rakyat Data :
Yonohudiyono serta Banyuwangi Banyuwangi Karya 5) Kerja keras Banyuwangi 1) Dokumentasi
Pemanfaatannya Jawa Timur ? Suripan Sadi 6) inovatif Karya Suripan 2) Wawancara
Sebagai Alternatif Hutomo dan E 7) Kreatif Sadi Hutomo 3. Teknis analisis data :
Bahan Ajar 2. Bagaimanakah Yonohudiyon 8) Mandiri dan E 1) Pereduksian data
Pembelajaran Sastra pemanfaatan 9) Demokratis Yonohudiyono 2) Penyajian data
Siswa Kelas III cerita rakyat 10) Rasa ingin tahu 3) Kesimpulan
Banyuwangi 2. Variabel Terikat
42

SDN 5 Genteng sebagai alternatif (Y) : 11) Semangat kebangsaan 2. Buku Cerita 4. Prosedur Penelitian
Banyuwangi bahan ajar siswa Pemanfaatannya 12) Cinta tanah air Rakyat dari 1) Persiapan
kelas III SDN 5 sebagai alternatif 13) Menghargai prestasi Banyuwangi 2) Pelaksanaan
Genteng bahan ajar 14) Bersahabat/komunikatif diterbitkan oleh
Banyuwangi ? pembelajaran 15) Cinta damai PT Grasindo
sastra Siswa Kelas 16) Gemar membaca
III SDN 5 Genteng 17) Bertanggung jawab
Banyuwangi 18) Kepedulian sosial
43

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : SDN 5 Genteng Banyuwangi

Kelas : III

Tema : 2. Menyayangi Tumbuhan dan Hewan

Sub Tema : 1. Manfaat Tumbuhan Bagi Kehidupan Manusia

Pembelajaran : 1

Alokasi Waktu : 2 x 35 menit

A. Kompetensi Inti (KI)


KI 1 : Menerima, Menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang
dianutnya.
KI 2 : Menunjukkan Perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,
peduli, percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman,
guru dan tetangga, serta cinta tanah air.
KI 3 : Memahami pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif pada tingkat dasar dengan cara mengamati,
menanya, dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang
dirinya. Makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, serta benda-
benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat
bermain.
KI 4 : Menunjukkan keterampilan berpikir dan bertindak kreatif,
produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, dan komunikatif. Dalam
bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang
estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan
44

tindakan yang mencerminkan perilaku anak sesuai tahap


perkembangannya.
B. Kompetensi Dasar (KD)
Bahasa Indonesia
3.8 Menguraikan pesan dalam dongeng yang disajikan secara lisan, tulis,
dan visual dengan tujuan untuk kesenangan
4.8 Memeragakan pesan dalam dongeng sebagai bentuk ungkapan diri
menggunakan kosa kata baku dan kalimat efektif

Matematika

3.1 Menjelaskan sifat-sifat operasi hitung pada bilangan cacah

4.1 Menyelesaikan masalah yang melibatkan penggunaan sifat-sifat


operasi hitung pada bilangan cacah

SBdp

3.2 Menguraikan bentuk dan variasi pola irama dalam lagu

4.2 Menampilkan bentuk dan variasi irama melalui lagu

C. Tujuan Pembelajaran :
1.Setelah membaca cerita rakyat Banyuwangi, siswa mampu menemukan
unsur-unsur cerita yaitu tokoh, konfliknya, nilai karakter dengan
cermat.
2. Setelah membaca cerita rakyat Banyuwangi, siswa mampu menilai
unsur-unsur cerita yaitu tokoh, konflik, dan nilai karakter menggunakan
pendapat pribadi dengan tepat.
3. Setelah membaca cerita dari cerita rakyat Banyuwangi, siswa mampu
menyebutkan wujud-wujud nilai karakter dengan tepat.
4. Dengan mengamati penjelasan guru, siswa dapat menemukan sifat
pertukaran pada penjumlahan untuk menyelesaikan masalah dengan
tepat
45

5. Dengan mengamati penjelasan guru, siswa dapar mengidentifikasi


bentuk pola irama sederhana dengan bernyanyi dengan tepat.
6. Dengan kegiatan bersama-sama, siswa dapat memeragakan pola irama
sederhana pada lagu Cemara dengan tepat.

D. Pendekatan dan Metode Pembelajaran


1. Pendekatan : Saintifik
2. Metode : Diskusi, tanya jawab, penugasan.

E. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi


Waktu
Pendahulua 1. Salam pembuka dan memulai pelajaran 10 menit
n dengan berdoa menurut agama dan
keyakinan masing-masing.
2. Bersama-sama melakukan salam.
3. Mengecek kehadiran siswa.
4. Siswa diberikan pertanyaan mengenai
cerita rakyat apa saja yang telah mereka
ketahui.
5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Inti 6. Siswa siap, termotivasi, dan terangsang 50 menit
untuk belajar lebih jauh lagi mengenai
cerita rakyat yang terdapat di Banyuwangi
Jawa Timur.
7. Siswa diberikan penjelasan singkat
mengenai pengertian, amanat pada sebuah
cerita.
8. Siswa dibentuk kelompok sebanyak 4
46

orang
9. Tiap kelompok diberikan teks cerita
rakyat Banyuwangi yang berbeda.
10.Siswa diberi waktu untuk membaca teks
cerita yang telah diberikan oleh guru.
11.Siswa diberikan pertanyaan mengenai
siapa saja tokoh, konflik, dan amanat
yang dapat diambil dari cerita rakyat
Banyuwangi yang sudah mereka temukan.
12.Setelah melakukan tanya jawab dengan
setiap kelompok, siswa diberikan
pertanyaan siapa saja tokoh, konflik, dan
amanat yang dapat diambil dari cerita
rakyat Banyuwangi yang telah mereka
baca.
13.Dari jawaban siswa, guru menanyakan
apa saja nilai karakter yang dimiliki oleh
setiap cerita rakyat Banyuwangi.
14.Setelah melakukan tanya jawab pada
setiap kelompok, siswa diberikan tugas
untuk menuliskan unsur-unsur cerita yang
meliputi tokoh, konflik, amanat dalam
cerita serta mengaitkan temuan mereka
dengan nilai-nilai karakter.
15.Setelah siswa menyelesaikan tugas, guru
meminta setiap kelompok maju dan
menyajikan hasil diskusi mereka.
16.Guru bersama siswa bersama-sama
menyimpulkan hasil pembelajaran.
17.Siswa diberikan kesempatan untuk
bertanya ataupun menyampaikan
47

pendapat mengenai materi pembelajaran.


18.Guru menjelaskan kembali dengan
singkat pesan-pesan apa saja yang
terdapat dalam cerita rakyat Banyuwangi.

Penutup 1. Siswa diberi tugas sebagai umpan balik. 10 menit


2. Guru menginformasikan pembelajaran
yang akan dilaksanakan pada pertemuan
berikutnya
3. Guru menutup pembelajaran dengan doa
bersama-sama.

F. Sumber Belajar dan Media Pembelajaran.


1. Buku Pedoman Guru Tema : Menyayangi Tumbuhan dan Hewan Kelas
3 (Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2018).
2. Buku Siswa Tema : Menyayangi Tumbuhan dan Hewan Kelas 3 (Buku
Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Jakarta: Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan, 2018).
3. Teks Cerita Rakyat Banyuwangi
4. Lembar Kerja Siswa
48

LEMBAR PENILAIAN

1.Penilaian Sikap

No Kriteria Perubahan Tingkah Laku


Baik Cukup Kurang
3 2 1
1. Mandiri Mengerjakan tugas Sesekali melihat Melihat pekerjaan
tanpa mencontek pekerjaan teman milik kelompok
milik kelompok lain untuk dicontek lain
2. Gotong Menunjukkan sikap Kadang-kadang Tidak
Royong kerjasama/gotong menunjukkan menunjukkan
royong pada saat sikap sikap
kegiatan berdiskusi kerjasama/gotong kerjasama/gotong
royong pada saat royong pada saat
kegiatan kegiatan
berdiskusi berdiskusi
3. Integritas Menunjukkan sikap Menunjukkan Tidak
integritas pada saat sikap integritas menunjukkan
mengerjakan tugas pada saat sikap integritas
mengerjakan pada saat
tugas, namun mengerjakan
sesekali perlu tugas
diingatkan.
 Catatan :
Aspek perilaku yang dinilai dengan kriteria :
a. 4 = 100 (sangat baik) c. 2 = 50 (cukup)
b. 3 = 75 (Baik) d. 1 = 25 (kurang)
49

No Nama Kriteria
Siswa

Mandiri Gotong Royong Integritas


1.
2.
Dst
.

2. Penilaian Pengetahuan
1. Menjawab pertanyaan tentang konflik apa saja yang telah
ditemukan dalam cerita.
2. Menjelaskan amanat yang terdapat dalam cerita yang telah dibaca.
3. Mengkaitkan peristiwa dalam cerita dengan nilai karakter.

Kriteria Penilaian Skor Jumlah Skor


Maksimal
Manakah perilaku 5
yang tidak dapat
ditiru dalam cerita
yang telah dibaca dan
berikan alasannya!
a. Tepat
5
b. Kurang Tepat
4-2
c. Tidak tepat
1
d. Tidak menjawab
0
Sebutkan konflik apa 5
saja yang ditemukan
dalam cerita!
50

a. Tepat
b. Kurang Tepat 5
c. Tidak tepat 4-2
d. Tidak menjawab 1
0
Sebutkan contoh 5
perilaku sehari-hari
yang sesuai dengan
nilai karakter!
a. Tepat
b. Kurang Tepat
5
c. Tidak tepat
4-2
d. Tidak menjawab
1
0
Bagaimana 5
pendapatmu jika
tidak menjaga
kerukunan di sekolah 5

? 4-2

a. Tepat 1

b. Kurang Tepat 0

c. Tidak tepat
d. Tidak menjawab

skor perolehan
Penilaian : x 100
20
51

Lembar Kerja Kelompok

Nama Anggota :

1.
2.
3.
4.

Isilah kolom-kolom berikut sesuai dengan pertanyaannya!

1. Buatlah kelompok yang beranggotakan 4 anak.


2. Bacalah teks cerita rakyat Banyuwangi yang diberikan dan jawablah
pertanyaan dibawah ini!
a. Apa judul cerita kalian baca dan siapa sajakah tokoh-tokohnya ?

.............................................

b.Apa sajakah konflik yang kalian temukan didalam cerita yang kalian
baca tersebut?

c. Sebutkan amanat yang terkandung dalam cerita tersebut.

d.Manakah perilaku/dialog tokoh yang mengandung nilai karakter?


52

LEMBAR KERJA SISWA

Nama :

Kelas ;

Isilah kolom-kolom berikut sesuai dengan pertanyaannya !

1. Manakah perilaku yang tidak boleh ditiru dan berikan alasannya!

2. Sebutkan konflik apa saja yang ditemukan dalam cerita tersebut!

3. Sebutkan contoh perilaku sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai


karakter!

4. Bagaimanakah pendapatmu jika tidak menjaga kerukunan di dalam


sekolah?
53

TEKS CERITA RAKYAT BANYUWANGI DI JAWA TIMUR

Asal Usul Nama Banyuwangi

Dahulu di kaku Gunung Raung ada sebuah desa yang letaknya


terpencil jauh dari desa-desa lain. Desa Parang Alas namanya. Disitu
hidup Ki Buyut Kancur dengan seorang anaknya yang cantik, Sri
Tanjung namanya.
Kecantikan Sritanjungbukan saja dikenal oleh para perjaka di
desanya, tetapi sampai di desa-desa sekitarnya. Mereka tahu siapa Sri
Tanjung. Setiap lelaki yang pernah bertemu dengannya pasti
menyukainya.
Pada suatu hari, di Kerajaan Sindureja, Raja Sindreja sedang
bermusyawarah dengan Sidapeksa, patihya.
“Hai Patih, tahukah kamu mengapa aku meminamu untuk
menghadap?” “Ampun Gusti, hamba belum tahu!”
“Ketahuilah bahwa ada sesuatu yang ingin kusampaikan
kepadamu. Pada saat ini, permaisuri sedang hamil muda, dan aneh-aneh
yang dimintanya. Namun, semuanya itu sudah aku penuhi kecuali satu,
yaitu daging menjangan muda. Oleh karena itu, aku memintamu untuk
mencarikannya. Ini perintah, Patih, harus kamu laksanakan. Jangan
menghadap aku sebelum engkau berhasil menangkap menjangan
muda!”
“Hmba bersedia, Gusti. Hari ini juga hamba berangkat.”

Pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, tanpa pengawal Patih


berangkat ke hutan, dengan tujuan menangkap menjangan (rusa) muda.
Dengan mata tajam, diawasinya segala gerak yang ada di hutan itu,
kalau-kalu ada seekor menjangan muda melompat. Anehnya, meskipun
ia jauh masuk kedalam hutan itu, tak seekor binatang dijumpainya.
Hari pun semakin sore. Dengan kecewa, ia menuju pedesaan
54

untuk istirahat. Dipilihnya desa yang paling dekat dengan hutan itu,
akhirnya, sampailah ia di desa Parang Alas. Desa ini sepi, namun bersih.
Diketuknya pintu rumah yang ada di ujung desa. Ki Patih sangat
terkejut. Ternyata yang membukakan pintu seorang gadis yang amat
cantik. Ia terpesona memandang gadis iu. Untuk beberapa saat, ia tidak
berbicara apa-apa. Dia baru sadar setelah disapa si gadis.
“Tuan mencari siapa?” sapa gadis itu dengan ramahnya.

“A...anu, mencari tumpangan, Dik. Bolehkah aku menginap di


sisni satu

malam saja?” katanya tergopoh-gopoh.

“Sebentar Tuan, kupanggil ayah hamba dulu, barangkali beliau


mengizinkan!” jawab gadis itu seraya meningalkannya.
Tak lama kemudian, Ki buyut Kancur menemui tamunya.
Terjadilah pembicaraan antara keduanya. Ki Patih menceritakan jati
dirinya dan apa tujuan kedatangannya. Akhirnya, ia diterima untuk
menginap di rumah Ki Buyut.
Sebenarnya Patih amat lelah. Namun, hampir semalam suntuk tak
dapat memejamkan mata barang sekejap. Dibenaknya hanya terbayang
wajah gadis cantik Ki Buyut. Patih Sidapaksa jatuh cinta kepada gadis
desa Parang Alas itu.
Pagi harinya, ia memutuskan untuk melamar Sri Tanjung. Ki
Buyut menerima lamaran itu. Demikian juga Sri Tanjung, ia tidak
menolak. Entah karena apa, ia sangat tertarikkepada pemuda perkasa
itu. Perkawinan pun dilaksanakan dengan amat sederhana, sesuai
dengan situasi desa yang memang sepi itu.
Dengan bantuan Ki Buyut, Patih Sidapaksa dapa menangkap
seekor menjangan muda. Ini berati bahwa ia dapat kembali ke isana
menghadap raja. Beberapa hari kemudian, ia berpamitan kepada Ki
Buyut untuk pulang ke istana.
Dengan seekor menjangan muda masih hidup, Sidapaksa
55

bersama Sri Tanjung menghadap raja. Raja sangat gembira, sebab


idam-idaman permaisuri terpenuhi. Namun, begitu melihat kecantikan
Sri Tanjung, iman Raja goyah dan hatinya bergejolak. Ia ingin
memilikinya. Oleh sebab itu, dicarinyalah akal.
Agar maksudnya tercapai, raja menyanjung-nyanjung dan
berterimakasih atas keberhasilan Patih melaksankan perintahya.
“Tetapi Patih,” sabdanya kemudian. “Masih ada satu tugas lagi yang
harus engkau kerjakan, yaitu mencari tumbal agar Kerajaan Sindureja
menjadi negara yang kuat dan kokoh. Tumbal yang dimaksud adalah
dua macam benda keramat, yaitu tiga lingkaran emas dan tiga gulung
janggut putih. Kedua benda itu hanya da di negeri Indran.”
“Bgaimana Patih, engkau sanggup melaksanakan tugas ini?”
tanya Raja. “Hamba sanggup Gusti. Hanya hamba titip isti
hamba untuk dijaga
keselamatannya,” jawab Patih dengan suara bergetar.

“Bagus!” ucap raja dengan penuh kemenangan.

“Pagi-pagi benar, dengan amat sedih Patih Sidapaksa


berpamitan kepada Sri Tanjung. Berangkatlah ia ke negeri Indran.
Negeri itu amat jauh. Menurut cerita orang, Indran adalah negeri jin
yang angker. Siapapun yang datang ke negeri itu pasti tidak kambali.
Akhirya, pada hari keempat puluh sampailah ia di negeri
Indran. Negeri itu amat indah, ramai, dan penduduknya sangat
ramah. Lebih-lebih rajanya. Ia amat baik dan bijaksana. Tanpa
kesukaran sedikitpun diperolehnya tumbal yang dicarinya itu.
Dengan bangga, ia pulang ke negerinya.
Sri Tanjung siang malam berdoa agar suaminya selamat dalam
perjalanan dan berharap cepat kembali. Ia ketakutan, sebab selalu
diganggu oleh kedatangan Raja yang meminta dan merayu agar mau
dijadikan istrinya. Bahkan raja mengatakan bahwa Patih Sidapaksa
telah gugur ketika menjalankan tugas di negeri Indran. Sri Tanjung
56

selalu menolak ajakan raja. Ia percaya bahwa suaminya selamat.


Dengan tak disangka-sangka, Patih Sidapaksa datang dan terus
menghadap raja. Raja amat terkejut sebab dia beranggapan bahwa
Sidapaksa sudah mampus dicekik jin di negeri Indran. Namun, dia
mencoba bersikap ramah, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa. Raja
berterimaksih atas keberhasilannya. Dia meminta maaf karena tidak
dapat menjaga Sri Tanjung. Dikatakannya bahwa sepeninggalnya, Sri
Tanjung telah berkali-kali menyeleweng dengan pengawal-
pengawalnya.
Rupanya, fitnah raja itu termakan benar di hati Patih. Ia sangat
marah dan langsung pulang tanpa pamit. Tanpa diselidiki dulu
kebenaran apa yang dikatakan raja, ia menghunus keris akan
membunuh Sri Tanjung. Namun, sebelum ajalnya tiba ia sempat
berpesan. Katnya “Kanda, adinda rela mati meskipun tidak tahu sebab-
sebabnya. Adinda mohon sudilah kakanda membuang mayat adinda ke
suangai. Jika ternyata bau air sungai nanti amis, itu menandakan
bahwa adinda bersalah. Tetapi jika banyu (air) sungai anti berbau
wangi (harum) itu pertanda bahwa Sri Tanjung suci.”

Antara mendengar dan tidak, Sidapaksa segera menancapkan


keris itu ke dada Sri Tanjung. Karena keampuhan kerisnya, Sri
Tanjung roboh dan meninggal seketika. Dengan kemarahan yang
memuncak, mayatnya kemudian dilemparkan ke sungai. Begitu mayat
itu menyentuh air sungai, bau harum pun semerbak tercium oleh
Sidapaksa. Dia sadar dan baru teringat akan pesan Sri Tanjung.
Istrinya tidak bersalah, ia suci.
Sambil menyesali perbuatannya, ia lari mengikuti aliran sungai
itu. Ia meraung-raung sambil berteriak, “Banyuwangi, banyuwangi,
banyuwangi!” Sejak itu, sampai sekarang daerah itu dan sekitarnya
dinamakan orang Banyuwangi (banyu = air, wangi = harum). Arti
selengkapnya air yang harum baunya.
Arwah Sri Tanjung ternyata belum diterima para dewa di
57

kayangan sebab masih belum tiba saatnya. Ia kembali ke dunia dan


terus pulang ke orang tuanya di desa Parang Alas. Di sana, Sri
Tanjung menghabiskan sisa hidupnya dengan penuh kebahagiaan.
58

Lembu Setata dan Lembu Sakti


Jauh disana, di ujung timur Pulau Jawa di dusun Wonorokso
hidup dua orang laki-laki kakak beradik. Keduanya hidup rukun tanpa
pernah berselisih paham sejak kecil sampai kakek-kakek. Anehnya,
kegemaran kedua orang ini sama, yaitu memelihara lembu dan bertani.
Lembunya berpuluh-puluh ekor, dan lahan pertaniannya cukup luas.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila setelah berkeluarga dan
beranak cucu mendapat julukan Ki Lembu Setata dan Ki Lembu Sakti.
Di samping itu, rakyat menganggap bahwa kedua orang tua itu,
sebagai cikal bakal (pendiri) dusun Wonorokso dan sekitarnya.
Kehidupan kedua keluarga ini rukun, saling membantu dan
saling menolong. Saling mengingatkan bila salah satu diantaranya
keliru bertindak. Apabila keluarga Lembu Sakti berbua salah, Lembu
Setata mengingatkan, demikian pula sebaliknya. Di antara mereka
tidak pernah ada yang merasa tersinggung. Kebiasaan inilah rupanya
kunci kebahagiaan hidup mereka.
Hari bergulir berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun pun
berganti tahun, anak cucu Lembu Setata dan Lembu Sakti makin
bertambah banyak. Lahan pertanian yang tersedia dirasakan sudah
kurang memadai. Timbulah pikiran di benak Lembu Setata untuk
membuka lahan baru. Diajaknya adiknya bermusyawarah. Lembu
Sakti sangat setuju akan pikiran kakaknya itu.
Pada hari Soma Manis, bulan Besar, wuku Kuranthil, tahun
Wawu, dan windu Kunthara, berangkatlah rombongan kedua keluarga
ini meninggalkan kampung halamannya menuju arah barat. Kurang
lebih setengah hari perjalanan, mereka berhenti di tengah padang alang-
alang yang sangat luas. Mereka memutuskan untuk membuka lahan
pertanian ditempat itu. Disitu didirikan gubug-gubug darurat tempat
peristirahatan. Beberapa hari lamanya mereka membabat alang-alang
dan mengolahnya menjadi lahan pertanian yang siap ditanami.
Bermacam-macam tanaman (seperti padi, jagung, dan palawija) ditanam
59

disitu. Ketika musim panen tiba, hasil panen kurang memuaskan.


Biarpun demikian, kedua keluarga ini tidak menyesal meskipun
akhirnya bermusyawarah lagi. Hasil musyawarah memutuskan bahwa
sebagian dari mereka akan mencarilahan baru dan sebagian kecil
tinggal di tempat itu. Sebagai peringatan, oleh Lembu Setata tempat itu
diberi nama Alasmalang. Nama ini ternyata dipakai sampai sekarang.
Saat ini, jika kita ke Banyuwangi dan singgah di kecamatan Singojuruh,
kita dapat berkunjung ke desa Alasmalang ini.
Pagi-pagi benar, Lembu Setata dengan rombongannya
berangkat. Mula- mula mereka menuju arah barat, kemudian berbelok
sedikit ke selatan. Kira-kira setelah perjalanan satu pohon besar pun
tumbuh disitu. Namun, kelihatannya tanah disitu subur. Oleh karena
itu, Lembu Setata dan Lembu Sakti memutuskan untuk membuka
lahan itu. Mereka bekerja keras, pagi dan sore hari. Selang beberapa
hari lamanya, lahan itu siap ditanami. Bermacam-macam tanaman
ditanam di situ. Semua tanaman tumbuh subur.
Pada saat musim panen tiba, mereka memetik hasilnya.
Lumayan juga. Ternyata tanah di sini benar-benar lebih subur daripada
Alasmalang dulu. Berdasarkan persetujuan anatara Lembu Setata dan
Lembu Sakti, tempat ini diberi nama Padang (bahasa Jawa artinya
terang, dalam pengertian tidak ditumbuhi pohon).
Di desa Padang ini, anak cucu Lembu Setata dan Lembu Sakti
beranak pinak menjadi banyak. Lama-kelamaan dirasakan lahan
pertanian menjadi kurang. Oleh karena itu, kedua tokoh tua kita ini
menginginkan lahan pertanian yang lebih luas lai, keduanya pun
berunding. Hasilnya menyatakan bahwa sebagian anak cucu merka
diajak membuka lahan baru. Mereka pergi ke arah barat bersama
lembu, kerbau, kambing, kuda dan semua miliknya.
Kurang lebih dua hari perjalanan sampailah mereka di pinggir
hutan yang sangat lebat. Di situ mereka berhenti dan mendirikan
pondok-pondok sederhana untuk tempat tinggal sementara. Mereka
60

mengagumi kesuburan hutan di situ. Setelah beristirahat semalam


suntuk, pagi harinya mereka mulai menebang hutan. Kali ini ada
aturan menebang. Kelompok Lembu Setata dan keturunannya
mengawali penebangannya dari arah selatan, sedangkan kelompok
keturunan Lembu Sakti dari arah utara.
Setelah hampir dua bulan mereka bekerja keras, pada suau hari
kedua kelompok itu kepethuk (bertemu). Hal ini menandakan bahwa
pembabatan hutan

telah selesai. Kemudian, mulailah mereka menggarap tanah menjadi


lahan pertanian. Tanahnya gembur. Ini pertanda bahwa tanah di sini
benar-benar subur. Tanah tidak perlu di cangkul kuat-kuat. Cukup
dicaruk-caruk (digaruk-garuk, bisa dengan cangkul, bisa juga dengan
tangan saja).
Lahan pun siap ditanami. Persediaan bibit yang dibawa dari
Padang cukup banyak dan bermacam-macam jenisnya. Semuanya
ditanam di lahan baru itu.
Beberapa waktu kemudian, musim panen pun tiba. Hasil panen
mereka berlimpah-limpah. Kehidupan kedua keluarga besar ini telah
mapan betul. Berkat kerukunan, saling membantu, dan saling
mengingatkan dalam kehidupan sehari- hari mereka hidup bahagia.
Agar kejadian sehari-hari dan suka duka selama membuka hutan erus
dikenang dalam hidup kedua keluarga ini, Lembu Setata dan Lembu
Sakti sepakat memberi nama perkampungan baru itu dengan Cathuk.
Kata Cathuk merupakan akronim dari kata caruk-caruk dan kepethuk.
Nama Cathuk lama-kelamaan berubah menjadi Canthuk. Nama ini
sampai sekarang masih ada, dan merupakan sebuah desa yang amat
subur di kecamatan Singojuruh, Banyuwangi.
61

Agung Sulung dan Sulung Agung


Pada waktu Kerajaan Macan Putih diperintah oleh
Tawangalun, hiduplah di negeri itu dua kaka beradik yang namanya
serupa tapi tak sama. Yang tua bernama Agung Sulung, sedangkan
adiknya bernama Sulung Agung. Kaka beradik ini hidup rukun dalam
satu atap. Yang menarik adalah pekerjaan keduanya sama, yaitu guru.
Namun, bukan sembarang guru, melainkan guru istimewa sebab
muridnya putra - putri raja.
Setelah Prabu Tawangalun wafat, Kerajaan Macan Putih
diperintah oleh putra sulungnya. Kebiasaan raja ini berbeda dengan
kebiasaan raja-raja pada umumnya. Beliau sering mabuk, minum tuak,
dan bersenang-senang sepanjang hari.kerajaan menjadi kacau. Rakyat
bingung. Agung Sulung dan Sulung Agung merasa malu, sebab gagal
mendidik putra raja menjadi pemimpin Negara yang layak. Keduanya
sepakat meninggalkan Kerajaan Macan Putih.
Kakak beradik yang selama ini tidak npernah berpisah itu
memutuskan untuk hidup mandiri. Agung Sulung mengembara kea rah
utara kemudian berbelok ke barat. Sampai di Cungking berhenti dan
menetap di situ. Ia tetap menjadi guru, tetapi bukan guru istimewa
lagi. Kini ia menjadi guru rakyat jelata. Mula – mula muridnya hanya
dua orang, tetapilama kelamaan berkembang dan menjadi banyak.
Selanjutnya, ia menjadi sangat terkenal di masyarakat. Bukan saja
di daerah Cungking, melainkan sampai ke daerah-daerah lain
sekitarnya.
Berkat pengaruh pendidikan yang diberikannya, kehidupan
masyarakat berubah. Kini rakyat cungking dan sekitarnya hidup
makmur dan aman. Mereka berbahagia. Tidak mengherankan bila
masyarakat menyebut Agung Sulung sebagai “pendeta” dalam
pengertian pembaharu dan penyebar kebajikan.
Berbeda dengan kisah pengembaraan Sulung Agung. Ia
bersama sahabat – sahabatnya pergi ke arah selatan kemudian ke
62

timur. Pada suatu hari sampailah pengembaraan mereka di hutan yang


ditumbuhi lateng (jelatang). Mereka mendirikan gubug di situ untuk
sementara. Sulung Agung melihat tanah di situ sangat subur. Oleh
karena itu, bersama para sahabatnya, ia membuat hutan itu untuk
dijadikan lahan pertanian. Baru saja mereka bekerja, seluruh tubuh
mereka gatal gatal. Mereka baru tahu bahwa daun jelatanglah yang
menyebabkan rasa gatal itu. Dengan peristiwa yang tidak diduga ini,
Sulung Agung membatalkan rencananya. Bahkan, dia sempat berucap,
“semoga kelak daerah ini bernama Lateng “
Ucapan Sulung Agung ini di kemudian hari terbukti.stelah
berpuluh puluh tahun lamanya, daerah itu dihuni orang. Mereka tahu
bagaimana cara mengatasi rasa gatal yang ditimbulkan daun jelatang
itu. Untuk memenuhi keinginan Sulung Agung, berdasarkan pesan
nenek moyangnya, daerah itu disebut desa Lateng sampai sekarang.
Tidak itu saja, orang – orang desa Lateng menyebut Sulung Agung
dengan julukan Raden Lateng atau Demang Kaut Suramenggala.
Karena tidak mungkin tinggal di hutan lateng. Sulung Agung dan
sahabat – sahabatnya meneruskan perjalanan kea rah timur lagi.
Mereka membabat hutan di situ. Berhari – hari mereka bekerja
membanting tulang. Mereka merasa lelah, lalu beristirahat dengan
cara glethakan (tiduran di lantai dengan alas tikar). Karena tiupan
semilir angin hutan, mereka pun tertidur. Mereka menikmati
istirahat itu dengan mimpi – mimpi indah.
Pada saat terbangun, mereka terkejut, karena hari telah senja.
Untuk mensyukuri kenikmatan sewaktu glethakan, Sulung Agung
bmemberi tanbda daerah itu dengan nama Glethakan. Karena waktu
terus bergulir, lama kelamaan kata Glethakan berubah menjadi Gladhak.
Sampai kini nama itu tidak berubah, bahkan merupakan sebuah desa
yang terkenal.
Rupanya petualangan Sulung Agung belum berakhir sampai di
situ. Ia dan para sahabatnya masih ingin melanjutkan perjalanan kea
63

rah timur lagi. Suatu saat, sampailah mereka ke suatu tempat yang
mereka anggap cocok untuk bermukim. Di situ mereka menyalurkan
kegemarannya, yaitu membuka tempat pemukiman baru. Lama –
kelamaan persediaan air yang mereka bawa dari Gladhak habis. Mereka
kebingungan. Untunglah Sulung Agung mendapat akal untuk
mendapatkan air bersih. Diambilnya bamboo runcing yang panjang,
kemudian ditusuk-tusukkan ke dalam tanah. Tiba – tiba mencuat sumber
air dari dalam tanah. Mereka gembira dan bersyukur. Sekarang mereka
tidak lagi kehausan.

Lahan baru pun siap dihuni. Sulung Agung dengan sahabat –


sahabatnya beberapa tahun tinggal di situ. Untuk mengenang peristiwa
yang menarik yang pernah mereka alami, daerah itu kemudian diberi
nama desa Tusukan (berasal dari kata menusuk – nusuk).
Sesuai dengan kegemarannya. Sulung Agung dan para
sahabatnya selalu berkeinginan membuka lahan pertanian baru. Hal ini
mereka lakukan agar kelak keturunannya tidak kekurangan lahan
pertanian dan tidak hidup menderita. Akhirnya desa Tusukan mereka
tinggalkan. Seperti biasa, mereka menuju kea rah matahari terbit, yaitu
ke timur.
Di tepi hutan yang lebat, Sulung Agung menjuumpai sebuah
rumah mungil yang dihuni seorang janda. Janda itu mempunyai sebuah
genthong (tempayan tempat air) yang amat besar dan indah. Sulung
Agung dan para sahabtnya tertarik dan ingin memiliki barang itu.
Dengan penuh keyakinan, barang itu dimintanya. Dia heran. Ternyata
tidak diberikan oleh pemiliknya. Sulung Agung mencari cara lain. Jika
tidak boleh diminta, dia ingin membelinya berapa pun harganya.
Namun, pemiliknya tidak bergeming dari pendiriannya semula.
Dengan ramah janda itu mengatakan, “Tuan, genthong ini tidak saya
jual, sebab barang ini adalah milik hamba satu-satunya. Jika barang ini
pindah dari tempat ini, hamba pun akan selalu berada di dekatnya.”
Mendengar penjelasan janda itu mengertilah Sulung Agung
64

maksudnya. Kebetulan sekali, sudah setua itu dia Agung maksudnya,


kebetulan sekali, sudah setua itu dia belum pernah berkeluarga. Dengan
persetujuan para sahabatnya, ia bermaksud menikahi janda itu. Para
sahabtnya sangat setuju. Pernikahan pun berlangsung dalam suasana
penuh kebahagiaan.
Seusai upacara pernikahan, Sulung Agung berjanji kepada istri
dan para sahabatnya bahwa mulai saat ini dan seterusnya ia tidak akan
mengembara lagi seperti dulu. Hal ini dia lakukan berdasarkan beberapa
alas an. Pertama, dia telah merasa puas dapat menyiapkan lahan
pertanian yang luas di beberapa tempat untuk anak cucunya kelak.
Kedua, dia sekarang sudah berkeluarga, tidak bebas seperti dulu.
Ketiga, genthong yang ia inginkan sekarang benar-benar berada
ditangannya. Bahkan, dengan pemiliknya sekaligus.Tapi hutan tempat
tinggal Sulung Agung yang baru itu belum mempunyai tengger (tanda
atau nama). Oleh karena itu, tempat itu diberi nama Genthongan
artinya di ditempat itulah dia menemukan genthong sekaligus seorang
pendamping hidupnya. Setelah menjadi desa yang ramai nama
Genthongan berubah menjadi Ginthangan.Ginthangan. Sampai
sekarang desa Ginthangan masih dapat kita telusuri.
65

Putri Sekardadu
Raja Menak Sembuyu adalah raja di Kerajaan Blambangan,
di tanah Blambangan wilayahnya subur dan makmur, rakyatnya pun
hidup rukun dan damai. Raja memiliki anak perempuan satu-satunya
yang bernama Putri Sekardadu, sang putri memiliki paras yang
cantik, selain cantik wajahnya, hatinya juga sangatlah baik, oleh
sebab itu banyak rakyat yang menyukainya, dan ia pun disayangi
oleh orang tuanya.
Pada suatu hari, sang raja bersama prajurit-prajuritnya pergi
ke hutan untuk berburu, karena dengan berburu, sang raja merasa
senang. Tiba-tiba ada Menjangan jantan dan betina melintas
sedang melompat-lompat kegirangan yang tidak mengetahui mara
bahaya yang sedang mengintainya. Sang raja langsung mengincar
Menjangan dengan panah sakti yang dimilikinya, seketika itu raja
dengan sergap melepaskan panah dan Menjangan seketika itu
pula terjatuh dan tak berdaya. Bersamaan dengan kejadian itu, tiba-
tiba terdengar suara, “He...Menak Sembuyu, dimana rasa belas
kasihan mu ? Kenapa kamu membunuh makhluk yang tak berdosa
itu ? Sekarang terimalah balasannya, putrimu Sekardadu akan
menderita sakit yang sulit untuk di sembuhkan !”
Sesampainya di kerajaan, semua prajurit dan keluarga sang raja
menangis, karena dengan secara tiba-tiba sang Putri Sekardadu
mendadak sakit yang sangat aneh. Semua orang pinta (dukun) di tanah
Blambangan si datangkan, namun hasilnya hanya sia-sia, dengan
kejadian itu sang raja membuat sayembara yang berisi,
“Siapa saja yang bisa menyembuhkan Putri Sekardadu, jika ia laki-
laki akan ku jadikan menantu, jika ia seorang perempua akan ku
jadikan saudara dan akan aku berikan warisan Kerajaan
Blambangan.”
66

Banyak orang berdatangan untuk mengikuti sayembara itu, namun


tidak ada satupun yang dapat menyembuhkan sang putri.
Singka cerita, akhirnya ada kesatriya rupawan, gagah dan
berpenampilan berbeda dengan layaknya orang Blambangan
biasanya, ia mengikui sayembara yang diadakan Raja Menak
Sembuyu. Kesatriya itu adalah orang yang alim, ahli dalam agama
islam, sakti, jujur ucapannya dan baik tingkah lakunya. Datang dari
Samudra Pasai, ia bernama Syech Maulana Ishak. Sang putri di
obtai, di beri jamu dan di beri do’a sampai ia sembuh dari
penyakitnya seperti sedia kala.
Akhirnya sang Raja Menak Sembuyu menepai janjinya.
Sang Putri sekardadu dinikahkan dengan Syech Maulana Ishak. Ceria
ini sebagai simbol datangnya agama islam masuk di bumi Blambangan.
67

Dongeng Joko Wulur

Pada zaman dahulu, daerah Banyuwangi diperintah oleh seorang raja


yang Ajaib. Dikatakan ajaib sebab badannya dapat memanjang dan
memendek. Menurut Orang Jawa, keadaan semacam ini dikatakan mulur
mungkret (memanjang dan memendek). Oleh karena itu, sang Baginda
bergelar Joko Wulur. Baginda memiliki sikap bengis, tidak
berperikemanusiaan, malas sehingga rakyat tidak menyukainya. Raja
memiliki kebiasaan makan ketupat yang besarnya sama dengan buah kelapa.
Sekali makan bisa menghabiskan seribu buah ketupat. Beliau merasa
kenyang dan jika makan dan minum air mentah sebanyak sepuluh genthong
(tempayan). Setiap hari rakyat mendapat giliran memberi makan daa minum
raja dan hal ini menyebabkan kehidupan rakyat sangat menderita.
Pada suatu hari, Raden Banterang yaang merupakan pertapa muda keluar
dari gua pertapaan di lereng Gunung Raung. Di sepanjang perjalanan
ditemukan kemelaratan, penderitaan dan keluh kesah rakyat kecil. Setelah
mendengar kisah rakyat tentang penderitaan, Randen Banterang merasa iba.
Dicarinya solusi agar rakyat bebas dari penderitaan itu. Dengan sikap yang
penuh wibawa diajaklah rakyat agar tidak menyediakan makan bagi rajanya.
Hal ini dilakukan untuk memancing Prabu Joko Wulur mau keluar dari istana
untuk mencari rakyat yang mendapat giliran mengirimkan makanan. Siasat ini
ternyata berhasil.
Prabu Joko Wulur dengan menahan amarah keluar istana karena merasa
lapar. Dengan ramah Raden Banterang menyapa sang Raja.” Hendak kemana
baginda, tidak biasanya baginda keluar istana?”. “Aku mencari rakyatku yang
seharusnya menyediakan makananku hari ini. Akan aku bunuh jika bertemu
sebab melanggar perintah raja”, jawab Raja. “Baginda, mulai hari ini tidak ada
lagi rakyat yang mengirimkan makanan untuk Baginda karena makanan telah
habis. Jika baginda ingin makna hanya ada satu jalan yakni Baginda harus
merubut makanan yang dibawa oleh Dewi Rengganis yang sedang naik
68

burung garuda. Bagaimana Baginda sanggup?" tanya Raden Banterang penuh


percaya diri. Baiklah, aku sangat lapar, jawab Baginda lesu.
Tak lama kemudian, dilangit sebelah timur nampak seekor burung
garuda yang dikendarai oleh Dewi Rengganis. Tangan kirinya memegang
tongkat wasiat dan tangan kanan memegang keranjang raksasa yang berisi
seribu ketupat. Ketika melihat keranjang ketupat laparnya menjadi-jadi.
Dengan bertumpu pada kaki, dijulurkannya badan dan tangannya
menggapai keranjang ketupat sang dewi. Saat menjulurkan badannya setinggi
pohon kelapa, Joko Wulur berhasil merebut keranjang Dewi Rengganis yang
berisi ketupat. Oleh karena sangat lapar ketupat itu segera dilahapnya sampai
habis. Anehnya atas kehendak Tuhan, badan Joko Wulur tidak dapat kembali
seperti semula. Beliau memohon kepada Dewi Rengganis untuk
mengembalikan badannya seperti semula namun sang dewi tidak dapat
memenuhi permintaannya.
Tidak berapa lama datanglah Raden Banterang dan berkata pada Joko
Wulur “ Wahai Raja yang tidak menaruh belas kasihan kepada rakyat, raja
yang rakus dan malas, kini engkau tidak pantas lagi menjadi raja. Pergilah
kamu jauh-jauh dari sini. Jangan sekali-kali berhenti sebelum kamu
menemukan tanah yang berwarna merah abang (merah). Ingat kamu tidak
boleh berjalan seperti layaknya manusia. Kamu harus berjalanmelata
seperti ular”.

Sambil meneteskan air mata Joko Wulur terpaksa menuruti perintah Raden
Banterang. Sampai pada suatu ketika dia menemukan tanah yang berwarna
merah. Di situlah dia berhenti dan hidup sebagai rakyat biasa sampai ajalnya.
Beberapa ratus tahun kemudian, daerah tempat Joko Wulur menghabiskan
sisa hidupnya menjadi pedesaan yang ramai. Desa yang bernama lemahbang
(lemah = tanah; bang dari kata abang = merah) karena tanah di situ memang
berwarna merah.

Tak jauh dari desa Lemahbang ada makam yang panjangnya melebihi
makam-makam biasa. Menurut orang-orang tua, makam itu adalah makam
69

joko wulur. Dalam perkembangannya, daerah sekitar makam itu kemudian


menjadi sebuah desa lagi dengan nama Lemahbang Dawa (Dawa = panjang)
sebab ditengah-tengahnya ada makam yang panjang. Pada saat ini, desa
tersebut tidak lagi bernama Lemahbang Dawa, tetapi tetap berubah menjadi
Lemahbang Dewa.
70

Dongeng Mas Ayu Melok

Pada zaman dahulu, seorang raja yang memerintah ujung Timur Pulau
Jawa dengan bergelar Prabu Tawang Alun. Keratonnya terletak di
Kedawung. Di bawah pemerintahan beliau kerajaan berkembangan sangat
pesat, rakyat tentram dan bahagia. Daerah-daerah di sekitar Kedawung
semuanya tunduk di bawah pengaruh dan perintah beliau. Tawang alit adalah
adik kandung sang baginda. Ia merasa iri terhadap keberhasilan kakaknya.
Mengapa bukan dirinya yang memerintah kerajaan itu? Mengapa bukan
dirinya yang mendapat sanjungan rakyat? Padahal dia juga ikut dalam
membesarkan kerajaan. Akhirnya diam-diam Tawang Alit mengumpulkan
orang-orang yang memihak dia. Mereka didik dan dilatih olah keprajuritan.
Setiap hari mereka secara sembunyi-sembunyi menyiapkan diri, sampai
pada suatu saat merasa kuat, kemudian mereka mangadakan
pemberontakaan.
Pemberontakan yang terjadi akhirnya dapat dipadamkan. Tawang Alit
tertangkap dan dihukum seumur hidup. Ia sangat menyesali perbuatannya.
Kerajaan Kedawung kembali aman, namun Baginda Tawang Alun berniat
untuk hidup menyendiri karena semakin tua dan ingin mempersiapkan bekal
untuk menghadap Hyang Widi kelak jika saatnya tiba. Pemerintahan
kerajaan diserahkan kepada adik perempuannya yaitu Mas Ayu Melok.
Sebenarnya Tawang Alit lebih berhak dari pada Mas Ayu Melok.
Berdasarkan aturan dalam kerajaan, laki-laki dalam hal ini mempunyai hak
lebih dari pada perempuan. Tetapi akibat perbuatannya, hak itu hilang.
Upacara pengobatan ratu Kedawung telah usai, Baginda Tawang Alun
meninggalkan kerajaan dan tak seorangpun boleh tau kecuali sang Ratu.
Mas Ayu Melok masih muda, ayu dan elok. Banyak pemuda yang menaruh
hati kepadanya. Di anatara pemuda yang menaruh hati pada Ratu yaitu
pemuda bernama Mas Agung Wicaksono. Dia adalah pemuda tampan putra
71

patih Raja Tawang Alun dulu. Pemuda ini pandai bergaul, kuat dan sakti.
Akhirnya pemuda ini berniat untuk mempersunting sang Ratu. Rupanya sang
ratu menyetujuinya dan pesta penikahan pun digelar secara meriah. Selama
memerintah kerajaan kedawung mas ayu melok dibantu suaminya. Ratu Mas
Ayu Melok terkenal arif dan dermawan. Setiap akhir tahun dengan
mengendarai kereta kencana berkeliling keseluruh kerajaan bersama
suaminya memberi derma kepada orang- orang miskin dan kepada orang-
orang yang membutuhkan suatu hal. Di Kedawung tidak ada pencuri, tidak
ada perampok dan rakyat hidup berkecukupan. Mereka bersyukur
mempunyai ratu yang bijak.

Sepuluh tahun kemudian, Baginda Tawang Alun mengakhiri tapanya.


Beliau merasa cukup siap menghadap Hyang Widi bila sewaktu-waktu
dipanggil. Sekarang Baginda bermaksud kembali ke Kedawung. Bukan untuk
menjadi raja lagi, melainkan untuk menjadi penasihat Ratu Mas Ayu Melok.
72

Kebo Marcuet

Kerajaan Blambangan di Jawa Timur memiliki seorang adipati yang


sangat sakti berilmu tinggi mandraguna bernama MINAKJINGGA.
Suatu ketika, ia berencana untuk memberontak pada Kerajaan Majapahit yang
dipimpin oleh seorang raja perempuan yang cantik jelita bernama RATU AYU
KENCANA WUNGU. Sang Ratu kemudian mengadakan sayembara untuk
menangkal ancaman dari Minakjingga. Salah seorang dari peserta sayembara ini
adalah seorang pemuda bernama DAMARWULAN.
Pada masa jaya kerajaan Majapahit, tersebutlah seorang ratu bernama
Dewi Suhita yang bergelar RATU AYU KENCANA WUNGU. Ia adalah
penguasa Kerajaan Majapahit yang ke-6. Pada era pemerintahannya, Majapahit
berhasil menaklukkan banyak daerah yang kemudian dijadikan sebagai bagian
dari wilayah kekuasaan kerajaan yang berpusat di Trowulan, Jawa Timur, itu.
Salah satu kerajaan kecil yang menjadi taklukan Majapahit adalah Kerajaan
Blambangan yang terletak di Banyuwangi. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang
bangsawan dari Klungkung, Bali, bernama ADIPATI KEBO MARCUET. Adipati
ini terkenal sakti dan memiliki sepasang tanduk di kepalanya seperti kerbau.

Keberadaan Adipati Kebo Marcuet ternyata menghadirkan ancaman bagi


Ratu Ayu Kencana Wungu. Meskipun hanya seorang raja taklukan, namun sepak
terjang Adipati Kebo Marcuet yang terus-menerus merongrong wilayah
kekuasaan Majapahit membuat Ratu Ayu Kencana Wungu cemas. Ratu Majapahit
itu pun berupaya menghentikan ulah Adipati Kebo Marcuet dengan mengadakan
sebuah sayembara.

“Barangsiapa yang mampu mengalahkan Adipati Kebo Marcuet, maka dia


akan kuangkat menjadi Adipati Blambangan dan kujadikan sebagai suami,”
73

demikian maklumat Ratu Ayu Kencana Wungu yang dibacakan di hadapan


seluruh rakyat Majapahit.

Sayembara itu diikuti oleh puluhan orang, namun semua gagal


mengalahkan kesaktian Adipati Kebo Marcuet. Hingga datanglah seorang pemuda
tampan dan gagah bernama JAKA UMBARAN yang berasal dari Pasuruan. Ia
adalah cucu KI AJAH PAMENGGER yang merupakan guru sekaligus ayah
angkat Adipati Kebo Marcuet. Rupanya, Jaka Umbaran mengetahui kelemahan
Adipati Kebo Marcuet. Maka, dengan senjata pusakanya gada wesi kuning (gada
yang terbuat dari kuningan), dan dibantu oleh seorang pemanjat kelapa yang sakti
bernama DAYUN, Jaka Umbaran berhasil mengalahkan Adipati Kebo Marcuet.
Ratu Ayu Kencana Wungu sangat gembira dengan kekalahan Adipati
Kebo Marcuet. Ia pun menobatkan Jaka Umbaran menjadi Adipati Blambangan
dengan gelar MINAKJINGGA. Akan tetapi, Ratu Ayu Kencana Ungu menolak
menikah dengan Jaka Umbaran karena pemuda itu kini tidak lagi tampan. Akibat
pertarungannya dengan Adipati Kebo Marcuet, wajah Jaka Umbaran yang semula
rupawan menjadi rusak, kakinya pincang, dan badannya menjadi bongkok.
Jaka Umbaran alias Minakjingga tetap bersikeras menagih janji. Ia datang
ke Majapahit untuk melamar Ratu Ayu Kencana Wungu meskipun pada saat itu ia
telah memiliki dua selir bernama DEWI WAHITA DAN DEWI PUYENGAN.
Lamaran Minakjingga bertepuk sebelah tangan karena sang Ratu tetap tidak sudi
menikah dengannya.
Penolakan itu membuat Minakjingga murka dan memendam dendam kepada Ratu
Ayu Kencana Wungu. Untuk melampiaskan kemarahannya, Minakjingga merebut
beberapa wilayah kekuasaan Majapahit sampai ke Probolinggo. Tidak hanya itu,
Minakjingga pun berniat untuk menyerang Majapahit. Ratu Ayu Kencana Wungu
sangat khawatir ketika mendengar bahwa Minakjingga ingin menyerang
kerajaannya. Maka, ia pun kembali menggelar sayembara.
“Barangsiapa yang berhasil membinasakan Minakjingga akan kujadikan
suamiku!” ucap Ratu Ayu Kencana Wungu di hadapan seluruh rakyat Majapahit.
74

Sekali lagi, puluhan pemuda turut serta dalam sayembara tersebut, namun tidak
ada satu pun yang berhasil mengungguli kesaktian Minakjingga. Hal ini membuat
sang Ratu semakin cemas. Saat kekhawatiran sang Ratu semakin besar, datanglah
seorang pemuda tampan bernama DAMARWULAN. Ia adalah putra PATIH
UDARA, patih Majapahit yang sedang pergi bertapa.
Saat itu Damarwulan sedang bekerja sebagai perawat kuda milik PATIH
LOGENDER, seorang patih Majapahit yang ditunjuk untuk menggantikan
kedudukan ayah Damarwulan. Di hadapan sang Ratu, Damarwulan
menyampaikan keinginannya mengikuti sayembara untuk mengalahkan
Minakjingga.
“Ampun, Gusti Ratu! Jika diperkenankan, izinkanlah hamba mengikuti
sayembara,” pinta Damarwulan.

“Tentu saja, Damarwulan. Bawalah kepala Minakjingga ke hadapanku!” titah


sang Ratu.
“Baik, Gusti,”kata pemuda itu seraya berpamitan. Berangkatlah Damarwulan ke
Blambangan untuk menantang Minakjingga
“Hai, Minakjingga! Jika berani, lawanlah aku!” seru Damarwulan setiba di
Blambangan.
“Siapa kamu?” tanya Minakjingga, “Berani-beraninya menantang aku.”

“Ketahuilah, hai pemberontak! Aku Damarwulan yang diutus oleh Ratu Ayu
Kencana Wungu untuk membinasakanmu,” jawab Damarwulan.
“Ha… Ha… Ha…!” Minakjingga tertawa terbahak-bahak,
“Sia-sia saja kamu ke sini, Damarwulan. Kamu tidak akan mampu menghadapi
kesaktian senjata pusakaku, gada wesi kuning!”
Pertarungan sengit antara dua pendekar sakti itu pun terjadi. Keduanya silih-
berganti menyerang. Namun, akhirnya Damarwulan kalah dalam pertarungan itu
hingga pingsan terkena pusaka gada wesi kuning milik Minakjingga. Damarwulan
pun dimasukkan ke dalam penjara.
75

Rupanya, kedua selir Minakjingga, Dewi Wahita dan Dewi Puyengan, terpikat
melihat ketampanan Damarwulan. Mereka pun secara diam-diam mengobati luka
pemuda itu. Bahkan, mereka juga membuka rahasia kesaktian Minakjingga.

“Kekuatan Minakjingga terletak pada gada wesi kuning. Dia tidak akan bisa
berbuat apa-apa tanpa sejata itu,” kata Dewi Wahita.

“Benar. Jika ingin mengalahkan Minakjingga, Anda harus merampas pusakanya,”


tambah Dewi Puyengan.
“Lalu, bagaimana aku bisa merebut senjata pusaka itu?” tanya Damarwulan.
“Kami akan membantumu mendapatkan senjata itu,” janji kedua selir
Minakjingga itu.

Pada malam harinya, Dewi Sahita dan Dewi Puyengan mencuri pusaka
gada wesi kuning saat Minakjingga terlelap. Pusaka itu kemudian mereka berikan
kepada Damarwulan. Setelah memiliki senjata itu, Damarwulan pun kembali
menantang Minakjingga untuk bertarung. Alangkah terkejutnya Minakjingga saat
melihat sejata pusakanya ada di tangan Damarwulan.

“Hai, Damarwulan! Bagaimana kamu bisa mendapatkan senjataku?” tanya


Minakjingga heran.
Damarwulan tidak menjawab. Ia segera menyerang Minakjingga dengan senjata
gada wesi kuning yang ada di tangannya. Minakjingga pun tidak bisa melakukan
perlawanan sehingga dapat dengan mudah dikalahkan. Akhirnya, Adipati
Blambangan itu tewas oleh senjata pusakanya sendiri. Damarwulan memenggal
kepada Minakjingga untuk dipersembahkan kepada Ratu Ayu Kencana Wungu.
Dalam perjalanan menuju Majapahit, Damarwulan dihadang oleh LAYANG
SETA DAN LAYANG KUMITIR. Kedua orang yang bersaudara itu adalah putra
Patih Logender. Rupanya, mereka diam-diam mengikuti Damarwulan ke
Blambangan. Saat melihat Damarwulan berhasil mengalahkan Minakjingga,
mereka hendak merebut kepala Minakjingga agar diakui sebagai pemenang
sayembara.
76

“Hai, Damarwulan! Serahkan kepala Minakjingga itu kepada kami!” seru Layang
Seta.
Damarwulan tentu saja menolak permintaan itu. Pertarungan pun tak terelakkan.
Layang Seta dan Layang Kumitir mengeroyok Damarwulan dan berhasil merebut
kepala Minakjingga. Kepala itu kemudian mereka bawa ke Majapahit. Pada saat
mereka hendak mempersembahkan kepala itu kepada sang Ratu, tiba-tiba
Damarwulan datang dan segera menyampaikan kebenaran.
“Ampun, Gusti! Hamba telah berhasil menjalankan tugas dengan baik. Namun, di
tengah jalan, tiba-tiba Layang Seta dan Layang Kumitir menghadang hamba dan
merebut kepala itu dari tangan hamba,” lapor Damarwulan.
“Ampun, Gusti! Perkataan Damarwulan itu bohong belaka. Kamilah yang telah
memenggal kepala Minakjingga,” sanggah Layang Seta.
Pertengkaran antara kedua pihak pun semakin memanas. Mereka sama-sama
mengaku yang telah memenggal kepala Minakjingga. Ratu Ayu Kencana Wungu
pun menjadi bingung. Ia tidak dapat menenentukan siapa di antara mereka yang
benar. Maka, sebagai jalan keluarnya, penguasa Majapahit itu meminta kedua
belah pihak untuk bertarung.
“Sudahlah, kalian tidak usah bertengkar lagi!” ujar Ratu Ayu Kencana,
“Sekarang aku ingin bukti yang jelas. Bertarunglah kalian, siapa yang berhasil
menjadi pemenangnya pastilah ia yang telah membinasakan Minakjingga.”

Akhirnya, mereka pun bertarung. Kali ini, Damarwulan lebih berhati-hati


menghadapi kedua putra Patih Logender itu. Ia harus membuktikan kepada sang
Ratu bahwa dirinyalah yang benar. Demikian pula Layang Seta dan Layang
Kumitir, mereka tidak ingin kebohongan mereka terbongkar di hadapan sang
Ratu. Dengan disaksikan oleh sang Ratu dan seluruh rakyat Majapahit,
pertarungan itu pun berlangsung sangat seru. Kedua belah pihak mengeluarkan
seluruh kekuatan masing-masing demi memenangkan pertandingan. Pertarungan
itu akhirnya dimenangkan oleh Damarwulan. Layang Seta dan Layang Kumitir
pun mengakui kesalahan mereka dan dimasukkan ke penjara, sedangkan
Damarwulan pun berhak menikah dengan Ratu Ayu Kencana Wungu.
77

Lampiran 2 : Wawancara Guru walikelas 3

Tujuan : Untuk mengetahui kondisi karakter siswa sekolah dasar serta mengetahui
apakah dengan penggunaan cerita rakyat Banyuwangi di Jawa Timur sebagai
bahan ajar cocok untuk diimplementasikan dalam pembelajaran kelas lll sekolah
dasar.

Narasumber : Siti Mualiful S,Pd

NIP : 196212111987032009

Tabel Pedoman Wawancara

No Pertanyaan Peneliti Jawaban Guru


1. Bagaimanakah menurut pendapat ibu Setuju, karena melihat anak sekarang itu pendidikan
tentang nilai pendidikan karakter yang karakternya sudah mulai memudar, apalagi zaman sudah
merupakan salah satu program wajib maju jadi anak-anak kurang begitu memperhatikan sopan
dalam penerapan kurikulum 2013 ? santun salah satunya sudah mulai jarang terlihat. Sehingga
saya setuju dengan adanya program penanaman nilai
karakter di sekolah.

2. Bagaimanakah upaya ibu dalam Upaya saya dalam menanamkan pendidikan karakter kepada
menanamkan nilai pendidikan karakter siswa melalui kegiatan-kegiatan menerapkan program K3
kepada siswa ? (Kebersihan, keindahan, dan ketertiban) secara kontinyu,
membiasakan mengelola kelas sebelum memulai
pembelajaran, mengintegrasikan materi-materi pelajaran
kedalam kegiatan sehari-hari, memberikan pesan moral pada
setiap pembelajaran.
78

3. Sejauh mana nilai pendidikan karakter Belum stabil, sebagian besar masih butuh bimbingan dan
siswa saat ini ? pengawasan. Lingkungan sekitar terutama lingkungan
bermain sangat berpengaruh terhadap karakter siswa. Siswa
cenderung maniru apa yang dilakukan oleh orang-orang
yang usianya lebih diatas mereka, kadang kala mereka
meniru sesuatu hal yang kurang baik.

4. Apakah terdapat hambatan-hambatan Tentu ada, misalnya dengan beberapa siswa yang tidak
dalam pelaksanaannya ? membantu temannya bergotong royong dalam kegiatan
kerja bakti, kurangnya kedisiplinan anak masih ada
beberapa anak yang terlambat masuk sekolah.

5. Menurut ibu, apakah dengan Bisa, karena cerita rakyat juga banyak mengandung nilai-
mengimplemantasikan cerita rakyat nilai karakter yang dapat menjadi salah satu bahan ajar
Banyuwangi karya Suripan Sadi Hutomo pembelajaran, sehingga siswa nantinya dapat dengan
dan E Yonohudiyono sebagai bahan ajar mudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam cerita
pada kegiatan pembelajaran kegiatan rakyat tersebut, selain itu dengan menggunaan cerita rakyat
pembelajaran dapat menjadi salah satu Banyuwangi siswa jadi tahu bagaimana dulunya sejarah di
dalam penanaman nilai pendidikan kota Banyuwangi.
berkarakter pada siswa?

Jember, 21 Juni 2022


Pewawancara

Endhita Nanda Oktaviani


NIM 180210204169

Anda mungkin juga menyukai