Anda di halaman 1dari 17

FONOLOGI

FONEM, DASAR-DASAR ANALISIS, DAN


PROSEDUR ANALISIS FONEM

Dosen Mata Kuliah Fonologi


Aswati Asri, S.Pd, M. Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 4
APRILIA DWI YUSTIKA 1951041021
MUHAMMAD YUSRIL BASIR 1951042023
BAU DILLAH K 1951040016

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Bahasa dan Sastra
Universitas Negeri Makassar
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Makassar, 26 September 2019

Penyusun

\
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Bab 1 Pendahuluan

Latar Belakang.........................................................................................1

Rumusan Masalah....................................................................................1

Tujuan......................................................................................................1

Bab 2 Pembahasan

Definisi Fonem dan Jenisnya...................................................................2

Dasar-dasar Analisis Fonem....................................................................3

Prosedur Analisis Fonem.........................................................................5

Bab 3 Penutup

Kesimpulan.............................................................................................10

Saran.......................................................................................................10

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa
orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan
bermasyarakat. Fonologi memusatkan perhatiannya kepada bahasa sebagai medium komunikasi
daripada sebagai hal-hal lain, apakah dalam bentuk lisannya ataukah dalam bentuk tertulisnya.
Oleh karena ada ahli-ahli lain yang mempelajari manusia dari berbagai aspek, dan sering kali
ahli-ahli lain yang mempelajari manusia dari berbagai aspek, dan sering kali ahli-ahli itu
mempergunakan juga fonologi sebagai alat untuk menganalisis bahasa dalam bidang mereka,
maka terjadi semacam gabungan pendekatan dalam studi itu.

Dalam fonologi terdapat struktur-struktur yang mendasari pengetahuan fonologi. Oleh karena itu
kami sengaja akan sedikit membahas tentang hal-hal yang mendasarinya dari sedikit ilmu yang
kami dapatkan.

Fonemik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa dengan memperhatikan
apakah bunyi tesebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sebagai mana
diketahui bahwa fonemik sacara fungsional dipertentangkan dengan fonetik, karena fonemik
mengkhususkan perhatianya pada makna yang ditimbulkan oleh sebuah bunyi bahasa ketika
dituturkan sedangkan fonetik hanya memfokuskan bagaimana bunyi bahasa dapat dituturkan
secara benar baik dari segi cara maupun dari segi tempat artikulasinya.

Dalam bidang fonemik kita akan mempelajari tentang perbedaan makna yang ditimbulkan oleh
perbedaan cara penuturan dalam suatu bunyi bahasa. Hal ini sangat penting karena dalam
pembelajaran bahasa khususnya bahasa Indonesia kita akan dihadapkan pada berbagai masalah
bunyi-bunyi bahasa yang secara sepintas sama akan tetapi sangat berbeda dari segi makna yang
ditimbulkannya.

B. Perumusan Masalah
1. Apa defenis fonem dan jenisnya?

2. Apa dasar-dasar analisi fonem?

3. Bagaimana prosedur analisis fonem?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Fonem dan Jenisnya

Fonem sebuah istilah linguistik dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih
bisa menunjukkan perbedaan makna. Menurut Kenneth L. Pike (1963:63) fonem adalah salah
satu dari unit bunyi yang penting atau suatu yang menunjukan kontras makna dari unit bunyi.
Sedangkan L. Bloomfield (1961:79) mengatakan bahwa suatu unit terkecil bunyi yang
membedakan disebut fonem.

Fonem adalah kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Satu-
satunya cara yang bisa ditempuh untuk membedakan kesatuan bunyi terkecil mana yang
berfungsi membedakan makna adalah dengan melakukan pembuktian secara empiria, yaitu
dengan membandingkan bentuk-bentuk linguistic bahasa yang diteliti.

Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya yaitu perilaku bentuk linguistic terkecil
dalam bentuk linguistic yang lebih besar.

Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan masing-masingnya berdistribusi


komplementer merupakan alofon dari fonem yang sama.

Sebagai bentuk linguistic terkecil yang membedakan makna, wujud fonem tidak hanya berupa
bunyi-bunyi segmental 9baik vocal maupun konsonan), tetapi bisa juga berupa unsure-unsur
suprasegmental (baik nada, tekanan, durasi, maupun jeda). Walaupun kehadiran unsure-unsur
suprasegmetal ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-bunyi segmental, selama ia bisa dibuktikan
secara empiris sebagai unsure yang bisa membedakan makna, ia juga dapat disebut fonem.

Untuk mengetahui kesatuan bunyi yang berfungsi sebagai pembeda makna adalah dengan
melakukan pembuktian secara empiris dengan membandingkan bentuk-bentuk linguistik bahasa
yang diteliti. Misalkan dalam bahasa Indonesia bunyi [k] dan [g] merupakan dua fonem yang
berbeda, misalkan dalam kata “cagar” dan “cakar”. Tetapi dalam bahasa Arab hal ini tidaklah
begitu. Dalam bahasa Arab hanya ada fonem /k/.

Di dalam bahasa Indonesia bentuk linguistik [palaƞ] ‘palang’ dapat dipisah menjadi lima bentuk
linguistik yang lebih kecil yang masing-masing tidak mempunyai makna, yaitu [p], [a], [l], [a]
dan [ƞ]. Jika salah satu bentuk linguistik terkecil tersebut ( misalnya [p] diganti dengan [d], [j],
[m] ), maka makna bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaƞ] akan berubah.

[dalaƞ] ‘dalang’

[jalaƞ] ‘liar’

[malaƞ] ‘celaka’

Berdasarkan bukti empiris tersebut ddiketahui bahwa bentuk linguistik terkecil [p] berfungsi
membedakan makna terhadap bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaƞ], walaupun [p]
sendiri tidak mempunyai makna. Bentuk linguistik terkecil yang berfungsi membedakan makna
itulah yang disebut fonem. Jadi, bunyi [p] merupakan realisasi dari fobnem /p.

Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik terkecil
dalam bentuk linguistik yang lebih besar. Perhatikan data bentuk-bentuk linguistik berikut.

[pita] ‘pita’ [atap] ‘atap’

[sapu] ‘sapu’ [sap’tu] ‘sabtu’

Dari deretan data di atas diketahui bunyi stop bilabial tidak bersuara (tercetak tebal) diucapkan
secara berbeda. Pada deretan kiri diucapkan secara plosif. Sedangkan deretan kanan diucapkan
implosi. Kedua jenis bunyi ini mempunyai kesamaan fonetis. Setelah diamati, ternyata bunyi
stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara plosif apabila menduduki posisi onset silaba
(mendahului nuklus), sedangkan bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara implosif
apabila menduduki posisi koda silaba (mengikuti nuklus). Berarti kedua bunyi tersebut
berdistribusi komplementer yaitu bunyi yang satu tidak pernah menduduki posisi bunyi lain.
Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan masing-masingnya berdistribusi
komplementer merupakan alofon dari fonem yang sama, yaitu /p/.

Sebagai bentuk linguistik terkecil yang membedakan makna, wujud fonem tidak hanya berupa
bunyi-bunyi segmental (baik vokal maupun konsonan), bisa juga berupa unsur-unsur
suprasegmental (baik nada, tekanan, durasi, maupun jeda). Walaupun kehadiran unsur
suprasegmental ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-bunyi segmental, selama ia bisa
dibuktikan sacara empiris sebagai unsur yang bisa membedakan makna, ia disebut fonem.

B. Dasar-Dasar Analisis Fonem

Dasar-dasar analisis fonem adalah pokok pikiran yang dipakai sebagai pegangan untuk
menganalisis fonem-fonem suatu bahasa. Pokok-pokok pikiran ini bisa juga disebut dengan
premis-premis.

Pokok-pokok pikian atau premis-premis yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungannya

[nt] pada [tinta] dan [ṇḍ] pada [tuṇḍa]

[mp] pada [mampu] dan [mb] pada [kǝmbar]

Deretan bunyi tersebut saling mempengaruhi dan saling menyesuaikan demi kemudahan
pengucapan.

Daerah artikulasi adalah daerah pertemuan antara dua artikulator.

• Bilabial – bibir atas dan bibir bawah (kedua bibir terkatup), mis.: [p], [b], [m]

• Labiodental – bibir bawah dan ujung gigi atas, mis.: [f]

• Alveolar – ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gusi, mis.: [t], [d], [s]

• Dental – ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gigi depan atas


• Palatal – depan lidah menyentuh langit-langit keras, mis.: [c], [j], [y]

• Velar – belakang lidah menempel/mendekati langit-langit lunak, mis.: [k], [g]

• Glotal (hamzah) – pita suara didekatkan cukup rapat sehingga arus udara dari paru-paru
tertahan, mis.: bunyi yang memisahkan bunyi [a] pertama dan [a] kedua pada kata saat

2. Sistem bunyi suatu bahasa berkecenderungan bersifat simetris

Kesimetrisan sistem bunyi ini bisa dilihat pada bunyi-bunyi bahasa Indonesia sebagai berikut :

 Selain ada bunyi hambat bilabial [p] dan [b], juga ada nassal bilabial [m]

 Selain ada bunyi hambat dental [t] dan [d],juga ada nasal dental [n]

 Selain ada bunyi hambat palatal [c] dan [j], juga ada bunyi nasal palatal [ñ] dan [ƞ]

 Selain bunyi hambat velar [k] dan [g], juga ada bunyi nasal velar [ñ] dan [ƞ]

3. Bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung berfluktuasi.

Gejala fluktuasi bunyi ini sering dilakukan oleh penutur bahasa tetapi dalam batas-batas wajar
yaitu, tidak sampai membedakan makna

Contoh : untuk makna yang sama selain

• [papaya] juga diucapkan [pǝpaya]

• [sǝmakin] juga diucapkan [sǝmaηkin]

• [sǝkadar] juga diucapkan [sǝkǝdar]

• [adik] juga diucapkan [adek]

4. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras apabila


berdistribusi komplementer dan bervariasi bebas
• Tidak berkontras adalah tidak membedakan makna, karena tidak membedakan makna bunyi-
bunyi itu termasuk dalam fonem yang sama

• Berdistribusi komplementer adalah bunyi yang satu tidak pernah menduduki posisi bunyi yang
lain begitu juga sebaliknya

• Bervariasi bebas adalah bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis itu bisa saling
menduduki posisi yang lain, tetapi tidak sampai membedakan makna

Contoh berdistribusi komplementer;

• Bunyi [k] dan [?], bunyi [k] menduduki posisi silaba (pengawal suku), sedangkan bunyi [?]
menduduki posisi koda silaba (pengakhir suku), misal dalam kata [poko?] dan [ma?lum]

Contoh bervariasi bebas

• Bunyi [k] dan [x], misal [akir] dan [axir]

• [kilaf] dan [xilaf]

• Secara kebetulan berasal dari unsur serapan bahasa arab

5. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan kedalam fonem yang berbeda
apabila berkontras dalam lingkungan yang sama atau mirip

• Untuk mengetahui kontras atau tidaknya bunyi-bunyi suatu bahasa dilakukan dengan cara
pasangan minimal.

• Contoh pasangan minimal dalam lingkungan yang sama [tari]-[dari], [paku]-[baku]

• Contoh pasangan minimal dalam lingkungan yang mirip [ciri]-[jari], [kilap]-[gǝlap]

C. Prosedur Analisis Fonem

Prosedur yang dilakukan para linguis dalam analisis fonem terhadap bahasa yang diteliti :

1. Mencatat korpus data setepat mungkin dalam transkripsi fonetis


Korpus data ini bisa dari ucapan kata-kata terpisah dari penutur asli bahasa yang
diteliti,percakapan sehari-hari,cerita –cerita pribadi.

Contoh:

1) [#pa+pan#] papan

2) [#ra+tap#] ratap

3) [#pi+kir#] fikir

4) [#pa+pa+ya#] pepaya

2. Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.

Dari hasil transkripsi fonetis korpus data pada langkah pertama diperoleh bunyi-bunyi sebagai
berikut :

a. Bunyi Vokoid

Depan Tengah Belakang

Tinggi i U

Agak Tinggi i Ә

Agak Rendah c O

Rendah a

b. Bunyi Kontoid

Bilabial Labio dentai Dental Alveo lar Palato alveolar Palatai Velar Goltal

Plosif P p’

b t t’

d k k’
Afrikatif c

Frikatif f s h

Lateral l

Tri r

Flap

Nasal m n

Semi vokal y

3. Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena mempunyai kesamaan fonetis.

Bunyi-bunyi dikatakan mempunyai kesamaan fonetis apabila bunyi-bunyi tersebut terdapat pada
lajur sama,kolam sama atau pada lajur dan kolam yang sama.

Contoh:

1) [p]-[p’]

2) [p]-[b]

3) [t]-[t’]

4. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaaan fonetis.

Bunyi-bunyi yang tidak mempunyai kesamaan fonetis adalah bunyi[s],[c]dan [h].

5. Mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi komplementer.

Berdasarkan korpus di atas,pasangan bunyi yang berdistribusi komplementer adalah [p]dan [p’]

[p] [p’]

1. [#pa+pan#] ‘papan’ 2. [#ra+tap’#] ‘ratap’

3. [#pi+kir] ‘fikir’ 4. [#kә+lap+kә+lip’#] ‘kelap-kelip


5. [#pa+pa+ya#] ‘pepaya’ 6. [#ε +cap’#] ’kecap’

Kalau bunyi [p] dan [p’] berdistribusi kompementer, masing-masing bunyi tersebut bagaimana
distribusinya?

Ternyata : [p] sebagai onset silaba

[p’] sebagai koda silaba

Jadi, [p] dan [p’] adalah alofan dari fonem yang sama, yaitu /p/.

6. Mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas.

[p] [p]

Golongan 1 Golongan 2 Golongan 2

1) [#pa+pan#] 3)[#pi+kir#] 9) [#fi+kir#]

7. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama(identis).

Contoh:

[#kԑcap’#] ‘kecap’

[#ki+cap’#] ‘kicap’

Lingkungan identisnya adalah [#k….xcap’#)

Jadi, [ε] dan [i] adalah alofon dari fonem yang berbeda, yaitu fonem / ε / dan /i/.

8. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip(analogis).

Contoh:

[#pa+sar#]

[#bә+sar#]
Lingkungan yang mirip adalah [#p….+sar#] dan [#b…..+sar#]

Jadi, [a] dan [Ә] adalah alofon dari fonem yang berbeda, yaitu fonem /a/ dan / Ә/

9. Mencatat bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan.

Contoh:[k]:Plosif,velar mati [k]Plosif ,palatal mati

[#kә+lap’+kә+lip’#] [#pi+kir#]’fikir’

[#ku+ku#]’kuku’ [#fi+kir#] ‘fkir

Ternyata, [Ќ] jika diikuti oleh vokoid belakang

[ķ] jika diikuti oleh voloid depan

Jadi, [k] dan [ķ] adalah berubah karena lingkungan.

Dengan demikian, [k] dan [ķ] adalah alofon dari fonem yang sama, yaitu /k/.

10. Mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis dan fonemis,condong menyebar secara
simetris.

Telah diketahui pada langkah kelima bahwa [p] dan[p’] adalah alofon dari fonem yang sama,
yaitu /p/, karena kedua bunyi yang sefonetis tersebut berdistribusi komplementer. Kalau begitu,
berdasarkan premis kesimetrisan, [t] dan [t’] mestinya juga merupakan alofon dari fonem /t/.

Bukti dari korpus data :

[t] [t’]

[#ra+tap#] ’ratap’ [#si+pat’#] ‘sifat’

[#kO+ta#] ’kota’ [#si+fat’ #] ‘sifat’

11. Mencatat bunyi-bunyi yang berfluktuasi.

Dari langkah kedelapan telah diketahui bahwa [a] dan [e] merupakan alofon dari dua fonem yang
berbeda, yaitu /a/ dan /ə/. Tetapi, dalam korpus juga dijumpai [a] dan [ə] pada :
[#pa+pa+ya#] ‘pepaya’

[#pә+pa+ya#] ‘pepaya’

Yang tidak berkontras atau tidak membedakan makna.

12. Mencatat bunyi-bunyi selebihnya sebagai fonem tersendiri.

Bunyi-bunyi selebihnya adalah [s],[c],[h].Bunyi-bunyi tersebut dianggap sebagai fonem


tersendiri,yaitu/s/,/c/,/h/.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai mana talah kita ketahui bahwa fonemik sacara fungsional dipertentangkan dengan
fonetik, karena fonemik mengkhususkan perhatianya pada makna yang ditimbulkan oleh sebuah
bunyi bahasa ketika dituturkan sedangkan fonetik hanya memfokuskan bagaimana bunyi bahasa
dapat dituturkan secara benar baik dari segi cara maupun dari segi tempat artikulasinya.

Fonem merupakan pembeda makna. Fonologi mempunyai banyak kelebihan dan kehebatan,
diantaranya adalah fonologi memperhatikan anatomi dan fisik. Dalam perkembangan fonologi
untuk beberapa jenis pembelajaran, kita harus mengetahui bagaimana cara mentranskripsikan
bunyi. Dalam beberapa jenis pembelajaran, kajian fonologi tidak hanya dari kalangan anak muda
atau aksen kedaerahan, akan tetapi kita juga menggunakan transkripsi fonetis yang bisa
dipercaya. Sehingga memudahkan kita untuk mengerjakan bidang ini tanpa harus menggunakan
lambang fonetis. Di dalam tataran fonologi terdapat kajian yang membahas tentang fonemik
yang berfungsi sebagai pembeda makna. Jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi
tersebut kita sebut fonem. Realisasi fonem antara orang yang satu dengan yang lain tidak sama.

B. Saran

Tulisan ini dapat digunakan sebagai pengayaan untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan
informasi tentang apa yang telah di diskusikan dan menggunakan informasi tersebut bermanfaat
untuk menambah pengetahuan bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Muslich, Masnur. 2010. Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa
Indonesia). Jakarta: PT Bumi Aksara.

John, Lyons. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Simanjuntak, Mangantar. 1990. Teori Fitur Distingtif dalam Fonologi Generatif: Perkembangan
dan Penerapannya. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai