“FONOLOGI”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
DOSEN PENGAMPU:
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “FONOLOGI” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak M.
SURIP, S.Pd., MSi. pada Mata Kuliah Pengantar Ilmu Bahasa. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Fonologi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................................3
A. Pengertian Fonologi..............................................................................................................3
B. Sejarah Fonologi...................................................................................................................4
BAB 3 PENUTUPAN..................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
B. Saran..................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan
komunikasi. Oleh karena itu pengajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya mempunyai
ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan
perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar agar seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik dan benar pula.
Banyak kajian teori mengenai bahasa ini. Salah satunya kajian tentang fonologi.
Sebagai seorang mahasiswa selayaknya kita memahami kajian tentang fonologi ini untuk
dijadikan pedoman dalam berbahasa Indonesia. Penyusun merasa perlu untuk menyusun
makalah ini agar dapat membantu penyusun pada khususnya dan pembaca pada
umumnya untuk mengetahui tentang batasan dan kajian fonologi, beberapa pengetian
mengenai tata bunyi, kajian fonetik, kajian fonemik, gejala fonologi Bahasa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
1
4. Dapat memahami bagaimana kedudukan Fonologi dalam Linguistik
5. Dapat mengetahui bagaimana gejala Fonologi Bahasa Indonesia
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fonologi
Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata Yunani yaitu Phone yang berarti
“bunyi” dan logos yang berarti “ilmu”. Maka pengertian harfiah fonologi adalah “ilmu
bunyi”. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Fonologi
menurut para ahli:
1. Menurut Verhaar
Fonologi merupakan bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi
suatu bahasa tertentu sesuai dengan fungsinya untuk membedakan mana leksikal
dalam suatu bahasa.
2. Menurut Kridalaksana
Fonologi adalah ilmu yang termasuk dalam tataran linguistik, yang menyelidiki
bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
3. Menurut Abdul Chaer fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari,
menganalisa, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi
terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Menurut hierarki satuan bunyi
fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik.
4. Menurut Keraf (1984:30) fonologi dapat diartikan bagian dari tatanan bahasa yang
mempelajari bunyi-bunyi bahasa.
5. Menurut Fromkin dan Rodman fonologi merupakan suatu bidang linguistik yang
mengamati, mempelajari, menganalisa, dan membicarakan terkait dengan tata bunyi
bahasa.
6. Menurut Trubetzoky (1962:11-12) fonologi adalah studi bahasa yang terkait dengan
sistem bahasa, organisasi bahasa dan merupakan suatu studi fungsi linguistik bahasa.
7. Menurut Daniel Jones fonologi adalah sistem bunyi bahasa.
3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu
bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan
perubahannya.
B. Sejarah Fonologi
Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari
waktu ke waktu. Pada sidang Masyarakat Linguistik Paris, 24 Mei 1873, Dufriche
Desgenettes mengusulkan nama fonem, sebagai padanan kata Bjm Sprachault. Ferdinand
De Saussure dalam bukunya “ Memorie Sur Le Systeme Primitif Des Voyelles Dan Les
Langues Indo-Europeennes” ‘memoir tentang sistem awal vokal bahasa – bahasa Indo
eropa ‘ yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan
hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa –bahasa anggotanya. Sejarah
fonologi dalam makalah ini akan lebih mengkhususkan membahas mengenai istilah
fonem. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat
lewat berbagai aliran dalam fonologi.
1. Aliran Kazan
4
rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan criteria yang
semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya
pada poros sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada
sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu
membedakan kata itu dengan yang lain.
Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir (1925). Seorang Enolog dan linguis
yang terutama memeliti bahasa – bahasa Indian Amerika. Menurutnya, sistem
fonologi bersifat fungsional. Kiprah Sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale,
Leonard Bloomfield, yang karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik
Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang
definisi–definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran
fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan lain – lain.
5
lainnya, W.F Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell
menegaskan bahwa satuan – satuan fonologis bersifat relasional. Daniel Jones dan
Aliran Fonetik Inggris Sejak 1907 Daniel Jones mengajar fonetik di University of
London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggeluti praktek fonologi di Inggris.
Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih difokuskan pada
transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan bahasa – bahasa dunia. Perhatiannya pada
dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri tentang fonem. Pada 1919,
dalam “ Colloquial Sinhalese Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones
memberikan definisi fonem yang berciri distribusional.
a. Artikel tentang fonologi bahasa jawa dan sistem fonemena dan ejaan (1960) oleh
Samsuri. Ciri – ciri penelitian pada saat itu adalah dipengaruhi oleh gerakan
deskriptivisme, menganut aliran neo Bloomfieldian dan bersifat behaviouristik,
ketat dalam metodologi dan bahasa lisan menjadi objek utama.
b. Lalu pada tahun 1970an masuk konsep fonem dan wawasan tentang unsur
suprasegmental oleh amran halim, dan Hans Lapoliwa dengan fonologi
generatifnya. Namun, untuk mengetahui perkembangan mutakhir linguistik
Indonesia saat ini diperlukan survey lagi yang lebih mendalam
6
C. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi
7
Fonetik Auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima
oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dalam hal ini
tentunya pembahasan mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebut
telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga
bisa dipahami. Oleh karena itu, kajian Fonetik Auditoris lebih berkenaan dengan
ilmu kedokteran, termasuk Kajian Neurologi.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut, yang paling berurusan dengan dunia
linguistik adalah Fonetik Artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan
dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan
manusia. Sedangkan Fonetik Akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika yang
dilakukan setelah bunyi-bunyi itu dihasilkan dan sedang merambat diudara.
Kajian mengenai frekuensi dan kecepatan gelombang bunyi adalah kajian bidang
fisika bukan linguistik. Fonetik Auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran
daripada bidang linguistik. Kajian megenai struktur dan fungsi telinga jelas
merupakan bidang kedokteran.
2. Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Fonem merupakan abstraksi atau gambaran dari
satu atau sejumlah fon, baik itu huruf vokal maupun huruf kosonan. Terkait dengan
pengertian tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan
sebagai bidang linguistik tentang sistem fonem, sistem fonem suatu bahasa, dan
prosedur untuk menemukan fonem suatu bahasa.
Jika dalam fonetik mempelajari berbagai macam bunyi yang dapat dihasilkan
oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam
fonemik mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang
manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat
atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b], [u] dan [r], [a],
[b], [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi
[l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut
adalah fonem yang berbeda dalam Bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
8
Seperti pada contoh kata dibawah ini:
1. [saku]
2. [laku]
Bunyi huruf S dan L pada kata diatas memiliki makna yang berbeda.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mencermati distribusinya. Jika
sebuah fonem berdistribusi komplementer pada posisi yang berbeda, misal diawal
deretan bunyi atau di akhir deretan bunyi maka kata itu alofon. Alofon merupakan
variasi dari sebuah fonem, apabila sebuah fonem memiliki alofon maka fonem
tersebut benar. Contoh bunyi yang merupakan realisasi dari fonem sebagai berikut :
1. Bunyi [b] pada “balon” diucapkan berbeda dengan bunyi [b] pada “sabun” ,
“tabu”
2. Bunyi [b] pada “ balon” diucapkan berbeda dengan bunyi [b] pada “karib” ,
“salib”
Kenapa bisa berbeda? Karena [b] pada posisi awal diucapkan dengan lebih
jelas, sedangkan huruf [b] pada posisi tidak diawal akan diucapkan dengan lebih
samar, walaupun secara fonetis ditulis sama, tetapi sebenarnya cara pembunyian atau
pengucapannya berbeda, sesuai yang dipaparkan diatas, bunyi [b] tersebut merupakan
bunyi [b] berdistribusi komplementer. Bunyi yang lahir dari distribusi komplementer
disebut alofon. Sebuah fonem yang membuktikan penamaan fonem tersebut benar.
Distribusi komplementer atau distribusi saling melengkapi adalah distribusi tempat
tidak dapat dipertukarkan, walau dipertukarkan tidak akan menimbulkan perbedaan
makna.
9
1. Produksi Bunyi Bahasa
Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni
sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran.
Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernapasan sebagai
sumber tenaganya. Sumber tenaga itu berupa udara yang keluar dari paru-paru. Pada
mulanya udara dihisap oleh paru-paru, kemudian dihembuskan sewaktu bernafas. Udara
yang dihembuskan (atau dihisap untuk sebagian kecil bunyi bahasa) itu mengalami
perubahan pada pita suara yang terletak pada pangkal tenggorokan. Arus udara yang
keluar dari paru-paru itu dapat membuka kedua pita suara yang merapat sehingga
mengakibatkan corak bunyi bahasa tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita suara
itu menyebabkan arus udara dan udara disekitar pita suara itu berubah tekanannya dan
bergetar. Perubahan bentuk saluran udara itulah yang menghasilkan bunyi yang berbeda-
beda.
Tempat atau alat ucap yang dilewati udara dari paru-paru, antara lain: batang
tenggorokan, pangkal tenggorokan, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidumg, atau
bersama alat ucap yang lain. Alat ucap sebagai organ tubuh memiliki fungsi dan kerja
tertentu, antara lain:
10
7) Gusi dalam atau alveolum berfungsi sebagai artikulator pasif, sedangkan
articulator aktifnya adalah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut
bunyi alveoral.
8) Gigi atau denta dibedakan atas gigi atas dan gigi bawah.
9) Bibir adalah sebagai pintu penjaga rongga mulut.
10) Lidah berfungsi sebagai alat perasa dan pemindah makanan yang akan atau
sedang dikunyah. Lidah berfungsi sebagai artikulator aktif.
Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan.
Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya
pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi.
Kosonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara
pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Bunyi semivokal adalah
bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada waktu
diartikulasikan belum membentuk konsonan murni.
Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan
keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara keluar
melalui rongga mulut, membuka jalan agar dapt keluar melalui hidung.
Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati
langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus udara dari paru-paru
keluar melalui mulut. Selain bunyi nasal, semua bunyi vokal dan konsonan bahasa
Indonesia termasuk bunyi oral.
Bunyi keras dibedakan dari bunyi lunak berdasarkan ada tidaknya ketegangan
arus udara pada waktu bunyi itu di artikulasikan. Bunyi bahasa disebut keras apabila
11
pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya,
apabila pada waktu di artikulasikan tidak di sertai ketegangan kekuatan arus udara,
bunyi itu disebut lunak.
12
Bunyi rangkap dapat berupa diftong maupun klaster. Diftong, yang lazim
disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu mengucapkan
bunyi vokal yang satu dengan bunyi vocal yang lainnya saling berbeda. Klater, yang
lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi dari konsonan yang di
ucapkan saling berbeda.
Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi egresif pulmonik dan bunyi egresif
glotalik, bunyi egresif pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan ruangan paru-
paru oleh otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa
Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik. Bunyi egresif glotalik terbentuk
dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis dalam keadaan tertutup sama
sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif.
Bunyi Ingresif dibedakan ata bunyi ingresif glotalik dan bunyi ingresif
velarik. Bunyi ingresif glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi
egresif glotalik, hanya arus udara yang berbeda, bunyi ingresif velarik dibentuk
dengan menaikkan pangkal lidah ditempatkan pada langit-langit lunak.
3. Realisasi Fonem
13
bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja
Fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang
lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.
14
D. Kedudukan Fonologi dalam Linguistik
Kedudukan Fonologi dalam studi bahasa dapat dilihat dari hubungan antara
bentuk bahasa. Jika bahasa dibagi secara sederhana atas dua ranah yaitu bentuk dan
makna, maka Fonologk berada pada tataran bentuk. Menurut Halliday, Fonologi
merupkan penghubung antara bentuk bahasa. Substansi bahasa di sini adalah fonetik
sementara tata bahasa (grammar) dan leksis (lexis). Halldiay sendiri membagi bahasa atas
lima tataran, yan terdiri atas tiga tataran utama, yaitu: isi (substance), bentuk (form), dan
situasi estralinguistik (sxtralinguistic situation), ditambah dua tataran antara (interlevels),
yakni fonologi dan konteks.
Secara umum, tataran linguistik dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) fonologi,
2) morfologi,
3) sintaksis,
4) semantik.
Kedudukan fonologi dalam studi linguistik adalah sebagai tataran awal yang menjadi
syarat mutlak untuk dapat menguasai dengan baik tataran-tataran berikutnya.
15
Pelepasan bunyi adalah hilangnaya bunyi atau fonem pada awal, tangah dan
akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Pelepasan dapat pula berupa kontraksi atau
pemendekan kata. Contoh : /tetapi/ menjadi /tapi/.
a. Aferesis, yaitu pelepasan fonem pada awal kata. Contohnya /tetapi/ menjadi /tapi/,
/baharu/ menjadi /baru.
b. Sinkope, yaitu pelepasan fonem pada tengah kata. Contohnya /silahkan/
menjadi /silakan/, /dahulu/ menjadi /dulu/.
c. Apokope, yaitu pelepasan fonem pada akhir kata. Contohnya /president/
menjadi /president/, /standard/ menjadi /standar/.
Jenis pelepasan bunyi yang lain adalah haplologi ,yaitu pemendekan pada
sebuah kata karena penghilangan suatu bunyi atau suku kata pada pengucapannya.
Misalnya : tidak ada menjadi tiada, bagaimana menjadi gimana.
3. Disimilasi
Disimilasi adalah perubahan bentuk kata karena salah satu dari dua buah fonem
yang sama diganti dengan fonem yang lain. Contoh disimilasi:
a. Disimilasi sinkronis Contohnya : ber + ajarà belajar. Fonem /r/ pada awalan ber-
diubah menjadi /l/.
b. Disimilasi diakronis Contohnya : kata cipta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
citta. Jadi terdapat perubahan dari fonem /tt/ menjadi /pt/.
4. Metatesis
Dalam proses metatesis yang diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu yang
biasanya terdapat bersama dengan bentuk asli, sehingga ada variasi bebas. Misalnya,
jalur menjadi lajur, almari menjadi lemari.
5. Penambahan Fonem
Berdasarkan letaknya, penambahan fonem dibedakan menjadi :
a. Protesis, yaitu penambahan fonem di awal kata. Contohnya : /mas/ menjadi /emas,
/tik/ menjadi /ketik/.
16
b. Epentesis, yaitu penambahan fonem di tengah kata. Contohnya : /upat/ menjadi
/umpat/, /kapak/ menjadi /kampak/.
c. Paragoge, yaitu penambahan fonem di akhir kata. Contohnya : /ina/ menjadi
/inang/, /lamp/ menjadi /lampu/.
17
BAB 3
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Untuk menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar selayaknya kita mempelajari
fonologi ini
Untuk lebih mempelajari bahasa Indonesia dalam makalah yang penulis buat tentunya
terdapat celah oleh karena nya kritik yang bersifat konstruktif sangat kami perlukan.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://lafreenda-tialoka-mitadiar-fib14.web.unair.ac.id/artikel_detail-147012-Lafreenda
%20Tialoka%20Mitadiar-konsep%20fonologi%20menurut%203%20ahli.html
http://file.upi.edu/Direktori/KD-SUMEDANG/197212262005011002-
PRANA_DWIJA_ISWARA/Tugas%20Kuliah/Kebahasaan/2011/FONOLOGI.pdf
file:///C:/Users/DELL/Downloads/sejarah%20fonologi(1).pdf
http://derestajournal.blogspot.com/2018/11/identifikasi-distribusi-dan-realisasi.htm
19