Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“FONOLOGI”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

DOSEN PENGAMPU:

M. SURIP, S.Pd., MSi.

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI –UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “FONOLOGI” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak M.
SURIP, S.Pd., MSi. pada Mata Kuliah Pengantar Ilmu Bahasa. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Fonologi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak M. SURIP, S.Pd., MSi. selaku Dosen


Pengampu Mata uliah Pengantar Ilmu Bahasa yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

[Medan, 10 September 2021]

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1

C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................................3

A. Pengertian Fonologi..............................................................................................................3

B. Sejarah Fonologi...................................................................................................................4

C. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi...........................................................................7

D. Kedudukan Fonologi dalam Linguistik..............................................................................14

E. Gejala Fonologi Bahasa Indonesia.....................................................................................15

BAB 3 PENUTUPAN..................................................................................................................17

A.    Kesimpulan........................................................................................................................17

B.     Saran..................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan
komunikasi. Oleh karena itu pengajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya mempunyai
ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan
perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar agar seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik dan benar pula.

Banyak kajian teori mengenai bahasa ini. Salah satunya kajian tentang fonologi.
Sebagai seorang mahasiswa selayaknya kita memahami kajian tentang fonologi ini untuk
dijadikan pedoman dalam berbahasa Indonesia. Penyusun merasa perlu untuk menyusun
makalah ini agar dapat membantu penyusun pada khususnya dan pembaca pada
umumnya untuk mengetahui tentang batasan dan kajian fonologi, beberapa pengetian
mengenai tata bunyi, kajian fonetik, kajian fonemik, gejala fonologi Bahasa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Fonologi?


2. Bagaimana sejarah Fonologi?
3. Apa sajakah ilmu-ilmu yang tercakup dalam Fonologi?
4. Bagaimana kedudukan Fonologi dalam Linguistik?
5. Bagaimana gejala Fonologi Bahasa Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan

1. Dapat memahami bagaimana pengertian Fonologi


2. Dapat mengetahui bagaimana sejarah Fonologi
3. Dapat mengetahui apa sajakah ilmu-ilmu yang tercakup dalam Fonologi

1
4. Dapat memahami bagaimana kedudukan Fonologi dalam Linguistik
5. Dapat mengetahui bagaimana gejala Fonologi Bahasa Indonesia

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fonologi

Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata Yunani yaitu Phone yang berarti
“bunyi” dan logos yang berarti “ilmu”. Maka pengertian harfiah fonologi adalah “ilmu
bunyi”. Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Fonologi
menurut para ahli:
1. Menurut Verhaar
Fonologi merupakan bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi
suatu bahasa tertentu sesuai dengan fungsinya untuk membedakan mana leksikal
dalam suatu bahasa.
2. Menurut Kridalaksana
Fonologi adalah ilmu yang termasuk dalam tataran linguistik, yang menyelidiki
bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
3. Menurut Abdul Chaer fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari,
menganalisa, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi
terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Menurut hierarki satuan bunyi
fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik.
4. Menurut Keraf (1984:30) fonologi dapat diartikan bagian dari tatanan bahasa yang
mempelajari bunyi-bunyi bahasa.
5. Menurut Fromkin dan Rodman fonologi merupakan suatu bidang linguistik yang
mengamati, mempelajari, menganalisa, dan membicarakan terkait dengan tata bunyi
bahasa.
6. Menurut Trubetzoky (1962:11-12) fonologi adalah studi bahasa yang terkait dengan
sistem bahasa, organisasi bahasa dan merupakan suatu studi fungsi linguistik bahasa.
7. Menurut Daniel Jones fonologi adalah sistem bunyi bahasa.

3
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu
bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan
perubahannya.

B. Sejarah Fonologi

Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari
waktu ke waktu. Pada sidang Masyarakat Linguistik Paris, 24 Mei 1873, Dufriche
Desgenettes mengusulkan nama fonem, sebagai padanan kata Bjm Sprachault. Ferdinand
De Saussure dalam bukunya “ Memorie Sur Le Systeme Primitif Des Voyelles Dan Les
Langues Indo-Europeennes” ‘memoir tentang sistem awal vokal bahasa – bahasa Indo
eropa ‘ yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem sebagai prototip unik dan
hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa –bahasa anggotanya. Sejarah
fonologi dalam makalah ini akan lebih mengkhususkan membahas mengenai istilah
fonem. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat
lewat berbagai aliran dalam fonologi.
1. Aliran Kazan

Dengan tokohnya Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan fonem


sebagai satuan fonetis tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang
merupakan kekhasan tiap individu. Tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de
Courtenay (1895). Menurut linguis ini, bunyi – bunyi yang secara fonetis berlainan
disebut alternan, yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun
dilafalkan berbeda, bunyi – bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama. Pada 1880,
Courtenay melancarkan kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona yang
dianggapnya tidak bermanfaat. Pada 1925, Paul Passy mempertegas kritik tersebut.

Ferdinand De Saussure. Dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale”


Kuliah Linguistik umum’, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang
bunyi – bunyi bahasa manusia. Dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa
yang dimaksud olehnya hanyalah unsur – unsur yang terdengar berbeda oleh telinga
dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam

4
rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan criteria yang
semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya
pada poros sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada
sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu
membedakan kata itu dengan yang lain.

Dengan konsep – konsepnya, meskipun tidak pernah mencantumkan istilah


struktur maupun fungsi, Saussure dianggap telah membuka jalan terhadap studi
fonologi yang kemudian diadaptasi oleh aliran Praha.
2. Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan “Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang
diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres
Internasional I para linguisdi La Haye, April 1928. Pada 1932 Jakobson
mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi
bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi
konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).
3. Aliran Amerika

Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir (1925). Seorang Enolog dan linguis
yang terutama memeliti bahasa – bahasa Indian Amerika. Menurutnya, sistem
fonologi bersifat fungsional. Kiprah Sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale,
Leonard Bloomfield, yang karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik
Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang
definisi–definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran
fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan lain – lain.

Sifat Behaviouris dan Antimentalis Bloomfield mengantarkannya pada


konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku dimana sebuah stimulus (ujaran
penutur) memunculkan reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa
adalah fungsinya untuk menghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur.
Agar fungsi itu terpenuhi, pada tataran bunyi cukuplah kiranya jika setiap fonem
berbeda dengan yang lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akustiknya
bukanlah sesuatu yang penting. Pada tataran fonologi umum, pionir fonologi Amerika

5
lainnya, W.F Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell
menegaskan bahwa satuan – satuan fonologis bersifat relasional. Daniel Jones dan
Aliran Fonetik Inggris Sejak 1907 Daniel Jones mengajar fonetik di University of
London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggeluti praktek fonologi di Inggris.
Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih difokuskan pada
transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan bahasa – bahasa dunia. Perhatiannya pada
dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri tentang fonem. Pada 1919,
dalam “ Colloquial Sinhalese Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones
memberikan definisi fonem yang berciri distribusional.

Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai fonem sebagai


realitas psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental.
Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan
baik intuisi, rasa bahasa maupun cara – cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini
menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih – alih fungsinya. Dengan
sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi,
dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan
menyingkirkan sudut pandang fonologis.
Perkembangan Fonologi Tahun 1960-an sampai 1970-an menandai
dimulainya kajian – kajian empiris tentang Bahasa Indonesia maupun bahasa –
bahasa lain.

Contoh karya – karya yang muncul antara lain :

a. Artikel tentang fonologi bahasa jawa dan sistem fonemena dan ejaan (1960) oleh
Samsuri. Ciri – ciri penelitian pada saat itu adalah dipengaruhi oleh gerakan
deskriptivisme, menganut aliran neo Bloomfieldian dan bersifat behaviouristik,
ketat dalam metodologi dan bahasa lisan menjadi objek utama.
b. Lalu pada tahun 1970an masuk konsep fonem dan wawasan tentang unsur
suprasegmental oleh amran halim, dan Hans Lapoliwa dengan fonologi
generatifnya. Namun, untuk mengetahui perkembangan mutakhir linguistik
Indonesia saat ini diperlukan survey lagi yang lebih mendalam

6
C. Ilmu-Ilmu yang Tercakup dalam Fonologi

Fonologi dalam tataran ilmu bahasa terdiri atas:


1. Fonetik
Fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi ujaran yang dipakai
dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan alat ucap. Menurut Samsuri (1994),
fonetik adalah studi tentang bunyi-bunyi ujar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1997), fonetik diartikan sebagai bidang linguistik tentang pengucapan
(penghasilan) bunyi ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang membahas
bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu
dihasilkan. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu menjadi
tiga jenis fonetik yaitu:
a. Fonetik Artikulatoris
Fonetik Artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis,
mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam
meghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
Pembahasannya antara lain meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam
memproduksi bahasa itu, mekanisme arus udara yang digunakan dalam
memproduksi bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu dibuat, mengenai
klasifikasi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan, mengenai
silabel, dan juga unsur-unsur atau ciri-ciri seperti tekanan, jeda, durasi dan nada.
b. Fonetik Akustik
Fonetik Akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau
fenomena alam. Objeknya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara
lain spectrum, tekanan, dan intensitas bunyi. Dan juga mengenai skala decibel,
resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu. Kajian fonetik
akustik lebih mengarah kepada kajian fisika daripada kajian linguistik, meskipun
linguistik memiliki kepentingan didalmnya.
c. Fonetik Auditoris

7
Fonetik Auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diterima
oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dalam hal ini
tentunya pembahasan mengenai struktur dan fungsi alat dengar, yang disebut
telinga itu bekerja. Bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga
bisa dipahami. Oleh karena itu, kajian Fonetik Auditoris lebih berkenaan dengan
ilmu kedokteran, termasuk Kajian Neurologi.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut, yang paling berurusan dengan dunia
linguistik adalah Fonetik Artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan
dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan
manusia. Sedangkan Fonetik Akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika yang
dilakukan setelah bunyi-bunyi itu dihasilkan dan sedang merambat diudara.
Kajian mengenai frekuensi dan kecepatan gelombang bunyi adalah kajian bidang
fisika bukan linguistik. Fonetik Auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran
daripada bidang linguistik. Kajian megenai struktur dan fungsi telinga jelas
merupakan bidang kedokteran.
2. Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa yang
berfungsi sebagai pembeda makna. Fonem merupakan abstraksi atau gambaran dari
satu atau sejumlah fon, baik itu huruf vokal maupun huruf kosonan. Terkait dengan
pengertian tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) diartikan
sebagai bidang linguistik tentang sistem fonem, sistem fonem suatu bahasa, dan
prosedur untuk menemukan fonem suatu bahasa.
Jika dalam fonetik mempelajari berbagai macam bunyi yang dapat dihasilkan
oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam
fonemik mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang
manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.

Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat
atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b], [u] dan [r], [a],
[b], [u]. Jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi
[l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut
adalah fonem yang berbeda dalam Bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

8
Seperti pada contoh kata dibawah ini:

1. [saku]
2. [laku]

Bunyi huruf S dan L pada kata diatas memiliki makna yang berbeda.

Cara yang paling mudah untuk membedakan dan mengidentifikasikan fonem


adalah dengan melihat apakah dari dua buah kata berpasangan, minimal merupakan
cara yang mudah untuk mengidentifikasi fonem. Satuan-satuan pembeda pada contoh
diatas dapat ditulis : /s/,/l/ .

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mencermati distribusinya. Jika
sebuah fonem berdistribusi komplementer pada posisi yang berbeda, misal diawal
deretan bunyi atau di akhir deretan bunyi maka kata itu alofon. Alofon merupakan
variasi dari sebuah fonem, apabila sebuah fonem memiliki alofon maka fonem
tersebut benar. Contoh bunyi yang merupakan realisasi dari fonem sebagai berikut :

1. Bunyi [b] pada “balon” diucapkan berbeda dengan bunyi [b] pada “sabun” ,
“tabu”
2. Bunyi [b] pada “ balon” diucapkan berbeda dengan bunyi [b] pada “karib” ,
“salib”

Kenapa bisa berbeda? Karena [b] pada posisi awal diucapkan dengan lebih
jelas, sedangkan huruf [b] pada posisi tidak diawal akan diucapkan dengan lebih
samar, walaupun secara fonetis ditulis sama, tetapi sebenarnya cara pembunyian atau
pengucapannya berbeda, sesuai yang dipaparkan diatas, bunyi [b] tersebut merupakan
bunyi [b] berdistribusi komplementer. Bunyi yang lahir dari distribusi komplementer
disebut alofon. Sebuah fonem yang membuktikan penamaan fonem tersebut benar.
Distribusi komplementer atau distribusi saling melengkapi adalah distribusi tempat
tidak dapat dipertukarkan, walau dipertukarkan tidak akan menimbulkan perbedaan
makna.

9
1. Produksi Bunyi Bahasa

Pada umumnya manusia berkomunikasi melalui bahasa lisan maupun tulisan,


komunikasi yang dilakukan dengan bahasa tulisan tidak melibatkan alat ucap, sedangkan
komunikasi melalui bahasa lisan melibatkan alat ucap.

Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni
sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran.
Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernapasan sebagai
sumber tenaganya. Sumber tenaga itu berupa udara yang keluar dari paru-paru. Pada
mulanya udara dihisap oleh paru-paru, kemudian dihembuskan sewaktu bernafas. Udara
yang dihembuskan (atau dihisap untuk sebagian kecil bunyi bahasa) itu mengalami
perubahan pada pita suara yang terletak pada pangkal tenggorokan. Arus udara yang
keluar dari paru-paru itu dapat membuka kedua pita suara yang merapat sehingga
mengakibatkan corak bunyi bahasa tertentu. Gerakan membuka dan menutup pita suara
itu menyebabkan arus udara dan udara disekitar pita suara itu berubah tekanannya dan
bergetar. Perubahan bentuk saluran udara itulah yang menghasilkan bunyi yang berbeda-
beda.

Tempat atau alat ucap yang dilewati udara dari paru-paru, antara lain: batang
tenggorokan, pangkal tenggorokan, kerongkongan, rongga mulut, rongga hidumg, atau
bersama alat ucap yang lain. Alat ucap sebagai organ tubuh memiliki fungsi dan kerja
tertentu, antara lain:

1) Paru-paru berfungsi untuk pernafasan.


2) Pangkal tenggorokan adalah rongga pada ujung pipa pernafasan.
3) Epiglottis (katup pangkal tenggorokan berfungsi untuk melindungi masuknya
makanan atau minuman ke batang tenggorokan.
4) Rongga kerongkongan berfungsi sebagai saluran makanan dan minuman.
5) Langit-langit lunak atau velum berfungsi sebagai articulator pasif (atau titik
artikulasinya), sedangkan artikulator aktifnya ialah pangkal lidah.
6) Langi-langit keras atau palatum merupakan susunan tulang.

10
7) Gusi dalam atau alveolum berfungsi sebagai artikulator pasif, sedangkan
articulator aktifnya adalah ujung lidah. Bunyi yang dihasilkan oleh gusi disebut
bunyi alveoral.
8) Gigi atau denta dibedakan atas gigi atas dan gigi bawah.
9) Bibir adalah sebagai pintu penjaga rongga mulut.
10) Lidah berfungsi sebagai alat perasa dan pemindah makanan yang akan atau
sedang dikunyah. Lidah berfungsi sebagai artikulator aktif.

2. Pembentukan dan Klasifikasi Bunyi Bahasa


1) Vokal, Konsonan, dan Semivokal

Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan.
Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal hanya
pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut artikulasi.

Kosonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus udara
pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Bunyi semivokal adalah
bunyi yang secara praktis termasuk konsonan, tetapi karena pada waktu
diartikulasikan belum membentuk konsonan murni.

2) Bunyi Nasal dan Oral

Bunyi nasal atau sengau dibedakan dari bunyi oral berdasarkan jalan
keluarnya arus udara. Bunyi nasal dihasilkan dengan menutup arus udara keluar
melalui rongga mulut, membuka jalan agar dapt keluar melalui hidung.

Bunyi oral dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati
langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung sehingga arus udara dari paru-paru
keluar melalui mulut. Selain bunyi nasal, semua bunyi vokal dan konsonan bahasa
Indonesia termasuk bunyi oral.

3) Bunyi Keras dan Lunak

Bunyi keras dibedakan dari bunyi lunak berdasarkan ada tidaknya ketegangan
arus udara pada waktu bunyi itu di artikulasikan. Bunyi bahasa disebut keras apabila

11
pada waktu diartikulasikan disertai ketegangan kekuatan arus udara. Sebaliknya,
apabila pada waktu di artikulasikan tidak di sertai ketegangan kekuatan arus udara,
bunyi itu disebut lunak.

Bunyi keras mencakupi beberapa jenis bunyi seperti:

a. Bunyi letup tak bersuara (p, t, c, k).


b. Bunyi geseran tak bersuara (s).
c. Bunyi vokal.

Bunyi lunak mencakupi beberapa jenis seperti :

a. Bunyi letup bersuara (b, d, j, g).


b. Bunyi geseran bersuara (z).
c. Bunyi nasal (m, n, ng, ny).
d. Bunyi likuida (r, l).
e. Bunyi semivokal (w, y)
f. Bunyi vokal (a, i, u, e, o)
4) Bunyi Panjang dan Pendek
Bunyi panjang dibedakan dari bunyi pendek berdasarkan lamanya bunyi
tersebut diucapkn atau diartikulasikan.Vokal dan konsonan dapat dibedakan atas
bunyi panjang dan bunyi pendek.
5) Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring

Pembedaan bunyi berdasarkan derajat penyaringan itu merupakan tinjauan


fonetik auditoris. Derajat penyaringan itu sendiri ditentukan oleh luas sempitnya atau
besar kecilnya ruang resonansi pada waktu bunyi itu diucapkan.

6) Bunyi Tunggal dan Rangkap


Bunyi tunggal dibedakan dari bunyi rangkap berdasarkan perwujudannya.
Bunyi tunggal adalah sebuah bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata,
sedangkan bunyi rangkap adalah dua bunyi atau lebih yang bergabung alam satu
suku kata. Semua bunyi vokal dan konsonan adalah bunyi tunggal. Bunyi tunggal
vokal disebut juga monoftong.

12
Bunyi rangkap dapat berupa diftong maupun klaster. Diftong, yang lazim
disebut vokal rangkap, dibentuk apabila keadaan posisi lidah sewaktu mengucapkan
bunyi vokal yang satu dengan bunyi vocal yang lainnya saling berbeda. Klater, yang
lazim disebut gugus konsonan, dibentuk apabila cara artikulasi dari konsonan yang di
ucapkan saling berbeda.

7) Bunyi Egresif dan Ingresif


Bunyi egresif dan ingresif dibedakan berdasarkan arus udara. Bunyi egresif
dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru, sedangkan
bunyi ingresif dibentuk dengan cara mengisap udara ke dalam paruparu. Kebanyakan
bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.

Bunyi egresif dibedakan lagi atas bunyi egresif pulmonik dan bunyi egresif
glotalik, bunyi egresif pulmonik dibentuk dengan cara mengecilkan ruangan paru-
paru oleh otot paru-paru, otot perut, dan rongga dada. Hampir semua bunyi bahasa
Indonesia dibentuk melalui egresif pulmonik. Bunyi egresif glotalik terbentuk
dengan cara merapatkan pita suara sehingga glotis dalam keadaan tertutup sama
sekali. Bunyi egresif glotalik disebut juga bunyi ejektif.

Bunyi Ingresif dibedakan ata bunyi ingresif glotalik dan bunyi ingresif
velarik. Bunyi ingresif glotalik memiliki kemiripan dengan cara pembentukan bunyi
egresif glotalik, hanya arus udara yang berbeda, bunyi ingresif velarik dibentuk
dengan menaikkan pangkal lidah ditempatkan pada langit-langit lunak.

3. Realisasi Fonem

Realisasi fonem adalah pengungkapan sebenarnya dari ciri atau satuan


fonologis, yaitu fonem menjadi bunyi bahasa. Bahasa Indonesia memiliki realisasi
dalam berbagai bunyi. Realisasi fonem sebenarnya sama dengan bagaimana fonem itu
dilafalkan. Realisasi dalam wujud bunyi yang bermacam-macam dari sebuah fonem
itulah yang disebut sebagai alofon. Dengan demikian dapat ditegaskan, bahwa sumber
yang sama dari sejumlah bunyi itu merupakan fonem.

Jadi, fonem dapat diindentifikasi dengan cara melihat pasangan minimal


dengan melihat distribusi komplementer untuk menghasilkan alofon-alofon. Sebagai

13
bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja
Fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang
lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.

1) Fonologi dalam Cabang Morfologi


Bidang Morfologi yang konsentrasinya pada tataran struktur internal kata
sering memanfaatkan hasil Studi Fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem
dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta
diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan
morfem sufiks {-kan}.
2) Fonologi dalam Cabang Sintaksis

Bidang Sintaksis yang berkonsentrasi pada tataran kalimat, ketika


berhadapan dengan kalimat (kamu berdiri). Sebagai kalimat berita, (kamu
berdiri?) sebagai kalimat tanya, dan (kamu berdiri!) sebagai kalimat perintah.
Ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi
mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan
memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jeda dan tekanan
pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam
Bahasa Indonesia.

3) Fonologi dalam Cabang Semantik


Bidang Semantik yang berkonsentrasi pada persolan makna kata pun
memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata
dapat divariasikan dan tidak.
Contohnya kata [tahu], [tau], [teras], dan [teras] akan bermakna lain. Sedangkan
kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?]. [dUdU?],
[didI?], [dIdI?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang
membantunya.

14
D. Kedudukan Fonologi dalam Linguistik

Kedudukan Fonologi dalam studi bahasa dapat dilihat dari hubungan antara
bentuk bahasa. Jika bahasa dibagi secara sederhana atas dua ranah yaitu bentuk dan
makna, maka Fonologk berada pada tataran bentuk. Menurut Halliday, Fonologi
merupkan penghubung antara bentuk bahasa. Substansi bahasa di sini adalah fonetik
sementara tata bahasa (grammar) dan leksis (lexis). Halldiay sendiri membagi bahasa atas
lima tataran, yan terdiri atas tiga tataran utama, yaitu: isi (substance), bentuk (form), dan
situasi estralinguistik (sxtralinguistic situation), ditambah dua tataran antara (interlevels),
yakni fonologi dan konteks.
Secara umum, tataran linguistik dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) fonologi,
2) morfologi,
3) sintaksis,
4) semantik.
Kedudukan fonologi dalam studi linguistik adalah sebagai tataran awal yang menjadi
syarat mutlak untuk dapat menguasai dengan baik tataran-tataran berikutnya.

E. Gejala Fonologi Bahasa Indonesia

Ada beberapa jenis-jenis gejala fonologis adalah:

1. Netralisasi dan Arkifonem


Netralisasi adalah alternasi fonem akibat pengaruh lingkungan atau
pembatalan perbedaan minimal fonem pada posisi tertentu. Alternasi fonem adalah
perubahan fonem menjadi fonem lain tanpa membedakan makna. Adanya bunyi /t/
pada akhir lafal kata [babat] untuk /babad/ adalah hasil netralisasi. Arkifonem adalah
golongan fonem yang kehilangan kontras pada posisi tertentu dan biasa dilambangkan
dengan huruf besar seperti /D/ yang memiliki alternasi atau varian fonem /t/ dan
fonem /d/ pada kata [babat] untuk /babad/.
2. Pelepasan Fonem dan Kontraksi

15
Pelepasan bunyi adalah hilangnaya bunyi atau fonem pada awal, tangah dan
akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Pelepasan dapat pula berupa kontraksi atau
pemendekan kata. Contoh : /tetapi/ menjadi /tapi/.

Pelepasan dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Aferesis, yaitu pelepasan fonem pada awal kata. Contohnya /tetapi/ menjadi /tapi/,
/baharu/ menjadi /baru.
b. Sinkope, yaitu pelepasan fonem pada tengah kata. Contohnya /silahkan/
menjadi /silakan/, /dahulu/ menjadi /dulu/.
c. Apokope, yaitu pelepasan fonem pada akhir kata. Contohnya /president/
menjadi /president/, /standard/ menjadi /standar/.
Jenis pelepasan bunyi yang lain adalah haplologi ,yaitu pemendekan pada
sebuah kata karena penghilangan suatu bunyi atau suku kata pada pengucapannya.
Misalnya : tidak ada menjadi tiada, bagaimana menjadi gimana.
3. Disimilasi

Disimilasi adalah perubahan bentuk kata karena salah satu dari dua buah fonem
yang sama diganti dengan fonem yang lain. Contoh disimilasi:

a. Disimilasi sinkronis Contohnya : ber + ajarà belajar. Fonem /r/ pada awalan ber-
diubah menjadi /l/.
b. Disimilasi diakronis Contohnya : kata cipta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
citta. Jadi terdapat perubahan dari fonem /tt/ menjadi /pt/.
4. Metatesis

Dalam proses metatesis yang diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu yang
biasanya terdapat bersama dengan bentuk asli, sehingga ada variasi bebas. Misalnya,
jalur menjadi lajur, almari menjadi lemari.

5. Penambahan Fonem
Berdasarkan letaknya, penambahan fonem dibedakan menjadi :
a. Protesis, yaitu penambahan fonem di awal kata. Contohnya : /mas/ menjadi /emas,
/tik/ menjadi /ketik/.

16
b. Epentesis, yaitu penambahan fonem di tengah kata. Contohnya : /upat/ menjadi
/umpat/, /kapak/ menjadi /kampak/.
c. Paragoge, yaitu penambahan fonem di akhir kata. Contohnya : /ina/ menjadi
/inang/, /lamp/ menjadi /lampu/.

17
BAB 3

PENUTUPAN

A.    Kesimpulan

Hakikat bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa, tentunya menjadikan


kita perlu memahami hakikat bahasa Indonesia yang baik. Serta mempelajari ilmu yang
membahas tentang bidang khusus pada linguistik yang meneliti bunyi suatu bahasa
tertentu yang sesuai dengan fungsinya bertujuan menjadi pembeda antara makna leksikal
suatu bahasa.

B.     Saran

Adapun saran penulis :

Untuk menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar selayaknya kita mempelajari
fonologi ini
Untuk lebih mempelajari bahasa Indonesia dalam makalah yang penulis buat tentunya
terdapat celah oleh karena nya kritik yang bersifat konstruktif sangat kami perlukan.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://lafreenda-tialoka-mitadiar-fib14.web.unair.ac.id/artikel_detail-147012-Lafreenda
%20Tialoka%20Mitadiar-konsep%20fonologi%20menurut%203%20ahli.html

http://file.upi.edu/Direktori/KD-SUMEDANG/197212262005011002-
PRANA_DWIJA_ISWARA/Tugas%20Kuliah/Kebahasaan/2011/FONOLOGI.pdf

file:///C:/Users/DELL/Downloads/sejarah%20fonologi(1).pdf

http://derestajournal.blogspot.com/2018/11/identifikasi-distribusi-dan-realisasi.htm

19

Anda mungkin juga menyukai