Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KONSEP DASAR BAHASA INDONESIA

FONOLOGI DAN MORFOLOGI

Dosen Pengampu :
ENI NURHAYATI, M.PD

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Faizah Alfiyanita Rahmah ( 2286206027 )
2. Asadullah Ahmad A.R. (2286206018)
3. Maulidiatur Rohmah ( 2286206008 )
4. Nikmatul Wahida ( 2286206047 )
5. Paulinus Fenanlampir ( 2286206007 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP PGRI SIDOARJO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan. Adapun judul makalah yang penulis susun yaitu FONOLOGI DAN
MORFOLOGI. Sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW,
keluarga, Sahabat, dan Umat-Nya

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu ENI NURHAYATI, M.PD. dosen
pengampu mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Sidoarjo, 22 September 2022

Kelompok
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………..…………. 2


Daftar Isi ………………………………………………………………………………………
3

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………..………………………………………………... 4
B. Rumusan Masalah ……………………..…….……..……………………………….…. 4
C. Tujuan Masalah ………….………………………………………………………….…. 4

BAB II. PEMBAHASAN


A. Pengertian Fonologi Bahasa Indonesia ………………………………………….….. 6
B. Unsur-Unsur Identitas Nasional …………………………………………………….… 8
C. Faktor Pembentuk Identitas Nasional ……………………………………………….... 9
D. Pancasila Sebagai Identitas Nasional ……………………………………………… 10
E. Proses Berbangsa dan Bernegara …………………………………………….…….. 11

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………...….… 14
B. Saran ………………………………………………………………………….......... 14

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………... 15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalau kita perhatikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari masihbanyak masyarakat
yang memakai bahasa Indonesia tetapituturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam
tuturan bahasa Indonesia. Tidaksedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia,
tetapi dengan lafalatau intonasi Jawa. Batak, Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Hal
inidimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasaindonesia
sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasadaerah masing-masing
Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasitertentu. seperti dalam kegiatan-
kegiatan resmi.

Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, istilah yang
dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah "huruf walaupun yang dimaksud adalah
"fonem". Mengingat keduanya merupakanistilah yang berbeda, untuk efektifnya
pembelajaran, tentu perlu diadakanpenyesuaian dalam segi penerapannya.

Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal/fonem baku dalam bahasa Indonesia,
sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itudikurangi jika mungkin diusahakan
dihilangkan. Sebagai seorang guru. pemahaman struktur fonologi danmorfologi bahasa
Indonesia selain dapat menjadi bekal dalampemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa
siswa.

Morfologi secara etimologi berasal dari kata morf yang berarti “ilmu”. Secara harfiahnya,
kata morfologi mempunyai makna ilmu yang berkaitan dengan bentuk. Dalam kajian
linguistic, morfologi artinya ilmu yang mempelajari dan mebahasa tentang bentuk-bentuk-
dan pembentukan kata. Mengutip ungkapan Tarigan bahwa “morfologi ialah bagian dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk kata serta pengaruh perubahanperubahan bentuk kata
terhadap golongan dan arti kata”. Di samping itu Ramlan, menyatakan bahwa morfologi
merupakan sebuah bagian kelilmuan bahasa yang membahas tentang bentuk kata secara
mendalam dan hal-hal yang mempengaruhi bentuk kata terhadap suatu golongan dan makna
kata.1

Pada bab mengenai morfologi, akan dibahas tuntas secara mendalam tentang morferm,
bagaimana morfem tersebut berproses sehingga menjadi suatu kata, yang merupakan satuan
paling kecil dalam sintaksis.2 Morfologi mengkaji unsur atau satuan terkecil dari suatu
bahasa. Satuan gramatikal yang paling kecil itu disebut morfem. Sebagai suatu satuan
gramatikal, morfem mempunyai makna. Istilah yang paling kecil menunjukkan bahwa satuan
gramatikal (morfem) itu tidak bisa dibagi lagi menjadi satuan yang lebih kecil.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan fonologi?


2. Apa yang dimaksud Fonetik?
3. Apa perbedaan Fonolgi dan Fonetik?
4. Mengapa Fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik?
5. Apa yang dimaksud dengan Morfologi?
6. Bagaimana mengidentifikasi morfem-morfem bahasa Indonesia?

C. Tujuan Masalah

1. Mahasiswa mengetahui menjelaskan pengertian Fonologi.


2. Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis Fonolgi.
3. Mahasiswa mengetahui apa perbedaan Fonolgi dan Fonetik.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan apa itu Morfologi.
5. Mahasiswa mengetahui dan menjelaskan perbedaan Morfologi dan Morfem .
6. Mahasiswa menjelaskan makna kata ulang bahasa Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FONOLOGI

Secara etimologi kata Fonologi berasal dari kata Fon yang berarti bunyi, dan logis yang
berarti ilmu. Fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari,
membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi- bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-
alat ucap manusia. Fonologi adalah bunyi bahasa yang berfungsi dalam ujaran dan yang dapat
membedakan makna itulah yang menjadi objek salah satu disiplin linguistik (Padeta, 2003 :
3) Deskripsi “ perian” sistem bunyi bahasa, dan pemolaan bunyi yang ada dalam suatu
bahasa,disebut Fonologi (Padeta, 2003 :3). Ladefoge ( Padeta, 2003:3) mengatakan “
phonology is the description of the systems and patterns of sounds that occur in a language”,
sedangkan Lass ( Padeta, 2003 : 3)berpendapat,’ phonology, broadly speaking is that sub
discipline within linguistics concerned with the sounds of language’. Tentu saja setiap bahasa
mempunyai sistem bunyi bahasa yang berbeda dengan bahasa yang lain. Sistem itu
memperhatikan persamaan dan perbedaan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain
( briere dalam buku Padeta, 2003 : 3). Ahli linguistik di zaman modern akhirnya mengerti,
dengan memperhatikan hasil penelitian ahli lain ( ahli faal, ahli teori lagu dan sebagainya),
mereka telah memberikan linguistik suatu ilmu bantu yang membawanya melampaui batas
kata tertulis. Fisiologi bunyi (Jerman Laut atau Sprachphysiologie) sering disebut “ Fonetik”
( Jerman Phonetik, Inggris Phonetics). Istilah tersebut nampaknya kurang tepat, kami
menggantinya dengan istilah Fonologi. Karena fonetik berarti dan harus terus berarti studi
evolusi bunyi, Fonetik adalah Ilmu Historis, menganalisis peristiwa, perubahan dan bergerak
bersama waktu. Fonologi berada diluar waktu karena mekanisme pelafalan selalu serupa.
Dalam hal ini abjad yunani primitif patut kita kagumi. Setiap bunyi sederhana dalam bahasa
ini diungkapkan oleh hanya saatu lambang grafis, dan sebaliknya setiap lambang
berhubungan dengan satu bunyi sederhana, selalu yang sama. Ini adalah penemuan genius,
yang telah diwariskan pada bangsa Latin. Di dalam abjad Yunani primitif tidak dapat grafem
kompleks seperti “ch” yang melambangkan s, ‘x’ untuk ks. Prinsip tersebut yang perlu dan
memadai bagi aksara Fonologis yang baik, telah direalisasi bangsa Yunani secara
menyeluruh. Dalam beberapa bahasa tertentu unsur suprasegmental yang juga menjadi kajian
objek kajian fonologi seperti nada, tekanan, dan durasi, akan memberikan warna makna pula
terhadap wujud morfem atau kata. Dalam kajian sintaksis fonologi juga masih telibat karena
sering kali makna sebuah ujaran ( kalimat) tergantung pada unsur- unsur suprasegmentalnya.
Misalnya ujaran “ guru baru datang “ akan bermakna “ guru itu terlambat”.Di luar kajian
struktur internal bahasa, yaitu fonologi, morfologi,dan sintaksis. Ada bidang kajian linguistik
yang lain, yaitu semantik, leksikografi, sosiolingustik, psikolinguistik, dan dialektologi. Hal
ini sangat penting bagi bahasa yang sistem ejaannya sangat tidak konsisten seperti bahasa
inggris. Berikut ini gambar Membedakan dan Melafalkan Fonem:

Fonologi dan Fonetik

Fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari,
membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi- bunyi bahasa yang diiproduksi oleh alat-
alat ucap manusia. Fonetik adalah cabang kajian linguistik yang meneliti bunyi- bunyi bahasa
tanpa melihat apakah bunyi- bunyi itu dapat membedakan makna kata atau tidak. Fonetik
adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa yang tidak memperhatikan fungsinya sebagai
pembeda makna ( Verhaar dalam buku Padeta 2003 : 4). Istilah fonologi dalam kepustakaan
di AS disebut fonemik, bahasa inggris “ Phonemics”, sedangkan di Eropa daratan, misalnya
di negara bekanda, fonetik dianggap berdiri sendiri yang terpisah dari fonologi. Jadi
disamping fonetik, mereka mengenal pula fonologi sedangkan fonetik dan fonemik mereka
deskripsi dalam satu subdisiplin linguistik yang disebut fonologi. Fonologi sering disebut
fonemik, ilmu yang mempelajari fonem- fonem. Akan tetapi karena fonologi tidak hanya
yang mempelajari fonem  fonem, melainkan
bagaimna fonem- fonem difonasikan , maka istilah fonologi yang banyak digunakan.
Harimurti dalam buku Padeta 2003 :4 mengatakan, fonetik ;
1. Ilmu yang menyelidiki penghasilan, penyampaian, dan penerimaan bunyi bahasa;
ilmu interdisipliner linguistik dengan fisika, anatomi, dan psikologi;

2. Sistem bunyi suatu bahasa.


Fonetik adalah ilmu yang mempelajari bunyi- bunyi bahasa dalam peranannya sebagai media
atau sarana bahasa (Lapoliwa dalam buku Padeta 2003:4). Sehubungan dengan konsep
fonetik, pakar Linguistik membagi Fonetik atas tiga jenis yaitu :

1. Fonetik akustik
2. Fonetik auditoris
3. Fonetik artikulatoris atau fonetik organis

Pembagian ini berdasarkan pada cara mendekati atau mendiskripsikan bunyibunyi


bahasa.Fonetik akustik melukiskan bagaimana bunyi bahasa yang keluar dari alat- alat bicara
manusia yang merupakan gelombang- gelombang bunyi melalui udara sampai ke telinga
pendengar. Penyelidikan ini sangat memerlukan alat elektronik yang rumit. Disamping
pengetahuan fisika, penyelidik harus memahami matematika, sebab bunyi bahasa harus
dideskripsikan dengan rumusrumus atau angka yang bersifat matematis. Fonetik auditoris
mendeskripsikan bunyi bahsa yang diterima oleh alat dengar si pendengar. Berbicara tentang
fonetik auditoris, berarti mempelajari bunyi dari segi pendengar, yakni proses yang dimulai
saat menerima gelombang-gelombang bunyi, perubahan gelombang bunyi menjadi isyarat
yang dapat dikirim ke otak, penafsiran isyarat- isyarat tadi hingga satuan- satuan yang siap
untuk dikirim melalui alat ucap. Fonetik artikulatoris atau biasa disebut fonetik organis
menyelidiki bagaimana bunyi bahasa dihasilkan oleh alat bicara manusia organs of speech.
Dengan demikian fonetik artikulatoris lebih banyak berhubungan dengan fisiologi. Fonetik
artikulatoris bersifat praktis, oleh karena alat bicara manusia bersifat konkret. Deskripsi
fonetik artikulatoris dapat memperlihatkan di daerah mana sebuah bunyi bahasa yang
dihasilkan, apakah melalui bibir,atau apakah bunyi bahasa itu dihasilkan oleh langit  langit
lunak  velum.

C. Proses Bunyi Bahasa


Muolton dalam buku Pateda 2003 : 10 mengatakan, ada 11 tahap proses yang dilalui oleh
bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat- alat bicara pembicara sampai dipahami oleh
pendengar.

Tahap- tahap dimaksud adalah sebagai berikut ;

1. Membuat kode sematis.


Pembicara membayangkan acuan- acuan yang ingin disampaikannya dalam
bentuk- bentuk satuan- satuan semantis yang diharapkan satuan semantis ini akan sama
dengan penafsirannya pada pihak pendengar.

2. Membuat kode gramatikal.


Pembicara telah memilih satuan semantis yang cocok dengan acuan yang ada dalam
bayangannya, ia akan memutuskan suatu gramatikal, apakah kata atau kalimat. Kata dan
kalimat yang dipilih harus sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakan.

3. Membuat kode fonologis.


Mengubah satuan gramatikal tadi dalam wujud bunyi- bunyi bahasa

4. Mengirimkan perintah otak kepada alat bicara.


Proses ini berada dalam mind. Wujudnya berupa gejolak jiwa yang
menuntut untuk segera dihasilkan.

5. Alat bicara melaksanakan gerakkan sesuai dengan perintah otak.


Tahap ini termasuk dalam tahap fisiologis.
6. Tahap ini merupakan tahap akustik
Bunyi- bunyi bahasa tadi diteruskan yang akan berwujud gelombanggelombang bunyi.

7. Tahap fisiologis
Gelombang bunyi tadi menyentuh alat pendengar. Gelombang bunyi
merangsang telinga pendengar yang menyebabkan si pendengar
mengaktifkan mekanisme pendengarannya

8. Tahap fisiologi yang berkaitan dengan fonetik auditoris.


Gelombang bunyi tadi diubah menjadi getaran. Getaran teruskan ke otak.

9. Pemecahan kode
Getaran tadi yang sebenarnya berisi pesan pembicara dalam bentuk kodekode, harus
ditafsirkan atau dimaknakan. Pengolahan terjadi di otak dengan jalan mencocokkan gejala-
gejala itu dengan pengetahuan si pendengar yang sesuai dengan sistem bahasa yang dikuasai
pendengar.

10. Pemecahan kode secara gramatikal


Kode- kode berwujud getaran yang telah dimaknakan secara fonologis itu, kemudian
ditafsirkan dengan cara gramatikal. Strukturnya disesuaikan dengan struktur bahasa yang
dikuasai pendengar.

11. Pemecahan kode secara semantis


Struktur gramatikal dilihat maknanya baik yang berwujud kata maupun yang berwujud satuan
yang lebih besar, apakah Frase atau kalimat. Proses pengolahan gelombang bunyi sehingga
dipahami oleh pendengar, semuanya dilakukan oleh otak. Dalam kaitan ini kita melihat
bahwa otak mempunyai
fungsi kreativitas, fungsi transmisi, dan juga mengaktifkan mekanisme
pendengaran.
Dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu ;
a. Komponen subglotal
b. Komponen laring, dan
c. Komponen supraglotal.
Komponen subglotal terdiri dari paru- paru ( kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran
pernafasan ( trakea). Otot- otot paru-paru, dan rongga dada juga termasuk dalam komponen
ini. Secara fisiologis komponen ini digunakan untuk proses pernafasan. Karena itu,
komponen ini disebut Sistem pernafasan. Dalam fonetik disebut sistem pernafasan subglotal
yang mempunyai fungsi utama komponen ini adalah  memberi arus udara yang
merupakan syarat mutlak untuk terjadi bunyi bahasa.Komponen Laring ( tenggorok)
merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan yang berbentuk lingkaran. Di dalamnya
terdapat pita suara. Laring berfungsi sebagai klep yang mengatur arus udara antara paruparu,
mulut dan hidung. Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah terjadnya awal
mula bunyi bahasa itu; baik dengan aliran udara egresif maupun aliran udara ingresif.
Sehubungan dengan arus udara, sebagai sumber pembunyian, biasanya dibedakan tiga macam
arus udara, yaitu arus udara pulmonik, arus udara glotalik, dan arus udara velarik.
Komponen supraglotal adalah alat- alat ucapyang berada di dalam rongga mulut dan rongga
hidung baik yang menjadi artikulator aktif
maupun yang menjadi artikulator pasif.
Terjadinya bunyi bahasa dalam proses produksi bunyi bahasa pada
umumnya dimulai dari proses pemompaan udara ke luar dari paru- paru melalui pangkal
tenggorakan (laring) ke tenggorokkan yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara itu
bisa ke luar, pita suara itu harus berada dalam keadaan terbuka. Setelah melalui pita suara,
yang merupakan jalan satu- satunya untuk bisa ke luar, entah melalui rongga mulut atau
rongga hidung, arus udara tadi diteruskan ke luar ke udara bebas.

Cara bunyi bahasa itu dihasilkan disebut cara artikulasi. Sejauh ini cara artikulasi yang
diketahui antara lain adalah ;
a. Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu dengan tiba- tiba
diletupkan sehingga terjadilah bunyi yang disebut bunyi hambat, bunyi letup atau bunyi
plosif.
b. Arus ujar itu dihambat pada titik tertentu, lalu arus ujar itu dikeluarkan melalui rongga
hidung, sehingga terjadi bunyi nasal.
c. Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian diletupkan sambil digeser atau
didesiskan sehingga terjadilah bunyi paduan atau bunyi afrikat.
d. Arus ujar itu dihambat pada tempat tertentu, kemudian digeserkan atau didesiskansehingga
terjadinya bunyi geseran, bunyi desis atau bunyi frikatif.
e. Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah, maka
terjadilah bunyi sampingan atau bunyi lateral.
f. Arus ujar itu dikeluarkan melalui samping kiri dan kanan lidah lalu
digetarkan sehingga terjadilah bunyi getar atau tril.
g. Arus ujar itu pada awal prosesnya diganggu oleh posisi lidah tetapi
kemudian diganggu pada titik artikulasi tertentu sehingga terjadilah bunyi semi vokal yang
dikenal juga dengan nama bunyi hampiran. ( Chaer 2003 : 30)
D. Jenis-jenis Fonologi

a. Fonetik Sebelum SPE


Strukturalist Amerika menggunakan produser segmentasi,lalu
mengkontraska, mengklasifikasi unit-unit bunyi bahasa yang lebih di kenal dengan istilah
pasangan minimal ‘minimal paris’ (Gleason :1958). Akhir pengkajian mereka, yakni
tersusunya fonem bahasa yang telah diteliti. Contoh, dalam bahasa Thai terdapat pasangan
minimal (Jensen, dalam Pateda ; 2010:13).
Fonologi sebelum SPE mengklasifikasikan fonem-fonem berdasarkan alat bicara yang
menghasilkan bunyi-bunyi bahasa tersebut

b. Fonologi SPE
Buku The Sound Pattern of English merupakan titik kluminasi sejumlah kajiandalam
bidang teorifonologi yang di inpirasikan dari berbagai penemuan terdahulu.pandangan ini
antara laion yamg berhubungan dengan teorifitur pembeda ‘disticve features’ yang
menyatakan bahwa unit-unit bunyi bahasa bukanlah fonem, tetapi unit yang lebih
kecil,fitur,yang kemudian berkombinasi
menjadi fonem. Jadi, konsonan /m/ pada kata makan sebenarnya merupakan dingkatan
penulisan fitur-fitur suara,bilabial,nasal,hambat.
Pandangan ini melahirkan tata bahasayang dikenal dengan tata bahasa generatif. Tujuan
utama bahasa generatif, yakni menunjukkan kemungkinankaidah-kaidah tersederhana dalam
suatu bahasa.dalam deskripsi tata bahasa generatif, deskripsi fonologi disusun secara
sederhana dengan jalan menggunakan simbol-simbol sehingga denga demikian SPE dikenal
sebagai
penganut teori linier ‘ linier theory dalam fonologi. Teori ini mempresentasikan simbol
simbol dalam urutan segmen dan lingkungannya secara linier. Dengan
demikian tugas fonologi menjadi luas, yakni menafsirkan struktur sintaktik
secara fonologis. Struktur sintaktik dimaksud adalah struktur luar yang sangat abstrak.
Struktur hanya dapat dikenal melalui analisis konsetituen yang secara hierarki ada dalam
struktur bahasa. Struktur yang abstrak tadi berwujud formatif-formatif yang abstrak pula,
yang biasa disebut Morfem dan bermakna, meskipun kadang-kadang tanpa wujud
fonologisnya. Misalnya formatif jamak dalam Bahasa Inggris yang hanya dapat dikenal
setelah morfem tersebut berbeda dalam konteks kalimat.

c. Fonologi Autosegmental
Teori ini berasal dari Goldsmith (1976) yang mempertahankan disertai disertasi yang
berjudul autosegmental Fonologi. Istilah autosegmental berasal dari kata Autonomous dan
segmental yang menjelaskan bahwa beberpa fitur dipresentasikan tersendiri dari yang lain,
dan dihubungkan dalam bentuk matrix dengan fitur lain melalui segmen yang saling
berhubungan. Teori ini lebih banyak bertitik tolak dari kenyataan yang berlaku dalam bahasa
yang mengenal nada.

Leben (Jensen dalam Pateda;2011:15) melaporkan bahwa dalam bahasa mende terdapat
lima kontourtonal yang dapat muncul dalam vokal pendek. Kelima kontourtonal yakni tinggi,
rendah, turun, naik, dan naik turun. Kontour tonal tersebut dapat saja muncul pada morfem
yang terdiri dari satu, dua atau tiga silabe.

Sayang sekali tidak ada informasi tentang makna satu-satuan ini, dan sebagai bahan
pembanding, dalam bahasa cina bentuk {Si} belum
mempunyai makna apa-apa jika belum ditentukan nada pengiringnya. Jika bentuk {Si}
bernada datar maka maknanya hilang, kalau bernada naik, maknanya sepuluh, kalau nadanya
turun dulu, lalu naik, maknanya sejarah, sedangkan kalau nadanya turun, maka bentuk {Si}
bermakna pasar.

d. Fonologi Matrikal
Dorongan pendapat yang melahirkan fonologi matrikal, yakni perhatian fonetisi pada
masalah tekanan dalam bahasa (Inggris). Jika pada fonologi sebelumnya fitur-fitur
pembedayang disebut biner yang ditandai dengan nilai plus(+) dan minus (-), maka dalam
fonologi yang mementingkan tekanan, fiturfitur pembeda ditandai dengan nilai fitur n-ary.
Dalam hal ini tekanan pertama
dipresentasikan dengan nilai satu, ke dua, nilai dua, ketiga, nilai tiga dan seterusnya.
Sedangkan yang tidak bertekanan ditandai dengan nilai zero (0).

e. Fonologi Leksikal
Setiap leksikonsecara esensial adalah morfem yang perwujudannya berisi komponen yang
bersifat fonologis danterkait satu sama lain dalam strata yang lebih tinggi, yakni yang
sifatnya sintaktik dan tentu saja berbeban makna. Kadang-kadang morfem yang bersifat
leksikal itu hanya merupakan abstraksi, misalnya morfem ‘Past’ yang direlisasikan secara
fonologis dalam bentuk nilai /d/,/ed/, atau terintegrasi dalam wujud yang tak beraturan,
misalnya morfem sing yang bentuk ‘pastnya’ sang.Dapat juag dikatakan bahwa leksikon
suatu bahasa merupakan senarai morfem. Leksikon diorganisasikanke dalam seri-seri strata
dalam hal mana wujud yang bersifat marfologis dan fonologis saling berinteraksi. Keluaran
‘output’strata yang sifatnya fonologis leksikal ini menghasilakan item-item suatu bahasa.
Fonologi leksikal lebih tertuju pengkajian pada bahasa-bahasa
ya mengenal ‘stress’, misalnya bahasa inggris. Pada fonologi ini misalnya dibicarakan aturan
perubahan tekanan ‘tress’, kondisi- kondisi yang menyebabkan perubahan tekanan yang
ketat, interaksi aturan tekanandengan aturan-aturan perubhansegmen akibat munculnya
tekanan, proseseyang sifatnya agak longgar, dan aturan-aturan pascasiklik, antara lain yang
berhubungan pemplatalan.
Seperti yang diketahui tekanan kata-kata inggris dapat diprediksi. Sekarang, bahasa
inggris telah memiliki akhiran –al yang terdapat dalam verba tertentu untuk menghasilkan
derivasi nomina. Dalam hal penggunaan akhiran –al kadang-kadang agak aneh untuk bentuk-
bentuk tertentu.

f. Fonologi prosodik
Prinsip yang mendasari fonologi prosodik, yakni pandangan yang berlaku dalam tata bahasa
generatif,terutama hubungan antara morfologi dan sintaksis yang terkenal dengan sebutan
tata bahasa model T.
Teori prosodik menggap terjadi penyesuaian antara unsur-unsur sintaksis sebagai
keluaran dan unsur-unsur fonologis sebagai sebagai masukan. Penyesuaian terjadi karena
unsur-unsur yang bersifat fonologis tidak selamanya
beroperasi dalam satuan sintaksis. Dalm fonologi prosodik, frase fonologis merupakan bagian
dari hierarki kategori-kategori prosodik, yang terkecil berupa silabe,dan yang terbesar adalah
ujaran-ujaran yang bersifat fonologis tersebut yang tentu saja ujaran boleh dianggap sebagai
perluasan fonologis etrikal,oleh karena hierarki prosodik termasuk di dalamnya silabi dan
akar, dua konsep yang terdapat di dalam fonologi metrikals

B. Morfologi

Apakah Itu Morfologi? Morfologi ialah satu bidang ilmu yang mengkaji bentuk
perkataan. Istilah ini dipinjam daripada bidang biologi yang bermaksud kajian mengenai
bentuk tubuh haiwan dan tumbuh an. Konsep bentuk itu diterapkan kepada bentuk perkataan
bahasa manusia.
Apabila kita menggunakan istilah perkataan, yang kita maksudkan ialah bentuk
perkataan yang diujarkan dalam sesuatu bahasa. Bentuk ujaran itu kemudiannya dituliskan
dengan meng gunakan lambang-lambang yang lazim dalam bahasa tersebut. Sebagai contoh,
dalam bahasa Melayu, inilah kebiasaannya kita menuliskan perkataan dalam ejaan Rumi,
iaitu berjalan, menangis, rumah, pelatih, langit-langit, kereta api, antarabangsa dll. Bentuk
bentuk tulisan perkataan seperti inilah yang kita kaji dalam morfologi.
Yang kita maksudkan dengan bentuk perkataan itu pula ialah struktur perkataan
tersebut dalam bentuk ejaan yang biasa di gunakan sehari-harian. Khususnya kita mengkaji
bagaimana unsur-unsur bahasa membina struktur perkataan bahasa Melayu.

2.Unsur-unsur Morfologi
Apakah yang kita maksudkan dengan unsur morfologi? Oleh sebab kita membuat
deskripsi bahasa ini menggunakan teori deskripsi struktur, maka kita mengandaikan bahasa
mempunyai struktur. Secara umumnya, setiap struktur terbina daripada unsur-unsur yang
lebih kecil. Konsep ini samalah seperti konsep permainan lego kanak-kanak. Dalam
permainan ini ada blok blok kecil yang dijadikan bahan binaan. Blok-blok itu dicantum
cantumkan menjadi struktur yang lebih besar. Begitu jugalah ibaratnya dengan struktur
bahasa. Ada unsur-unsur bahasa. Unsur-unsur itu dicantum-cantumkan bagi membentuk per
kataan dan ayat. Kajian struktur perkataan inilah yang di panggil morfologi. Manakala kajian
binaan ayat pula dipanggil sintaksis.
Ada dua unsur bahasa yang terlibat dalam membina per kataan dalam bahasa Melayu,
iaitu morfem dan kata.

1. Morfem
Morfem ialah unit bahasa yang terkecil mempunyai makna atau fungsi tatabahasa.
Sebagai penutur asli bahasa Melayu, kita dapat mengenali unsur-unsur bahasa seperti ber-,
ter-, ke-, me-, -nya, kah, lah, -pun, -an dll. Kita mengetahui bahawa unsur-unsur ini tidak
boleh dikecilkan lagi. Kita juga menge tahui bahawa unsur-unsur ini tidak mempunyai
makna. Sebaliknya setiap unsur ini mempunyai fungsi tatabahasa apabila digunakan, seperti
dalam perkataan bertanya, menafikan, menekankan, dll. Ternyatalah bahawa unsur-unsur
ber-, me-, dan men- masing-masing mempunyai fungsi tatabahasa. Oleh yang demikian,
unsur-unsur ini adalah morfem.

2. Kata
Di samping itu, unsur seperti rumah, pokok, udara, jalan, duduk, lari, tinggi dan laju
juga tidak dapat dijadikan unsur yang lebih kecil lagi. Ini bermaksud bahawa unsur-unsur ini
juga adalah unit yang terkecil. Sebagai penutur asli bahasa Melayu, kita juga mengetahui
makna unsur-unsur ini. Kita juga boleh me rujuki kamus bagi mengetahui makna tersebut.
Inilah yang dikatakan unsur terkecil yang mempunyai makna. Oleh sebab itu setiap unsur ini
juga adalah morfem. Sebagai unsur morfologi, kata juga adalah unsur bahasa yang digunakan
bagi membentuk perkataan lain.

3. Teori Membentuk Perkataan


Dapat dilihat bahawa morfem dan kata adalah unsur bahasa yang digunakan bagi
membentuk perkataan. Apakah yang di katakan bentuk perkataan itu?
permainan lego kanak-kanak. Dalam permainan ini ada blok blok kecil yang dijadikan
bahan binaan. Blok-blok itu dicantum cantumkan menjadi struktur yang lebih besar. Begitu
jugalah ibaratnya dengan struktur bahasa. Ada unsur-unsur bahasa. Unsur-unsur itu
dicantum-cantumkan bagi membentuk per kataan dan ayat. Kajian struktur perkataan inilah
yang di panggil morfologi. Manakala kajian binaan ayat pula dipanggil sintaksis.
Ada dua unsur bahasa yang terlibat dalam membina per kataan dalam bahasa Melayu,
iaitu morfem dan kata.
Dapat dilihat bahawa morfem dan kata adalah unsur bahasa yang digunakan bagi membentuk
perkataan. Apakah yang di katakan bentuk perkataan itu?
maka semua kata nama ini menjadi kata kerja yang me nunjukkan perbuatan
menghasilkan. Prinsip kajian morfologi mengatakan unit bahasa terkecil yang mempunyai
fungsi tatabahasa atau makna, adalah morfem. Oleh sebab itu {ber-} adalah sebuah morfem.
Lihat sekali lagi perkataan berpeluh, berbunga dan bertelur. Di samping /ber-/ ada pula
bentuk lain, iaitu /peluh/, /bunga/ dan /telur/. Setiap bentuk ini mempunyai makna. Ini tidak
perlu kita buktikan lagi kerana ini adalah kata-kata umum. Setiap satu bentuk ini juga tidak
dapat dianalisis lagi kepada bentuk yang lebih kecil. Menurut prinsip kajian morfologi yang
disebut tadi, unsur-unsur ini juga adalah morfem. Oleh sebab itu (peluh}, {bunga) dan {telur}
semuanya adalah morfem.
Kita dapati bahawa (ber-), (peluh), (bunga) dan {telur} adalah morfem. Dalam hal ini
bentuk sebuah morfem itu dapat dilihat dan dieja. Namun, ada morfem yang tidak
mempunyai bentuk yang terdiri daripada segmen yang dapat dipisah pisahkan. Sebagai
contoh, lihatlah bentuk kata ganda seperti rama-rama, anai-anai dan undang-undang. Dasar
kata ganda ini ialah rama, anai dan undang. Apabila digandakan kata dasar ini menjadi rama-
rama, anai-anai dan undang-undang. Dalam hal ini, proses menggandakan kata dasar itulah
yang dikatakan sebuah morfem, kerana proses itu mempunyai fungsi tatabahasa. Te tapi
proses tidak ada bentuknya. Oleh sebab proses peng gandaan ini dilambangkan sebagai
morfem (G).

1. Morf dan Alomorf


Ada pula morfem yang mempunyai bentuk yang berlainan. Lihatlah perkataan-
perkataan berikut: melawat, memukul, mem buat, menampar, mendukung, menyuruh,
mengawal, menggoreng, mengacu dan mengelap. Kita dapati bentuk me-, mem-, men-,
meny-, meng-, dan menge- wujud, tetapi terdapat perubahan fonem berlaku kepada huruf
pangkal dalam kata dasar yang menerima imbuhan tersebut. Namun, semuanya mempunyai
fungsi tatabahasa yang serupa. Daripada segi fonologi bentuk-bentuk tersebut menyukarkan
usaha memisahkan unsur tersebut dari pada kata dasarnya. Sebagai contoh, apabila tempat
pemisahan itu ditanda dengan sempang, maka cubalah lihat tempat pemisahan pada contoh-
contoh di atas tadi: me-lawat, me-m-ukul, mem-buat, me-n-ampar, men-dukung, me-ny-uruh,
me-ng-awal, meng goreng, meng-acu dan menge-lap. Dalam me-m-ukul, me-n-ampar, me-
ny-uruh dan me-ng-awal, ternyata bentuk dasar itu tidak dapat dipisahkan daripada awalan
me-.
Di samping itu ada bentuk yang berubah menjadi m, n, ny, ng dan nge. Walaupun
demikian ternyata semuanya berfungsi sama. Bagi mengelakkan kesukaran, unsur yang
berubah-ubah ini bolehlah dilambangkan dengan N. N dipanggil arkifonem, atau fonem yang
melambangkan beberapa fonem. Oleh sebab per ubahan ini berlaku dalam penggabungan
morfem, maka N dipanggil ciri morfofonem.
Dalam kajian linguistik, bentuk-bentuk ini semuanya dapat dilambangkan sekali gus
seperti meN-. Dalam lambang ini, unsur N boleh gugur atau berubah menjadi ø, m, n, ny, ng
dan nge. Sekarang meN- bolehlah dapat dikatakan melambangkan me-, mem-, meny-, meng-
dan menge- sekali gus. Oleh sebab itu, meN- yang dikatakan mempunyai satu fungsi
tatabahasa tadi dapatlah diberi satu lambang saja. Morfem ini dapat ditulis dalam kurungan
Morfem (meN-} mempunyai banyak bentuk fonologi, iaitu /me-//mem-/~/men-/~/meny-/~
/meng-//menge-/ bergantung kepada konteks fonologi kata dasar. Setiap bentuk fonologi yang
berlainan itu dipanggil morf. Oleh yang demikian, morfem (meN-} dapat dilihat mempunyai
enam bentuk morf. Setiap satu morf itu beralomorf dengan yang lain. Alomorf diberi
lambang /~/. Oleh sebab itu kita mengatakan bahawa, morfem (meN-) mempunyai
alomorf: /me-//mem-/~/men-/~/meny-/~/meng-/~/menge-/

2. Morfem Bebas dan Morfem Terikat


Ada dua jenis morfem, morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas boleh wujud
bersendirian. Morfem terikat mesti digunakan bersama sekurang-kurangnya satu morfem
lain. Sebagai contoh, lihat perkataan berpeluh. Perkataan ini terbentuk dengan cantuman
morfem ber- dengan peluh. Bentuk peluh boleh digunakan bersendirian sebagai sebuah
perkataan, tetapi ber memerlukan suatu bentuk lain dalam penggunaannya. Oleh sebab itu
peluh dikatakan morfem bebas, dan ber- dikatakan morfem terikat.
Bukan semua perkataan itu terdiri daripada morfem bebas. Lihatlah perkataan anai-
anai. Perkataan ini mengandungi morfem anai, tetapi morfem ini terikat. Sebelum digandakan
morfem ini tidak dapat wujud sendirian. Begitu juga morfem nyala, tidak dapat wujud
bersendirian. Morfem ini hanya dapat digunakan setelah menerima morfem lain, sama ada
dengan awalan men- menjadi menyala atau awalan ber- menjadi bernyala. Oleh sebab itu
meN-, beR- dan nyala adalah morfem terikat.

3. Morfem Dasar dan Imbuhan


Morfem juga digolongkan menurut cara ia digunakan dalam bahasa. Morfem boleh
dibahagikan kepada akar dan imbuhan. Akar ialah bahagian perkataan yang tinggal apabila
semua imbuhan dipisahkan. Contohnya, dalam perkataan mempermain mainkan morfem
akarnya ialah main. Morfem lain me-, per- dan -kan dipanggil imbuhan. Unsur ganda juga
dianggap sebagai satu morfem, iaitu morfem (ganda) kerana ada fungsi tata bahasanya.
Morfem akar boleh terdiri daripada morfem bebas atau morfem terikat, tetapi morfem
imbuhan hanya terdiri daripada morfem terikat.
Morfem imbuhan pula dapat kita bahagikan kepada awalan, akhiran, sisipan dan apitan
bergantung kepada posisi imbuhan dengan kata dasar. Awalan digunakan di awal kata dasar,
seperti per-baik, me-lawan, ber-buah dan lain-lain. Akhiran di gunakan di akhir kata dasar,
seperti besar-kan, nama-i, pukul-an dan lain-lain. Sisipan disisipkan selepas huruf pertama
kata dasar, seperti g-em-uruh, g-em-ilang, g-em-erlap dll. Apitan digunakan serentak di awal
dan di akhir kata dasar, seperti ke duduk-an, per-ubat-an, per-soal-kan dll.

4. Bentuk-bentuk Perkataan
Perkataan dalam bahasa Melayu dapat dibahagikan kepada dua bentuk besar, iaitu kata
tunggal dan kata terbitan. Pem bahagian ini dilakukan dengan melihat komposisi morfem
yang membina struktur perkataan tersebut.
1. Kata Tunggal
Kata tunggal terbentuk daripada satu morfem bebas, contohnya air, apa, besar, jatuh,
makan dan lain-lain. Kesemua kata tunggal ini, secara kebetulan adalah juga kata akar.
Kebanyakan kata akar ini terdiri daripada bentuk dua suku kata seperti maka, rumah, apa dan
lain-lain. Ada juga yang terdiri daripada tiga suku kata, seperti perangkap, lengkuas,
tempurung dan lain-lain. Ada pula yang terdiri daripada empat suku kata seperti seperti
keluarga, sentiasa, dll. tetapi bilangannya tidak banyak. Apa juga yang terdiri daripada lima
suku kata seperti cenderawasih, tetapi bilangannya sangat sedikit. Bilangan suku kata
sesebuah kata akar yang menjadi dasar kepada sesuatu proses pengimbuhan mempunyai
pengaruh menentukan bentuk imbuhan yang timbul. Kajian dan proses dan bentuk imbuhan
dipanggil kajian morfofonologi dan dibincangkan dalam Bab 4.
2. Kata Terbitan
Kata terbitan pula terdiri daripada kata berimbuhan, kata ganda, kata majmuk dan kata
akronim. Kata imbuhan ter bentuk daripada kata dasar dan imbuhan, contohnya: mendukung,
berjalan, dibawa, perumahan, mempersoalkan dan lain-lain. Kata ganda terdiri daripada dasar
dan ganda, contohnya: rama-rama, orang-orang, budak-budak dan lain-lain. Kata majmuk
terdiri daripada gabungan dua atau lebih perkataan lain, contohnya: anak angkat, Menteri
Besar, matahari dan lain-lain. Kata akronim terdiri daripada gabungan bahagian daripada dua
perkataan atau lebih, contohnya: cerpen (cerita + pendek), jabanah (jalan + bawah tanah) dll.
5. Prinsip Menganalisis Morfologi
E. A. Nida di dalam bukunya Morphology: A Descriptive Analysis of Words (1963)
menyusun enam prinsip bagi menganalisis dan mengenal pasti morfem. Keenam-enam
prinsip ini disenaraikan di sini, kerana prinsip-prinsip ini berguna dalam mengenal pasti
morfem dalam bahasa Melayu. Kaedah yang digunakan di sini ialah kaedah deskriptif
struktur dan oleh itu prinsip-prinsip ini adalah sesuai bagi mengkaji struktur perkataan bahasa
Melayu. Walau bagaimanapun, bukan semua prinsip itu ber guna untuk bahasa Melayu.
Prinsip-prinsip yang jelas berguna diberi contoh-contoh dalam bahasa Melayu, dan yang
tidak, diberi contoh dalam bahasa Inggeris atau bahasa lain supaya semua prinsip ini dapat
difahami. Dalam penjelasan ringkas ini banyak detel yang digugurkan. Penjelasan dan contoh
Nida yang asal adalah lebih lengkap.
1. Menganalisis Ungkapan
Bagi menganalisis ungkapan kepada morfem, kita perlulah mensegmen ungkapan
kepada morf. Mensegmen maksudnya memotong-motong menjadi kecil. Kaedahnya adalah
begini.
2. Kita rakamkan sesuatu ungkapan, katakanlah sebuah cerita. Kemudian cerita itu kita
transkripsikan dengan menggunakan ejaan fonetik. Tetapi, untuk analisis yang mudah, kita
boleh juga menggunakan ejaan biasa.2. Transkripsi itu kita potong-potong menurut bahagian
atau segmen yang ada makna atau fungsi tatabahasa. Proses memotong ini dipanggil
mensegmen. Bentuk-bentuk yang dihasilkan dengan mensegmen itu dipanggil morf.
3. Morf-morf yang dihasilkan ditentukan, sama ada bertaraf sebagai morfem yang
berasingan, atau hanya bentuk ke lainan daripada satu morfem. Ini dilakukan dengan melihat
makna atau fungsinya mengikut distribusi atau penggunaannya. Makna bermaksud makna
seperti yang terdapat dalam kamus. Fungsi bermaksud yang sesuatu morf itu melakukan
fungsi tatabahasa khusus. Distribusi nya bermaksud konteks morf digunakan dalam
perkataan, frasa atau ayat.

Prinsip-prinsip Mengenal Pasti Morfem


1. Prinsip pertama
Morf-morf yang mempunyai bentuk fonologi serupa digolong kan sebagai satu morfem
sekiranya morf-morf itu mempunyai makna atau fungsi tatabahasa yang sama.
Prinsip ini mengatakan bahawa apabila bentuk-bentuk fonologi atau ejaan satu
kelompok morf adalah serupa dan mereka mempunyai makna atau fungsi tatabahasa yang
sama, maka morf-morf tersebut digolongkan kepada satu morfem. Lihat morf -an dalam
contoh berikut:
1. pukul + an
2. makan + an
3. kirtik+ an
Semua morf -an dalam ketiga-tiga perkataan di atas dapat dikatakan sebagai satu
morfem kerana bentuk fonologinya, maknanya dan fungsinya adalah serupa. Apabila kita
dapat membuktikan morf-morf ini terdiri daripada satu morfem, maka kita menuliskannya
dalam kurungan (-an). Lambang {} menunjukkan bahawa -an adalah satu morfem.
2. Prinsip kedua
Morf-morf yang mempunyai makna dan fungsi tatabahasa yang sama bolehlah
digolongkan sebagai satu morfem, walaupun ada perbezaan bentuk fonologinya; asalkan
perbezaan tersebut berlaku semata-mata kerana konteks fonologi yang berlainan.
Prinsip ini mengatakan bahawa morf-morf yang berbeza bentuk fonologinya akibat
perbezaan konteks, tergolong ke dalam fonem yang sama apabila makna atau fungsi tata
bahasanya sama. Contoh:
1. me + rawat
2. mem + bawa
3. men + dukung
4. menge + lap
Morf me-, mem-, men-, menge- di atas dapat digolongkan sebagai satu morfem kerana
makna dan fungsinya adalah sama. Perbezaan bentuknya adalah akibat perbezaan fonologi
saja. Perbezaan ini dapat pula diramal daripada konteks fonologi nya. Maksudnya, perbezaan
itu timbul akibat huruf atau fonem pangkal kata dasarnya berlainan, iaitu: morf me- berlaku
di depan r, morf mem- berlaku di depan b, morf men- berlaku di depan d, dan morf menge-
berlaku di depan kata dasar yang terdiri daripada satu suku kata. Oleh sebab itu me-, mem-,
men-, dan menge- digolongkan sebagai satu morfem.
Apabila morfem ini terdiri daripada beberapa morf, maka kita katakan morfem ini
mempunyai alomorf. Cara melambang kan morfem dan alomorf adalah dengan meletakkan
morfem di dalam kurungan {} dan alomorfnya di dalam kurungan //. Kemudian lambang
diletakkan di antara alomorf bagi N menunjukkan mereka adalah dalam satu kumpulan yang
sama. Dalam hal ini morfem (meN-} dikatakan mempunyai alomorf /
me-/~/mem-/~/men-/~/meny/~/meng-/~/menge-/.
Ada sebuah lambang baru yang kita gunakan, iaitu /N/ apabila merujuk kepada morfem
{meN-). Apa maksud lambang ini? Lazimnya apabila ada beberapa alomorf, maka dipilihlah
satu bentuk bagi mewakili semua alomorf ini. Dalam hal ini unsur yang berlaku dalam semua
morf dikekalkan iaitu me. Kemudian, bunyi yang berubah-ubah apabila morfem ini ber laku
di depan kata dasar yang mempunyai huruf pangkal yang berlainan diberi satu lambang khas,
iaitu N. Lambang N ini dipanggil arkifonem. Lambang N melambangkan semua proses
penyengauan yang berlaku, iaitu perubahan bunyi sengau yang berlaku menurut huruf yang
menjadi huruf pangkal kata dasar. Lambang N menyatakan perubahan berikut:
1. meN- menjadi me- atau berlaku perubahan ø (kosong) di depan huruf I dan r.
Contoh: melawat, merantau, dll.
2. meN- menjadi mem- di depan huruf p, b, f dan v. Contoh memproses, memukul
(huruf p digugurkan daripada per kataan mempukul), membawa, memfatwakan, memveto,
dll.
3. meN- menjadi men- di depan t, d. Contoh: mentadbir, menari (huruf t digugurkan
daripada perkataan mentari), men dapat, dll.
4. meN- menjadi meny- di depan huruf s. Contoh: menyurat
(huruf s digugurkan daripada perkataan menysurat) 5. meN- menjadi meng- di depan k,
g dan huruf vokal. Contoh: mengkeroyok, mengawal (huruf k digugurkan daripada perkataan
mengkawal), menggali, mengarah, mengindahkan, dll.
6. meN menjadi menge- di depan kata dasar yang terdiri daripada satu suku kata.
Contoh: mengelap, mengepin dll.

3. Prinsip ketiga
Morf-morf yang sama makna dan fungsi tatabahasanya, tetapi mempunyai perbezaan
bentuk fonologi, dapat digolongkan ke dalam morfem yang sama, sekiranya distribusi atau
taburannya tidak bertindih. Ini bermaksud, sesuatu morf tidak berlaku pada tempat morf lain
berlaku.
Sebagai contoh morf yang berlainan bentuk fonologi adalah seperti morf -man dalam
seniman dan -wan dalam sasterawan. Morf -man dan -wan adalah sebenarnya manifestasi
bentuk yang sama, dan berlaku dengan kata dasar yang berlainan.
Morf -man dan wan juga dikatakan saling melengkapi, yakni morf -man berlaku di
tempat morf -wan tidak berlaku. Oleh sebab makna dan fungsinya sama, maka kedua-dua
morf ini dapat digolongkan ke dalam morfem yang sama, iaitu {-man). Morfem {-man)
mempunyai dua alomorf, iaitu /-man/~ /-wan/.
4. Prinsip keempat
Satu siri bentuk yang berbeza dalam konteksnya boleh di golongkan sebagai satu
morfem walaupun terdapat hanya perubahan kosong.
Prinsip ini mengatakan bahawa apabila ada morf-morf yang berbeza bentuknya dalam
siri konteks fonologi yang berlainan, dan semua perbezaan fonologi itu dapat diramalkan,
maka morf-morf itu semuanya dapat digolongkan sebagai morfem yang sama. Perubahan ini
mencakupi juga keadaan apabila tiada berlaku perubahan bentuk, yakni berlaku perubahan
kosong yang diberi lambang /o/, tetapi ada perubahan makna atau fungsinya.
Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh morfem jamak dalam bahasa Inggeris.
Jamak ditandai oleh sekurang-kurangnya empat bentuk morf, iaitu -s dalam boys, -es dalam
boxes, -en dalam oxen, dan -ren dalam children. Tetapi perkataan sheep 'kambing' yang
merujuk kepada makna tunggal, juga membawa makna atau fungsi jamak, walaupun tidak
wujud bentuk morf yang dapat dituliskan. Yang ada hanya perubahan makna atau fungsi.
Morfem jamak dalam perkataan sheep dikatakan diwakili oleh morf . Oleh sebab itu morfem
jamak dalam bahasa Inggeris mempunyai alomorf seperti berikut: (jamak): /-s/~ / es//-en/-/-
ren/.

5. Prinsip kelima
Morf-morf boleh digolongkan kepada morfem yang sama atau berlainan bergantung
kepada dua syarat. Syarat pertama, bentuk morf-morf yang sama ejaan dan sebutannya adalah
terdiri daripada dua morfem yang berlainan apabila maknanya berlainan. Syarat kedua, morf-
morf yang sama ejaan dan se butannya adalah tergolong kepada morfem yang sama apabila
maknanya berkaitan.
Syarat pertama mengatakan bahawa morf-morf yang sama bentuk ejaan dan sebutan
adalah dua morfem yang berlainan apabila maknanya berbeza. Contohnya, (daki) kotoran',
dan {daki) `memanjat' adalah dua morfem yang berlainan.
Syarat kedua bermakna bahawa morf-morf yang sama ejaan dan sebutannya adalah
digolongkan sebagai satu morfem se kiranya maknanya berkaitan. Contohnya, morf kaki
dalam kaki meja, kaki bukit, kaki langit adalah tergolong sebagai satu morfem kerana semua
maknanya merujuk kepada anggota atau bahagi an bawah benda-benda yang dinamainya.
6. Prinsip keenam Sesebuah morf boleh dikenal pasti sebagai satu morfem apabila
memenuhi salah satu daripada tiga syarat berikut.
 Syarat pertama, sekiranya bentuk morf itu pernah wujud secara bersendirian
walaupun sekali, maka ia dianggap sebagai morfem. Ini boleh menjelaskan taraf
kata-kata yang kita ke tahui, seperti hari, rumah, lari, dan lain-lain adalah setiap
satunya terdiri daripada morfem kerana setiap satunya pernah berlaku atau wujud
secara bersendirian.
 Syarat kedua, sebuah morf boleh dikenal pasti sebagai morfem apabila bentuk itu
pernah berlaku dengan bentuk bentuk lain, dan bentuk lain itu pernah dipastikan
sebagai morfem. Sebagai contoh morfem nyala pernah berlaku dengan morfem lain
dalam perkataan menyala, bernyala, dinyalakan, dan menyala-nyala. Oleh sebab itu
{nyala) adalah satu morfem sebab (men-}, {ber-), {di-), dan (ganda) pernah
ditentukan sebagai morfem.
 Syarat ketiga, sebuah morf boleh juga dikenal pasti sebagai morfem sekalipun ia
hanya berlaku atau wujud sekali sahaja, tetapi bentuk yang berlaku dengannya itu
pernah berlaku dengan morfem lain. Contohnya, (bi-} dalam bitara adalah sebuah
morfem, kerana {tara) wujud dengan unsur lain dalam perkataan lain seperti setara.

6. Proses-proses Morfologi
Yang dimaksudkan dengan proses morfologi ini ialah proses proses yang berlaku dalam
bahasa Melayu bagi menghasilkan kata-kata terbitan. Proses morfologi ini menjelaskan apa
yang berlaku terhadap unsur morfologi, iaitu morfem dan kata dalam bahasa Melayu bagi
menerbitkan perkataan baru. Ada empat proses morfologi yang berlaku dalam bahasa
Melayu, iaitu: pengimbuhan, penggandaan, pemajmukan, dan peng akroniman. Oleh sebab
proses ini penting maka kita akan menjelaskannya satu persatu.

Proses-proses ini dilakukan kepada bentuk dasar. Dasar itu ialah bentuk yang menerima
imbuhan dalam proses peng imbuhan atau bentuk yang digabungkan dengan bentuk per
kataan lain dalam proses pemajmukan atau bentuk yang mengalami gandaan dalam proses
penggandaan. Bentuk dasar itu boleh terdiri daripada satu kata akar atau kata terbitan, dan
kata terbitan itu boleh terdiri daripada kata berimbuhan, kata ganda, kata majmuk atau kata
akronim. Di samping itu ada juga berlaku proses pemendekkan kata bagi membentuk
penambah atau klitik.

Pengimbuhan
Pengimbuhan ialah satu proses menerbitkan perkataan dengan mencantumkan satu atau
lebih imbuhan kepada sesuatu bentuk dasar. Imbuhan tersebut bolehlah diletakkan di depan
bentuk dasar, di belakang bentuk dasar, di depan dan di belakang bentuk dasar sekaligus atau
disisipkan ke dalam bentuk dasar.
Imbuhan yang dicantumkan di depan kata dasar dipanggil awalan. Imbuhan yang
dicantumkan di belakang kata dasar dipanggil akhiran. Imbuhan yang dicantumkan sekaligus
di depan dan di belakang kata dasar dipanggil apitan. Imbuhan yang dimasukkan ke dalam
kata dasar dipanggil sisipan. Contoh:
1. Awalan: me + lawat →melawat, ber + diri →berdiri, dll..
2. Akhiran: lukis + an → lukisan, simpan + an → simpanan, dll.
3. Apitan: guru + per-...-an → perguruan, megah + ke-...-an →kemegahan, dll.
4. Sisipan: gigi +-er-→→ gerigi, sejak +-em- → semenjak, dll.
Pengimbuhan boleh berlaku dalam beberapa lapis. Peng imbuhan selapis berlaku apabila
dasarnya bukan hasil terbitan, seperti seorang (se + orang). Pengimbuhan dua lapis berlaku
apabila dasarnya sudah mengalami selapis pengimbuhan, seperti keseorangan (seorang ke-...-
an). Pengimbuhan tiga lapis berlaku apabila dasarnya sudah mengalami dua kali peng
imbuhan, seperti berkeseorangan (ber + keseorangan). Lazimnya, tidak ada pengimbuhan
lebih daripada tiga lapis.

Penggandaan
Proses penggandaan berlaku apabila bentuk dasar itu diulang, iaitu sama ada
sebahagian atau seluruhnya diulang. Kita boleh lah memberi lambang kepada bentuk ulangan
itu sebagai ganda. Apabila bentuk ulang itu diletakkan di hadapan bentuk dasar maka
terdapatlah struktur Ganda + Dasar, atau apabila ganda terletak di belakang bentuk dasar
maka terdapatlah struktur Dasar Ganda. Ada tiga jenis gandaan: gandaan penuh, ganda an
separa dan gandaan rentak.
Gandaan penuh berlaku apabila seluruh bentuk dasar diulang tanpa perubahan bunyi. Contoh:
1. dukung→ dukung-dukung
2. rumah →rumah-rumah
3. perusahaan→ perusahaan-perusahaan
Termasuk juga dalam jenis ini ialah gandaan kata majmuk.
Contoh:
1. kapal terbang-kapal terbang menteri
2. muda-menteri muda, dll
Gandaan separa ialah gandaan yang mengalami pengguguran satu suku kata, sama ada suku
kata belakang atau depan. Satu kejadian yang lazim berlaku dalam penggandaan ini adalah,
dalam bahasa pertuturan gandaan sebahagian kerap berlaku. Contoh:
1. rumah → re-rumah
2. pohon → pe-pohon

Ada kalanya suku kata akhirnya digandakan. Contoh:


1. hitam→ tam-hitam
2. besar → sar-besar
Gandaan rentak pula ialah pengulangan bunyi yang hanya berlaku pada sebahagian daripada
bentuk kata dasar, yakni hanya sebahagian daripada kata dasar yang diulang, tetapi yang
lainnya tidak berubah. Perkataan ganda yang diterbitkan mempunyai bunyi yang berentak.
Contoh:
1. beli-belah
2. bukit-bukau
3. cerai-berai
4. lintuk-siuk

Ada kalanya, bunyi vokalnya mengalami perubahan. Contoh:


1. duduk-dadak
2. kuyup-kayap
3. susuk-sasak

Pemajmukan

Pemajmukan berlaku apabila dua atau lebih perkataan di gabungkan menjadi satu perkataan.
Sekiranya penggabungan perkataan tersebut berlaku dengan mematuhi hukum sintaksis
bahasa Melayu, maka terbitannya dipanggil majmuk sintaktik. Contohnya ialah perkataan
ayah saudara, terdiri daripada kepala ayah, dan penerang saudara, iaitu mematuhi hukum DM
(Yang Diterangkan mendahului yang Menerangkan). Tetapi kata majmuk yang terbentuk
dengan tidak mematuhi hukum sintaksis dalam bahasa Melayu dikatakan kata majmuk bukan
sintaktik. Sebagai contoh kata majmuk mahaguru, mengandungi perkataan maha sebagai
unsur yang Menerangkannya, dan guru adalah perkataan yang Diterangkan. Ini bertentangan
dengan hukum DM dalam bahasa Melayu.

Morfologi
Kata majmuk juga boleh dibahagikan menurut fungsi sintaksisnya. Apabila seluruh kata
majmuk itu berfungsi sebagai seluruh perkataan tersebut, seperti contoh kata majmuk biru
muda boleh berfungsi sebagai biru saja. Oleh sebab itu biru muda dikatakan kata majmuk
endosentrik. Apabila pembentukannya berlaku menurut hubungan sintaksis seperti rentetan
kata kerja dan objek, seperti dalam contoh sepak bola, atau seperti dalam hubungan kata
sendi dengan kata nama seperti kebumi(kan), maka bentuk terbitan ini dikatakan majmuk
eksosentrik.

Pengakroniman

Kita sudah tentu pernah bertemu perkataan-perkataan seperti cerpen, MARA, andartu, dan
lain-lain. Ini adalah perkataan yang dibentuk dengan menggabungkan bahagian perkataan-
perkataan lain bagi mencipta perkataan baru. Inilah proses membentuk perkataan melalui
proses akronim. Ada dua cara mencipta per

1. kataan begini. Pertama, suku kata daripada dua atau tiga perkataan digabungkan.
Contoh:
2. cerita pendek →cer+ pen→ cerpen 'cerita pendek'
3. anak dara tua → an+dar+ tu → andartu 'perempuan yang berumur tetapi belum
kahwin'
4. kumpulan gitar rancak →ku+gi+ran →kugiran 'kumpulan gitar rancak'
5. panggung wayang gambar→ pa+wa+gam →pawagam 'panggung wayang'
6. jentera tolak →jen+to+ lak →jentolak 'jentera beratmenolak tanah

Kedua, kata akronim juga dapat dibentuk dengan meng gabungkan huruf pangkal dan suku
kata beberapa kata. Contohnya:
1. Majlis Amanah Rakyat → MARA
2. Edaran Automobil Negara →EON
3. Perusahaan Automobil Nasional Proton Tenaga Elektrik Nasional →TEN
4. Pusat Latihan Darat → PULADA
5. Lembaga Urusan Tabung Haji →LUTH
6. Projek Lebuhraya Utara Selatan →PLUS

Kata Penambah atau Klitik


Pemendekkan perkataan adalah proses memendekkan bentuk perkataan, dan
menggunakannnya sebagai penambah atau klitik pada perkataan lain. Ada dua jenis klitik,
iaitu prakitik dan pascaklitik.
Prakiltik terbentuk apabila perkataan tidak dipendekkan menjadi tak. Kemudian tak dijadikan
bentuk penambah di depan perkataan lain. Contoh:
1. tak + transitif - tak transitif
2. tak + kalis →tak kalis
3. tak + simetris → tak simetris
4. tak + telus → tak telus
Begitu juga perkataan aku, engkau dan kamu dapat dipendekkan menjadi -ku, -kau dan -mu.
Kemudian bentuk klitik ini dijadikan penambah di belakang perkataan lain. Contoh:
1. rumah + aku rumahku
2. adik + aku adikku
3. ibu + engkau ibukau →bukukau
4. buku + engkau ibu+kamu ibumu
5. mimpi + kamu → mimpimu

7. Deskripsi Morfologi Bahasa Melayu


Morfologi bahasa Melayu ini dideskripsikan dalam 15 bab. Lima belas bab ini terbahagi
kepada empat kelompok besar.
 Kelompok pertama mengandungi tiga bab. Bab 1 memper kenalkan morfologi sebagai
satu disiplin, membincangkan definisi morfologi. Unit-unit morfologi diperkenalkan
dan diikuti dengan prinsip-prinsip mengenal pasti morfem. Bentuk bentuk dan proses
penerbitan perkataan dalam bahasa Melayu dijelaskan. Bab 2 membincangkan konsep
dan asas peng golongan perkataan dan ini diikuti dengan perbincangan mengenai
golongan perkataan dalam bahasa Melayu. Bab 3 membincangkan proses perubahan
bunyi dan ejaan apabila proses-proses pembentukan perkataan berlaku.
 Kelompok kedua mengandungi tiga bab, kesemuanya mendeskripsikan proses
pengimbuhan yang berlaku kepada golongan kata utama. Bab 4 menghuraikan
pengimbuhan kata nama. Bab 5 menghuraikan pengimbuhan kata kerja. Bab 6 meng-
huraikan pengimbuhan kata adjektif.
 Kelompok ketiga mengandungi empat bab, semuanya menghuraikan kata tugas. Ada
17 subgolongan kata tugas dan memerlukan perbincangan yang agak panjang. Oleh
sebab itu Bab 7, 8, 9 dan 10 membincangkan kata tugas. Kelompok keempat
mengandungi deskripsi mengenai peng gandaan, dalam Bab 11, pemajmukan dalam
Bab 12, peristilahan dalam Bab 13, pengimbuhan asing dalam bab 14dan akronim
dalam Bab 15.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Fonologi adalah sebuah ilmu tentang bahasa yang menyelidiki bunyi – bunyi bahasa
menurut fungsinya.

2. Cabang Kajian Fonologi terdiri dari Fonetik, bagian fonologi yang mempelajari cara
menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap
manusia. Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya
sebagai pembeda arti.

3. Beberapa istilah yang berkaitan dengan fonologi Fona adalah bunyi ujaran yang bersifat
netral, atau masih belum terbukti membedakan arti. Fonem adalah satuan bunyi ujaran
terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki
disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan
huruf. Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa
rintangan. Dalam Bahasa Indonesia, terdapat Huruf vokal. Huruf vokal merupakan huruf-
huruf yang dapat berdiri tunggal dan menghasilkan bunyi sendiri. Huruf vokal terdiri atas 'a,
i, u, e, dan o. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar
dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah
terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator. Terdapat
pula huruf konsonan, Huruf Konsonan adalah huruf-huruf yang tidak dapat berdiri tunggal
dan membutuhkan keberadaan huruf vokal untuk menghasilkan bunyi. Huruf konsonan
terdiri atas b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

4. Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari mengenai pembentukan kata. Kata
Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani
morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti ilmu.

5. Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip
dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya.Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang
memiliki makna dalam tutur suatu bahasa.

B. Saran
Sebagai calon guru, Pemahaman struktur fonologi dan morfologi bahasa Indonesia perlu
diperluas, karena selain dapat menjadi bekal dalampemakaian bahasa Indonesia yang baik
dan benar dalam kehidupan sehari-harijuga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan
berbahasa siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Padeta, mansoer H.2003.pengantar fonologi. Gorontalo:viladanChaer, abdul. 2009.Fonologi


Bahasa Indonesia. Jakarta: rineka ciptaSaussure, de ferdinand.1993.pengantar linguistik
umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Abdullah Hassan (2004). Tatabahasa Bahasa Melayu (Morfologi dan Sintaksis). Pahang: PTS
Publications & Distributors Sdn. Bhd. Abdullah Hassan & Ainon Mohd. (1994) Tatabahasa
Dinamika. Kuala Lumpur: Utusan Publications and Distributors Sdn. Bhd.

Anda mungkin juga menyukai