Anda di halaman 1dari 14

FONOLOGI BAHASA SUNDA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa dan Seni Sunda
Dengan Dosen Pengampu: Muhammad Rasis Najwan, M. Pd

Disusun oleh:

Jian alfian 41182109200006


Dian Nuranggraeni 41182109200009
Padila Nurohmah 41182109200013
Endar Rahayu 41182109200015
Hurriyyatul Fikriyyah 41182109200025

PROGRAM GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM ’45
BEKASI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat limpah
rahmat,hidayah,dan inayah -Nya maka Outline ini dapat di selesaikan dengan baik. Salam dan
shalawat semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Makalah ini yang berjudul “Fornologi Bahasa Sunda’’ persyaratan Mata Kuliah pada jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar(PGSD) di Universitas’45 Bekasi. Penulis menyadari bahwa
tugas ini belum sempurna,baik dari segi materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan
keritik yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan tugas ini.

Terakhir penulis berharap, semoga outline ini disusun dengan harapan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kita semua tentang Fornologi Bahasa Sunda.

Bekasi, April 2022

Penyusun Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................ iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... 2
C. TUJUAN MASALAH ............................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
A. Sejarah Fonologi ....................................................................................................................... 3
B. Fonologi Bahasa Sunda ............................................................................................................ 5
BAB III................................................................................................................................................... 9
PENUTUP.............................................................................................................................................. 9
A. Kesimpulan ................................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 10

ii
DAFTAR TABEL

Table 1 vokal dan konsonan bahasa sunda ............................................................................................. 6


Table 2 vokal dalam bahasa sunda .......................................................................................................... 6
Table 3 konsonan dalam bahasa sunda ................................................................................................... 6

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam pembentukan


dan pengembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian
besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah dalam interaksi
kehidupan masyarakat. Ucapan dan cara penyampaian ide-ide dipengaruhi kebiasaan
yang lazim digunakan oleh masyarakat itu. Bahasa daerah tetap dipelihara oleh negara
sebagai bagian kebudayaan yang hidup. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua
sedangkan bahasa pertama adalah bahasa ibu, yaitu bahasa daerah, seperti bahasa Jawa,
Sunda, Aceh, Batak, Minangkabau, Bali dan masih banyak lagi yang lain Dalam
realitanya bahasa daerah sangat berperan penting dalam perkembangan dan
pertumbuhan bahasa Indonesia yang kita gunakan. Pembelajaran bahasa kedua
seringkali dihadapkan pada kesulitankesulitan yang ditimbulkan oleh asumsiasumsi
pembelajar yang terbawa dari bahasa pertama atau bahasa ibu.
Hal ini dapat diantisipasi dengan pengontrasan bahasa pertama atau bahasa ibu
dengan bahasa kedua agar dapat tergambar hal-hal apa saja yang dapat menjadi
hambatan dalam pembelajaran bahasa kedua. Pengontrasan bahasa pertama atau
bahasa ibu dengan bahasa kedua dapat dilakukan dengan analisis kontrastif. Analisis
Kontrastif (Contrastive Analysis) adalah sebuah metode yang digunakan dalam
mencari suatu perbedaan antara bahasa pertama (B1) dan bahasa target (B2) yang sering
membuat pembelajar bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi
bahasa kedua yang dipelajarinya tersebut. Secara umum memahami pengertian analisis
kontrastif dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud
dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk
mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya.
Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya
disimpulkan untuk dipahami.
Menurut (Pranowo, 1996) Analisis kontrastif sering dipersamakan dengan
istilah linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif adalah suatu cabang ilmu Bahasa yang

1
tugasnya membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga
kemiripan dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat. Analisis kontrastif diharapkan
dapat mengidentifikasikan perbedaan struktur bahasa pertama dengan bahasa kedua
dan memperkirakan kesulitan dan kesalahan berbahasa. Setelah kedua harapan diatas
terpenuhi diharapkan dengan adanya analisis kontrastif hambatanhambatan yang
muncul pada pembelajaran bahasa kedua dapat teratasi.Dalam pembelajaran, ketika
siswa berbicara bahasa ibu terkadang masih terbawa di kelas, banyak sekali bunyi-
bunyi khas dari bahasa ibu tidak bisa dihilangkan oleh seorang siswa. Maka dalam
makalah ini akan dipaparkan beberapa perbedaan segi fonologi atau pengucapan bahasa
sunda yang harus diketahui berbeda dengan bahasa Indonesia. Namun kenyataan yang
terjadi, hal tersebut diianggap tidak penting oleh sebagian pengajar, sehingga mereka
terkadang tidak ingin menganggapnya menjadi hal yang serius. Fonologi secara
etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu. Fonologi adalah
bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-
bunyi bahasa (Chaer, 2007). Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek
studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah fonologi Bahasa sunda?
2. Apa saja definisi fonologi Bahasa sunda?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui sejarah fonologi Bahasa sunda
2. Untuk mengetehui definisi fonologi Bahasa sunda

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Fonologi
Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari
waktu ke waktu. Pada sidang Masyarakat Linguistik Paris, 24 mei 1873, Dufriche
Desgenettes mengusulkan nama fonem, sebagai padanan kata Bjm Sprachault.
Ferdinand De Saussure dalam bukunya “Memorie Sur Le Systeme Primitif Des
Voyelles Dan Les Langues Indo-Europeennes” ‘memoir tentang sistem awal vokal
bahasa – bahasa Indo eropa ‘ yang terbit pada tahun 1878, mendefinisikan fonem
sebagai prototip unik dan hipotetik yang berasal dari bermacam bunyi dalam bahasa –
bahasa anggotanya. Sejarah fonologi dalam makalah ini akan lebih mengkhususkan
membahas mengenai istilah fonem. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari
waktu ke waktu dapat dilihat lewat berbagai aliran dalam fonologi.
1. Aliran Kazan Dengan tokohnya Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan
fonem sebagai satuan fonetis tak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang
merupakan kekhasan tiap individu. Tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de
Courtenay (1895). Menurut linguis ini, bunyi – bunyi yang secara fonetis berlainan
disebut alternan, yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun
dilafalkan berbeda, bunyi – bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama. Pada 1880,
Courtenay melancarkan kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona yang
dianggapnya tidak bermanfaat. Pada 1925, paul passy mempertegas kritik tersebut.
Ferdinand De Saussure. Dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” Kuliah
Linguistik umum’, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi –
bunyi bahasa manusia.dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang
dimaksud olehnya hanyalah unsure – unsure yang terdengar berbeda oleh telinga
dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam
rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan criteria yang
semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya
pada poros sintagmatik. Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada
sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang
mampu membedakan kata itu dengan yang lain. Dengan konsep – konsepnya,
meskipun tidak pernah mencantumkan istilah struktur maupun fungsi, Saussure

3
dianggap telah membuka jalan terhadap studi fonologi yang kemudian diadaptasi
oleh aliran Praha.
2. Aliran Praha Kelahiran fonologi ditandai dengan “Proposition 22” ‘Usulan 22’
yang diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres
Internasional I para linguisdi La Haye, april 1928. Pada 1932 jakobson
mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi
bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi
konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).
3. Aliran Amerika Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir (1925). Seorang Enolog dan
linguis yang terutama memeliti bahasa – bahasa Indian Amerika. Menurutnya,
sistem fonologi bersifat bersifat fungsional. Kiprah Sapir diteruskan oleh
penerusnya dari Yale, Leonard Bloomfield, yang karyanya “Language” menjadikan
dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu Bloomfield
menjelaskan banyak hal tentang definisi–definisi mutakhir tentang fonem, istilah
ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi
fonologis dan lain – lain. Sifat Behaviouris dan Antimentalis Bloomfield
mengantarkannya pada konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku dimana
sebuah stimulus (ujaran penutur) memunculkan reaksi mitra tutur. Menurutnya,
yang penting dalam bahasa adalah fungsinya untuk menghubungkan stimulus
penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu terpenuhi, pada tataran bunyi
cukuplah kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang lainnya. Sehingga zona
penyebaran fonem dan sifat akustiknya bukanlah sesuatu yang penting. Pada tataran
fonologi umum, pionir fonologi Amerika lainnya, W.F Twaddell pada 1935
menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan – satuan
fonologis bersifat relasional. Daniel Jones dan Aliran Fonetik Inggris Sejak 1907
Daniel Jones mengajar fonetik di University of London. Setelah itu ia kemudian
lebih banyak menggelti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik
di University of college lebih difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran
pelafalan bahasa – bahasa dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya
memiliki konsep tersendiri tentang fonem. Pada 1919, dalam “Colloquial Sinhalese
Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem
yang berciri distribusional. Terinspirasi oleh Baudoin de Courtenay, yang memakai
fonem sebagai realitas psikofonetis, Jones menggambarkan fonem sebagai realitas
mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat

4
menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara – cara lain yang bersifat
psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih –
alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki
daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu,
namun dengan menyingkirkan sudutpandangfonologis. Perkembangan Fonologi
Tahun 1960-an sampai 1970-an menandai dimulainya kajian – kajian empiris
tentang bahasa Indonesia maupun bahasa – bahasa lain. Contoh karya – karya yang
muncul antara lain :
1. Artikel tentang fonologi bahasa jawa dan sistem fonemena dan ejaan (1960)
oleh samsuri. Ciri – ciri penelitian pada saat itu adalah dipengaruhi oleh gerakan
deskriptivisme, menganut aliran neo Bloomfieldian dan bersifat behaviouristik,
ketat dalam metodologi dan bahasa lisan menjadi objek utama.
2. Lalu pada tahun 1970an masuk konsep fonem dan wawasan tentang unsur
suprasegmental oleh amran halim, dan Hans Lapoliwa dengan fonologi
generatifnya. Namun, untuk mengetahui perkembangan mutakhir linguistic
Indonesia saat ini diperlukan survey lagi yang lebih mendalam.

B. Fonologi Bahasa Sunda


Fonologi secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu.
Fonologi (Tata Bahasa) Fonologi atau fonologi adalah bidang linguistik yang berusaha
mengkonstruksi dan membentuk bunyi-bunyi bahasa. Fonologi meliputi:

1. fonetik yaitu ilmu Bahasa yang membahas bunyi-bunyi Bahasa yang dihasilkan alat
ucap manusia, serta bagaimana bunyi itu di hasilkan.
2. fonemik yaitu ilmu Bahasa yang membahas bunyi Bahasa yang berfungsi sebagai
pembeda makna.
Fonem adalah bunyi bahasa terkecil yang berfungsi untuk membedakan makna.
Pembuktian fonem biasanya menggunakan pasangan minimal atau kontras minimal.
Misalnya, jika kita membandingkan kata bata, bati, dan batu, kita akan melihat bahwa
kata-kata itu berbeda, baik dalam bentuk maupun makna. Perbedaannya adalah bunyi
a, i. dan u. Oleh karena itu, suatu bunyi disebut fonem karena bunyi bahasa terkecil
yang berfungsi untuk membedakan makna.

5
Fonem dalam Bahasa seperti vokal dan kosonan, aya anu suprasegmental, seperti
tekenan (aksen), wirahma (nada), dan randengan (jeda). Banyaknya vokal dalam
Bahasa sunda ada 7 dan kosonan ada 18.

Vokal Konsonan
a, i, u, é, o, e, eu b, c, d, g, h, j, k, l, m, n, ng, ny, p, r, s, t, w, y
fonem w dan y termasuk semi vokal.

Table 1 vokal dan konsonan bahasa sunda

 Vokal

Conto larapan kana kecap


Warna aksara awal tengah akhir
a anteur ngala Leunca
i itu piyik Negeri
u urang mulang Minggu
é éleh ma én dag é
O opak jengkol p édo
e encan belang _
eu euleuh seupah sampeu

Table 2 vokal dalam bahasa sunda

 Konsonan

Conto larapan kana kecap


Warna aksara awal tengah akhir
n napas kancra Kulon
c caket luncat -
r ramo tarik Pinter
k kalah engkang Lauk
d dalang badak Kerud
b banda nambah beuteung

Table 3 konsonan dalam bahasa sunda

6
Akibat pengaruh bahasa asing, bahasa itu juga berlaku pada fonem: f, v, x. q. dan z.
Pengaruh ini menimbulkan berbagai masalah, misalnya dalam cara pengucapan.
Misalnya, pengucapan fonem f dan v selalu berubah menjadi p atau tersembunyi, seperti
yang ditemukan pada kata-kata: fakultas, fonem, cerita rakyat, film, filsafat, tv
(televisi), universitas, vaksinasi, virus, video, valid, dll itu. Pengucapan fonem z selalu
berubah jadi d. j. dan s, seperti yang ditemukan dalam izin, zaman, zakat.

Kadang-kadang ada dua atau lebih fonem dalam kata tertentu yang tidak membedakan
makna. Fonem yang sama selalu disebut alternatif atau varian independen, yaitu fonem
yang berubah dengan fonem lain ketika mengucapkan sebuah kata sampai sebuah kata
memiliki dua atau lebih struktur fonem. Substitusi fonem dari yang terakhir vokal,
mungkin dalam konsonan, misalnya:
 u-o : surung => sorong
 u-e : pungkur => pengker
 b-w : belang => welang
 k-g : kumasep => gumasep
 h-s : heug => seug
 r-d : iser => ised
 r-c : ragap => cagap; rampa => rampa
 w-h : wungkul => hungkul

Pengucapan fonem selalu dipengaruhi oleh bunyi di sekitarnya. Variasi fonem


ditentukan oleh bunyi di sekitarnya dan saling melengkapi serta sifat-sifat fonem
sehingga tidak berbeda maknanya selalu disebut alofon (variasi alofonmik). Misalnya,
bunyi fonem o pada kata noong berbeda dengan bunyi o pada kata boboko.

Menurut pembagiannya, fonem bahasa R dapat menempati posisi awal kata, tengah
kata, dan akhir kata, kecuali fonem e, c. j. dan ny tidak dapat menempati posisi akhir
kata. Fonem e yang menempati posisi akhir kata selalu diubah menjadi eu, misalnya
akte → akteu ; metode → metode.
Terkait dengan konsonan, ada yang disebut cluster, yaitu perlekatan dua konsonan atau
lebih yang diucapkan saat mengangguk. Contoh:
1. bl, cl, gl. jr, kr, sr, dan tr pada kata gabrug, gecruk, segruk, gejret, bakrik, keprok,
dan
2. by, hy, dan py pada kata kecap gebyar, sanghyang, kopyok.

7
Cluster dalam bahasa sunda tidak lagi terdiri dari tiga konsonan atau lebih dan tidak
satupun dari mereka dapat menempati akhir kata. Namun, karena pengaruh bahasa
asing, selalu ada gugus yang terdiri dari tiga konsonan dan menempati akhir kata,
seperti yang ditemukan dalam strategi kata, struktur, dan kata kompleks. Konsonan
mbl, mpl, dan mbr seperti yang terdapat pada kata gamblung, tamplok, nambru, dan
amprok, bukanlah gugus yang terdiri dari tiga konsonan karena fonemnya terpisah dan
menyatu dengan engang sebelumnya. Jadi jika dipisah akan menjadi seperti ini: gam-
blung, tam plok, nam-bru, am-prok. Dalam bahasa sunda ada beberapa pola engang
adalah:

1) V : a-mis, é-ta, i-sin;


2) VK : bu-ah, ku-eh, sa-ir;
3) KV : ka-ca, sa-wah, ti-lu;
4) KVK : am-pun, ku-ring, a-mis;
5) KKV : sas-tra, nam-bru, mong-plo;
6) KKVK : ngem-plong, dém-plon, ga-jleng.
Pengaruh bahasa asing, dalam bahasa sunda ada pola sebagai berikut:
1) KKKV : stra-tegi;
2) KKKVK : struk-tur;
3) KKVKK : kom-pleks, tri-pleks
Jika sistem fonem bahasa sunda dibandingkan dan sistem fonem bahasa Indonesia, akan
terlihat jelas ada beberapa perbedaan, antara lain sebagai berikut:
1. Bahasa Indonesia tidak memiliki fonem / ö / (eu);
2. Fonem konsonan betus berbunyi di akhir kata Jawa diucapkan sebagai konsonan
betus tidak terdengar, tetap dalam bahasa saya secara teratur. Misalnya, pengucapan
bahasa Sunda dari /sabab/,/abad/,/pilag/dalam bahasa Jawa diucapkan
/sabap/./abat/./pilak/;
3. Konsonan bahasa Indonesia /k /berakhir pada kata yang diucapkan hamzah //,
misalnya: /anak /menjadi /ana' /:
4. Fonem /a / dalam bahasa Indonesia di akhir kata diucapkan secara teratur, dalam
bahasa Sunda pengucapannya selalu berubah menjadi /ò = eu /.
Misalnya:/metode/menjadi/metode/;
5. Fonem hamzah // basa R selalu diselingi pengucapan vokal, baik di awal kata, di
tengah, maupun di akhir kata. Contoh:/'aki'/,/ca'ah/,/buku '/./' aya '/./ kuda'/.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah fonologi dapat dilacak melalui riwayat pemakaian istilah fonem dari waktu ke
waktu. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat
lewat berbagai aliran dalam fonologi seperti aliran kazan, aliran Praha, dan aliran
amerika.
Fonologi ialah ilmu tentang bunyi-bunyi Bahasa atau dapat diartikan sebagai kajian
Bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Ilmu yang tercakup dalam fonologi yaitu fonetik dan fonemik.

9
DAFTAR PUSTAKA

DeBangi, D. (2014). Bahasa sunda fonologi.


Drs. Dodo Suwondo, M. (2018). PANGAJARAN BASA JEUNG SASTRA SUNDA. Kuningan:
Google Book.
Famane, F. (n.d.). Sejarah Fonologi.

10

Anda mungkin juga menyukai