NAMA KELOMPOK :
I Gusti Agung Made Dwipayana : 2201882010010
Muhammad Zahid Adana Abada : 2201882010008
Wilhelmina Sanul : 2201882010003
Puji syukur diucapkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah berjudul LINGUISTIK PENGKAJIAN
BAHASA SECARA ILMIAH
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca khususnya peserta Mata Kuliah Ilmu Linguistik pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra FKIP Unmas Denpasar. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa berdampak luas bagi pembaca lain yang
memiliki ketertarikan pada bidang ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
BAB II ..............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
BAB III...........................................................................................................................15
PENUTUP......................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................15
3.2 Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan Latar Belakang diatas, Rumusan Masalah yang akan kami bahas adalah :
PEMBAHASAN
Oleh karena itu, bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia. Kegiatan manusia
yang tidak disertai bahasa akan rumit menentukan parole (ujaran) bahasa atau bukan.
Belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini,
(Crystal dalam Chaer, 2014:33). Begitu juga dengan jumlah bahasa yang ada di
Indonesia.
Bahasa sering didefenisikan alat komunikasi. Defenisi ini tidak salah, tetapi juga
tidak sepenuhnya benar, sebab defenisi itu lebih menekakan pada fungsi bahasa, yakni
bahasa adalah alat bukan menjelaskan sosok bahasa itu sendiri. Defenisi demikian itu
menurut Chaer (1994)
Chaer dan Agustina (1995:14) fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi. Hal ini sejalan dengan Soeparno (1993:5) yang menyatakan bahwa fungsi
umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Sosiolinguistik memandang bahasa
sebagai tingkah laku sosial (sosial behavior) yang dipakai dalam komunikasi sosial.
Menurut Martinet (1987: 19), Ilmu linguistik yaitu suatu ilmu yang mengambil
bahasa sebagai objek kajiannya.
Menurut Matthews, Ilmu linguistik adalah suatu studi ilmiah atau ilmu bahasa yang
mempelajari tentang bahasa.
Menurut Harimuti Kridalaksana, Ilmu linguistik didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang tata bahasa.
Menurut Dubois, Jean, Ilmu linguistik yaitu suatu kajian ilmiah tentang bahasa.
Mikrolinguistik
Mikrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam arti sempit,
yaitu bahasa dalam kedudukannya sebagai fenomena alam yang berdiri sendiri.
1. Umum
Fonologi
Merupakan cabang mikro linguistik yang ruang lingkupnya membahas tentang
bunyi bahasa ditinjau dari fungsinya.
Morfologi
Merupakan anak cabang dari mikrolinguistik yang cakupan pembahasannya tentang
tata bentuk kata dan kelompok kata. Morfologi juga termasuk menyelidiki struktur
kata, bagian-bagiannya dan cara pembentukannya.
Semantik
Menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal ataupun
kontekstual.
Sintaksis
Menyelidiki tentang tata kalimat, satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain di atas
kata, hubungan satu dengan lainnya dan cara penyesuaiannya.
2. Bahasa tertentu
Makrolinguistik
Kajian secara eksternal itu dibagi menjadi dua bidang, yaitu bidang interdisiplinier dan
bidang terapan.
Bidang Interdisiplinier merupakan kajian gabungan dua disiplin ilmu, yakni kajian
bahasa dan kajian yang lain.
Bidang terapan
Adalah kajian yang berusaha mengkaji bahasa untuk diterapkan pada dunia lain.
Yang termasuk dalam bidang terapan adalah
Linguistik Medis (Language Pathology)
Adalah bidang linguistik terapan yang mencakup cacat bahasa, dan sebagainya.
Linguistik medis disebut juga patologi bahasa.
Linguistik Edukasional (Linguistik pedagogis)
Adalah cabang linguistik terapan yang bersangkutan dengan peningkatan efesiensi
pengajaran bahasa dengan menyediakan deskripsi yang komprehensif mengenai
proses-proses dasar dan dengan mempergunakan metode pengajaran yang memadai.
Linguistik forensik (Forensic Linguistics)
Adalah salah suatu cabang linguistic terapan yang berkaitan dengan hukum.
Linguistik forensik digunakan untuk menyidik kejahatan yang sebagian
pembuktiannya berupa data bahasa.
Leksikografi
Adalah cabang ilmu linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik
penyusunan kamus.
Penerjemahan (translation)
Adalah bidang linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik pengalihan
amanat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Tujuan utama penerjemahan adalah
menghasilkan terjemahan yang semirip mungkin dengan naskah aslinya.
Dalam arti yang paling sederhana “fungsi” dapat dipandang sebagai padanan
kata “penggunaan”. Dengan demikian, bila berbicara tentang fungsi bahasa dapat
diartikan cara orang menggunakan bahasa mereka atau bahasa- bahasa mereka bila
mereka berbahasa lebih dari satu bahasa Halliday (dalam Chaer, 2004: 20). Fungsi
bahasa akan terlihat apabila orang menggunkan bahasa lebih dari satu bahasa.
Penggunaan bahasa merupakan fungsi bahasa, apabila bahasa itu digunakan maka akan
mempunyai fungsi bahasa. Nababan (1984 : 38-45) juga merumuskan fungsi bahasa
menjadi empat, yaitu fungsi kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perseorangan,
dan fungsi pendidikan. Dari empat fungsi diatas Nababan dapat menjelaskan dan
memberikan contohnya sebagai berikut.
1.Fungsi Kebudayaan
Bahasa berfungsi sebagai sarana perkembangan kebudayaan, jalur penerus
kebudayaan, dan inventaris ciri-ciri kebudayaan. Seseorang belajar dan mengetahui
kebudayaan kebanyakan melalui bahasa. Artinya, kita belajar hidup dalam masyarakat
melalui dan dengan bantuan bahasa. Dengan kata lain, suatu kebudayaan dilahirkan
dalam perorangan kebanyakan dengan bantuan bahasa. Contohnya, seorang anak yang
memberikan sesuatu dengan tangan kiri kepada ibunya mungkin dipukul tangannya
untuk menunjukan bahwa itu tidak baik, tetapi lazim juga kalau pukulan tangan itu
disertai peringatan bahwa “ tidak baik memberikan dengan tangan kiri”. Dan lebih
lazim lagi apabila ajaran itu diberikan hanya lisan saja tidak dengan pukulan.
2.Fungsi Kemasyarakatan
3.Fungsi Perorangan
4.Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan itu ada empat, yaitu fungsi integratif, fungsi instrumental,
fungsi kultural, dan fungsi penalaran. Fungsi integratif memberikan 27 penekanan pada
penggunaan bahasa sebagai alat yang membuat anak didik ingin dan sanggup menjadi
anggota dari suati masyarakat. Fungsi instrumental aialah penggunaan bahasa untuk
tujuan mendapat keuntungan material, memperoleh pekerjaan, dan meraih ilmu. Fungsi
kultural ialah penggunaan bahasa sebagai jalur mengenal dan menghargai sesuatu
sistem nilai dan cara hidup atau kebudayaan sesuatu masyarakat. Fungsi penalaran ialah
lebih menekankan pada penggunaan bahasa sebagai alat berpikir dan mengerti serta
menciptakan konsep- konsep.
1.Ragam Beku
Ragam beku adalah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam
situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Ragam beku ini juga terdapat
dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-undang dasar dan dokumen
lainnya. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara
mantap, tidak dapat diubah. Berikut ini ciri-ciri ragam beku. a. Struktur gramatikalnya
tidak dapat diubah b. Susunan kalimatnya biasanya panjang-panjang, bersifat kaku, dan
kata- katanya lengkap c. kosa kata yang biasa digunakan : bahwa, maka, dan
sesungguhnya Sebagai contoh ragam beku dapat kita lihat dalam alenia 1 Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak setiap
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri kamanusiaan dan peri keadilan”. Ragam beku juga dapat ditemukan
dalam ungkapan tradisional berbahasa Jawa seperti paribasa, bebasan dan saloka.
Ketiganya memiliki bentuk dan 22 makna yang tetap dan tidak dapat diubah-ubah.
Salah satu contoh dalam paribasan :emban cindhe emban siladan yang maknanya pilih
sih atau pilih kasih.
2. Ragam Resmi
Ragam resmi adalah ragam baasa yang digunakan dalam pidato-pidato resmi
seperti pidato kenegaraan, rapat dinas atau rapat resmi pimpinan suatu badan. Bentuk
tertulis, ragam ini dapat ditemukan dalam surat menyurat dinas, khotbah, buku-buku
pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditentukan secara mantap
sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam baku atau
standar yang digunakan dalam situasi resmi. Contoh pada pembukaan pidato.
“Assalamualaikum, bapak/ibu staf Dinas Pendidikan ingkang kinurmatan. Sumangga
kita sedaya kunjukaken puja lan puji syukur dhumateng Allah SWT ingkang maringi
rahmat saha hidayahipun saengga kita sedaya saget kempal wonten acara rapat siang
menika tanpa alangan menapa kemawon.”
3. Ragam Usaha
4. Ragam Santai
Ragam santai adalah ragam bahasa yang santai antar teman dalam berbincang-
bincang, rekreasi, berolah raga, dan sebagainya. Berikut ini adalah ciri-ciri ragam santai.
1) Kosa kata banyak memakai unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah. 2) Banyak
memakai bentuk alegro. 3) Memakai kata ganti tidak resmi. 4) Sering kali tidak
memakai struktur morfologi dan sintaksis yang normatif. Menurut Poedjosoedarmo
(1978: 12) dalam ragam santai mempunyai kelainan-kelainan tertentu bila dibandingkan
dengan bahasa yang dipakai dalam suasana resmi atau formal. Kelainan itu seperti
pemakaian kalimat yang tidak lengkap atau berbenuk kalimat inversi. Bahasa yang
digunakan dalam berbicara dengan lawan bicaranya juga sangat santai karena keakraban
antara penutur dan lawan bicaranya. Contohnya :
X: “ Din kowe rep nandi ya?” (Din kamu mau kemana ya?)
Y: “aku arep nang pasar, arep tuku sandal. Njo tak jak nek gelem” (aku mau ke pasar,
mau beli sandal. Ayo tak ajak kalau mau)
Dalam percakapan diatas terlihat bahwa bahasa yang digunakan dalam percakapan
tersebut menggunakan ragam santai, terlihat pada pemakaian kata tak jak’aku ajak’
kosakata yang digunakan tidak lengkap seharusnya tak ajak’aku 24 ajak’. Ragam bahasa
yang digunakan di atas menggunakan ragam bahasa santai atau casual.
5. Ragam Akrab
Ragam akrab adalah ragam bahasa antar anggota yang akrab dalam keluarga
atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang
terang, tetapi cukup dengan ucapan-ucapan yang pendek. Hal ini disebabkan oleh
adanya saling pengertian dan pengetahuan satu sama lain. Dalam tingkat inilah banyak
dipergunakan bentuk-bentuk dan istilah-istilah (kata-kata) khas bagi keluarga atau
sekelompok teman akrab. Contohnya percakapan antar anak dengan ibu yang meminta
ibunya untuk mengambilkan makanan hanya dengan ucapan “Bu maem”, dengan
kalimat pendek tersebut ibu sudah memahami maksud dari anaknya yaitu meminta
untuk mengambilkan makanan.
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna dan berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen yang
satu dengan lainnya berhubungan secara fungsional. Begitu juga sistem bahasa, bahasa
terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut
pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Sehubungan dengan hal ini, Samsuri (1983)
menegaskan bahwa bahasa itu merupakan kumpulan aturan, pola, atau kaidah yang
secara singkat disebut dengan sistem.
Bunyi yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia, tapi tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
termasuk bunyi bahasa. Bunyi seperti bersin, batuk-batuk, teriak, bunyi orokan bukan
termasuk bunyi bahasa, meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia, karena bunyi-
bunyi itu tidak mengikuti bunyi dalam sistem bahasa. Bunyi-bunyi itu terjadi dengan
tidak disadari serta tidak dapat menyampaikan pesan dengan tepat.
Seperti yang telah dikemukakan, bahasa itu adalah sistem lambang yang
berwujud bunyi (ujaran) yang dihasilkan alat ucap manusia. Suatu lambang tentu ada
yang dilambangkan yaitu suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran
yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi bahasa. Jadi, lambang-lambang bunyi
bahasa itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pikiran, maka bahasa itu dikatakan
bermakna. Seperti contoh di atas, lambang bahasa yang berwujud bunyi (k u d a),
lambang ini mengacu pada konsep sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai.
Bahasa itu arbitrer artinya tidak ada hubungan yang bersifat wajib antara
lambang bahasa yang berwujud bunyi itu dengan sesuatu yang dilambangkan beserta
konsep atau pengertiannya. Contoh, masyarakat Indonesia menyebut sesuatu benda
yang terbuat dari papan yang digunakan untuk menulis dengan sebutan papan tulis,
masyarakat Inggris menyebutnya dengan blackboard (walaupun kadang-kadang papan
tulis itu dicat selain warna hitam), masyarakat arab menyebutnya dengan assaburatun,
dan masyarakat Jawa mungkin menyebutnya blabak. Mengapa masayarkat bahasa
menyebut benda yang sama dengan sebutan yang berbeda? Jawabannya adalah karena
adanya sifat arbitrer (kesewenangan) bahasa. Andaikan tidak bersifat arbitrer, tentu
bahasa di dunia ini sama, padahal kenyataannya bahasa itu sangat beraneka ragam
(Kelompok Studi, 1991:110).
Bahasa itu unik artinya, setiap bahasa memiliki sistem yang khas serta spesifik
yang tidak dimiliki oleh bahasa yang lain. Sistem yang khas itu, menyangkut sistem
bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem yang
lain. Sebagai contoh, salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah tekanan kata tidak
bersifat morfemis, melainkan bersifat sintaksis. Dalam bahasa Indonesia, kalau pada
kata tertentu dalam kalimat diberikan tekanan, maka makna kata yang diberi tekanan itu
tetap, yang berubah adalah makna kalimat secara keseluruhan. Di samping sifat unik
atau khas, bahasa memiliki sifat-sifat bahasa yang dimiliki bahasa lain yang bersifat
universal, yakni ciri-ciri yang sama-sama dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia.
Keuniversalan itu di antaranya dapat dipahami dari bahasa itu berupa ujaran, maka ciri
universal dari bahasa yang paling umum bahwa bahasa itu mempunyai bunyi yang
terdiri dari vokal dan konsonan. Namun, berapa banyak vokal dan konsonan yang
dimiliki bukanlah persoalan keuniversalan bahasa.
Bahasa itu bersifat manusiawi, artinya bahasa itu hanya milik manusia dan
hanya dapat digunakan oleh manusia. Manusia sering disebut sebagai homo sapien
(makhluk yang berpikir), homo sosio (makhluk yang bermasyarakat), homo faber
(makhluk pencipta alat-alat), animal rationale (makhluk rasional yang berakal budi).
Manusia dapat memikirkan, apa saja yang lalu, yang kini atau yang masih akan datang
serta menyampaikan kepada pihak lain dengan alat komunikasi yang dimiliki manusia,
yaitu bahasa
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bahasa adalah lambing bunyi bebas yang bersifat arbiter, digunakan oleh para
anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan
diri. Sosiolinguistik memandang Bahasa sebagai tingkah laku social yang dipakai dalam
komunikasi social. Nababan merumuskan fungsi Bahasa menjadi empat yaitu fungsi
kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perseorangan, dan fungsi Pendidikan.
Bahasa juga memiliki tingkatan. Martin Joos mengemukakan 5 tingkatan Bahasa yaitu,
ragam beku, resmi, usaha, santai, dan akrab. Bahasa pula memiliki ciri atau sifat-sifat
antara lain, Bahasa adalah system, Bahasa itu berwujud lambang, Bahasa adalah bunyi,
Bahasa itu bermakna, Bahasa itu arbiter, Bahasa itu konvensional, Bahasa itu produktif,
Bahasa itu bersifat unik di samping universal, Bahasa itu dinamis, serta Bahasa itu
manusiawi dan bervariasi.
3.2 Saran
Richards, J., Platt, J. & Weber, H. (1985). Longman Dictionary of Applied Linguistics.
Harlow: Longman.