Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

HAKIKAT BAHASA DAN PEMBELAJARAN BAHASA (MODUL 1)


Disusun untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia di SD
Dosen Pengampu : Sarifah, M.Pd.

Disusun oleh:
NO NAMA NIM
1. MAIDAH 856987459
2. NUR JUMIAH 856971235
3. SRI SUSANTI 856974287
4. SUHARKO 856973443
5. YOLANDA HARYONO 856992443

POKJAR PEKALONGAN RAYA


UPBJJ BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya tugas ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini membahas tentang “Hakikat Bahasa dan Pembelajaran Bahasa ”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mahasiswa
mengenai materi tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa. Tentunya
penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan saran, untuk itu rasa
terimakasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada orang yang
senantiasa berdoa untuk kesuksesan kami, kepada tutor dan rekan-rekan
mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Materi yang penulis paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik yang bersifat membangun sangat penulis
butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikianlah makalah ini kami buat
semoga bermanfaat.

Pekalongan,

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………. 1
C. Tujuan………………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN
1. Hakikat Bahasa…………………………………………………………..3
A. Pengertian Bahasa………………………………………………......3
B. Fungsi Bahasa………………………………………………………6
C. Ragam Bahasa……..…………………………………….………….7
2. Hakikat Pembelajaran Bahasa…………………………………….….….8
A. Konsep Belajar…………………….……………………………..…8
B. Belajar Bahasa…………………………………………………...…9
C. Pembelajaran Bahasa………………………………………………11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….18
B. Saran……………………………………………………………...…19
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….….20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa merupakan hal yang tidak asing bagi kita. Istilah tersebut setiap saat
kita dengar, baca ataupun digunakan sebagai komunikasi secara lisan
maupun tertulis. Bahasa diperoleh dan dipelajari secara alamiah bagi anak-
anak untuk memenuhi kebutuhan dalam lingkungan. Bahasa mampu
mengubah dan mengontrol perilaku-perilaku tidak hanya pada anak, tetapi
tingkah laku yang lain. Bahasa juga memfasilitasi dan kadang-
kadang bertanggung jawab untuk pertumbuhan kognitif. Bahasa memiliki
peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta
didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua
bidang studi.

Perkembangan bahasa anak merupakan suatu yang kompleks. Artinya,


banyak faktor yang mempengaruhi dan saling terjalin dalam berlangsungnya
proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan dari lahir maupun
unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi yang sama
memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan bahasa
anak. Pembelajaran bahasa di sekolah dasar juga merupakan suatu faktor
yang sangat penting. Peserta didik diharapkan mengenal dan mempelajari
bahasa yang baik dan benar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bahasa?
2. Apa fungsi bahasa?
3. Apa saja ragam bahasa?
4. Bagaimana konsep belajar?
5. Bagaimana belajar bahasa pada anak?

1
6. Bagaimana pembelajaran bahasa di sekolah dasar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bahasa.
2. Untuk mengetahui fungsi bahasa.
3. Untuk mengetahui ragam bahasa.
4. Untuk mengetahui konsep belajar.
5. Untuk mengetahui belajar bahasa pada anak.
6. Untuk mengetahui pembelajaran bahasa di sekolah dasar.

2
BAB III
PEMBAHASAN

1. Hakikat Bahasa
Bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Tanpa
bahasa, manusia tidak dapat berbuat apa-apa atau malahan kalau bahasa itu
tidak ada, manusia pun tidak ada. Jadi, bahasa ada karena manusia ada.

A. Pengertian Bahasa
Pengertian bahasa yang telah dirumuskan beberapa ahli.
1. Bahasa adalah sebuah simbol bunyi yang arbiter yang digunakan untuk
komunikasi manusia (Wardhaugh, 1972).
2. Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan atau
perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak
atau tanda-tanda yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami
(Webster’s New Collegiate Dictionary, 1981).
3. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbiter, yang dipergunakan oleh
para anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasi diri (Kentjono, Ed., 1984:2).
4. Bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara
bersama-sama membentuk budaya manusia (Halliday dan Hasan, 1991).

Rumusan definisi bahasa di atas mencerminkan minat dan sudut pandang


penyusunnya. Ada yang menekankan pada sistem, alat, dan juga pada
komunikasi. Namun, apa pun rumusan yang telah dibuat, pada dasarnya
konsep bahasa memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Bahasa adalah Sebuah Sistem


Sebagai sebuah sistem, bahasa terdiri dari sejumlah unsur yang saling terkait
dan tertata secara beraturan, serta memiliki makna. Unsur-unsur bahasa
diatur, seperti pola yang berulang. Kalau salah satu bagian terdeteksi maka
keseluruhan bagiannya dapat diramalkan. Misalnya, kita menemukan kalimat

3
Nenek sedang …, kue … dapur, kita akan dapat menerka bunyi
keseluruhan kalimat itu. Oleh karena itu, sebagai penutur bahasa Indonesia,
kita dapat menerima kalimat (1.a) Bunga itu sangat indah,
(2.a) Kebaikan itu abadi, (3.a) Kematiannya membuat warga kampung
berduka; tetapi tidak menerima kalimat (1.b) Itu indah sangat bunga atau Uit
abung ngasat dihan, (2.b) Membaikan itu abadi, (3.b) Kemampuannya berduka
membuat warga kampung. Mengapa kalimat-kalimat 1.b, 2.b, dan
3.b tidak berterima? Sebab tidak sesuai dengan sistem bahasa Indonesia.
Pola penataannya tidak dikenal, maknanya tidak jelas bahkan tidak ada, serta
imbuhan dan pilihan katanya tidak selaras.

Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis.


Sistematis artinya bahasa itu dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang
berkombinasi dengan kaidah-kaidah yang dapat diramalkan. Seandainya
bahasa itu tidak sistematik maka bahasa itu akan kacau, tidak bermakna, dan
tidak dapat dipelajari. Sistemis artinya bahasa terdiri dari sejumlah subsistem,
yang satu sama lain saling terkait dan membentuk satu kesatuan utuh yang
bermakna. Bahasa terdiri dari tiga subsistem, yaitu subsistem fonologi
(bunyi-bunyi bahasa), subsistem gramatika (morfologi, sintaksis, dan
wacana), serta subsistem leksikon (perbendaharaan kata). Ketiga subsistem itu
menghasilkan dunia bunyi dan dunia makna, yang membentuk sistem
bahasa.

2. Bahasa merupakan Sistem Lambang yang Arbiter (Mana Suka) dan


Konvensional
Bahasa merupakan sistem simbol, baik berupa bunyi dan/atau tulisan yang
dipergunakan dan disepakati oleh suatu kelompok sosial. Ikan adalah suatu
binatang air yang bersirip dan bernapas dengan insang. Dalam pertuturan
hewan itu disimbolkan dengan bunyi/ikan/dan secara tertulis ikan. Dengan
menggunakan simbol tersebut maka interaksi berbahasa antarpenutur lebih
mudah. Ketika seorang anak mengatakan, “Bu, mau ikan!“ maka segera dalam
benak si ibu tergambar apa yang diinginkan si anak. Coba, kalau kita tidak

4
memiliki simbol, terbayang sulitnya berbahasa. Mungkin anak itu akan
mengatakan, “Bu, mau hewan yang suka berenang dan ada siripnya dan bisa
dimakan!“ (?).

Sebagai sebuah simbol, bahasa memiliki arti. Simbol merupakan sistem maka
untuk memahaminya harus dipelajari. Mengapa harus dipelajari? Pertama,
penamaan suatu objek atau peristiwa yang sama antara satu masyarakat bahasa
dengan masyarakat bahasa lainnya tidak sama. Kedua, bahasa terdiri dari
aturan-aturan atau kaidah yang disepakati. Ketiga, tidak ada hubungan
langsung dan wajib antara lambang bahasa dengan objeknya. Hubungan
keduanya bersifat mana suka (arbiter).

3. Bahasa Bersifat Produktif


Saudara, tahukah Anda berapa banyak fonem dan pola dasar kalimat dalam
bahasa Indonesia? Ya, begitu terbatas bukan. Justru dari keterbatasannya
itu dapat dihasilkan satuan bahasa dalam jumlah yang tak terbatas. Kita dapat
membentuk ribuan kata, kalimat atau wacana dengan segala variasinya, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat penggunanya. Oleh karena itu pula, bahasa itu
bersifat produktif.

4. Bahasa Memiliki Fungsi dan Variasi


Bahasa tercipta karena kebutuhan manusia dan sebagai upaya untuk
mempertahankan kelangsungan dan eksistensi hidup manusia. Dengan bahasa
kita dapat mengekspresikan pikiran, perasaan, dan nilai-nilai yang dianut
sehingga dapat dipahami dan juga memahami orang lain. Dengan bahasa
manusia dapat saling memahami dan bekerja sama. Dengan demikian, bahasa
memiliki fungsi sebagai alat komunikasi.

Suatu bahasa digunakan untuk berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, suatu bahasa tidak pernah tampil
seragam. Keragaman itu terjadi karena perbedaan kelompok atau setiap
individu pemakainya. Kelompok manusia itu begitu banyak dan beragam,

5
yaitu ada kelompok profesi guru, dokter, pedagang, pemuka agama; ada orang
yang tinggal di kota dan di desa; ada yang berpendidikan tinggi dan ada yang
tidak; ada kelompok pria dan wanita; juga ada kelompok usia tua, muda,
dan anak-anak. Perbedaan penggunaan bahasa oleh suatu kelompok
itu disebut variasi atau ragam bahasa. Sementara itu, setiap kelompok itu
terdiri dari sejumlah anggota pengguna bahasa. Disadari atau tidak, masing-
masing individu memiliki kekhasan tersendiri yang tercermin dalam bahasa
yang digunakannya. Ketika mendengar seseorang berbicara meskipun
orangnya tidak terlihat, tetapi kita kerap dapat menduga siapa yang sedang
berbicara. Mengapa? Sebab dia memiliki ciri khas dalam bahasanya --
-mungkin dalam pilihan kata, penataan kalimat, aksentuasi atau intonasinya -
-- yang membedakannya dari orang lain. Nah, keseluruhan ciri bahasa orang
per orang disebut idiolek.

Sebagai sebuah produk kebudayaan, bahasa juga merupakan simbol kelompok


yang mencerminkan identitas masyarakat penggunanya. Antaranggota
masyarakat bahasa tersebut terikat oleh perasaan sebagai satu kesatuan, yang
membedakannya dari kelompok masyarakat lainnya. Bahasa Indonesia adalah
jati diri masyarakat dan bangsa Indonesia, yang memiliki ciri khas tersendiri,
yang berbeda dan tidak sama dengan bahasa lain. Bahkan dengan bahasa
Melayu yang digunakan di Malaysia atau di Brunei Darussalam. Bagi
orang Bali, bahasa Bali merupakan simbol dari kelompok etnis Bali.

B. Fungsi Bahasa
Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995) secara khusus
mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut:
1. Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan
pendapat, pikiran, sikap atau perasaan pemakainya.
2. Fungsi regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap
atau pikiran/pendapat orang lain, seperti.bujukan, rayuan, permohonan -
atau perintah.

6
3. Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa untuk menjalin kontak dan
menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau
penghiburan.
4. Fungsi informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan
informasi, ilmu pengetahuan atau budaya.
5. Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk belajar atau memperoleh
informasi, seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas sesuatu hal.
6. Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan
menyalurkan rasa estetis (indah), seperti nyanyian dan karya sastra.
7. Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan
keinginan atau kebutuhan pemakainya, seperti saya ingin ....

C. Ragam Bahasa
Ragam bahasa adalah variasi penggunaan bahasa yang disebabkan oleh
pemakai dan pemakaian bahasa. Dari segi pemakai atau penutur bahasa, ragam
bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan pada :
1. Daerah asal penutur atau pemakai bahasa,
2. Kelompok sosial,
3. Sikap berbahasa.

Sementara itu, dari sudut pemakaian bahasa, klasifikasi ragam bahasa dapat
dilakukan berdasarkan pada :
1. Bidang atau pokok persoalan yang diperbincangkan,
2. Sarana atau media yang dipakai,
3. Situasi atau kondisi pemakaian bahasa.

Secara ringkas, dasar pengklasifikasian ragam bahasa dapat digambarkan


sebagai berikut:

7
Gambar 1.1.

2. Hakikat Pembelajaran Bahasa


Pemahaman kita tentang bagaimana siswa belajar, terutama cara siswa belajar
bahasa, akan mempengaruhi bagaimana kita mengajar bahasa. Program
pembelajaran semestinya tidak ’asal’ dibuat atau hanya demi memenuhi
kebiasaan dan tuntutan administratif, melainkan harus bertolak dari apa
yang dipahami guru mengenai bagaimana para siswanya belajar. Peranan
guru di sekolah dasar terus berubah. Bukan lagi sebagai penguasa tunggal di
kelas, bukan satu-satunya sumber informasi, juga bukan sebagai penuang
informasi seolah-olah siswa adalah gelas kosong yang harus diisi air sepenuh-
penuhnya. Guru adalah pengambil keputusan, yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi anak
didiknya. Dalam program pembelajaran bahasa, keputusan kurikuler itu
akan berdampak dalam pemilihan dan pengorganisasian materi dan bahan
pelajaran, pengelolaan kelas, pengalaman belajar, strategi pembelajaran, serta
penilaian.

A. Konsep Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku siswa melalui latihan dan pengalaman
yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar berupa pengetahuan, sikap atau
keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami dan
dikuasainya. Dalam pembelajaran tugas guru adalah menjadikan siswa belajar
melalui penciptaan strategi dan lingkungan belajar yang menarik dan
bermakna.

8
B. Belajar Bahasa
Sebelum masuk ke sekolah dasar, anak belajar bahasa melalui komunitasnya,
yaitu keluarga, teman, media radio atau televisi, dan lingkungannya. Anak
memahami apa yang dikatakan oleh anggota komunitasnya dan sekaligus
menyampaikan ide serta perasaan dengan yang lain melalui bahasa yang
digunakan.

Anak-anak itu belajar dan menguasai bahasa tanpa disadari dan tanpa beban,
apalagi diajari secara khusus. Mereka belajar bahasa melalui pola berikut :
1. Semua Komponen, Sistem, dan Keterampilan Bahasa Dipelajari secara
Terpadu
Ketika anak belajar berbicara, dia sekaligus belajar menyimak. Pada saat
itu pula, tanpa disadari, mereka pun mempelajari dan menguasai komponen
dan aturan bahasa, seperti bunyi bahasa berikut sistem fonologinya, satuan
bahasa (seperti frase, kalimat, wacana, intonasi) berikut sistem gramatika,
kosa kata dan sistem penggunaannya, serta pragmatik yang memungkinkan
mereka dapat memilih dan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan
fungsi dan tujuan berbahasa.

2. Belajar Bahasa Dilakukan secara Alami dan Langsung dalam Konteks


yang Otentik
Anak-anak belajar bahasa tanpa terlebih dulu belajar teori bahasa,
melainkan melalui pengalaman langsung dalam kegiatan berbahasa
(immersion). Coba tanya diri Anda sendiri. Apakah Anda mengajari balita
Anda dengan teori bahasa ketika mereka belajar bahasa? Apakah Anda
mengajari mereka dengan teori apa dan bagaimana berbicara dan
menyimak atau apa komponen dan sistem bahasa? Pasti jawabnya,
tidak. Lagi pula kalau Anda ajari pun, mereka tak akan mengerti.
Komponen, sistem, dan keterampilan berbahasa yang dikuasai anak tidak
berasal dari teori yang dipelajari secara khusus. Mereka memahaminya
berdasarkan simpulan sendiri yang secara tidak sadar dilakukannya
berdasarkan pengalaman bahasa yang dilaluinya. Mereka belajar

9
bahasa secara langsung dalam kegiatan berbahasa dan interaksi dengan
keluarga, pengasuh, teman bermain, dan lingkungannya dalam konteks
nyata, alami, dan tidak dibuat-buat (otentik).

3. Belajar Bahasa Dilakukan secara Bertahap, Sesuai dengan


Kebutuhannya
Anak belajar bahasa secara bertahap. Tahapan itu terjadi seiring dengan
kebutuhan anak dalam berkomunikasi serta pertumbuhan fisik, intelektual, dan
sosial mereka. Jika masukan bahasa yang mereka terima tidak sesuai dengan
kebutuhan mereka atau ternyata terlalu sulit maka mereka akan
mengabaikannya. Mereka belajar bahasa dari yang sederhana menuju yang
rumit, dari yang dekat menuju yang jauh, dan konkret menuju yang abstrak.
Mana yang lebih dahulu anak kuasai dari kata berikut?
a. Susu.
b. Rumah.
c. Mama.
d. Mandi.

Ya, tentu Anda setuju bahwa anak akan menguasai kata (a) baru kata lainnya.

4. Belajar Bahasa Dilakukan melalui Strategi Uji Coba (Trial-Error)


dan Strategi Lainnya
Mencontoh adalah salah satu cara yang dilakukan anak dalam belajar bahasa.
Namun demikian, perilaku mencontoh yang dilakukan anak tidak, seperti
halnya beo yang mengikuti apa saja yang ’diajarkan’ orang
kepadanya. Anak meniru atau mencontoh perilaku berbahasa yang disediakan
lingkungannya secara kreatif. Ia mengolah dan menerapkannya secara
langsung dalam berbahasa melalui strategi uji-coba. Kalau ternyata unjuk
berbahasa yang dia lakukan ternyata mendapat respons yang baik maka ia akan
melanjutkannya dengan kreasi-kreasi berbahasa lainnya. Sebaliknya, apabila
anak merasa apa yang disampaikannya tidak pas maka ia akan menghentikan
dan memperbaikinya. Oleh karena itu, kesalahan dalam belajar bahasa harus

10
disikapi secara wajar, sebagai bagian penting dari belajar bahasa itu
sendiri. Cara belajar bahasa anak itu --- yang kerap luput dari pengamatan kita
selaku orang dewasa --- kerap membuat kita terkaget-kaget karena anak
ternyata dapat memahami dan menghasilkan tuturan baru, yang tidak pernah
didengar dan diucapkan sebelumnya.

C. Pembelajaran Bahasa
Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe belajar
yang melibatkan bahasa.

1. Belajar Bahasa
Seseorang mempelajari suatu bahasa dengan fokus pada penguasaan
kemampuan berbahasa atau kemampuan berkomunikasi melalui bahasa yang
digunakannya. Kemampuan ini melibatkan dua hal, yaitu (1) kemampuan
untuk menyampaikan pesan, baik secara lisan (melalui berbicara) maupun
tertulis (melalui menulis), serta (2) kemampuan memahami, menafsirkan, dan
menerima pesan, baik yang disampaikan secara lisan (melalui kegiatan
menyimak) maupun tertulis (melalui kegiatan membaca). Secara implisit,
kemampuan-kemampuan itu tentu saja melibatkan penguasaan kaidah bahasa
serta pragmatik. Kemampuan pragmatik merupakan kesanggupan pengguna
bahasa untuk menggunakan bahasa dalam berbagai situasi yang berbeda-
beda, sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan konteks berbahasa itu sendiri.

2. Belajar melalui Bahasa


Seseorang menggunakan bahasa untuk mempelajari pengetahuan, sikap,
keterampilan. Dalam konteks ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk
mempelajari sesuatu, seperti Matematika, IPA, Sejarah, dan
Kewarganegaraan.

11
3. Belajar tentang Bahasa
Seseorang mempelajari bahasa untuk mengetahui segala hal yang
terdapat pada suatu bahasa, seperti sejarah, sistem bahasa, kaidah berbahasa,
dan produk bahasa seperti sastra. Lalu, dari ketiga tipe belajar bahasa tersebut,
mana yang dipelajari di SD? Belajar bahasa Indonesia untuk siswa SD pada
dasarnya bertujuan untuk mengasah dan membekali mereka dengan
kemampuan berkomunikasi atau kemampuan menerapkan bahasa Indonesia
dengan tepat untuk berbagai tujuan dan dalam konteks yang berbeda.
Dengan kata lain, pembelajaran bahasa Indonesia berfokus pada penguasaan
berbahasa (Tipe 1: belajar bahasa), untuk dapat diterapkan bagi berbagai
keperluan dalam bermacam situasi, seperti belajar, berpikir, berekspresi,
bersosialisasi atau bergaul, dan berapresiasi (Tipe 2: belajar melalui
bahasa). Agar siswa dapat berkomunikasi dengan baik maka siswa
perlu menguasai kaidah bahasa dengan baik pula (Tipe 3: belajar tentang
bahasa). Dalam konteks ini, penguasaan kaidah bahasa bukan tujuan,
melainkan hanyalah sebagai alat agar kemampuan berbahasanya dapat
berkembang dengan baik.

Dengan demikian, ketiga tipe belajar tersebut saling terkait. Ketiganya terjadi
secara bersamaan dalam belajar bahasa. Ketika siswa belajar kemampuan
berbahasa yang terkait dengan penggunaan dan konteksnya, ia pun belajar
tentang kaidah bahasa, dan sekaligus belajar menggunakan bahasa untuk
mempelajari berbagai mata pelajaran. Oleh karena itu, mengapa pembelajaran
bahasa seyogianya dilakukan secara terpadu, baik antaraspek dalam bahasa
itu sendiri (kebahasaan, kesastraan, dan keterampilan berbahasa) atau
antarbahasa dengan mata pelajaran lainnya.

Apabila kita berbicara tentang kemampuan berbahasa maka wujud kemampuan


itu lazimnya diklasifikasikan menjadi empat macam.
1. Kemampuan Menyimak atau Mendengarkan
Kemampuan memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan secara
lisan oleh orang lain. Kendatipun tercantum dalam kurikulum, kemampuan

12
menyimak ini kurang mendapat perhatian guru untuk dilatihkan. Mengapa?
Guru biasanya menganggap keterampilan ini mudah dipelajari sehingga tidak
begitu dipentingkan dalam pembelajaran. Tentu saja pendapat itu keliru!
Menyimak itu banyak macamnya. Bukan hanya mendengarkan percakapan,
tetapi juga berita, ceramah, cerita, penjelasan, dan sebagainya. Siswa
mendengarkan beragam simakan dengan tujuan yang berbeda: untuk
berkomunikasi, belajar, hiburan, serta memperoleh, merangkum, mengolah,
mengkritisi, dan merespons informasi. Tujuan menyimak yang berbeda tentu
saja menuntut strategi menyimak yang berlainan pula.

2. Kemampuan Berbicara
Kemampuan untuk menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain. Pesan
di sini adalah pikiran, perasaan, sikap, tanggapan, penilaian, dan sebagainya.
Seperti halnya menyimak, banyak pihak yang kurang mengangap penting
keterampilan berbicara. Mereka beranggapan bahwa berbicara itu mudah dan
dapat dipelajari di mana saja dan dengan siapa saja.

Lagi-lagi anggapan ini keliru. Sekadar berbicara dengan teman atau keluarga
mungkin tidak terlalu sulit. Tetapi, berbicara secara sistematis dengan
sikap yang sesuai dan bahasa Indonesia yang tepat dalam berbagai situasi tentu
tidak mudah. Berbicara juga bermacam-macam berinteraksi dengan sesama,
berdiskusi dan berdebat, berpidato, menjelaskan, bertanya, menceritakan,
melaporkan, dan menghibur. Tujuan berbicara yang berbeda, tentu saja
menuntut strategi berbicara yang tidak sama. Mungkinkah keterampilan itu
dapat dimiliki siswa tanpa dilatihkan?

3. Kemampuan Membaca
Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan
secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan dengan
pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan atau makna
yang disampaikan oleh penulis.

13
4. Kemampuan Menulis
Kemampuan menyampaikan pesan kepada pihak lain secara tertulis.
Kemampuan ini bukan hanya berkaitan dengan kemahiran siswa menyusun dan
menuliskan simbol-simbol tertulis, tetapi juga mengungkapkan pikiran,
pendapat, sikap, dan perasaannya secara jelas dan sistematis sehingga dapat
dipahami oleh orang yang menerimanya, seperti yang dia maksudkan.
Dalam pembelajaran bahasa, keempat kegiatan berbahasa itu dapat dilakukan
bersamaan. Contoh, belajar cerita dapat dilaukan sebagai berikut :

Gambar 1.2.

Dari penelitiannya, Walter Loban (1976, dalam Tompkins dan Hoskisson,


1995) menyimpulkan adanya hubungan antarketerampilan berbahasa siswa dan
keterampilan berbahasa dengan belajar.

Pertama, siswa dengan kemampuan berbahasa lisan (menyimak dan berbicara)


yang kurang efektif cenderung kurang efektif pula kemampuan berbahasa
tulisnya (membaca dan menulis). Kedua, terdapat hubungan yang kuat antara

14
kemampuan berbahasa siswa dengan kemampuan akademik yang
diperolehnya. Pembelajaran bahasa seyogianya didasarkan pada bagaimana
siswa belajar dan bagaimana mereka belajar bahasa.

Selaras dengan uraian sebelumnya tentang belajar dan belajar bahasa maka
paradigma atau cara pandang pembelajaran bahasa disekolah dasar adalah
sebagai berikut:
1. Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan ’menerjunkan’
siswa secara langsung dalam kegiatan berbahasa yang dipelajarinya.
Contoh, ketika siswa belajar mengarang, terjunkanlah langsung dalam
kegiatan mengarang. Berikan ia pengalaman bagaimana, seperti apa
mengarang itu dengan memintanya menulis sebuah karangan dengan
topik tertentu. Jika siswa kesulitan, berikan ia model atau contoh
karangan yang sesuai. Selanjutnya, guru memandu untuk menggali
’teori’ mengarang itu berdasarkan pengalaman siswa. Jika ada yang kurang
maka guru melengkapinya. Hal yang sama dilakukan untuk mengajarkan
menyimak, berbicara, membaca, kesastraan, dan kebahasaan.
2. Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dalam
berbagai kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional, dan otentik.
Bermakna artinya kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa dapat
menghasilkan wawasan, sikap atau keterampilan baru yang secara bertahap
dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Fungsional artinya
aktivitas berbahasa yang dilakukan siswa memiliki tujuan yang jelas dalam
berkomunikasi. Maksudnya, mengarah pada salah satu atau lebih dari tujuh
fungsi bahasa (Lihat KB 1). Otentik artinya aktivitas berbahasa siswa
terjadi dalam konteks yang jelas, yang memang lazim digunakan dalam
kenyataan berbahasa di luar kelas. Ini berarti, apabila siswa harus membuat
satu kalimat atau wacana, siswa harus dapat membayangkan untuk apa dan
dalam situasi berbahasa apa ia membuat kalimat atau wacana tersebut.
Dengan paradigma ini diharapkan tidak terjadi lagi adanya tugas atau
kegiatan siswa yang asal-asalan atau hanya sekadar rekaan, yang tidak

15
pernah ada dalam kegiatan berbahasa sehari- hari. Perhatikan contoh
berikut, kalimat mana yang paling otentik ketika mengajarkan kalimat aktif
dan pasif kepada siswa?
Contoh :
a. (1) Budi memukul anjing. (2) Anjing dipukul Budi.
b. (1) Aku tidur sangat nyenyak. Ibu membangunkanku, ”Andi,
bangun …! Hari sudah siang”. (2) Tidurku sangat nyenyak. Aku
dibangunkan ibu, ”Andi, bangun …! Hari sudah siang”.
3. Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi --- dengan
pemodelan dan dukungan --- yang disediakan guru. Model atau contoh
merupakan upaya pembelajaran yang dapat menjadikan sesuatu (konsep,
sikap, keterampilan) yang abstrak, rumit atau sulit menjadi konkret,
sederhana atau mudah karena gambaran yang ditampilkannya. Model itu
dapat berupa manusia (guru atau sumber lain) atau sesuatu yang lain.
Ketika siswa belajar membacakan berita, akan lebih efektif apabila
mereka diberikan model ’pembacaan berita’ dengan mendengarkan
radio, melihat TV atau melihat contoh yang ditampilkan guru. Dari
model itu siswa akan menginspirasi atau mencontoh secara kreatif apa dan
bagaimana membacakan berita itu.
4. Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih aktivitas
berbahasa yang akan dilakukannya. Upaya ini akan bermanfaat bagi
siswa untuk (1) menyalurkan minat dan keinginannya dalam belajar
bahasa, dan (2) menjadikan siswa lebih percaya diri dan bertanggung jawab
atas tugas atau kegiatan yang dipilih dan dilakukannya. Kalau siswa
mendapat tugas membaca suatu karya sastra cerpen, misalnya, siswa
diberi kesempatan untuk memilih salah satu karya sastra yang dibacanya.
Siswa pun diberikan kebebasan untuk memilih bentuk respons terhadap
karya sastra yang dibacanya. Mungkin ada yang meresponsnya hanya
dengan membuat: rangkuman cerita, peta cerita, esai, menggambar tokoh
atau peristiwa (yang sangat mengesankan) atau menyusun pertanyaan
penting tentang isi cerita.

16
5. Uji coba (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau
sudut pandang siswa. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kesalahan
dalam belajar bahasa merupakan bagian dari proses belajar bahasa itu
sendiri. Oleh karena itu, siswa akan lebih percaya diri dalam belajar apabila
ia mengerti bahwa gurunya tidak hanya menekankan pada ketepatan, tetapi
memberinya kesempatan untuk memperbaiki atau menyempurnakan hasil
kerjanya melalui uji-coba yang dilakukan siswa.
6. Pengharapan (expectation), artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau
berhasil dalam belajar jika dia merasa bahwa gurunya mengharapkan
dia menjadi sukses. Sikap pembelajaran ini akan ditunjukkan guru
melalui perilakunya yang mau memperhatikan, mengerti, dan
membantu kesulitan siswa; mendorong atau membesarkan hatinya apabila
siswa melakukan kesalahan disertai dengan pemberian masukan, serta
memberikannya penguatan apabila siswa melakukan hal yang benar.

Berdasarkan paradigma pembelajaran bahasa tersebut, guru dapat


mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Indonesia. Apa pun strategi
pembelajaran yang digunakan guru tidak menjadi masalah selama sesuai
dengan tujuan pembelajaran, karakteristik belajar dan belajar bahasa, serta
paradigma pembelajaran bahasa.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Bahasa adalah sebuah alat untuk mengomunikasikan gagasan dan perasaan
secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda
yang disepakati, yang memiliki makna yang dapat dipahami.
2. Konsep bahasa memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Bahasa adalah sebuah sistem.
b. Bahasa merupakan sistem lambang yang arbiter (mana suka) dan
konvensional.
c. Bahasa bersifat produktif.
d. Bahasa memiliki fungsi dan variasi.
3. Halliday (1975, dalam Tompkins dan Hoskisson, 1995) secara khusus
mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut :
a. Fungsi personal.
b. Fungsi regulator.
c. Fungsi interaksional.
d. Fungsi informatif.
e. Fungsi heuristik.
f. Fungsi imajinatif.
g. Fungsi instrumental.
4. Ragam bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan pada daerah asal penutur
atau pemakai bahasa, kelompok sosial, dan sikap berbahasa.
5. Dari sudut pemakaian bahasa, klasifikasi ragam bahasa dapat dilakukan
berdasarkan pada bidang atau pokok persoalan yang diperbincangkan,
sarana atau media yang dipakai serta situasi atau kondisi pemakaian bahasa.
6. Belajar adalah perubahan tingkah laku siswa melalui latihan dan
pengalaman yang dilakukannya secara aktif.

18
7. Halliday (1979, dalam Goodman, dkk., 1987) menyatakan ada tiga tipe
belajar yang melibatkan bahasa yaitu belajar bahasa, belajar melalui bahasa,
dan belajar tentang bahasa.
8. Wujud kemampuan berbahasa diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu:
a. Kemampuan menyimak dan mendengarkan.
b. Kemampuan berbicara.
c. Kemampuan membaca.
d. Kemampuan menulis.
9. Paradigma atau cara pandang pembelajaran bahasa di sekolah dasar adalah
imersi, pengerjaan (employment), demonstrasi, tanggung jawab
(responsibility), uji-coba (trial-error) dan pengharapan (expectation).

B. Saran
Sebagai seorang guru kita harus memahami tentang pengertian bahasa, fungsi
bahasa, ragam bahasa, konsep belajar dan belajar bahasa pada anak agar dapat
mengembangkan strategi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yang
efektif sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik belajar dan belajar
bahasa, serta paradigma pembelajaran bahasa sehingga tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah dasar dapat tercapai.

19
DAFTAR PUSTAKA

W. Soulchan T.dkk. 2018. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Tangerang


selatan: Universitas Terbuka

20
MAKALAH
PEMEROLEHAN BAHASA ANAK (MODUL 2)
Di susun untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia di SD
Dosen Pengampu : Sarifah, M.Pd.

Disusun oleh:
NO NAMA NIM
1. MAIDAH 856987459
2. NUR JUMIAH 856971235
3. SRI SUSANTI 856974287
4. SUHARKO 856973443
5. YOLANDA HARYONO 856992443

POKJAR PEKALONGAN RAYA


UPBJJ BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikumWr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat- Nya tugas ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini membahas tentang “Pemerolehan Bahasa Anak”.
Makalah ini dibuat dalam rangka meperdalam pemahaman mahasiswa
mengenai materi- materi tentang pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan
bahasa kedua, tentunya penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan
saran, untuk itu rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada
: orang yang senang tiasa berdoa untuk kesuksesan kami, kepada tutor dan rekan-
rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Materi yang penulis paparkan dalam makalah ini tentunya jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik yang bersifat membangun sangat penulis
butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikianlah makalah ini kami buat
semoga bermanfaat.

Pekalongan,

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………. 1
C. Tujuan………………………………………………………………... 2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pemerolehan Bahasa Pertama……………………………………………..3


A. Pemerolehan Bahasa Pertama………………………………………...3
B. Teori Pemerolehan Bahasa……………………………………………4
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak……..6
D. Strategi Pemerolehan Bahasa…………………………………………8
2. Pemerolehan Bahasa Kedua……………………………………………….12
A. Pengertian dan Cara Pemerolehan Bahasa Kedua…………………….12
B. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua……………………………………12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………….17
B. Saran……………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apakah anda pernah mendengar keluhan atau pertanyaan dari orang tua atau
teman sejawat guru mengenai kesulitan anak dalam belajar Bahasa Indonesia?
Mereka mersa aneh, mengapa nilai mata pelajaran tersebut tidak
menggembirakan. Lalu, apa yang membuat anak – anak itu sulir belajar Bahasa
Indonesia? Padahal, sebeum bersekolah atau Ketika diuar sekolah anak -anak
itu mengenal dan menggunakan Bahasa Indonesia tanpa kesulitan yang berarti.
Sebenarnya cukup banyak kemungkinan yang menjadi penyebab
kekurangberhasilan anak dal belajar Bahasa Indonesia di sekolah. Dalam
kaitannya dengan pembelajaran, paling tidak ada tiga jenis persoalan yang
menjadi penyebab. Pertama, pembelajaran Bahasa terlalu didominasi oleh teori
atau pengetahuan Bahasa atau kurang mengaitkannya dengan kehidupan nyata
anak sehingga membosankan anak.Kedua, pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan berbahasa yang telah dimiliki anak sebelum bersekolah, tidak
diperhatikan. Ketiga, kebiasaan dan strategi belajar Bahasa anak diluar
sekolah, yang memungkinkannya menguasai Bahasa dengan baik, kerap
diabaikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemrolehan Bahasa Pertama ?
2. Apa saja teori pemerolehan Bahasa Pertama
3. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa pertama
anak?
4. Bagaimana strategi pemerolehan Bahasa Pertama ?
5. Apa saja tahap-tahap pemerolehan Bahasa pertama?
6. Apa pengertian pemeroehan Bahasa kedua?
7. Apa saja teori pemerolehan Bahasa Kedua?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Bahasa pertama
2. Untuk mengetahui teori pemerolehan Bahasa Pertama
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa
pertama anak?
4. Untuk mengetahui strategi pemerolehan Bahasa Pertama
5. Untuk mengetahui Tahap-tahap pemerolehan Bahasa pertama
6. Untuk mengetahui pengertian pemeroehan Bahasa kedua
7. Untuk mengetahui saja teori pemerolehan Bahasa Kedua

2
BAB III
PEMBAHASAN
PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

1. Pemerolehan Bahasa Pertama


Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses pemilikan
kemampuan berbahasa secara alamiah. Proses pemerolehan bahasa memiliki
karakteristik berikut:
1. Berjalan secara spontan, tanpa sadar, dan tanpa beban.
2. Terjadi secara langsung dalam situasi informal, tanpa melalui
pembelajaran formal.
3. Didorong oleh kebutuhan, baik kebutuhan untuk memahami maupun
dipahami orang lain.
4. Berlangsung secara terus-menerus dalam konteks berbahasa yang nyata
dan bermakna.
5. Diperoleh secara lisan melalui tindak berbahasa menyimak/mendengarkan
dan berbicara.

Kegiatan pemerolehan bahasa melibatkan dua kemampuan. Pertama,


kemampuan reseptif, yaitu kemampuan menyerap, menerima, dan memahami
tuturan orang lain. Kedua, kemampuan produktif, yaitu kemampuan
menghasilkan tuturan, untuk mengekspresikan diri atau menanggapi rangsang
bahasa yang disampaikan oleh orang lain. Ketika anak melakukan kegiatan
berbahasa secara langsung, secara perlahan dan tentu saja tanpa disadari, telah
terbangun unsur dan kaidah bahasa (kosakata, struktur, dan makna) dan kaidah
berbahasa.

Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan
dikuasai oleh seorang anak. Bahasa pertama itu bisa hanya satu bahasa atau
dua bahasa yang dikuasai anak secara bersamaan. Sementara itu, bahasa kedua
adalah bahasa yang dikuasai anak setelah menguasai bahasa pertama. Dalam
menguasai dua bahasa atau lebih, anak dapat melakukannya secara serempak
atau berurut. Pemerolehan serempak dua bahasa (simultaneous bilingual

3
acquisition) terjadi pada anak yang dibesarkan dalam masyarakat bilingual
(dua bahasa) atau multilingual (lebih dari dua bahasa). Anak mengenal,
mempelajari, dan menggunakan kedua bahasa tersebut sama baiknya secara
bersamaan. Pemerolehan berurut dua bahasa (successive bilingual acquisition)
terjadi apabila penguasaan anak atas dua bahasa atau lebih terjadi dalam
rentang waktu yang berjauhan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak
biasanya terjadi karena beberapa hal berikut:

a. Pasangan suami istri hanya menguasai bahasa Indonesia.


b. Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang berbeda. Masing-masing
pihak tidak menguasai bahasa pasangannya dengan baik.
c. Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang sama, dengan situasi
berikut:
1. Lingkungan sekitar menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi kesehariannya.
2. Lingkungan sosial sekitar tempat tinggal keluarga tersebut
menggunakan bahasa daerah yang tidak dikuasai oleh keluarga tersebut
(mungkin keluarga pendatang).
3. Lingkungan sekitar menggunakan bahasa daerah yang sama dengan
bahasa yang digunakan dalam suatu keluarga. Tetapi karena
pertimbangan praktis, keluarga tersebut memutuskan untuk
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.

A. Teori Pemerolehan Bahasa


1. Pandangan Nativisme
Menurut pandangan nativistis, setiap anak yang lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan bawaan atau alami untuk dapat
berbahasa. Bukan lingkungan yang membuat anak mampu berbahasa.
Juga bukan karena meniru orang lain karena banyak juga ungkapan
kreatif yang dimunculkan anak ketika berbahasa, yang belum pernah
dicontohkan sebelumnya. Jadi, kalau bukan karena kemampuan
bawaan, mustahil anak dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa
yang komponen dan aturannya begitu rumit hanya dalam waktu yang

4
begitu singkat. Hanya dalam waktu sekitar empat tahun anak telah dapat
berbahasa dengan rapi dan komunikatif. Selama belajar bahasa, sedikit
demi sedikit potensi berbahasa yang secara genetis telah terprogram
menjadi terbuka dan berkembang.
Kemampuan bawaan berbahasa itu disebut dengan ’piranti
pemerolehan bahasa’ (language acquisition device atau LAD) yang
berpusat di otak. Piranti itulah yang membuat anak dapat berbahasa,
sebagaimana halnya sirip dan ekor yang memungkinkan seekor ikan
bisa berenang. Cara kerja LAD yaitu

Data linguistic
primer berupa Prinsip/strukt Kompetensi Ujaran
ujaran orang ur belajar gramatika
Bahasa secara anak
dewasa
umum

Ujaran atau tuturan lisan dalam lingkungan anak memberikan


masukan kepada anak. Selanjutnya, data tersebut diolah oleh LAD
dengan memakai potensi gramatika bahasa anak sehingga tersusunlah
pola-pola kaidah bahasa dan kaidah berbahasa pada diri anak, kemudian
tercermin dalam tindak berbahasa (ujaran) yang dihasilkan anak yang
sesuai dengan pola ujar orang dewasa.

2. Pandangan Behavioristis
Menurut behavioris, penguasaan bahasa anak ditentukan oleh
rangsangan yang diberikan lingkungannya. Anak tidak memiliki
peranan aktif, hanya sebagai penerima pasif. Perkembangan bahasa
anak terutama ditentukan oleh kekayaan dan lamanya latihan yang
diberikan oleh lingkungan, serta peniruan yang dilakukan anak terhadap
tindak berbahasa lingkungannya.

5
3. Pandangan Kognitif
Menurut pandangan kognitif, penguasaan dan perkembangan bahasa
anak ditentukan oleh daya kognitifnya. Lingkungan tidak serta merta
memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan
bahasa anak, kalau si anak sendiri tidak melibatkan secara aktif
dengan lingkungannya. Dengan kata lain, anaklah yang berperan aktif
untuk terlibat dengan lingkungannya agar penguasaan bahasanya dapat
berkembang secara optimal.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak


1. Faktor Biologis
Perangkat biologis yang menentukan penguasaan bahasa anak adalah
otak (sistem syaraf), alat dengar, dan alat ucap. Ketergantungan pada
salah satu, apalagi ketiganya, akan menghambat kemampuan
berbahasa anak. Kemampuan berbahasa anak-anak tunarungu, lemah
mental, gagap atau tunawicara maka kemampuan berbahasa mereka
pasti berbeda dengan anak yang ketiga perangkat biologisnya sehat
dan normal.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa setiap anak memiliki
kemampuan bawaan dan kelengkapan berbahasa. Namun demikian,
untuk menumbuhkembangkan kemampuan berbahasanya, seorang anak
memerlukan lingkungan sosial sebagai contoh atau model berbahasa,
memberikan rangsangan, dan tanggapan, serta melakukan latihan dan
uji coba berbahasa dalam konteks yang sesungguhnya.
Lingkungan sosial di sini adalah perilaku berbahasa orang tua,
saudara, kerabat, keluarga, teman atau anggota masyarakat. Lingkungan
yang kaya sumber, mendukung, dan aktif dalam berinteraksi dengan
anak, akan membuat pemerolehan bahasa anak semakin beraneka dan
cepat. Sebaliknya, lingkungan yang miskin dengan aktivitas berbahasa,
terlalu banyak menekan dengan melakukan pelarangan dan
menyalahkan, dan rendah dalam berinteraksi, akan menjadikan
pemerolehan bahasa anak pun tidak beragam, miskin, dan lambat.

6
Dukungan dan keterlibatan sosial begitu penting bagi anak dalam belajar
bahasa. Inilah yang disebut dengan ’Sistem Pendukung Pemerolehan
Bahasa’ atau Language Acquisition Support System atau LASS.
Cara lingkungan sosial memberikan dukungan kepada anak dalam
belajar pemeroleh bahasa adalah sebagai berikut:
1) Bahasa semang (motherless), yaitu cara bahasa yang dilakukan
orang dewasa terhadap bayi atau balita melalui penyederhanaan kata
atau kalimat, dengan penggunaan tempo yang lebih lambat dan nada
yang lebih lembut. Cara bahasa ini memiliki peran penting untuk
dapat menangkap perhatian dan memelihara komunikasi dengan
anak.
2) Parafrase, yaitu pengungkapan kembali ujaran yang diucapkan anak
dengan cara yang berbeda, untuk membantu anak belajar bahasa.
3) Menegaskan kembali (echoing), yaitu mengulang apa yang
disampaikan anak, terutama apabila tuturannya tidak lengkap, tidak
jelas atau tidak sesuai dengan maksud.
4) Memperluas (expanding), yaitu mengungkapkan kembali apa yang
disampaikan anak dalam bentuk kebahasaan yang lebih kompleks.
5) Menamai (labeling), yaitu melakukan identifikasi suatu benda
dengan nama yang sesuai.
6) Penguatan (reinforcement), yaitu menanggapi dan memberikan
respons positif atas perilaku berbahasa anak.
7) Pemodelan (modelizing), yaitu pemberian contoh atau model
berbahasa yang ditunjukkan orang dewasa kepada anak.
3. Faktor Intelegensi
Inteligensi adalah kemampuan seseorang dalam berpikir atau
bernalar, termasuk memecahkan suatu masalah. Inteligensi bersifat
abstrak dan tak dapat diamati langsung, kecuali melalui perilaku. Dalam
kaitannya dengan pemerolehan bahasa, anak-anak yang bernalar tinggi
tingkat pencapaiannya cenderung lebih cepat, lebih kaya, dan lebih
bervariasi khasanah bahasanya, daripada anak yang bernalar sedang atau

7
rendah. Jadi, pengaruh inteligensi terletak pada jangka waktu dan tingkat
kreativitas perkembangan bahasanya.
4. Faktor Motivasi
Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu
sendiri. Anak belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat
praktis, seperti lapar, haus, sakit, serta perhatian dan kasih sayang. Inilah
yang disebut dengan motivasi intrinsik, yang berasal dari diri anak itu
sendiri. Pemberian motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi
anak untuk membuatnya kian bergairah belajar bahasa. Anak yang
dibesarkan dengan motivasi belajar bahasa yang tinggi akan kian memicu
proses belajar bahasa anak. Pemicuan motivasi itu, di antaranya dengan
cara merespons dengan bijak pertanyaan dan komentar anak,
memperbaiki tindak berbahasa anak secara halus dan tidak langsung, dan
tidak segera menyalahkan bila anak melakukan suatu kesalahan.

C. Strategi Pemerolehan Bahasa


Sejumlah strategi dalam belajar suatu bahasa, di antaranya adalah sebagai
berikut:
1) Mengingat
Mengingat memainkan peranan yang cukup penting dalam belajar
bahasa atau belajar apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui
anak, dicatat dalam benaknya. Ketika dia menyentuh, menyerap,
mencium, mendengar, dan melihat sesuatu, memori anak merekamnya.
Pada tahap awal belajar bahasa, anak mulai membangun
pengetahuan tentang bunyi dan kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang
merujuk pada sesuatu yang dia dengar atau alami. Ingatan itu akan
semakin kuat apabila penyebutan akan benda atau peristiwa itu terjadi
berulang-ulang. Dengan cara ini anak akan mengingat bunyi, kombinasi
bunyi atau kata, tentang sesuatu sekaligus mengingat pula cara
mengungkapkannya. Hanya saja, ketika diungkapkan bunyinya tidak
selalu tepat. Mungkin lafalnya tidak pas, strukturnya terbalik atau hanya
suku kata awal atau akhir yang terucapkan. Hal ini terjadi karena

8
pertumbuhan otak dan kelengkapan fisik berbahasa anak masih sedang
berkembang. Oleh karena itu, dalam berbahasa anak-anak biasanya
dibantu oleh ekspresi muka, gerak tangan, gerak tubuh, dan konteks.
2) Meniru
Dalam belajar bahasa anak pun menggunakan strategi peniruan.
Peniruan di sini bisa berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi.
Pada dasarnya, peniruan yang dilakukan anak tidak selalu berupa
pengulangan yang persis sama atas apa saja yang didengarnya. Hal ini
karena dalam belajar bahasa, seorang anak tidak sekadar menangkap
kata-kata. Dia juga mencerna dan mengolah prinsip-prinsip organisasi
bahasa secara alami. Dengan demikian, peniruan yang dilakukan anak
bersifat dinamis dan kreatif. Karena strategi peniruan itu pula maka orang
yang menjadi model (memberikan contoh dan masukan) berbahasa akan
sangat mempengaruhi corak bahasa yang dimiliki anak. Apabila
modelnya baik maka anak pun akan mempelajari versi bahasa yang baik,
logis, dan santun. Sebaliknya, apabila modelnya kurang baik maka versi
bahasa yang kurang baik itulah yang akan dipelajari dan digunakan anak.
3) Mengalami Langsung
Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya
adalah mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang
nyata. Anak menggunakan bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan
orang lain, maupun sewaktu sendirian. Dia menyimak dan berbicara
langsung, dan sekaligus memperoleh tanggapan dari mitra bicaranya.
Dari tanggapan yang diperolehnya, secara tidak sadar anak memperoleh
masukan tentang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dan
dalam waktu yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak
berbahasa yang dilakukan mitra berbicaranya.
4) Bermain
Kegiatan bermain sangat penting untuk mendorong pengembangan
kemampuan berbahasa anak. Dalam bermain, si anak kadang berperan
sebagai orang dewasa; sebagai penjual atau pembeli dalam bermain
dagang-dagangan; ibu, bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan;
sebagai dokter, perawat atau pasien; atau sebagai guru dan murid dalam

9
bermain sekolah-sekolahan. Tanpa disadari, mereka sedang bermain
drama, sekaligus mereka berlatih berbicara dan menyimak.
5) Penyederhanaan
Di samping perbuatan anak bersifat egosentris (berpusat pada dirinya,
perkembangan kemampuan anak yang bertahap yang membuat tuturan
yang digunakannya lebih sederhana dan langsung. Satu atau dua kata
mewakili satu kalimat. Ciri berbahasa anak seperti itu disebut
penyederhanaan atau reduksi. Strategi itu tentu saja tidak disadari si anak.
Meskipun sederhana, kita sebagai orang dewasa akan memahaminya
karena dibantu oleh konteks terjadinya perilaku berbahasa anak.

D. Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa


1) Tahap Pralinguistik
Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin
mendekati bunyi vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya
bunyi-bunyi tersebut belumlah mengacu pada kata atau kalimat dengan
makna tertentu. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase
ini disebut tahap pralinguistik.
Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur sekitar 12
bulan.
a. Pada umur 0 - 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi
refleksif untuk menyatakan rasa lapar, haus, sakit atau
ketidaknyamanan, serta bunyi-bunyi vegetatif yang berkaitan
dengan aktivitas tubuh, seperti batuk, bersin, sendawa, telanan
(ketika makan), dan tegukan (ketika menyusu atau minum).
b. Pada umur 2 – 5 bulan, anak mulai mendekut dan mengeluarkan
bunyibunyi vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip
konsonan. Bunyi itu biasanya muncul sebagai respons terhadap
senyum atau ucapan orang tuanya.
c. Pada umur 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak
utuh dengan rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan
konsonannya lebih bervariasi. Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah
mulai muncul. d. Pada umur 6 – 12 bulan, anak mulai berceloteh.

10
Celotehannya berupa reduplikasi atau pengulangan konsonan dan
vokal yang sama, seperti /ba-ba-ba/, /ma-ma-ma/, dan /da-da-da/.
Vokal yang muncul adalah vokal dasar /a/ dengan konsonan hambat
labial /p, b/, nasal /m, n, n/, dan alveolar /t, d/. Selanjutnya, celotehan
reduplikasi tersebut berubah lebih bervariasi. Vokalnya sudah mulai
menuju vokal /u/ dan /i/. Konsonan frikatif pun, seperti /s/ sudah
mulai muncul.
2. Tahap Satu-Kata atau Holofrasis
Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada tahap
ini, anak menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan
ide yang disampaikannya. Tegasnya, satu kata yang diucapkan anak
mewakili satu frasa, kalimat atau wacana. Karena itu, fase ini disebut
juga tahap holofrasis. Kata-kata yang diucapkan anak adalah kata-kata
yang telah dikenal dan dikuasainya. Kata-kata itu biasanya sering
muncul dalam tuturan keseharian di lingkungan anak. Kata-kata itu
umumnya berkaitan dengan kegiatan rutin anak, pemanggilan orang-
orang sekitar, dan benda atau objek yang dekat dengan anak.
3. Tahap Dua-Kata
Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 – 24 bulan.
Pada tahap ini kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat,
seiring dengan kematangan otak dan alat ucapnya. Dalam bertutur
anak-anak mulai menggunakan dua kata: papa ikut, mamah main, mau
bobo, dan sebagainya. Hanya kata-kata pokok yang diucapkan anak,
seperti kata benda, kata kerja (dasar), dan/atau kata sifat. Tak ada kata
tugas seperti kata depan atau kata penghubung.
4. Tahap Telegrafis
Antara usia 2 – 3 tahun anak telah menghasilkan ujaran dalam
bentuk kalimat-kalimat pendek. Ciri yang paling mencolok pada fase
ini bukanlah pada jumlah kata yang dihasilkan anak, tetapi pada variasi
bentuk kata yang sudah mulai muncul. Namun demikian, pada fase ini,
anak belum menggunakan kata tugas dalam bertutur. Oleh karena itu,
perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut dengan tahap

11
telegrafis. Seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan otak
dan perangkat biologis lainnya maka kemampuan anak pun (kaidah
bahasa dan kaidah berbahasa) akan semakin meningkat hingga
mendekati tuturan orang dewasa.
2. Pemerolehan Bahasa Kedua
A. Pengertian dan Cara Pemerolehan Bahasa Kedua
Suatu bahasa disebut bahasa kedua apabila bahasa tersebut dikuasai
anak melalui belajar secara formal. Dalam memperoleh B2 banyak cara
yang dilakukan. Secara umum, tipe perolehan B2 dapat dibedakan menjadi
pemerolehan B2 secara terpimpin, secara alamiah, serta terpimpin dan
alamiah (Lihat Subyakto-Nababan, 1992). Pemerolehan B2 secara
terpimpin dilakukan melalui aktivitas pembelajaran, baik di sekolah
maupun kursus atau les. Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari bersifat
formal atau baku. Sementara itu, pemerolehan B2 secara alamiah dilakukan
secara spontan. Dengan demikian seorang anak bisa memiliki beberapa
bahasa pertama dan juga beberapa bahasa kedua. Kunci keberhasilan belajar
B2 adalah kemauan belajar, keberanian mempraktikkan dalam situasi riel,
dan keintensifan dalam berkomunikasi dengan B2. Memang penting belajar
kosakata dan kaidah bahasa dengan menggunakan berbagai sumber. Tetapi,
tak kalah pentingnya adalah faktor individu pembelajar B2, dalam hal ini
keberanian menggunakan bahasa tersebut dalam interaksi dengan penutur
asli atau pengguna B2. Tidak malu, tidak takut salah, dan tidak perlu
khawatir ditertawakan kalau unjuk berbahasanya kurang pas. Semakin
berani dalam berbahasa dan semakin intensif dalam berinteraksi, biasanya
semakin cepat B2 tersebut dikuasai.
B. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua
a) Model Akulturasi
Akulturasi adalah proses adaptasi atau penyesuaian dengan
kebudayaan baru. Dalam pemerolehan B2, akulturasi dipandang
penting karena bahasa sebagai ungkapan budaya serta berhubungan
dengan saling menilai antara masyarakat B1 dengan B2. Akulturasi
ditentukan oleh jarak sosial dan jarak psikologis antara pembelajar (B1)
dengan budaya bahasa sasaran (B2). Jarak sosial adalah pengaruh
faktor-faktor pembelajar sebagai anggota masyarakat yang harus
berhubungan dengan masyarakat ’pemilik’ B2. Sementara itu, jarak
psikologis adalah pengaruh faktor afeksi pembelajar sebagai pribadi
pembelajar.

12
Faktor-faktor yang menentukan jarak sosial antara kelompok B1 dan
B2 adalah:
1) kesamaan derajat sosial;
2) timbulnya keinginan asimilasi;
3) saling terlibatnya antardua kelompok;
4) kelompok belajar B2 kecil dan tidak kohesif;
5) kesesuaian budaya;
6) saling memiliki sikap positif;
7) lama tidaknya berasimilasi antara kelompok B1 dan B2. Sementara
itu, faktor-faktor penentu jarak psikologis yang sebenarnya lebih
bersifat afektif, meliputi kejutan bahasa, guncangan budaya,
motivasi, dan batas-batas keakuan.
b. Teori Akomodasi
Teori akomodasi menyatakan bahwa hubungan masyarakat B1
dengan B2 dalam berinteraksi sangat menentukan pemerolehan B2.
Faktor-faktor berikut akan mempermudah dan mempengaruhi
keberhasilan pembelajar dalam mempelajari B2:
1) Anggapan pembelajar B2 bahwa dirinya merupakan bagian dari
masyarakat B2.
2) Tidak memandang rendah kelompok masyarakat B2.
3) Persepsi pembelajar tentang pentingnya etnolinguistik.
4) Terbuka dan tidak ketat dalam mempersepsikan batas kelompok B1
dengan B2.
5) Pembelajar B1 mengidentifikasi diri sama kuat dan memuaskannya
dengan kelompok sosial lainnya.
c. Teori Wacana
Teori wacana menekankan pentingnya pembelajar B2 menemukan
makna bahasa melalui keterlibatannya dalam berkomunikasi. Melalui
kesertaannya dalam komunikasi, pembelajar dapat mengembangkan
kaidah gramatika dan penggunaan bahasanya. Teori wacana
mempunyai sejumlah prinsip utama berikut:

13
1) Pemerolehan B2 mengikuti urutan alamiah dalam perkembangan
sintaksis.
2) Penutur asli akan menyesuaikan tuturannya untuk mencapai makna
yang disepakati bersama penutur nonasli.
3) Strategi percakapan yang ditempuh untuk mencapai makna yang
disepakati dan masukan mempengaruhi kecepatan dan urutan
pemerolehan B2.
4) Menurut teori wacana interaksi sosial sangat penting karena dapat
memberikan data terbaik bagi pembelajar untuk dapat diolah oleh
otak. Melalui data tersebut disusunlah suatu model masukan yang
pantas dan terkait.
d. Model Monitor
Monitor adalah proses konstruksi kreatif dalam berbahasa. Model
Monitor memiliki lima hipotesis berikut yang mempengaruhi
pemerolehan B2:
1) Hipotesis pemerolehan-pembelajaran
2) Hipotesis urutan alamiah
3) Hipotesis monitor
4) Hipotesis masukan
5) Hipotesis saringan afektif
e. Model kompetensi variable
Model ini menyatakan bahwa cara seseorang mempelajari bahasa
akan mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang
dipelajarinya. Produk penggunaan bahasa terdiri atas berbagai macam
produk bahasa (wacana) dari yang tidak terencana sampai yang
terencana. Produk yang tidak direncanakan adalah wujud penggunaan
bahasa yang penyampaiannya bersifat spontan, tanpa persiapan, dan
tidak melalui pemikiran yang matang. Penggunaan bahasa ini terjadi
dalam komunikasi rutin seperti tutur-sapa, percakapan.
Model kompetensi variabel menyampaikan prinsip-prinsip berikut:
1) Pembelajar menyimpan pengetahuan tunggal yang berisi kaidah-
kaidah bahasa antara (interlangue). Secara otomatis, penyimpan ini

14
akan aktif apabila dirangsang, didorong, dan dipicu untuk berlatih
menerapkan B2.
2) Pembelajar memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa.
Kemampuan itu berbentuk:
a) proses wacana primer,
b) proses wacana sekunder
c) proses kognitif
3) Tampilan B2 merupakan variable yang dihasilkan melalui proses
primer dalam wacana yang tidak terencana atau proses sekunder
dalam wacana yang direncanakan.
4) Perkembangan pemerolehan B2 terjadi sebagai akibat:
a) Pemerolehan kaidah-kaidah baru dari B2 melalui keterlibatan
pembelajar dalam berbagai tipe wacana;
b) pengaktifan kaidah-kaidah B2 yang sudah ada pada dalam
bentuk tidak teranalisis dan tidak otomatis atau teranalisis
sehingga dapat digunakan untuk wacana yang tidak
direncanakan.
f. Hipotesis Universa
Hipotesis universal menyatakan bahwa anak menemukan kaidah-
kaidah bahasa dengan bentuk gramatika universal, yakni gramatika inti.
Contoh gramatika universal, umumnya bahasa memiliki struktur
kalimat yang berpola subjek-predikat. Dalam pembelajaran B2 jika
pembelajar menemukan kaidah B2 yang bermarkah, pembelajar
tersebut tergoda untuk kembali ke kaidah B1, terutama apabila B1 itu
memiliki kaidah universal yang sama.

g. Teori Neurofungsional
Teori ini menyatakan adanya hubungan antara bahasa dengan
anatomi syaraf. Dua daerah dalam otak, yaitu belahan otak kanan
(daerah Wernickle) dan belahan otak kiri (daerah Brocka), menentukan
pemerolehan B2. Belahan otak kanan berkaitan dengan proses
menyeluruh dan berfungsi untuk merekam dan memproses ujaran yang

15
berpola. Sementara belahan otak kiri berkaitan dengan penggunaan
bahasa secara kreatif yang meliputi pemrosesan secara sintaktik dan
semantik, serta pengendali aktivitas berbicara dan menulis. Dalam
kaitannya dengan pemerolehan B2, fokus teori ini berkenaan dengan
perbedaan usia (pada usia kritis otak berada pada kesiapan sempurna
untuk belajar bahasa), fosilisasi (aspek bahasa yang telah terkuasai
bertahun-tahun hingga usia dewasa menjadi unsur kompetensi yang
otomatis dan memfosil atau menetap secara permanen), ujaran terpola,
dan pola latihan di kelas dalam mempelajari B2.
Pemerolehan B2 dapat diterangkan menurut fungsi syaraf dengan
memperhatikan dua hal. Pertama, fungsi syaraf yang mana yang
digunakan untuk berkomunikasi. Kedua, tingkatan mana dalam system
syaraf tersebut yang dilibatkan.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses pemilikan
kemampuan berbahasa secara alamiah. Bahasa pertama (B1) adalah bahasa
yang pertama kali dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak. Bahasa pertama
itu bisa hanya satu bahasa atau dua bahasa yang dikuasai anak secara
bersamaan.
2. Teori pemerolehan Bahasa Pertama adalah sebagai berikut : Pandangan
Nativisme, Pandangan Behavioristis, Pandangan Kognitif
3. Faktor yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa pertama anak yaitu
Biologis, Faktor Lingkungan Sosial, faktor intelengensi dan faktor motivasi.
4. Strategi Pemerolehan Bahasa :
- Mengingat
- Meniru
- Mengalami langsung
- Bermain
- Penyederhanaan
5. Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa
- Tahap Pralinguistik
- Tahap Satu-Kata atau Holofrasis
- Tahap Dua-Kata
- Tahap Teegrafis
6. Bahasa kedua adalah bahasa yang dikuasai anak setelah menguasai bahasa
pertama. Dalam menguasai dua bahasa atau lebih, anak dapat
melakukannya secara serempak atau berurut. Suatu bahasa disebut bahasa
kedua apabila bahasa tersebut dikuasai anak melalui belajar secara formal.
Dalam memperoleh B2 banyak cara yang dilakukan.
7. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua :
- Model Akulturasi
- Model Akomodasi
- Teori wacana

17
- Teori monitor
- Model Monitor
- Model Kompetensi Model
B. Saran
1. Kita harus bisa memahami konsep pemerolehan Bahasa guna
memahami bagaimana Bahasa yang kita ketahui sekarang bis akita
peroleh
2. Walaupun kita bisa memperoleh Bahasa lebih dari satu Bahasa tetapi
kita harus bisa menghindarkan pemerolehan Bahasa yang
mengakibatkan akulturasi Bahasa yang bersifat negative.

18
DAFTAR PUSTAKA

W. Soulchan T.dkk. 2018. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Tangerang


selatan: Universitas Terbuka

19

Anda mungkin juga menyukai