Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK

Guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SD

Dosen : Eti Sunarsih, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Aisha Safira 11308505200012

Armon Yazi 11308505200023

Putri Meyriska 11308505200166

Suffi Namira 11308505200201

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SINGKAWANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala ridho dan
karunia-Nya Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam
mudah-mudahan tercurah limpahkan kepada junjungan kita sekalian yaitu Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya dan umumnya kepada kita
semua selaku penerus risalahnya hingga akhir zaman, aamiin.

Tugas ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia SD. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Ibu Eti
Sunarsih, S.Pd., M.Pd selaku Dosen Pengampu.

Semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan dan menuntun pada langkah


yang lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua pembaca.

Singkawang, 13 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

A. Pemerolehan Bahasa Pertama .............................................................. 3

1. Pengertian pemerolehan bahasa .................................................... 3


2. Teori pemerolehan bahasa ............................................................. 4
3. Faktor faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak ...... 6
4. Strategi pemerolehan bahasa ......................................................... 8
5. Tahap-tahap pemerolehan bahasa ................................................. 10

B. Pemerolehan bahasa kedua .................................................................. 12

1. Pengertian dan cara pemerolehan bahasa kedua ........................... 12


2. Teori pemerolehan bahasa kedua .................................................. 13

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 17

A. Kesimpulan .......................................................................................... 17
B. Saran..................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Dengan bahasa seseorang


dapat berinteraksi dengan orang lain. Dengan bahasa maka akan terjadi hubungan
timbal balik antara seseorang dengan orang lain. Manusia hidup dalam suatu
lingkungan masyarakat. Karena dalam kehidupan manusia selalu membutuhkan
orang lain. Seseorang akan mengerti apa yang dimaksudkan oleh mitra tutur dengan
bahasa yang digunakan. Sehingga pesan atau informasi yang dapat tersampaikan.

Bahasa tidak hanya tulis maupun lisan, tetapi juga bahasa tubuh dan juga
ekspresi seseorang terhadap aksi yang kita lakukan. Misalnya seorang bayi yang
menangis ketika lapar, bayi itu menggunakan bahasa tangis untuk memberitahukan
kepada ibunya bahwa ia tengah lapar. Hal itu menujukkan pula bahwa bahasa telah
ada ketika seseorang belum mengenal tulisan. Bahkan ketika seseorang belum lahir,
ia sudah menggunakan bahasa. Seseorang mengenal menggunakan bahasa
berdasarkan lingkungan dimana dia tinggal. Seseorang berusaha menirukan bahasa
orang lain walau dengan terbata-bata. Seorang anak yang masih berusia di bawah
tiga tahun, menggunakan bahasa secara belum lengkap. Hal itu karena seorang anak
hanya bisa menangkap dan melafalkan sebagian dari lingual yang ia dengar.

Seseorang akan mengucapkan satuan lingual tertentu yang diperolehnya


berdasarkan tempat dimana dia tinggal. Lingkungan sangat mempengaruhi hal
tersebut. Daerah yang satu akan mengucapkan lingual yang berbeda dengan daerah
yang lain walaupun maksud tuturannya sama. Lingkungan yang mempengaruhi
bahasa seseorang tidak hanya berasal dari faktor geografis, tetapi juga faktor
ekonomi, pendidikan, dan sosial agama. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi
kekayaan seseorang dalam menguasai bahasa.

Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari


kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah
dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama sehingga

1
dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa anak guru dapat
mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya.

Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwibahasa bahkan


multi bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan
bahasa anak, guru dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkungan
anak didiknya dan menghargai keragaman budaya tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Seorang Anak Memperoleh Bahasa ?
2. Apa Saja Teori Pemerolehan Bahasa Pada Anak ?
3. Bagaimana Tahap Perkembangan Bahasa Pada Anak ?
4. Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak ?
5. Bagaimana Strategi Pemerolehan Bahasa Pada Anak ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Seorang Anak Memperoleh Bahasa
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Teori Pemerolehan Bahasa Pada Anak
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Tahap Perkembangan Bahasa Pada Anak
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemerolehan Bahasa Anak
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Strategi Pemerolehan Bahasa Pada Anak

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemerolehan Bahasa Pertama

1. Pengertian Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses pemilikan


kemampuan berbahasa secara alamiah. Proses pemerolehan bahasa memiliki
karakteristik berikut:

a. Berjalan secara spontan, tanpa sadar, dan tanpa beban.


b. Terjadi secara langsung dalam situasi informal, tanpa melalui pembelajaran
formal.
c. Didorong oleh kebutuhan, baik kebutuhan untuk memahami maupun
dipahami orang lain.
d. Berlangsung secara terus-menerus dalam konteks berbahasa yang nyata dan
bermakna.
e. Diperoleh secara lisan melalui tindak berbahasa menyimak/mendengarkan
dan berbicara.

Kegiatan pemerolehan bahasa melibatkan dua kemampuan. Pertama,


kemampuan reseptif, yaitu kemampuan menyerap, menerima, dan memahami
tuturan orang lain. Kedua, kemampuan produktif, yaitu kemampuan menghasilkan
tuturan, untuk mengekspresikan diri atau menanggapi rangsang bahasa yang
disampaikan oleh orang lain. Ketika anak melakukan kegiatan berbahasa secara
langsung, secara perlahan dan tentu saja tanpa disadari, telah terbangun unsur dan
kaidah bahasa (kosakata, struktur, dan makna) dan kaidah berbahasa.

Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama kali dipelajari dan
dikuasai oleh seorang anak. Bahasa pertama itu bisa hanya satu bahasa atau dua
bahasa yang dikuasai anak secara bersamaan. Sementara itu, bahasa kedua adalah
bahasa yang dikuasai anak setelah menguasai bahasa pertama. Dalam menguasai
dua bahasa atau lebih, anak dapat melakukannya secara serempak atau berurut.

3
Pemerolehan serempak dua bahasa (simultaneous bilingual acquisition) terjadi pada
anak yang dibesarkan dalam masyarakat bilingual (dua bahasa) atau multilingual
(lebih dari dua bahasa). Anak mengenal, mempelajari, dan menggunakan kedua
bahasa tersebut sama baiknya secara bersamaan. Pemerolehan berurut dua bahasa
(successive bilingual acquisition) terjadi apabila penguasaan anak atas dua bahasa
atau lebih terjadi dalam rentang waktu yang berjauhan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak biasanya terjadi karena


beberapa hal berikut:

a. Pasangan suami istri hanya menguasai bahasa Indonesia.


b. Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang berbeda. Masing-masing
pihak tidak menguasai bahasa pasangannya dengan baik.
c. Perkawinan antarpenutur bahasa daerah yang sama, dengan situasi berikut:

1) Lingkungan sekitar menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat


komunikasi kesehariannya.
2) Lingkungan sosial sekitar tempat tinggal keluarga tersebut
menggunakan bahasa daerah yang tidak dikuasai oleh keluarga tersebut
(mungkin keluarga pendatang).
3) Lingkungan sekitar menggunakan bahasa daerah yang sama dengan
bahasa yang digunakan dalam suatu keluarga. Tetapi karena
pertimbangan praktis, keluarga tersebut memutuskan untuk
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.

2. Teori Pemerolehan Bahasa

a. Pandangan Nativistis

Menurut pandangan nativistis, setiap anak yang lahir telah dilengkapi


dengan kemampuan bawaan atau alami untuk dapat berbahasa. Bukan lingkungan
yang membuat anak mampu berbahasa. Juga bukan karena meniru orang lain
karena banyak juga ungkapan kreatif yang dimunculkan anak ketika berbahasa,

4
yang belum pernah dicontohkan sebelumnya. Jadi, kalau bukan karena kemampuan
bawaan, mustahil anak dapat mempelajari dan menguasai suatu bahasa yang
komponen dan aturannya begitu rumit hanya dalam waktu yang begitu singkat.
Hanya dalam waktu sekitar empat tahun anak telah dapat berbahasa dengan rapi
dan komunikatif. Selama belajar bahasa, sedikit demi sedikit potensi berbahasa
yang secara genetis telah terprogram menjadi terbuka dan berkembang.

Kemampuan bawaan berbahasa itu disebut dengan ’piranti pemerolehan


bahasa’ (language acquisition device atau LAD) yang berpusat di otak. Piranti
itulah yang membuat anak dapat berbahasa, sebagaimana halnya sirip dan ekor
yang memungkinkan seekor ikan bisa berenang.

Cara kerja LAD yaitu Ujaran atau tuturan lisan dalam lingkungan anak
memberikan masukan kepada anak. Selanjutnya, data tersebut diolah oleh LAD
dengan memakai potensi gramatika bahasa anak sehingga tersusunlah pola-pola
kaidah bahasa dan kaidah berbahasa pada diri anak, kemudian tercermin dalam
tindak berbahasa (ujaran) yang dihasilkan anak yang sesuai dengan pola ujar orang
dewasa.

b. Pandangan Behavioristis

Menurut behavioris, penguasaan bahasa anak ditentukan oleh rangsangan


yang diberikan lingkungannya. Anak tidak memiliki peranan aktif, hanya sebagai
penerima pasif. Perkembangan bahasa anak terutama ditentukan oleh kekayaan dan
lamanya latihan yang diberikan oleh lingkungan, serta peniruan yang dilakukan
anak terhadap tindak berbahasa lingkungannya.

c. Pandangan Kognitif

Menurut pandangan kognitif, penguasaan dan perkembangan bahasa anak


ditentukan oleh daya kognitifnya. Lingkungan tidak serta merta memberikan
pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual dan bahasa anak, kalau si anak
sendiri tidak melibatkan secara aktif dengan lingkungannya. Dengan kata lain,

5
anaklah yang berperan aktif untuk terlibat dengan lingkungannya agar penguasaan
bahasanya dapat berkembang secara optimal.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa Anak

a. Faktor Biologis

Perangkat biologis yang menentukan penguasaan bahasa anak adalah otak


(sistem syaraf), alat dengar, dan alat ucap. Ketergantungan pada salah satu, apalagi
ketiganya, akan menghambat kemampuan berbahasa anak. Kemampuan berbahasa
anak-anak tunarungu, lemah mental, gagap atau tunawicara maka kemampuan
berbahasa mereka pasti berbeda dengan anak yang ketiga perangkat biologisnya
sehat dan normal.

b. Faktor Lingkungan Sosial

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa setiap anak memiliki kemampuan


bawaan dan kelengkapan berbahasa. Namun demikian, untuk menumbuh
kembangkan kemampuan berbahasanya, seorang anak memerlukan lingkungan
sosial sebagai contoh atau model berbahasa, memberikan rangsangan, dan
tanggapan, serta melakukan latihan dan uji coba berbahasa dalam konteks yang
sesungguhnya.

Lingkungan sosial di sini adalah perilaku berbahasa orang tua, saudara,


kerabat, keluarga, teman atau anggota masyarakat. Lingkungan yang kaya sumber,
mendukung, dan aktif dalam berinteraksi dengan anak, akan membuat pemerolehan
bahasa anak semakin beraneka dan cepat. Sebaliknya, lingkungan yang miskin
dengan aktivitas berbahasa, terlalu banyak menekan dengan melakukan pelarangan
dan menyalahkan, dan rendah dalam berinteraksi, akan menjadikan pemerolehan
bahasa anak pun tidak beragam, miskin, dan lambat. Dukungan dan keterlibatan
sosial begitu penting bagi anak dalam belajar bahasa. Inilah yang disebut dengan
’Sistem Pendukung Pemerolehan Bahasa’ atau Language Acquisition Support
System atau LASS.

6
Cara lingkungan sosial memberikan dukungan kepada anak dalam belajar
pemeroleh bahasa adalah sebagai berikut:

1) Bahasa semang (motherless), yaitu cara bahasa yang dilakukan orang


dewasa terhadap bayi atau balita melalui penyederhanaan kata atau kalimat,
dengan penggunaan tempo yang lebih lambat dan nada yang lebih lembut.
Cara bahasa ini memiliki peran penting untuk dapat menangkap perhatian
dan memelihara komunikasi dengan anak.
2) Parafrase, yaitu pengungkapan kembali ujaran yang diucapkan anak dengan
cara yang berbeda, untuk membantu anak belajar bahasa.
3) Menegaskan kembali (echoing), yaitu mengulang apa yang disampaikan
anak, terutama apabila tuturannya tidak lengkap, tidak jelas atau tidak sesuai
dengan maksud.
4) Memperluas (expanding), yaitu mengungkapkan kembali apa yang
disampaikan anak dalam bentuk kebahasaan yang lebih kompleks.
5) Menamai (labeling), yaitu melakukan identifikasi suatu benda dengan nama
yang sesuai.
6) Penguatan (reinforcement), yaitu menanggapi dan memberikan respons
positif atas perilaku berbahasa anak.
7) Pemodelan (modelizing), yaitu pemberian contoh atau model berbahasa
yang ditunjukkan orang dewasa kepada anak.

c. Faktor Intelegensi

Inteligensi adalah kemampuan seseorang dalam berpikir atau bernalar,


termasuk memecahkan suatu masalah. Inteligensi bersifat abstrak dan tak dapat
diamati langsung, kecuali melalui perilaku. Dalam kaitannya dengan pemerolehan
bahasa, anak-anak yang bernalar tinggi tingkat pencapaiannya cenderung lebih
cepat, lebih kaya, dan lebih bervariasi khasanah bahasanya, daripada anak yang
bernalar sedang atau rendah. Jadi, pengaruh inteligensi terletak pada jangka waktu
dan tingkat kreativitas perkembangan bahasanya.

d. Faktor Motivasi

7
Dalam belajar bahasa, anak tidak melakukannya demi bahasa itu sendiri.
Anak belajar bahasa karena adanya kebutuhan dasar yang bersifat praktis, seperti
lapar, haus, sakit, serta perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut dengan
motivasi intrinsik, yang berasal dari diri anak itu sendiri.

Pemberian motivasi dari lingkungan sosial sangat berarti bagi anak untuk
membuatnya kian bergairah belajar bahasa. Anak yang dibesarkan dengan motivasi
belajar bahasa yang tinggi akan kian memicu proses belajar bahasa anak. Pemicuan
motivasi itu, di antaranya dengan cara merespons dengan bijak pertanyaan dan
komentar anak, memperbaiki tindak berbahasa anak secara halus dan tidak
langsung, dan tidak segera menyalahkan bila anak melakukan suatu kesalahan.

4. Strategi Pemerolehan Bahasa

Sejumlah strategi dalam belajar suatu bahasa, di antaranya adalah sebagai


berikut:

a. Mengingat

Mengingat memainkan peranan yang cukup penting dalam belajar bahasa


atau belajar apa pun. Setiap pengalaman indrawi yang dilalui anak, dicatat dalam
benaknya. Ketika dia menyentuh, menyerap, mencium, mendengar, dan melihat
sesuatu, memori anak merekamnya.

Pada tahap awal belajar bahasa, anak mulai membangun pengetahuan


tentang bunyi dan kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang merujuk pada sesuatu yang
dia dengar atau alami. Ingatan itu akan semakin kuat apabila penyebutan akan
benda atau peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini anak akan
mengingat bunyi, kombinasi bunyi atau kata, tentang sesuatu sekaligus mengingat
pula cara mengungkapkannya. Hanya saja, ketika diungkapkan bunyinya tidak
selalu tepat. Mungkin lafalnya tidak pas, strukturnya terbalik atau hanya suku kata
awal atau akhir yang terucapkan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan otak dan
kelengkapan fisik berbahasa anak masih sedang berkembang. Oleh karena itu,

8
dalam berbahasa anak-anak biasanya dibantu oleh ekspresi muka, gerak tangan,
gerak tubuh, dan konteks.

b. Meniru

Dalam belajar bahasa anak pun menggunakan strategi peniruan. Peniruan di


sini bisa berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi. Pada dasarnya,
peniruan yang dilakukan anak tidak selalu berupa pengulangan yang persis sama
atas apa saja yang didengarnya. Hal ini karena dalam belajar bahasa, seorang anak
tidak sekadar menangkap kata-kata.

Dia juga mencerna dan mengolah prinsip-prinsip organisasi bahasa secara


alami. Dengan demikian, peniruan yang dilakukan anak bersifat dinamis dan
kreatif. Karena strategi peniruan itu pula maka orang yang menjadi model
(memberikan contoh dan masukan) berbahasa akan sangat mempengaruhi corak
bahasa yang dimiliki anak. Apabila modelnya baik maka anak pun akan
mempelajari versi bahasa yang baik, logis, dan santun. Sebaliknya, apabila
modelnya kurang baik maka versi bahasa yang kurang baik itulah yang akan
dipelajari dan digunakan anak.

c. Mengalami Langsung

Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah


mengalami langsung kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak
menggunakan bahasanya baik ketika berkomunikasi dengan orang lain, maupun
sewaktu sendirian. Dia menyimak dan berbicara langsung, dan sekaligus
memperoleh tanggapan dari mitra bicaranya. Dari tanggapan yang diperolehnya,
secara tidak sadar anak memperoleh masukan tentang kewajaran dan ketepatan
perilaku berbahasanya, dan dalam waktu yang sama juga si anak mendapat
masukan dari tindak berbahasa yang dilakukan mitra berbicaranya.

d. Bermain

Kegiatan bermain sangat penting untuk mendorong pengembangan


kemampuan berbahasa anak. Dalam bermain, si anak kadang berperan sebagai

9
orang dewasa; sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan; ibu,
bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan; sebagai dokter, perawat atau
pasien; atau sebagai guru dan murid dalam bermain sekolah-sekolahan. Tanpa
disadari, mereka sedang bermain drama, sekaligus mereka berlatih berbicara dan
menyimak.

e. Penyederhanaan

Di samping perbuatan anak bersifat egosentris (berpusat pada dirinya,


perkembangan kemampuan anak yang bertahap yang membuat tuturan yang
digunakannya lebih sederhana dan langsung. Satu atau dua kata mewakili satu
kalimat. Ciri berbahasa anak seperti itu disebut penyederhanaan atau reduksi.
Strategi itu tentu saja tidak disadari si anak. Meskipun sederhana, kita sebagai orang
dewasa akan memahaminya karena dibantu oleh konteks terjadinya perilaku
berbahasa anak.

5. Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa

a. Tahap Pralinguistik

Pada tahap ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan akan semakin


mendekati bunyi vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, umumnya bunyi-bunyi
tersebut belumlah mengacu pada kata atau kalimat dengan makna tertentu. Oleh
karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut tahap pralinguistik.

Fase ini berlangsung sejak anak lahir sampai berumur sekitar 12 bulan.

1) Pada umur 0 - 2 bulan, anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi refleksif


untuk menyatakan rasa lapar, haus, sakit atau ketidaknyamanan, serta
bunyi-bunyi vegetatif yang berkaitan dengan aktivitas tubuh, seperti batuk,
bersin, sendawa, telanan (ketika makan), dan tegukan (ketika menyusu atau
minum).

10
2) Pada umur 2 – 5 bulan, anak mulai mendekut dan mengeluarkan bunyibunyi
vokal yang bercampur dengan bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi itu
biasanya muncul sebagai respons terhadap senyum atau ucapan orang
tuanya.
3) Pada umur 4 – 7 bulan, anak mulai mengeluarkan bunyi yang agak utuh
dengan rentang waktu yang lebih lama. Bunyi mirip vokal dan konsonannya
lebih bervariasi. Konsonan nasal /m/ dan /n/ sudah mulai muncul. d. Pada
umur 6 – 12 bulan, anak mulai berceloteh. Celotehannya berupa reduplikasi
atau pengulangan konsonan dan vokal yang sama, seperti /ba-ba-ba/, /ma-
ma-ma/, dan /da-da-da/. Vokal yang muncul adalah vokal dasar /a/ dengan
konsonan hambat labial /p, b/, nasal /m, n, n/, dan alveolar /t, d/.
Selanjutnya, celotehan reduplikasi tersebut berubah lebih bervariasi.
Vokalnya sudah mulai menuju vokal /u/ dan /i/. Konsonan frikatif pun,
seperti /s/ sudah mulai muncul.

b. Tahap Satu-Kata atau Holofrasis

Fase ini berlangsung ketika anak berusia 12 – 18 bulan. Pada tahap ini, anak
menggunakan satu kata yang bermakna mewakili keseluruhan ide yang
disampaikannya. Tegasnya, satu kata yang diucapkan anak mewakili satu frasa,
kalimat atau wacana. Karena itu, fase ini disebut juga tahap holofrasis. Kata-kata
yang diucapkan anak adalah kata-kata yang telah dikenal dan dikuasainya. Kata-
kata itu biasanya sering muncul dalam tuturan keseharian di lingkungan anak. Kata-
kata itu umumnya berkaitan dengan kegiatan rutin anak, pemanggilan orang-orang
sekitar, dan benda atau objek yang dekat dengan anak.

c. Tahap Dua-Kata

Fase ini berlangsung sewaktu anak berusia sekitar 18 – 24 bulan. Pada tahap
ini kosakata dan gramatika anak berkembang dengan cepat, seiring dengan
kematangan otak dan alat ucapnya. Dalam bertutur anak-anak mulai menggunakan
dua kata: papa ikut, mamah main, mau bobo, dan sebagainya. Hanya kata-kata
pokok yang diucapkan anak, seperti kata benda, kata kerja (dasar), dan/atau kata
sifat. Tak ada kata tugas seperti kata depan atau kata penghubung.

11
d. Tahap Telegrafis

Antara usia 2 – 3 tahun anak telah menghasilkan ujaran dalam bentuk


kalimat-kalimat pendek. Ciri yang paling mencolok pada fase ini bukanlah pada
jumlah kata yang dihasilkan anak, tetapi pada variasi bentuk kata yang sudah mulai
muncul. Namun demikian, pada fase ini, anak belum menggunakan kata tugas
dalam bertutur. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak pada fase ini disebut
dengan tahap telegrafis. Seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan otak
dan perangkat biologis lainnya maka kemampuan anak pun (kaidah bahasa dan
kaidah berbahasa) akan semakin meningkat hingga mendekati tuturan orang
dewasa.

B. Pemerolehan Bahasa Kedua

1. Pengertian dan Cara Pemerolehan Bahasa Kedua

Suatu bahasa disebut bahasa kedua apabila bahasa tersebut dikuasai anak
melalui belajar secara formal. Dalam memperoleh B2 banyak cara yang dilakukan.
Secara umum, tipe perolehan B2 dapat dibedakan menjadi pemerolehan B2 secara
terpimpin, secara alamiah, serta terpimpin dan alamiah (Lihat Subyakto-Nababan,
1992). Pemerolehan B2 secara terpimpin dilakukan melalui aktivitas pembelajaran,
baik di sekolah maupun kursus atau les. Umumnya, ragam bahasa yang dipelajari
bersifat formal atau baku. Sementara itu, pemerolehan B2 secara alamiah dilakukan
secara spontan. Dengan demikian seorang anak bisa memiliki beberapa bahasa
pertama dan juga beberapa bahasa kedua.

Kunci keberhasilan belajar B2 adalah kemauan belajar, keberanian


mempraktikkan dalam situasi riel, dan keintensifan dalam berkomunikasi dengan
B2. Memang penting belajar kosakata dan kaidah bahasa dengan menggunakan
berbagai sumber. Tetapi, tak kalah pentingnya adalah faktor individu pembelajar
B2, dalam hal ini keberanian menggunakan bahasa tersebut dalam interaksi dengan
penutur asli atau pengguna B2. Tidak malu, tidak takut salah, dan tidak perlu
khawatir ditertawakan kalau unjuk berbahasanya kurang pas. Semakin berani dalam

12
berbahasa dan semakin intensif dalam berinteraksi, biasanya semakin cepat B2
tersebut dikuasai.

2. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua

a. Model Akulturasi

Akulturasi adalah proses adaptasi atau penyesuaian dengan kebudayaan


baru. Dalam pemerolehan B2, akulturasi dipandang penting karena bahasa sebagai
ungkapan budaya serta berhubungan dengan saling menilai antara masyarakat B1
dengan B2. Akulturasi ditentukan oleh jarak sosial dan jarak psikologis antara
pembelajar (B1) dengan budaya bahasa sasaran (B2). Jarak sosial adalah pengaruh
faktor-faktor pembelajar sebagai anggota masyarakat yang harus berhubungan
dengan masyarakat ’pemilik’ B2. Sementara itu, jarak psikologis adalah pengaruh
faktor afeksi pembelajar sebagai pribadi pembelajar.

Faktor-faktor yang menentukan jarak sosial antara kelompok B1 dan B2


adalah:

1) kesamaan derajat sosial;


2) timbulnya keinginan asimilasi;
3) saling terlibatnya antardua kelompok;
4) kelompok belajar B2 kecil dan tidak kohesif;
5) kesesuaian budaya;
6) saling memiliki sikap positif;]
7) lama tidaknya berasimilasi antara kelompok B1 dan B2.

Sementara itu, faktor-faktor penentu jarak psikologis yang sebenarnya lebih


bersifat afektif, meliputi kejutan bahasa, guncangan budaya, motivasi, dan batas-
batas keakuan.

b. Teori Akomodasi

13
Teori akomodasi menyatakan bahwa hubungan masyarakat B1 dengan B2
dalam berinteraksi sangat menentukan pemerolehan B2. Faktor-faktor berikut akan
mempermudah dan mempengaruhi keberhasilan pembelajar dalam mempelajari
B2:

1) Anggapan pembelajar B2 bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat


B2.
2) Tidak memandang rendah kelompok masyarakat B2.
3) Persepsi pembelajar tentang pentingnya etnolinguistik.
4) Terbuka dan tidak ketat dalam mempersepsikan batas kelompok B1 dengan
B2.
5) Pembelajar B1 mengidentifikasi diri sama kuat dan memuaskannya dengan
kelompok sosial lainnya.

c. Teori Wacana

Teori wacana menekankan pentingnya pembelajar B2 menemukan makna


bahasa melalui keterlibatannya dalam berkomunikasi. Melalui kesertaannya dalam
komunikasi, pembelajar dapat mengembangkan kaidah gramatika dan penggunaan
bahasanya. Teori wacana mempunyai sejumlah prinsip utama berikut:

1) Pemerolehan B2 mengikuti urutan alamiah dalam perkembangan sintaksis.


2) Penutur asli akan menyesuaikan tuturannya untuk mencapai makna yang
disepakati bersama penutur nonasli.
3) Strategi percakapan yang ditempuh untuk mencapai makna yang disepakati
dan masukan mempengaruhi kecepatan dan urutan pemerolehan B2.

Menurut teori wacana interaksi sosial sangat penting karena dapat


memberikan data terbaik bagi pembelajar untuk dapat diolah oleh otak. Melalui
data tersebut disusunlah suatu model masukan yang pantas dan terkait.

d. Model Monitor

Monitor adalah proses konstruksi kreatif dalam berbahasa. Model Monitor


memiliki lima hipotesis berikut yang mempengaruhi pemerolehan B2:

14
1) Hipotesis pemerolehan-pembelajaran
2) Hipotesis urutan alamiah
3) Hipotesis monitor
4) Hipotesis masukan
5) Hipotesis saringan afektif

e. Model kompetensi variabel

Model ini menyatakan bahwa cara seseorang mempelajari bahasa akan


mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Produk
penggunaan bahasa terdiri atas berbagai macam produk bahasa (wacana) dari yang
tidak terencana sampai yang terencana. Produk yang tidak direncanakan adalah
wujud penggunaan bahasa yang penyampaiannya bersifat spontan, tanpa persiapan,
dan tidak melalui pemikiran yang matang. Penggunaan bahasa ini terjadi dalam
komunikasi rutin seperti tutur-sapa, percakapan.

Model kompetensi variabel menyampaikan prinsip-prinsip berikut:

1) Pembelajar menyimpan pengetahuan tunggal yang berisi kaidah-kaidah


bahasa antara (interlangue). Secara otomatis, penyimpan ini akan aktif
apabila dirangsang, didorong, dan dipicu untuk berlatih menerapkan B2.
2) Pembelajaran memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa.
Kemampuan itu berbentuk:

a) proses wacana primer,


b) proses wacana sekunder
c) proses kognitif

3) Tampilan B2 merupakan variable yang dihasilkan melalui proses primer


dalam wacana yang tidak terencana atau proses sekunder dalam wacana
yang direncanakan.
4) Perkembangan pemerolehan B2 terjadi sebagai akibat:

a) pemerolehan kaidah-kaidah baru dari B2 melalui keterlibatan


pembelajar dalam berbagai tipe wacana;

15
b) pengaktifan kaidah-kaidah B2 yang sudah ada pada dalam bentuk
tidak teranalisis dan tidak otomatis atau teranalisis sehingga dapat
digunakan untuk wacana yang tidak direncanakan.

f. Hipotesis Universal

Hipotesis universal menyatakan bahwa anak menemukan kaidah-kaidah


bahasa dengan bentuk gramatika universal, yakni gramatika inti. Contoh gramatika
universal, umumnya bahasa memiliki struktur kalimat yang berpola subjek-
predikat. Dalam pembelajaran B2 jika pembelajar menemukan kaidah B2 yang
bermarkah, pembelajar tersebut tergoda untuk kembali ke kaidah B1, terutama
apabila B1 itu memiliki kaidah universal yang sama.

g. Teori Neurofungsional

Teori ini menyatakan adanya hubungan antara bahasa dengan anatomi


syaraf. Dua daerah dalam otak, yaitu belahan otak kanan (daerah Wernickle) dan
belahan otak kiri (daerah Brocka), menentukan pemerolehan B2. Belahan otak
kanan berkaitan dengan proses menyeluruh dan berfungsi untuk merekam dan
memproses ujaran yang berpola. Sementara belahan otak kiri berkaitan dengan
penggunaan bahasa secara kreatif yang meliputi pemrosesan secara sintaktik dan
semantik, serta pengendali aktivitas berbicara dan menulis. Dalam kaitannya
dengan pemerolehan B2, fokus teori ini berkenaan dengan perbedaan usia (pada
usia kritis otak berada pada kesiapan sempurna untuk belajar bahasa), fosilisasi
(aspek bahasa yang telah terkuasai bertahun-tahun hingga usia dewasa menjadi
unsur kompetensi yang otomatis dan memfosil atau menetap secara permanen),
ujaran terpola, dan pola latihan di kelas dalam mempelajari B2.

Pemerolehan B2 dapat diterangkan menurut fungsi syaraf dengan


memperhatikan dua hal. Pertama, fungsi syaraf yang mana yang digunakan untuk
berkomunikasi. Kedua, tingkatan mana dalam system syaraf tersebut yang
dilibatkan

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak


seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa anak dimulai
dari lingkungannya terutama lingkungan keluarga, ini disebut pemerolehan bahasa
pertama yang terjadi dalam kehidupan awal anak. Anak-anak dalam proses
pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4 strategi, yaitu imitasi,
produktivitas, umpan balik dan prinsip operasi. Sedangkan pemerolehan bahasa
kedua dimaknai saat seseorang memperoleh bahasa lain setelah terlebih dahulu ia
menguasai sampai batas tertentu bahasa ibu (bahasa pertama).

Setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu


kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak
merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika
pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan
dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.

B. Saran

Sebagai calon pendidik, mahasiswa diharapkan benar-benar memahami


materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Karena materi ini akan
memberikan wawasan kepada mahasiswa tentan bagaimana sesungguhnya cara
anak-anak belajar bahasa dan sejak kapan anakanak mulai belajar bahasa.
Pemahaman yang baik mengenai hal itu, tentu akan memudahkan mahasiswa untuk
menciptakan suasana pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan ssituasi,
kebiasaan, dan strategi belajar bahasa anak yang memungkinkannya menguasai
bahasa dengan baik dan benar.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arsanti, M. (2014). Pemerolehan bahasa pada anak (kajian psikolinguistik). Jurnal


PBSI, 3(2).

Suardi, I. P., Ramadhan, S., & Asri, Y. (2019). Pemerolehan bahasa pertama pada
anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 265-
273.

Syaprizal, M. P. (2019). Proses pemerolehan bahasa pada anak. AL-HIKMAH


(Jurnal Pendidikan Dan Pendidikan Agama Islam), 1(2), 75-86.

Salamah, S. (2015). Studi Ringkas Pemerolehan Bahasa Pada


Anak. Bahastra, 33(2), 73-81.

Yusuf, E. B. (2016). Perkembangan dan pemerolehan bahasa anak. Yinyang: Jurnal


Studi Islam Gender dan Anak, 11(1).

Rezeki, T. I., & Sagala, R. W. (2019). Pemerolehan Bahasa Anak Periode


Linguistik. Jurnal Artikula, 2(2), 1-7.

Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan bahasa pertama anak menurut tinjauan


psikolinguistik. Lentera, 17(1)

18

Anda mungkin juga menyukai