Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PROSA FIKSI dan DRAMA

Untuk Memenuhi Tugas Pada

Mata kuliah APRESIASI SASTRA

Dosen Pengampu Bima Rizki Prayogo, M.Pd., Gr.

Disusun Oleh :

1. Siti Khoerunisa 335420110047


2. Eva Suntiah 335420110048

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


UNIVERSITAS TANGERANG RAYA
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, Kita dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Makalah yang berjudul “PROSA FIKSI dan DRAMA”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah APRESIASI SASTRA,
menata ilmu pengetahuan dan untuk mengetahui materi lebih jauh. “Dengan
selesainya makalah ini kita ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak
Bima Rizki Prayogo, M.Pd., Gr, karena berkat beliau kita diberi tugas makalah agar
kita lebih memahami tentang PROSA FIKSI dan DRAMA. Kita harap makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha
Esa dan kita sebagai makhluknya tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini belumlah sempurna

Kita sangat membutuhkan kritik ataupun saran dari pembaca agar makalah ini
bisa menjadi lebih baik. Semoga makalah dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
BAB I........................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.......................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................iii
1.3 Tujuan Masalah.............................................................................................................iv
1.4 Metode Penulisan..........................................................................................................iv
BAB II........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN..........................................................................................................................1
2.1. Prosa Fiksi....................................................................................................................1
2.1.1 Pengertian Prosa....................................................................................................1
2.1.2 Pengertian Fiksi......................................................................................................1
2.1.3 Pengertian Prosa Fiksi............................................................................................2
2.2 Jenis- jenis Prosa Fiksi....................................................................................................2
2.6 Ciri-ciri Drama..............................................................................................................11
2.7 Unsur-unsur Drama......................................................................................................11
A. Unsur intrinsik........................................................................................................11
B. Unsur ekstrinsik......................................................................................................15
2.8 Struktur Drama.............................................................................................................16
2.9 Langkah-langkah dalam mengarang Drama.................................................................17
2.10 Pendekatan dalam Apresiasi Prosa Fiksi.....................................................................19
BAB III.....................................................................................................................................21
PENUTUP................................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................21
3.2 Saran............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul “Teori Pengkajian Fiksi”


menjelaskan bahwa kesusastraan adalah suatu bidang kajian yang termasuk ruang lingkup
Bahasa Indonesia di samping kajian kebahasaan yang lain. Materi yang tercakup dalam
kesusastraan adalah puisi, prosa, dan drama. Dalam pembelajarannya, materi itu terintegrasi
dalam empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis).
Keterintegrasian materi sastra dalam empat keterampilan berbahasa tersebut tujuannya
adalah agar memperoleh dan memiliki pengalaman berapresiasi sastra secara langsung.

Pengetahuan tentang kesusastraan adalah hal wajib sebagai bekal bagi calon guru
bahasa, khususnya bahasa Indonesia karena hal tersebut termasuk ketrampilan dasar yang
harus dimiliki. Berapresiasi sastra, dapat menambah pengetahuan, wawasan, kesadaran dan
kepekaan perasaan, sosial, dan religinya akan terasah, dan akan timbul penghargaan dan rasa
bangga terhadap sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia.

Prosa, fiksi dan drama merupakan objek kajian kesusastraan yang harus kita pahami
dengan demikian kita dapat menganalisa, mengapresiasi dan membuat karya prosa, fiksi, dan
drama, oleh sebab itu pada makalah ini penulis akan menjelaskan beberapa hal yang
berhubungan dengan prosa, fiksi dan drama

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.

1. Apa Pengertian Prosa fiksi ?


2. Apa saja jenis-jenis prosa fiksi ?
3. Apa saja ciri-ciri dari prosa fiksi?
4. Apa Pengertian drama?
5. Apa saja Jenis jenis Drama?
6. Apa saja Ciri-ciri Drama?
7. Apa saja Unsur – unsur di dalam Drama?
8. Apa saja Struktur Drama?
9. Langkah langkah apa saja yang ada dalam mengarang drama?
10. Bagaimana pendekatan dalam apresiasi prosa fiksi ?

1.3 Tujuan Masalah

iii
Adapun tujuan yang ingin dicapain penulis dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut.

1. Untuk Mengetahui Pengertian Prosa Fiksi.


2. Untuk Mengetahui Jenis-jenis prosa fiksi.
3. Untuk Mengetahui Ciri-ciri Prosa Fiksi.
4. Untuk Mengetahui Pengertian Drama.
5. Untuk Mengetahui Ciri-ciri Drama.
6. Untuk Mengetahui Unsur-unsur Drama.
7. Untuk Mengetahui Struktur Drama.
8. Untuk Mengetahui Jenis-jenis Drama.
9. Untuk Mengetahui Langkah –langkah dalam mengarang Drama.
10. Untuk Mengetahui Pendekatan di dalam mengapresiasi Prosa Fiksi.

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan data yang kami gunakan dalam makalah ini adalah Study
pustaka, yaitu usaha pengumpulan data informasi yang relavan dengan topik dan masalah.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Prosa Fiksi

2.1.1 Pengertian Prosa

Prosa adalah karya rekaan yang menggunakan bahasa yang terurai. Budiman
(Nurhayati, 2012: 5) mengemukakan bahwa prosa adalah semua teks atau karya rekaan yang
tidak berbentuk dialog dan isinya dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan peristiwa.
Prosa berusaha menampilkan cerita hasil imajinasi, baik dari cerita lisan maupun cerita tulis.
Dalam prosa, pengarang mengolah dunia imajinasi dengan dunia kenyataan atau kenyataan
sosial budaya yang dihadapinya.

Prosa dalam kesusastraan sering disebut juga dengan istilah fiksi. Kata prosa diambil
dari bahasa Inggris, yakni prose. Prosa atau fiksi memiliki arti sebuah karya naratif yang
menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, tidak berdasarkan kenyataan atau dapat
juga berarti suatu kenyataan yang yang lahir berdasarkan khayalan.

Sudjiman (1984:17) menyatakan bahwa fiksi adalah cerita rekaan, kisahan yang
mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Jika
berbicara fiksi, maka konteksnya mengingatkan kepada karya sastra. Sebaliknya jika
berbicara karya sastra, maka konteks tersebut akan mengarahkan kepada sebuah karya sastra
yang bersifat fiktif.

Secara umum prosa/fiksi memiliki arti sebuah cerita rekaan yang kisahannya
mempunyai aspek tokoh, alur, tema, dan pusat pengisahan yang keseluruhannya dihasilkan
oleh daya imajinasi pengarang.

2.1.2 Pengertian Fiksi

Fiksi dalam istilah umum yang sering disebut cerita imajinatif, yaitu suatu karya
(walaupun dekat hubungannya dengan kehidupan, orang tertentu, atau peristiwa) tetapi
imajinasi pengaranglah yang membentuknya. Fiksi berbeda dengan fakta. Shipley (Nurhayati
2012: 7) mengemukakan bahwa “fiksi merupakan sesuatu yang bukan nyata, melainkan
ciptaan, membohongi, menghibur, atau kesan terhadap realita dengan maksud untuk
mendidik”. Istilah fiksi diterjemahkan dengan rekaan atau cerita khayalan.

Fungsi utama fiksi adalah untuk menghibur atau menarik hati pembaca. Karya fiksi
juga dapat digunakan untuk mendidik, mendesak, atau membangkitkan semangat. Penulisan
fiksi juga dapat digunakan pengarang untuk menggambarkan pandangan terhadap sesuatu.

1
Cerita rekaan (fiksi) sering dibedakan atas tiga macam bentuk, yaitu cerita pendek (cerpen),
novel, dan roman.

Cerita fiksi dihasilkan oleh daya imajinasi pengarang, maka seluruh aspek yang ada
di dalam sebuah prosa tentunya juga berdasarkan khayalan. Usaha penciptaan peristiwa atau
pun tokoh sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi dalam cerita tersebut dapat ditinjau dari
dua faktor utama.

1. Faktor proses

Proses penciptaan dilihat dari subjektifitas sastrawan saat memproses alam sekitarnya dengan
imajinasinya.

2. Faktor sumber penciptaan

Semua hal yang terjadi di dalam semesta, terutama yang berlangsung di sekitar kehidupan
pengarangnya.

Subjektifitas pengarang turut menentukan bobot sebuah fiksi. Semakin tajam


imajinasi pengarang ketika menciptakan permasalahan dalam cerita, biasanya semakin
berbobot fiksi tersebut. Dengan demikian, maka semakin terintgrasi pula pengarang tersebut
sebagai seorang sastrawan. Keindahan dan manfaat yang tercipta dalam sebuah fiksi
dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan berbobot tidaknya sebuah karya sastra.

Ketika membaca sebuah fiksi agaknya kita tenggelam ke dalam dunia khayalan
karena secara fisik diam tetapi secara batin sangat aktif untuk mengikuti sejauh imajinasi
yang diciptakan pengarang.

2.1.3 Pengertian Prosa Fiksi

Prosa fiksi adalah prosa yang berupa cerita rekaan atau khayalan/imajinasi
pengarangnya. Isi cerita tidak sepenuhnya berdasarkan pada fakta. Menurut Aminuddin,
(2002:66) prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu
dengan pemeranan, latar, serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil
imajinasi pengarangya, sehingga menjalin suatu cerita.

2.2 Jenis- jenis Prosa Fiksi

Prosa fiksi dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, baik itu roman, novel, novelet,
maupun cerpen. Perbedaan dari beberapa bentuk itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar
panjang pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung
cerita itu sendiri. Namun, elemen-elemen yang dikandung oleh setiap bentuk prosa fiksi
maupun cara pengarang memaparkan isi ceritanya memiliki kesamaan meskipun dalam
unsur-unsur tertentu memiliki perbedaan.

2
Prosa fiksi yang termasuk karya sastra baru adalah novel dan cerpen. Kedua karya
sastra tersebut memiliki persamaan, yaitu bisa berupa karangan fiksi (rekaan atau imajinasi
pengarang) dan nonfiksi (kisah yang ditulis atau diambil pengarang dari kehidupan nyata).

A. Prosa lama

Prosa lama adalah karya prosa yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama
Indonesia, yakni masyarakat tradisional. di wilayah Nusantara. Jenis sastra ini pada awalnya
muncul sebagai sastra lisan. Di antara jenis-jenis prosa lama itu adalah mite, legenda, fabel,
hikayat, dan lain-lain. Jenis-jenis prosa lama tersebut sering pula diistilahkan dengan folklor
(cerita rakyat), yakni cerita dalam kehidupan rakyat yang diwariskan dari generasi ke
generasi secara lisan. Dalam istilah masyarakat umum, jenis-jenis tersebut sering disebut
dengan dongeng.

Yang termasuk kedalam prosa lama yaitu :

a. Dongeng, adalah cerita yang sepenuhmya merupakan hasil imajinasi atau khayalan
pengarang di mana yang diceritakan seluruhnya belum pernah terjadi.
b. Fabel adalah cerita rekaan tentang binatang dan dilakukan atau para pelakunya
binatang yang diperlakukan seperti manusia. Contoh: Cerita Si Kancil yang Cerdik,
Kera Menipu Harimau, dan lain-lain.
c. Hikayat adalah cerita, baik sejarah, maupun cerita roman fiktif, yang dibaca untuk
pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekedar untuk meramaikan pesta.
Contoh; Hikayat Hang Tuah, Hikayat Seribu Satu Malam, dan lain-lain.
d. Legenda adalah dongeng tentang suatu kejadian alam, asal-usul suatu tempat, benda,
atau kejadian di suatu tempat atau daerah. Contoh: Asal Mula Tangkuban Perahu,
Malin Kundang, Asal Mula Candi Prambanan, dan lain-lain.
e. Mite adalah cerita yang mengandung dan berlatar belakang sejarah atau hal yang
sudah dipercayai orang banyak bahwa cerita tersebut pernah terjadi dan mengandung
hal-hal gaib dan kesaktian luar biasa. Contoh: Nyi Roro Kidul.
f. Cerita Penggeli Hati, sering pula diistilahkan dengan cerita noodlehead karena
terdapat dalam hampir semua budaya rakyat. Cerita-cerita ini mengandung unsur
komedi (kelucuan), omong kosong, kemustahilan, ketololan dan kedunguan, tapi
biasanya mengandung unsur kritik terhadap perilaku manusia/mayarakat. Contohnya
adalah Cerita Si Kabayan, Pak Belalang, Lebai Malang, dan lain-lain.

3
g. Cerita Perumpamaan adalah dongeng yang mengandung kiasan atau ibarat yang
berisi nasihat dan bersifat mendidik. Sebagai contoh, orang pelit akan dinasihati
dengan cerita seorang Haji Bakhil.

B. Prosa Baru

Karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat.
Prosa baru lebih membuka kesempatan bagi penulisnya untuk mengekspresikan imajinasi dan
ide-idenya secara lebih luas dan bebas.

Yang termasuk kedalam prosa baru yaitu :

a. Cerita pendek/cerpen, adalah cerita berbentuk prosa yang pendek. Cerpen yang
merupakan salah satu bentuk prosa fiksi yang di dalamnya merupakan suatu pengalaman
atau penjelajahan. Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita
yang berbentuk prosa yang pendek. Cerpen cenderung padat dan langsung pada
tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang. Ukuran pendek di sini
adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam. Ukuran
pendek juga dapat didasarkan keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya.
b. Novelet, adalah cerita yang panjangnya lebih panjang dari cerpen, tetapi lebih pendek
dari novel. Jadi, panjangnya antara novel dan cerpen. Jika dikuantitaatifkan, jumlah dan
halamannya sekitar 60 s.d 100 halaman. Itulah yang disebut novelet. Dalam
penggarapan unsur-unsurnya : tokoh, alur, latar, dan unsur-unsur yang lain, novelet lebih
luas cakupannya dari pada cerpen. Namun, dimaksudkan untuk memberi efek tunggal.
c. Novel/roman, adalah cerita berbentuk prosa yang menyajikan permasalahn-
permasalahan secara kompleks, dengan penggarapan unsur-unsurnya secara lebih luas
dan rinci. maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakan cerita rekaan yang
menyajikan tentang aspek kehidupan manusia yang lebih mendalam yang senantiasa
beubah-ubah dan merupakan kesatuan dinamis yang bermakna. Kehidupan itu sendiri
sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial walaupun juga ada yang meniru dan
subjektivitas manusia.
d. Cerita anak, adalah cerita yang mencakup rentang umur pembaca beragam, mulai
rentang 3-5 tahun, 6-9 tahun, dan 10-12 tahun (bahkan 13 dan 14) tahun.

4
e. Novel remaja (chicklit dan teenlit), adalah novel yang ditulis untuk segmen pembaca
remaja.
f. Riwayat ialah sebuah kisah yang berisi tentangpengalaman-pengalaman hidup seorang
yang diangkat dari kisah nyata orang tersebut dari lahir hingga meninggal. Riwayat
dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dikenal sebagai biografi atau autobiografi.
Biografi merupakan riwayat yang ditulis oleh orang lain yang menceritakan tokoh
tertentu. Sedangkan autobiografi merupakan sebuah kisah tokoh yang ditulis sendiri oleh
tokoh yang bersangkutan. Contoh : Soeharto Anak Desa, Chairul Tanjung Si Anak
Singkong.
g. Kritik merupakan tulisan yang menilai baik atau buruk, bermanfaat atau tidaknya,
kelebihan atau kekurangan suatu hal, baik berupa karya sastra maupun karya seni.
Merujuk pada pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah kritik
didefinisikan sebagai kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan
pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
h. Resensi pengertian dalan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah resensi
didefinisikan sebagai sebuah ulasan dari sebuah buku. Namun, dalam perkembangannya,
resensi tidak hanya terbatas padda buku saja, akan tetapi merembet pula pada karya
lainnya, seperti majalah, novel, drama, film, dan lain sebagainya. Reserensi tidak jauh
berbeda dengan kritik, yakni suatu tindakan berupa pemberian penilaian, pembahasan,
kritikan pada suatu karya. Yang membedakan resendi dengan kritik ialah selain menilai
baik buruknya suatu karya, resensi juga menceritakan kembali apa yang ada atau yang
menjadi inti dari karya tersebut.
i. Esai merujuk pada definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah esai diartikan
sebagai suatu karangan atau karya tulis yang termasuk dalam prosa yang membahas
suatu masalah (kajian) secara sekilas dari sudut pandang pribadi sang penulis. Esai
mengandung opini yang bersifat subjektif serta argumentatif. Meskipun bersifat
subjektif, namun argumen-argumen yang disampaikan dalam esai tetaplah harus bersifat
logis, dapat dipahami dengan baik, serta berdasarkan pada teori-teori atau data-data serta
fakta yang ada di lapangan.

2.3 Ciri-ciri Prosa Fiksi

5
A. Ciri-ciri prosa secara umum
1) Bentuknya bebas. Prosa memiliki bentuk yang tidak terikat oleh bait, rima, baris.
Bentuk prosa umumnya dalam bentuk rangkaian kalimat-kalimat yang membentuk
paragraf-paragraf seperti dongeng, tambo, hikayat dan lain-lain.
2) Bahas. Bahasa dalam prosa dipengaruhi oleh bahasa lain baik bahasa Melayu
maupun bahasa Barat.
3) Tema. Prosa memiliki tema sebagai dasar masalah yang akan dibahas baik istana
sentris (dulu) maupun masyrakat sentris (sekarang).
4) Perkembangan prosa dipengaruhi oleh perkembangan masyrakat yang statis maupun
dinamis.
5) Pengarang. Prosa memiliki pengarang baik yang diketahui ataupun yang tidak
(anonim).
6) Cara Penyajian Prosa dapat disajikan baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
7) Pesan atau Amanat Prosa memiliki pesan moral yang akan disampaikan kepada
pembaca atau pendengar.
8) Urutan Peristiwa atau Kejadian Prosa memiliki alur atau jalan cerita dalam
menggambarkan suatu kejadian baik itu alur maju, mundur, ataupun campuran.
9) Tokoh Cerita Prosa menggunakan tokoh cerita baik itu tumbuhan, hewan, maupun
manusia yang diceritakan di dalamnya.
10) Latar/Setting Dalam menceritakan suatu kejadian dalam prosa menggunakan latar
baik itu latar waktu, latar tempat ataupun suasana.

B. Ciri-ciri Prosa Lama

Prosa lama memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Bersifat statis. Prosa lama memiliki bentuk sama, pola-pola kalimatnya sama, banyak
kalimat dan ungkapan yang sama, tema ceritanya sama, sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang lambat.
2) Diferensiasi Sedikit. Cerita lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur yang
sama karena perhubungan beberapa unsur kuat sekali.
3) Bersifat Tradisional. Prosa lama bersifat tradisional, kalimat-kalimat dan ungkapan-
ungkapan yang sama terdapat dalam cerita-cerita yang berlainan, bahkan di dalam
satu cerita sering diulang.

6
4) Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat (anonim). Prosa
lama merupakan milik bersama yaitu menggambarkan tradisi masyarakat yang lebih
menonjolkan kekolektifan daripada keindividualan. Sebagai akibat logisnya, sastra
lama dianggap milik bersama (kolektif). Hasil sastra dalam kesusatraan lama tidak
diketahui siapa pengarangnya. Apabila dicantumkan suatu nama, itu hanya nama
penyadur dan bukan nama pengarang yang sebenarnya. Sebab cerita lama itu hidup
ditengah-tengah masyarakat diceritakan secara turun temurun.
5) Mengindahkan sejarah atau perhitungn tahun Sejarah. menurut pengertian lama
adalah karangan tentang asal usul raja dan kaum bangsawan dan kejadian-kejadian
yang penting, tanpa memperhatikan perurutan waktu dan kejadian-kejadiannya (tidak
kronologis) sehingga alur cerita sulit dipahami. Nama-nama tempat terjadinya
peristiwa tidak jelas.
6) Bahasanya menunjukkan bentuk-bentuk yang tradisional. Bahasanya bersifat klise,
bahasanya dipengaruhi oleh kesusatraan Budha dan Hindu yang sulit untuk dipahami
dan dipengaruhi bahasa melayu. Banyak memakai kata penghubung yang
menyatakan urutan peristiwa, misalnya: harta, syahdan, maka, arkian, sebermula, dan
lalu. Banyak memakai bentuk yang tetap sehingga terdapat banyak pengulangan kata.
7) Istana sentris.Ceritanya mengenai raja-rajanya dengan istananya, pemerintahan,
orang bawahan dan lain-lain. tidak pernah menceritakan orang pada umumnya, bila
ada, yang diceritakan adalah orang yang luar biasa.
8) Bersifat lisan dan tertulis. Sastra lama bersifat lisan disampaikan dari generasi ke
generasi secara lisan, dari mulut ke mulut (leluri).
9) Sifatnya fantasi atau khayalan. Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambu atau
dongeng. Pembaca dibawa kedalam khayalan dan fantasi.
10) Tokoh yang digunakan adalah manusia, hewan dan tumbuhan.
11) Amanat atau pesan. Mite, legenda, pendidikan, pelipur lara dan kepahlawanan.

C. Ciri-ciri Prosa Baru

Prosa baru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Bersifat dinamis. Prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang cepat. Unsur-unsur yang membentuk prosa
mengalami perkembangan dari masa ke masa.

7
2) Masyarakatnya sentri. Pokok cerita yang terdapat dalam prosa baru mengambil bahan
atau kejadian dari kehidupan masyarakat sehari-hari yaitu hal yang biasa terjadi
ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
3) Bersifat rasiona. Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama yang berjejak
didunia nyata berdasarkan kebenaran dan kenyataan.
4) Bahasa tidak bersifat klise dan dipengaruhi oleh kesusatraan barat.
5) Diketahui siapa pengarangnya karena diketahui dengan jelas. Pembuat prosa baru
dinyatakan secara jelas sehingga prosa bukan milik bersama melainkan milik
perorangan.
6) Tertulis, prosa baru bersifat tertulis yang disampaikan dalam bentuk tulisan.
7) Bersifat moderen.
8) Memperhatikan urutan peristiwa.

2.4 Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku,
bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan. Drama adalah hidup yang
dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok rama. Dalam
bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII dibuat
istilah Sandiwara.

Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action
tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai
pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama
berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing
menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi,
dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin
ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman
oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama;
petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.

2.5 Jenis-jenis Drama

Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan
drama lama.

8
1. Drama Baru / Drama Modern

Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada
mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.

2. Drama Lama / Drama Klasik

Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian,
kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain
sebagainya.

Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :

1. Drama Komedi, adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan. Contoh:
Film Mister Bean, sinetron Bajaj Bajuri.
2. Drama Tragedi, adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan. Contoh: Drama
Romeo dan Juliet, film Ttitanic.
3. Drama Tragedi Komedi, adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4. Opera, adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5. Lelucon / Dagelan, adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka
merangsang gelak tawa penonton. Contoh: Teater Srimulat, Ketoprak Humor, Opera
Van Java, dan Opera Anak
6. Operet / Operette, adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7. Pantomim, adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa
isyarat tanpa pembicaraan.
8. Tablau, adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota
tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9. Passie, adalah drama yang mengandung unsur agama / religius.
10. Wayang, adalah drama yang pemain dramanya berupa boneka wayang. Atau
Sejenisnya

2.6 Ciri-ciri Drama

Pada umumnya, drama mempunyai ciri-ciri yang berikut :

9
 Drama merupakan prosa modern yang dihasilkan sebagai naskah untuk dibaca dan
dipentaskan.
 Naskah drama boleh berbentuk prosa atau puisi.
 Drama terdiri dari dialog yang disusun oleh pengarang dengan watak yang
diwujudkan.
 Pemikiran dan gagasan pengarang disampaikan melalui dialog watak-wataknya.
 Konflik ialah unsur penting dalam drama. Konflik digerakkan oleh watak-watak
dalam plot, elemen penting dalam sesebuah skrip drama. Sebuah skrip yang tidak
didasari oleh konflik tidak dianggap sebuah drama yang baik.
 Gaya bahasa dalam sebuah drama juga penting kerana ia menunjukkan latar masa
dan masyarakat yang diwakilinya, sekaligus drama ini mencerminkan sosiobudaya
masyarakat yang digambarkan oleh pengarang.

2.7 Unsur-unsur Drama

Unsur dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi dua unsur yaitu unsur intrinsik
(unsur dalam) dan unsur ektrinsik (unsur luar). Unsur intrinsik atau disebut juga unsur dalam
adalah unsur yang tidak tampak.

A. Unsur intrinsik (unsur dalam) diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Tema

Tema merupakan gagasan pokok atau ide yang mendasari pembuatan sebuah
drama. Tema dalam drama dikembangkan melalui alur, tokoh-tokoh dan perwatakan
yang memungkinkan adanya konflik, dan ditulis dalam bentuk dialog. ema yang bisa
diangkat dalam drama adalah masalah percintaan, kritik social, kemiskinan,
kesenjangan social, penindasan, ketuhanan, keluarga yang retak, patriotism, dan
renungan hidup.

2. Alur

Alur atau plot adalah jalan cerita yang dimulai dengan pemaparan (perkenalan
awal tokoh dan penokohan), adanya masalah (konflik), konflikasi (masalah baru), krisis
(pertentangan mencapai titik puncak-klimak sampai dengan antiklimaks), resolusi
(pemecahan masalah), dan ditutup dengan ending (keputusan). Ada pula yang

10
menggambarkan alur dalam sebuah naskah drama itu pemaparan-masalah-pemecahan
masalah atau resolusi-keputusan.

3. Tokoh

Tokoh adalah individu atau seseorang yang menjadi pelaku cerita. Pelaku cerita
atau pemain drama disebut actor (pria) dan aktris (wanita). Tokoh dalam cerita drama
berkaitan dengan nama, usia, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaan.

Tokoh dalam drama diklasifikasikan menjadi:

a) Berdasarkan sifatnya, tokoh diklasifikasikan sebagai berikut:


 Tokoh protagonis yaitu tokoh utama yang mendukung cerita.
 Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama
yang menetang cerita.
 Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonist maupun tokoh
antagonis.
b) Berdasarkan peranannya, tokoh diklasifikasikan sebagai berikut:
 Tokoh sentral yaitu tokoh yang paling menentukan dalam drama. Tokoh sentral
merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis dan
tokoh antagonis.
 Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga
sebagai perantara tokoh sentral atau dalam hal ini adalah tokoh tritagonis.
 Tokoh pembantu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan
dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita
saja. Jadi tidak semua drama menampilkan kehadiran tokoh pembantu. Contoh:
Dalam cerita Romeo dan Juliet tokoh protagonist yang sekaligus juga tokoh sentral
adalah Romeo dan Juliet. Tokoh utama sekaligus juga tokoh tritagonis adalah
pendeta Lorenso dan wakil keluarga Capulet. Tokoh-tokoh lain, seperti tentara
pangeran, inang, wakil-wakil Montage, dan wakil-wakil Capulet yang lain adalah
tokoh-tokoh pembantu.

4. Perwatakan atau Penokohan

11
Perwatakan disebut juga penokohan. Perwatakan atau Penokohan adalah
penggambaran efek batin seseorang tokoh yang disajikan dalam cerita. Watak pada tokoh
digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Penggambaran itu berdasarkan
keadaan fisik biasanya dilukiskan paling awal, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak
tokoh dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon.

A. Keadaan Fisik

Yang termasuk dalam keadaan fisik tokoh adalah umur, jenis kelamin, cirri-ciri
tubuh, cacat jasmani, cirri khas yang menonjol,, suku, bangsa, raut muka, kesukaan,
tinggi/pendek, kurus/gemuk. Misalnya seseorang yang berleher pendek mempunyai
watak mudah tersinggung, seseorang yang berleher panjang mempunyai watak sabar.

B. Keadaan Psikis

Keadaan psikis tokoh meliputi: watak, kegemaran, mental, standar moral,


temperanmen, ambisi, psikologis yang dialami, dan keadaan emosi.

C. Keadaan Sosiologis

Keadaan sosiologis tokoh meliputi: jabatan, pekerjaan, kelas social, ras, agama,
dan ideology. Contoh penampilan pegawai bank akan berbeda dengan penampilan
makelar, kendatipun keadaan social ekonominya sama. Penampilan istri bupati, akan
berbeda dengan penampilan istri gubernur atau istri lurah. Perwatakan tokoh-tokoh dalam
drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh.

5. Latar/Setting

Setting diciptakan penulis/pengarang untuk memperjelas satuan peristiwa dalam cerita


agar menjadi logis atau konkretisasi sebuah tempat agar penonton, pembaca mempunyai
pembayangan yang tepat terhadap berlangsungnya suatu peristiwa. Selain itu, setting juga
diciptakan untuk menggerakan emosi atau kejiwaan pembaca atau penonton.

Secara emotif penonton atau pembaca diharapkan mempunyai daya khayal yang lebih
dalam sesuai dengan kedalaman-kedalaman pengalaman berfikirnya. Misalnya pelaku yang
berada diantara deretan pedagang-pedagang kaki lima, bukan di sebuah plasa atau
supermarket, pembaca atau penonton akan menagkap kesan kesedihan, bahkan kemiskinan.

12
Setting atau tempat kejadian cerita sering disebut juga latar cerita. Setting meliputi tiga
dimensi:

a. Setting tempat

Setting tempat adalah tempat terjadinya cerita dalam drama. Setting tempat tidak dapat
berdiri sendiri. Setting tempat berhubungan dengan setting ruang dan waktu.

b. Setting waktu

Setting waktu adalah waktu atau zaman atau periode sejarah terjadinya cerita dalam
drama. Setting waktu juga terjadi di waktu pagi, siang, sore, atau malam.

c. Setting ruang

Setting ruang juga dapat berarti ruang dalam rumah atau latar rumah, hiasan, warna,
dan peralatan dalam ruang akan memberi corak tersendiri dalam drama yang dipentaskan.
Misalnya di ruang tamu keluarga modern yang kaya akan berbeda dengan ruang tamu
keluarga tradisional yang miskin.

6. Amanat

Seorang pengarang drama baik sadar atau tidak sadar pasti menyampaikan amanat dalam
karyanya. Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau penonton
melalui karyanya. Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui drama harus
ditentukan atau dicari sendiri oleh pembaca atau penonton. Setiap pembaca atau penonton
dapat berbeda-beda dalam menafsirkan amanat drama.

Amanat bersifat kias subjektif dan umum sedangkan tema bersifat lugas, objektif, dan
khusus. Amanat sebuah drama akan lebih mudah ditafsirkan, jika drama itu dipentaaskan.
Amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Amanat drama selalu
berhubungan dengan tema drama.

Contoh: Drama Romeo dan Juliet bertema masalah percintaan yang berakhir dengan
kematian, berdasarkan temanya drama Romeo dan Juliet memiliki amanat:

 Meskipun manusia begitu cermat dan teliti merencanakan sesuatu, Tuhan jugalah
yang menetukan apa yang terjadi.

13
 Manusia tidak kuasa melawan garis nasib yang ditetapkan oleh Tuhan.

Amanat drama yang dipaparkan diatas adalah versi penulis. Amanat drama Romeo dan
Juliet dapat ditafsirkan berbeda-beda oleh penonton atau pembacanya. Sedangkan unsur
ekstrinsik (unsur luar) dalam drama adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog atau
percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Seperti
panggung, properti, tokoh, sutradara, dan penonton.

B.Unsur ekstrinsik

dalam drama adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog atau percakapan. Namun,
unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Seperti panggung, properti,
tokoh, sutradara, dan penonton.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pementasan Drama. Didalam pementasan drama
ini ada beberapa istilah-istilah yang perlu diketahui, yaitu:

 Prolog yaitu kata –kata pembukaan dalam suatu pementasan drama.


 Epilog yaitu kata-kata penutup dalam suatu pementasan drama yang berisikanpesan,
kesimpulan dan amanat.
 Monolog yaitu berbicara sendiri dalam suatu pementasan drama.
 Dialog yaitu bagian dari naskah drama atau percakapan para pemain.

Selain itu, hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

 Tata panggung

Sesuaikah tata panggung dengan tema tersebut? Misalnya tema tentang keadaan perang,
tentu saja tata panggung harus bisa menggambarkan hal itu.

 Pemeran

Pemeran sangat memengaruhi berhasil tidaknya suatu pertunjukan drama. Pemeran


harus mampu menampilkan watak dari tokoh yang diperankannya.

 Kostum

14
Kostum akan mendukung pementasan tersebut. Pemilihan kostum harus sesuai karakter
tokoh yang diperankannya.

 Suara

Suara sangat memengaruhi kelancaran suatu pementasan. Suara dapat berupa vokal si
pemain ataupun musik yang mengiri pementasan itu. Penggunaan pengeras suara sangat
diperlukan jika pemain tidak dapat bersuara secara lantang dan jelas.

2.8 Struktur Drama

Adapun struktur drama yaitu :

1. Eksposisi : yaitu pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan
posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhirnya antagonis berhasil
menghimpun kekuatan yang lebih dominan.
2. Raising Action : yaitu menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil
akhirnya protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam
kedudukan Protagonis. Awal terjadi masalah.
3. Klimaks : yaitu jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu
Antagonis. Hasil akhirnya peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar
bagi perimbangan kekuatan antar kubu.
4. Antiklimaks : yaitu permasalahan yang memuncak di dalam suatu cerita mulai
menurun di tahap ini. dalam tahap ini, sang tokoh mulai mengetahui cara mengatasi
konflik yang tengah dia hadapi. Ketegangan yang dialami oleh pembaca atau penonton
pun menurun di tahap ini. ketegangan tersebut perlahan berubah menjadi kekaguman.
Hal itu terjadi karena para pembaca atau penonton terkesima karena sang tokoh
berhasil menyelesaikan masalah yang tengah dia hadapi dengan cara yang tak terduga.
Dalam penulisan tahap ini, pengarang bisa menggunakan contoh majas antiklimaks
untuk memperkuat suasana konflik yang kian menurun atau antiklimaks.
5. Resolusi : yaitu hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau
tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi
yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang
biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah
diusung.

15
2.9 Langkah-langkah dalam mengarang Drama

1. Menentukan Tema.

Tema adalah gagasan dasar cerita atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang
kepada penonton. Tema, akan menuntun laku cerita dari awal sampai akhir. Misalnya tema
yang dipilih adalah “kebaikan akan mengalahkan kejahatan”, maka dalam cerita hal tersebut
harus dimunculkan melalui aksi tokoh-tokohnya sehingga penonton dapat menangkap
maksud dari cerita bahwa sehebat apapun kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan.

2. Menentukan Persoalan (Konflik).

Persoalan atau konflik adalah inti dari cerita drama. Tidak ada cerita drama tanpa
konflik. Oleh karena itu pangkal persoalan atau titik awal konflik perlu dibuat dan
disesuaikan dengan tema yang dikehendaki. Misalnya dengan tema “kebaikan akan
mengalahkan kejahatan,” pangkal persoalan yang dibicarakan adalah sikap licik seseorang
yang selalu memfitnah orang lain demi kepentingannya sendiri. Persoalan ini kemudian
dikembangkan dalam cerita yang hendak dituliskan.

3. Membuat Sinopsis (ringkasan cerita).

Gambaran cerita secara global dari awal sampai akhir hendaknya dituliskan. Sinopsis
digunakan pemandu proses penulisan naskah sehingga alur dan persoalan tidak melebar.
Dengan adanya sinopsis maka penulisan lakon menjadi terarah dan tidak mengada-ada.

4. Menentukan Kerangka Cerita.

Kerangka cerita akan membingkai jalannya cerita dari awal sampai akhir. Kerangka
ini membagi jalannya cerita mulai dari pemaparan, konflik, klimaks sampai penyelesaian.
Dengan membuat kerangka cerita maka penulis akan memiliki batasan yang jelas sehingga
cerita tidak bertele-tele. William Froug (1993) misalnya, membuat kerangka cerita (skenario)
dengan empat bagian, yaitu pembukaan, bagian awal, tengah, dan akhir. Pada bagian
pembukaan memaparkan sketsa singkat tokoh-tokoh cerita. Bagian awal adalah bagian
pengenalan secara lebih rinci masing-masing tokoh dan titik konflik awal muncul. Bagian
tengah adalah konflik yang meruncing hingga sampai klimaks. Pada bagian akhir, titik balik
cerita dimulai dan konflik diselesaikan. Riantiarno (2003), sutradara sekaligus penulis naskah

16
Teater Koma, menentukan kerangka lakon dalam tiga bagian, yaitu pembuka yang berisi
pengantar cerita atau sebab awal, isi yang berisi pemaparan, konflik hingga klimaks, dan
penutup yang merupakan simpulan cerita atau akibat.

5. Menentukan Protagonis.

Tokoh protagonis adalah tokoh yang membawa laku keseluruhan cerita. Dengan
menentukan tokoh protagonis secara mendetil, maka tokoh lainnya mudah ditemukan.
Misalnya, dalam persoalan tentang kelicikan, maka tokoh protagonis dapat diwujudkan
sebagi orang yang rajin, semangat dalam bekerja, senang membantu orang lain,
berkecukupan, dermawan, serta jujur. Semakin detil sifat atau karakter protagonis, maka
semakin jelas pula karakter tokoh antagonis. Dengan menulis lawan dari sifat protagonis
maka karakter antagonis dengan sendirinya terbentuk. Jika tokoh protagonis dan antagonis
sudah ditemukan, maka tokoh lain baik yang berada di pihak protagonis atau antagonis akan
mudah diciptakan.

6. Menentukan Cara Penyelesaian.

Mengakhiri sebuah persoalan yang dimunculkan tidaklah mudah. Dalam beberapa


lakon ada cerita yang diakhiri dengan baik tetapi ada yang diakhiri secara tergesa-gesa,
bahkan ada yang bingung mengakhirinya. Akhir cerita yang mengesankan selalu akan dinanti
oleh penonton. Oleh karena itu tentukan akhir cerita dengan baik, logis, dan tidak tergesa-
gesa.

7. Menulis.

Setelah semua hal disiapkan maka proses berikutnya adalah menulis. Mencari dan
mengembangkan gagasan memang tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah lagi memindahkan
gagasan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, gunakan dan manfaatkan waktu sebaik
mungkin.

2.10 Pendekatan dalam Apresiasi Prosa Fiksi

1. Pendekatan Parafratis

Menurut Aminuddin dalam Djuanda dan Iswara (2006 : 171) “Pendekatan parafratis
adalah strategi pemahaman kandungan karya sastra dengan jalan mengungkapkan kembali

17
gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang
berbeda yang digunakan pengarangnya”.

Dengan kata lain pendekatan ini memberikan kesempatan kepada pembaca untuk
mere-kreasikan hasil membacanya dalam bentuk tulisan dengan kata-kata sendiri.

2. Pendekatan Emotif dan Mengapresiasikan Sastra

Aminudin (2002) mengemukakan pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastra


adalah “suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang merangsang emosi
perasaan pembaca. Rangsangan emosi tersebut dapat berupa keindahan bentuk maupun
emosi yang berhubungan dengan isi gagasan, alur, atau penokohan”.

Prinsip dasar yang melatarbelakangi adanya pendekatan emotif ini adalah pandangan
bahwa ciptasastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir dihadapan masyarakat
pembacanya,sehingga mampu memberikan kesenangan atau kepuasan kepada pembacanya.
Dengan menerapkan pendekatan ini pembaca diharapkan dapat tergugah emosinya melalui
karya sastra.

3. Pendekatan Analistis dalam mengapresiasikan sastra

Pendekatan analistis menurut Amanuddin (2002:44) adalah “pendekatan yang


berusaha memahami gagasan, cara pengarang, menampilkan gagasan dan mengimajikan ide-
idenya, sikap pengarang, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan setiap elemen intrinsik
itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam membangun
totalitas bentuk dan totalitas makna”.

Penerapan pendekatan analistis dalam apresiasi prosa fiksi, akan menolong pembaca
dalam upaya mengenal unsur-unsur intrinsik prosa fiksi yang dibacanya. Dari pemahaman
analistis semacam ini, terutama untuk siswa, akan dapat dimanfaatkan sebagai pengetahuan
dan pemahaman ketika mereka harus membuat karangan fiksi.

4. Pendekatan Historis dalam Mengapresiasikan Sastra

Pendekatan historis adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang


biografi pengarang, latar belakang, peristiwa kesejarahan yang melatar belakangi masa-masa

18
terwujudnya karya sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan
penciptaan maupun kehidupan sastra sendiri pada umunya dari zaman ke zaman.

5. Pendekatan Sosiopsikologis dalam Mengapresiasikan sastra

Pendekatan sosiopsikologis adalah pendekatan yang berusaha memahami latar


belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau
sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra
diwujudkan.

6. Pendekatan Didaktis dalam Mengapresiasikan Sastra

Pendekatan didaktis adalah pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami


gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan,
tanggapan maupun sikap itu akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis,
maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya
kehidupan rohaniah pembaca.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

19
Prosa adalah semua teks atau karya rekaan yang tidak berbentuk dialog dan isinya
dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan peristiwa. Prosa berusaha menampilkan cerita
hasil imajinasi, baik dari cerita lisan maupun cerita tulis. Prosa fiksi dapat dibedakan dalam
beberapa bentuk, baik itu roman, novel, novelet, maupun cerpen. Perbedaan dari beberapa
bentuk itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang pendeknya isi cerita,
kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri. Prosa lama
adalah karya prosa yang hidup dan berkembang dalam masyarakat lama Indonesia, yakni
masyarakat tradisional. di wilayah Nusantara. Jenis sastra ini pada awalnya muncul sebagai
sastra lisan. Di antara jenis-jenis prosa lama itu adalah mite, legenda, fabel, hikayat, dan lain-
lain. Jenis-jenis prosa lama tersebut sering pula diistilahkan dengan folklor (cerita rakyat),
yakni cerita dalam kehidupan rakyat yang diwariskan dari generasi ke generasi secara lisan.

Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action
tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai
pengertian action, dalam sebuah cerita drama tentu memiliki unsure yang akan mendukung
sebuah cerita drama ursur tersebut adalah tema, alur, tokoh, latar/setting, dan amanat.
Terciptnya sebuah drama yang menarik tentu harus ada pondasi yang di susun dengan teratur
yaitu mulai dari eksposisi, rising action, complication, klimaks, resolu. Untuk mengarang
sebuah cerita drama, langkah langkahnya yaitu; menentukan tema, menentukan persoalan
(konflik), membuat sinopsis (ringkasan cerita), menentukan kerangka cerita, menentukan
protagonist, menentukan cara penyelesaian, setelah itu menulis.

3.2 Saran

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
nantikan demi perbaikan makalah ini kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati. (2012). Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: Cakrawala Media.

Nurgiyantoro, Burhan. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Noor, Redyanto, dkk, 2004, Pengantar Pengkajian Sastra, Semarang: fasindo.

Yuli eti, Nunung, dkk, 2005, Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Klaten: Intan Pariwara

21

Anda mungkin juga menyukai