Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

DEIKSIS DALAM KAJIAN PRAGMATIK

Dosen Pengampu:
Muhammad Thoriqussuud., M.Pd

Oleh:
Nuraini Amilatus Sholihah (03020120062)
Iffatul Karimah (03020120045)
Muhammad Anwar Hidayat Lutfy (03010120018)
Ahmad Wildan (03040120079)

PROGRAM STUDI BAHASA & SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah singkat kami yang berjudul “Deiksis dalam kajian
Pragmatik” tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada dosen mata kuliah pragmatik yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan
makalah singkat ini. Selain itu, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah singkat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah singkat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat
makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surabaya, 09 mei 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang menjadi
dasar penentuan pemahamannya (Levinson 1983:21). Levinson juga menambahkan
bahwa pragmatik mencakup bahasan tentang pranggapan, tindak tutur, implikatur
percakapan, aspek-aspek struktur wacana dan deiksis. Parker (29986:32) menyatakan
perbedaannya semantik ialah studi tentang makna yang berkaitan dengan makna kata atau
makna leksikal yakni makna bebas akan konteks sedangkan makna dalam prakmatik
yakni terikat konteks, tujuan dari pembicara atau perasaan pembicara.
Deiksis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani deitikos, yang artinya
‘menunjuk’ melalui bahasa. Segala bentuk linguistic yang digunakan untuk mencapai ha
ini ‘menunjuk’ disebut ekspresi deitik. Ketika kita melihat sebuah benda dan bertanya
“apa itu?”, kita akan menggunakan ekspresi deitik ‘itu’ untuk menunjukkan sesuatu
dalam konteks langsung (Yule, 1996:9). Deiksis adalah kata-kata yang mengambil makna
dari situasi ujaran (persona, waktu, dan tempat) saat kata- kata itu digunakan. Menurut
Levinson (1983), hubungan antara bahasa dan konteks yang tercermin terdapat di dalam
struktur bahasa itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian Deiksis?
2. Apa saja jenis-jenis Deiksis?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Deiksis
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Deiksis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Deiksis
Istilah deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang berarti "hal penunjukkan secara
langsung". Secara umum deiksis dapat dipahami sebagai kata yang maknanya selalu berubah-
ubah bergantung pada konteksnya. Menurut Lyons (1977: 636) deiksis digunakan untuk
menggambarkan fungsi pronomina, persona, demonstrativa, dan waktu. Verhaar (2001: 297)
berpendapat bahwa deiksis adalah pronomina yang referennya bergantung pada identitas
penutur. Menurut Sudaryat (2009: 121) deiksis adalah bentuk bahasa yang berfungsi sebagai
penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa.
Deiksis sebenarnya merupakan fenomena semantik (Djajasudarma, 2012: 51). Fenomena
deiksis pada dasarnya merupakan fenomena makna yang tidak terjangkau oleh teori semantik.
Oleh sebab itu, deiksis termasuk domain kajian pragmatik, karena membahas keterkaitan antara
struktur bahasa dan konteks. Dengan demikian, kajian deiksis berkaitan dengan aspek makna dan
struktur bahasa yang tidak dapat dipahami melalui kebenaran mantik. Kategori gramatikal
deiksis termasuk dalam ambang batas antara semantik dan pragmatik.
Yule (2006: 13) dalam bukunya Pragmatics menjelaskan bahwa deiksis berarti penunjukkan
melalui bahasa. Bentuk linguistik yang digunakan untuk mengungkapkan penunjukkan disebut
ungkapan deiksis atau indeksikal. Kushartanti dkk (2005: 111) berpendapat bahwa deiksis adalah
cara merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan konteks penutur.Deiksis adalah kata- kata
yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah (Wijana, 1998: 6). Adapun menurut
Chaer (2010: 31), deiksis adalah kata-kata yang rujukannya tidak tetap,baik merujuk pada waktu,
tempat maupun persona. Menurut Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila
rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang menjadi pembicara, saat
dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Alwi dkk. (1998) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia berpendapat bahwa deiksis merupakan gejala semantis yang terdapat pada kata atau
konstruksi yang hanya dapat diprediksi rujukannya dengan mempertimbangkan situasi
percakapan. Kata atau konstruksi tersebut bersifat deiktis. Jadi deiksis adalah kata yang
mempunyai acuan dapat diidentifikasikan melalui pembicara, waktu, dan tempat diucapkan
tuturan tersebut. Kemudian, suatu kata atau kalimat itu mempunyai makna deiksis bila salah satu
segi kata atau kalimat tersebut berganti karena pergantian konteks. Makna dari kata atau kalimat
yang bersifat deiksis disesuaikan dengan konteks artinya makna tersebut berubah bila
konteksnya berubah.
Berdasarkan beberapa definisi deiksis tersebut, dapat disimpulkan bahwa deiksis adalah
bentuk bahasa baik berupa kata maupun yang lainnya yang berfungsi sebagai penunjuk hal atau
fungsi tertentu di luar bahasa. Dengan kata lain, sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat
deiksis apabila yang memiliki referen atau acuan yang berubah-ubah atau berganti-ganti
bergantung dari pembicara saat mengutarakan ujaran tersebut dan dipengaruhi oleh konteks dan
situasi yang terjadi saat tuturan berlangsung sehingga sebuah kata dapat ditafsirkan acuannya
dengan memperhitungkan situasi pembicaraan.
B. Jenis jenis Deiksis
Berdasarkan tempat rujukannya deiksis dibedakan atas dua macam, yaitu: deiksis
luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora). Adapun berdasarkan tempat
rujukannya, deiksis dibedakan atas anafora dan katafora. Pembagian deiksis tersebut
dapat dirinci lagi berdasarkan antisedennya. Berdasarkan antisedennya, deiksis dibedakan
atas enam macam, yaitu: deiksis persona, deiksis temporal, deiksis lokatif, deiksis
wacana, dan deiksis sosial.
a. Deiksis eksofora
Deiksis eksofora atau luar tuturan adalah deiksis yang merujuk pada sesuatu
(antiseden) di luar wacana. Deiksis eksofora atau luar tuturan bersifat egosentris,
dalam arti bahwa si pembicara berada pada titik nol, dan segala sesuatunya diarahkan
dari sudut pandangnya (Purwo, 1984: 8). Deiksis eksofora disebut pula sebagai
deiksis ekstratekstual.
1. Deiksis Persona
Deiksis persona merupakan pronomina persona yang bersifat ekstratekstual
yang berfungsi menggantikan suatu acuan (antiseden) di luar wacana. Deiksis
persona adalah suatu jenis deiksis yang maknanya merujuk pada persona (orang).
Menurut Yule (1996), ungkapan deiksis merujuk pada penggunaan kata ganti
orang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa deiksis persona dibedakan atas deiksis
penutur, lawan tutur, dan deiksis lain yang ditandai oleh hubungan kekerabatan
atau status sosial. Secara umum, penggunaan deiksis persona ini ditandai dengan
penggunaan kata ganti orang, seperti:
a. Kata ganti orang pertama tunggal: saya, aku.
b. Kata ganti orang pertama jamak: kita
c. Kata ganti orang kedua tunggal: kamu, anda, saudara
d. Kata ganti orang kedua jamak: kalian, kalian semua, kamu semua.
e.Kata ganti orang ketiga tunggal: dia, beliau (untuk yang dihormati)
f. Kata ganti orang ketiga jamak: mereka.
Yule (2006: 25) membedakan deiksis persona atas deiksis penutur,
deiksis lawan tutur, dan deiksis orang ketiga (lainnya). Deiksis penutur dalam
implementasinya menggunakan kata ganti orang pertama, sedangkan deiksis
lawan tutur diimplementasikan dalam bentuk kata ganti orang kedua. Adapun
deiksis ketiga. orang ketiga (lainnya) nampak dalam penggunaan kata ganti orang
Verhaar (2001: 400) telah memandang deiksis dari berbagai sisi. Dia
membedakan deiksis atas lima macam, yaitu:
a. Deiksis Leksikal Pronominal
Deiksis leksikal pronomina adalah deiksis pronomina yang referennya (acuannya)
bergantung pada nomina, baik benda maupun orang. Deiksis ini muncul dalam
kata ganti nomina, misalnya: dia, mereka, anda.
b. Deiksis Leksikal Adverbial
Deiksis leksikal adverbial adalah deiksis yang referennya merujuk pada keterangan
tempat atau waktu. Deiksis ini tampak dalam penggunaan keterangan tempat atau
waktu, misalnya: sekarang, besok, di sini, disitu.
c. Deiksis Leksikal Verbal
Deiksis leksikal verbal adalah deiksis yang referennya merujuk pada perbuatan,
misalnya: datang, pergi.
d. Deiksis Gramatikal
Deiksis gramatikal adalah deiksis yang referennya merujuk pada keterkaitan antar
unsur atau satuan di dalam konstruksi yang lebih besar, misalnya "Buatlah hal itu
segera"
e. Deiksis Pembalikan
Deiksis pembalikan adalah penciptaan dasar deiktis bukan dalam persona penutur,
tempat penutur, atau asal penutur, melainkan dalam persona lain penutur
beridentifikasi dengannya, misalnya "Apa Susi ada di sini ?:"
2. Deiksis Temporal
Deiksis temporal merupakan deiksis yang maknanya merujuk pada waktu berlangsungnya
peristiwa percakapan, baik masa kini, masa lampau, maupun masa yang akan datang.
a. Deiksis temporal masa kini (proksimal): sekarang.
b. Deiksis temporal masa lampau (distal): kemarin, dahulu, minggu yang lalu.
c. Deiksis temporal masa yang akan datang; besok, lusa, minggu depan.
Menurut Yule (2006: 23), landasan psikologis deiksis temporal (waktu) sama dengan deiksis
lokatif (tempat). Waktu kejadian (peristiwa) percakapan dapat dijadikan sebagai objek yang
bergerak mendekat atau menjauh. Satu tipe dasar dari deiksis temporal (waktu) dalam bahasa
Inggris terlihat pada penggunaan "verba” (kata kerja).
Deiksis waktu yakni pemberian bentuk pada rentang waktu saat ujaran diujarkan.
Contoh: “saya akan kembali satu jam kemudian” kata penulis.
Karena kita tidak mengetahui kapan penulis akan kembali, kita tidak bisa tahu kapan penulis
kembali.

3. Deiksis Lokatif
Deiksis lokatif merupakan deiksis yang maknanya merujuk pada tempat berlangsungnya
peristiwa percakapan, baik dekat, agak jauh, maupun jauh. Deiksis lokatif dapat diidentifikasi
berdasarkan jarak antara penutur dan sesuatu (benda/hal) yang disebutkan. Sifat deiksis ini bisa
statis, bisa pula dinamin (selalu berubah).
a. Deiksis dekat: ini, di sini, dari sini, ke sini.
b. Deiksis agak dekat: itu, di situ, ke situ, dari situ.
c. Deiksis jauh: di sana, dari sana, ke sana.
4. Deiksis wacana
Nababan (1987:42) menjelaskan bahwa deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-
bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan. Dalam
tata bahasa gejala ini disebut anafora dan katafora. Bentuk–bentuk yang dipakai mengungkapkan
deiksis wacana itu adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut,
begitulah, dan sebagainya.
Deiksis wacana. yakni rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau sedang dikembangkan.
Contoh: andaikan kita menemukan sebuah botol di laut, dan di dalamnya tertulis sebuah pesan
berbunyi:” bertemu dengan ku di sini satu minggu lagi dengan membawa kayu sebesar ini”
Kita tidak tahu siapa yang akan ditemui, dimana dan kapan akan menemuinya, atau
sebesar apa tongkat yang akan dibawa.
5. Deiksis Sosial
Deiksis sosial berkaitan dengan unsur kalimat yang mengekspresikan atau diekspresikan
oleh kualitas tertentu di dalam situasi sosial (Fillmore, 1975: 76). Deiksis ini berkaitan dengan
para partisipan (penyapa, pesapa, dan rujukan). Oleh sebab itu, dalam deiksis secara jelas terlihat
dari penggunaan bentuk-bentuk honorifik (penghormatan) dan kesantunan berbahasa.
Deiksis sosial. yakni pemberian bentuk menurut perbedaan sosial merujuk pada peran
peserta, khususnya aspek-aspek hubungan sosial antara pembicara dan pendengar atau pembicara
dengan beberapa rujukan.
Contoh: seorang pelayan berkata pada ratunya “’semoga yang mulia selalu sehat dan bahagia”
Kata yang mulia digunakan untuk menunjuk pada ratu sebagai bentuk penghormatan.

b. Deiksis Endofora.
Deiksis endofora sebenarnya merupakan deiksis di dalam wacana yang merujuk pada
acuan di dalam wacana yang bersifat intratekstual. Sesuatu yang dirujuk oleh deiksis itu disebut
antiseden. Berdasarkan posisi antiseden, deiksis endofora dibedakan atas deiksis anafora dan
katafora.
1. Deiksis Anafora
Deiksis anafora adalah deiksis penunjukan yang merujuk pada antiseden (satuan bahasa)
sebelumnya. Alwi, dkk. (1998: 43) berpendapat bahwa anafora adalah piranti di dalam bahasa
untuk membuat rujuk silang dengan hal atau kata yang sudah dinyatakan sebelumnya. Piranti
yang digunakan dalam deiksis anafora bisa berupa pronomina (dia, mereka, -nya), nomina
teretentu, konjungsi, keterangan waktu, alat, dan cara, misalnya:
a. Jhoni sedang pergi ke Jakarta. Dia ingin menemui adiknya di sana.
b. Gadis itu ingin bermain bulu tangkis. Kuliahnya di Universitas Indonesia.

2. Deiksis Katafora
Deiksis katafora adalah deiksis yang maknanya merujuk pada antiseden (unsur bahasa) yang
berada di belakangnya. Menurut Alwi, dkk. (1998: 43) katafora adalah piranti dalam bahasa
untuk membuat rujuk silang terhadap antiseden yang ada di belakangnya, misalnya:
a. Dengan kemampuannya yang menarik, Ana mampu membius penonton.
b. Kepandaiannya memang tidak diragukan lagi, sehingga Rudi ditunjuk sebagai konsultan
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Deiksis merupakan gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya
dapat diprediksi rujukannya dengan mempertimbangkan situasi percakapan. Kata atau konstruksi
tersebut bersifat deiktis. Berdasarkan tempat rujukannya deiksis dibedakan atas dua macam,
yaitu: deiksis luar tuturan (eksofora) dan deiksis dalam tuturan (endofora). Adapun endofora,

dibedakan atas anafora dan katafora. Pembagian deiksis tersebut dapat dirinci lagi berdasarkan
antisedennya. Berdasarkan antisedennya, deiksis dibedakan atas lima macam, yaitu: deiksis

persona, deiksis temporal, deiksis lokatif, deiksis wacana, dan deiksis sosial.
Dilihat dari berbagai sisi, deiksis dapat bdibedakan atas lima macam, yaitu: (1) Deiksis
Leksikal Pronominal, (2) Deiksis Leksikal Adverbial, (3) Deiksis Leksikal Verbal, (4) Deiksis
Gramatikal, dan (5) Deiksis Pembalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Fromkin, Victoria A. 2000. Linguistics: An Iintroduction to Linguistics Theory. Oxford:
Blackwell publisher Ltd
Hurford, James R and Heasley, Brendan. 1983. Semantics: a Coursebook. Cambridge:
Cambridge University Press
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Gramedia
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press
Lyons, John. 1979. Semantics 2. Great Britain: Cambridge University Press
Parker, Frank. 1986. Linguistics for Non-Linguistics. London: Taylor and Francsic Ltd
Purwo, Bambang, Kuswanti. 1984. Deiksis Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PN.Balai Pustaka
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press

Anda mungkin juga menyukai