Pembelajaran Lengkap
Sponsors Link
Proses belajar memerlukan metode metode khusus yang jelas untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang efektif dan efisien. Metodologi pembelajaran merupakan cara cara dalam
melakukan aktivitas antara pendidik dan peserta didik ketika berinteraksi dalam proses belajar.
Pendidik perlu mengetahui dan mempelajari metode pengajaran agar dapat menyampaian materi
dan dimengerti dengan baik oleh peserta didik. Metode pengajaran dipraktekkan pada saat
mengajar dan dibuat semenarik mungkin agar peserta didik mendapat pengetahuan dengan
efektif dan efisien. Berikut ini metode metode pengajaran dalam proses belajar:
ads
2. Metode Diskusi
Metode diskusi merupakan metode pengajaran yang erat hubungannya dengan belajar
pemecahan masalah. Metode ini juga biasa dilakukan secara berkelompok atau diskusi
kelompok.
Memberikan pemahaman pada anak didik bahwa setiap permasalahan pasti ada
penyelesaiannya.
Siswa mampu berfikir kritis.
Mendorong siswa untuk dapat menyampaikan pendapatnya.
Mengambil satu atau lebih alternatif pemecahan masalah.
Mendorong siswa memberikan masukan untuk pemecahan masalah.
Siswa menjadi paham tentang toleransi pendapat dan juga mendengarkan orang lain.
3. Metode Demostrasi
Metode demonstrasi digunakan pada pengajaran dengan proses yaitu menggunakan benda atau
bahan ajar pada saat pengajaran. Bahan ajar akan memberikan pandangan secara nyata terhadap
apa yang akan dipelajari, bisa juga melalui bentuk praktikum. Metode demonstrasi ini memiliki
manfaat antara lain siswa jadi lebih tertarik dengan apa yang diajarkan, siswa lebih fokus dan
terarah pada materi, pengalaman terhadap pengajaran lebih diingat dengan baik oleh siswa.
Siswa bisa memahami secara lebih jelas tentang suatu proses atau cara kerja.
Penjelasan menjadi lebih mudah dimengerti.
Meminimalisir kesalahan dalam menyampaikan materi lisan, karena bukti konkret bisa
dilihat.
Apabila benda yang didemonstrasikan terlalu kecil, siswa kesulitan dalam mengamati.
Jumlah siswa yang terlalu banyak dapat menghalangi pandangan siswa secara merata.
Tidak semua materi bisa didemonstrasikan.
Memerlukan guru yang benar- benar paham, agar bisa mendemonstrasikan dengan baik.
Metode ceramah plus tanya jawab: Metode ini secara ideal disertai dengan
penyampaian materi dari guru, pemberian peluang pada siswa untuk bertanya apa yang
tidak dimengerti, dan pemberian tugas di akhir pengajaran.
Metode ceramah plus diskusi dan tugas: Metode ini dilakukan dengan memberikan
materi secara lisan kemudian disertai dengan diskusi dan pemberian tugas di akhir sesi.
Metode ceramah plus demonstrasikan dan latihan: Metode ini merupakan gabungan
dari penyampaian materi dengan memperagakan atau latihan atau percobaan.
5. Metode Resitasi
Metode resitasi merupakan metode mengajar dengan siswa diharuskan membuat resume tentang
materi yang sudah disampaiakan guru, dengan menuliskannya pada kertas dan menggunakan
bahasa sendiri.
Siswa menjadi lebih ingat dengan materi, karena telah menuliskannya dengan resume.
Menurut Sayiful Bahri, 2000 siswa menjadi lebih berasi dalam mengambil inisiatif dan
mampu bertanggungjawab.
Hasil resume yang dilakukan terkadang hanya mencontek pada teman dan bukan hasil
pikirannya sendiri.
Tugas bisa jadi dikerjakan oleh orang lain.
Susah mengevaluasi apakah siswa benar- benar memahami hasil tulisan resumenya
sendiri.
6. Metode Percobaan
Metode percobaan merupakan metode pengajaran dengan menggunakan action berupa praktikum
atau percobaan lab. Masing masing siswa dengan ini mampu melihat proses dengan nyata dan
belajar secara langsung.
Metode ini membuat siswa merasa bahwa materi yang dipelajari benar adanya dengan
dibuktikan melalui percobaan.
Siswa dapat mengembangkan diri dengan mengadakan eksplorasi dengan percobaan
percobaan.
Metode ini akan menghasilkan siswa dengan jiwa peneliti dan suka mencaritahu dan
pengembangan keilmuan dan memberikan kesejahteraan pada masyarakat.
Metode ini merupakan metode modern yang memanfaatkan interaksi dengan lingkungan
nyata.
Bahan yang dipelajari ketika sekolah, bisa langsung dilihat secara nyata misalnya
bangunan bersejarah.
Pengajaran dengan metode ini bisa merangsang siswa untuk lebih kreatif.
Metode pengajan ini sangat menyenangkan dan tidak jenuh.
Siswa yang tidak memiliki minat akan kesulitan untuk menyesuaikan diri.
Menghambat bakat siswa yang lainnya, sehingga lebih baik disesuaikan dengan bakat
masing- masing.
Waktu yang terlalu lama dalam melaksanalan latihan bisa menimbulkan kebosanan dan
kehilangan minat dari siswa.
Siswa menjadi lebih aktif dalam mencari materi atau informasi terkait kasus.
Siswa aktif dalam menyampaikan pendapat dan berdiskusi.
Suasana kelas tidak membosankan dan menyita fokus siswa.
Metode ini lebih tepat dilakukan dalam kelas kecil dengan jumlah siswa yang tidak
terlalu banyak.
Perlu adanya trigger atau kasus pemicu yang baik agar diskusi dapat terarah sesuai tujuan
pembelajaran.
Perlu adanya mentor atau pembimbing yang bertugas meluruskan alur diskusi.
Diskusi bisa berjalan terlalu panjang lebar pada satu topik bahasan dan memakan waktu
apabila semua siswa berpendapat pada satu topik.
Pendapat siswa mungkin sama atau mirip yang seharusnya sudah tidak perlu disampaikan
lagi.
Membangun pola pikir kritis dan kreatif siswa sehingga lebih luas dan mampu
memecahkan masalah.
Metode ini mengasah siswa untuk dapat mengintegrasikan pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan secara terpadu dan berguna nyata dalam kehidupan sehari hari.
Kurikulum yang ada belum menunjang metode pengajaran ini. Metode ini hanya bisa
dipelajari atau diperoleh ketika ada event perlombaan.
Dibutuhkan bimbingan dari guru yang khusus dalam melakukan perencanaan dan
pelaksanaan
Membutuhkan fasilitas dan sumber yang mendukung pelaksanaan.
Atrategi pelaksanaan metode inquiry ini yaitu: guru memberikan penjelasan materi yang
diajarkan, kemudian memberikan tugas pada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan
guru sebagai evaluasi pemahaman siswa. Guru membantu memberikan jawaban yang mungkin
sulit dan membingungkan bagi siswa. Resitasi dilakukan pada akhir untuk mengevaluasi
pemahaman siswa tentang apa yang sudah dipelajari. Kemudian siswa merangkum apa saja yang
sudah dipelajari sebagai kesimpulan yang dapat dipertanggunjawabkan.
16. Debat
Debat merupakan metode pembelajaran dengan mengadu argumentadi antara dua pihak atau
lebih baik perorangan maupun kelompok. Argumentasi yang dilakukan membahas tentang
penyelesaian suatu permasalahan dan memberi keputusan terhadap masalah. Debat pada
umumnya dilakukan secara formal dengan bahasa bahasa formal dan cara cara tertentu yang
sopan. Terdapat aturan aturan dalam debat informasikan yang disajikan harus memuat data yang
relevan dan berisi.
Berikut metode pembelajaran lainnya yang efektif untuk diterapkan, antara lain:
Metode mengajar ini dilakukan oleh lebih dari satu pengajar, materi diberikan dengan jadwal
yang berbeda oleh beberapa pengajar. Soal ujian dibuat oleh beberapa pengajar dan disatukan.
Pengajar membuat soal dengan menggunakan poin poin capaian yang sudah dibuat sehingga
jelas.
baca juga:
Metode mengajar ini dilakukan dengan cara berdiskusi, atau juga dengan presentasihasil diskusi.
Kelompok menyampaikan materi hasil diskusi dan memberi kesempatan pada teman- temannya
untuk bertanya. Kelompok menjawab setiap pertanyaan.
Metode pengajaran ini dilakukan denganmemberikan materi sebagian sebagian, misalnya belajar
ayat. Pengajaran dimulai dari ayat per ayat yang kemudian disambung lagi dengan ayat lain.
Metode global ini mengajarkan pada siswa keseluruhan materi, kemudian siswa membuat
resume tentang materi tersebut yang mereka serap dan diambil intisarinya.
Metode metode pembelajaran diatas bertujuan untuk menningkatkan pemahaman siswa dalam
memperoleh indormasi atau pengetahuan dengan efisien dan efektif. Metode pembelajaran
masing masing memiliki kelebihan dan kekurangannya, sehingga tidak semua metode
pembelajaran bisa diterapkan pada semua kelasa atau semua mata pelajaran.
Guru perlu mencocokkan metode pembelajaran mana yang sesuai untuk kelasnya dan seusuai
dengan materi yang akan dilakukan agar siswa merasa tertarik dalam belajar dan memiliki
pemahaman yang baik di akhir pembelajaran.
Metode pembelajaran yang baik a dalah yang mampu membuat siswa berperan aktif, memahami
materi dengan mudah, dan mampu mengerjakan tugas atau praktikum dengan baik setelah
diberikan materi. Metode pembelajaran tertentu memiliki nilai tambah soft skill, meningkatkan
rasa percaya diri, melatih kecakapan berpendapat dan berkomunikasi. Semua metode baik,
namun metode konvensional seperti metode ceramah saat ini mulai dibatasi, karena siswa
menjadi pasif dan bosan.
Langkah-Langkah Pembelajaran Discovery (Penemuan)
Diposkan oleh Admin - Matematika, Model Inkuiri
Bahwa discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.
Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini
siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing
dan memberikan instruksi. Dengan demikian, Pembelajaran Discovery ialah suatu pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca
sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Adapun langkah-langkah yang dalam proses pembelajaran Discovery adalah sebagai berikut:
Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001) yang mengemukakan
beberapa keunggulan Metode Penemuan (Discovery):
Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan
hasil akhir, siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya.
Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat, menemukan sendiri menimbulkan rasa puas.
Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat,
siswa yang memperoleh pengetahuan dengan Metode Penemuan akan lebih mampu mentransfer
pengetahuannya ke berbagai konteks, metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Metode Discovery (Penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada Siswa SMP adalah metode penemuan
terbimbing (Guided Discovery). Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru
sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu metode discovery (penemuan) yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penemuan terbimbing (guided discovery).
a. Definisi/Konsep
Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi
bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can
be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject
matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam
Emetembun, 1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery
terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi,
klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive
process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps
and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry). Tidak ada
perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Discovery Learning lebih
menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan
kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses
penelitian.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan
mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar
perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan
ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat
melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian
yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa
dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk memfasilitasi
proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran
bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa
yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap
enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya.
Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang
kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga
pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan
waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan
masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang
mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan
oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau
tidak, apakah terbukti atau tidak.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka
Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk
menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi
dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek
merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga
bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikatakan
sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai institusi yang berfungsi untuk
menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia usaha dan industri harus dapat membekali
peserta didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja pada
bidang masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis produksi” peserta didik di SMK
diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang sesungguhnya di dunia kerja.
Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran
berbasis proyek. Pada Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki beberapa karakteristik
berikut ini, yaitu :
Peran pendidik atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai
fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai
dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyekantara
lain berikut ini.
1. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan
untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya
untuk memasuki system baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur
memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama
bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik
bertambah.
Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan
lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan
lay-out ruang kelas, seperti : traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep
dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle
(presentasi). Atau buatlah suasana belajar menyenangkan, bahkan saat diskusi dapat
dilakukan di taman, artinya belajar tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas. Ada
beberapa kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran Project Based Learning.
Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain
sebagai berikut :
Penilaian pembelajaran dengan metode Project Based Learning harus diakukan secara
menyeluruh terhadap Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan yang diperoleh siswa dalam
melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek
dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk.
Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak
dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
2. Penilaian Produk
a. Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk.
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk
teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar),
barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk
meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik
dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan
peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.