NPM : 1913041021
Apresiasi merupakan kesadaran terhadap nilai seni dan budaya, apresiasi juga
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menghargai karya sastra. Di zaman sekarang
ini sastra sudah banyak berkembang baik itu puisi, drama, ataupun prosa. Perlu kita
ketahui bersama, puisi di Indonesia berubah seiring bertambahnya tahun. Maka dari
itu, bentuk puisi pun berbeda baik itu puisi lama dan puisi baru. Dalam hal
mengapresiasi puisi masyarakat pun cenderung mengetahui bahwa dengan cara kita
membaca puisi ataupun musikalisasi itu sudah termasuk mengapresiasi.
3.1. Apresiasi Karya Sastra Puisi “Karangan Bunga” karya Taufik Ismail
melalui Pendekatan Historis.
Dalam hal ini penulis akan mengapresiasi puisi “Karangan Bunga” karya
Taufik Ismail melalui pendekatan historis, yaitu :
KARANGAN BUNGA
Datang ke Salemba
Sore itu
karangan bunga
• Parafrasa
Ada tiga anak kecil yang turut dalam bela sungkawa atas meninggalnya kakak
yang di tembak mati ke daerah Salemba. Anak-anak ini memberikan karangan bunga
dengan pita hitam sebagai tanda kesedihan yang mereka rasakan, mereka bertiga
datang ke Salemba yaitu tepatnya di Universitas Indonesia pada sore hari. Ini
merupakan bentuk kepedulian bagi kakak yang ditembak mati siang tadi, yang
disebabkan oleh aksi demo memperjuangkan Hak Asasi Manusia.
A. Biografi Pengarang
Taufik Ismail
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-
1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962),
dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia
Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang
dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke
Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada
tahun 1964.Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970.
Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman
mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra
Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Kejadian ini sontak mengundang simpat dan duka seluruh rakyat di Indonesia,
bahkan simpati pun muncul dari mereka yang tidak paham akan apa yang terjadi di
balik demonstrasi itu. Mereka yang tidak tahu-menahu itu digambarkan sebagai “tiga
anak kecil” oleh Taufik untuk menggambarkan sosok tersebut. Mereka hanya
mengerti kejadian ini adalah kejadian yang menyedihkan dan tragis sebab seseorang
telah meninggal.
Anak-anak polos itu datang ke Kampus UI Salemba, yang merupakan basis
mahasiswa dalam melakukan aksi demonstrasi, untuk menunjukan belasungkawa.
Karangan bbunga berpita hitam yang mereka bawa semakin menegaskan suasana
berkabunng yang terjadi disana pada saat itu. Warna hitan di dalam puisinya untuk
menggambarkan duka yang terjadi. Alm. Arief Rahman Hakim disebut sebagai
“kakak” di dalam puisinya seakan-akan Arief adalah kakak kandung mereka. Hal ini
menggambarkan emosional anak-anak tersebut dengan Arief.
Latar tempat yang dipakai pada puisi Taufik mengambil lokasi di Kampus UI
Salemba, yang merupakan basis Mahasiswa dalam merencanakan aksi demonstrasi
menuntut Presiden Soekarno. Ada dua latar waktu yang dipakai dalam puisi ini, yang
pertama adalah waktu sore hari dimana semua orang tengah berkumpul si Salemba
untuk berkabung, berduka atas meninggalnya Alm. Arief Rahman Hakim. Yang
kedua adalah latar waktu siang hari saat terjadinya penembakan oleh pasukan
Tjakrabirawa. Sangat jelas tergambar pada puisi Taufik suasana yang dirasakan yaitu
suasana sedih dan berkabung, dan semakin jelas lagi taufik gambarkan saat tiga anak
kecil ini memberikan karangan bunga yang bepita hitam dan saat disebutkan ‘kakak’
tersebut mati ditembak.
puisi karangan bunga merupakan puisi yang mengangkat tema kepahlawanan. puisi
karangnan bunga adalah puisi karangan Taufik Ismail yang ditulis tahun 1966 dalam
kumpulan puisi Tirani dan Benteng, pada saat munculnya Gerakan mahasiswa yang
menentang kekuasan orde lama pimpinan Soekarno. Puisi ‘karangan bunga’ yang
dilatar belakangi oleh demonstrasi mahasiswa tahun 1966 yang berakhir pada
turunnya soekarno sebagai president melalui surat Perintah Sebelas Maret yang
ditafsirkan oleh Soeharto untuk mengambil pucuk kepemimpinan Negara dan
mecegah terjadinya vacuum of power.
Demonstrasi ini pucuk reaksi mahasiswa terhadap kepemimpinan orde lama yang
dianggap sudah menyimpang dan dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah-
masalah besar seperti inflasi harga kebutuhan pokok dan pemberantasan PKI.
Demonstrasi pada zaman itu dikenal sebagai salah satu alat perjuangan selain
menggunakan media lain seperti mimbar bebas, aksi strategis, ataupun audiensi yang
juga sama pentingnya dalam melakukan perubahan. Di Negara ini mahasiswa dikenal
sebagai sekumpulan orang yang menjadi ujung tombak rakyat dalam mengawal
pemerintahan, hal ini erat kaitannya dengan Tridharma Perguruan Tinggi yang pada
intinya menepatkan mehasiswa menjasi kelompok masyarakat yang terbuka dengan
masyarakat luas yang berguna dan mencerdaskan masyarakat.
Tapi dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa Gerakan mahasiswa mengalami
degradasi kualitas, banyaknya mahasiswa yang tidak meresapi Tridharma Perguruan
Tinggi dan bersikap ‘masa bodoh’ terhadap realita yang sekarang ada dalam
masyarakat dan pemerintah, membuat budaya mahasiswa yang kuat sebagai pemuda
yang cerdas dalam kepekaan dan daya intelektualnya membuat mahasiswa hari ini
tidak mempunyai jiwa mahasiswa yang sesungguhnya, hanya status formal dan
akademis yang membuat seorang jadi mahasiswa, nukan peran dan jiwanya.