Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Puisi merupakan ungkapan-ungkapan pikiran dan perasaan yang disampaikan lewat teks atau sebuah puisi merupakan ungkapan perasaan atau pikiran penyairnya dalam satu bentuk ciptaan yang utuh dan menyatu. Secara garis besar, sebuah puisi terdiri atas 7 unsur, yaitu: tema, suasana, imajinasi, amanat, nada, suasana, dan perasaan. Sedangkan prinsip dasar sebuah puisi adalah berkata sedikit mungkin, tetapi mempunyai arti sebanyak mungkin. Dengan puisi kita dapat mengekspresikan diri melalui kata-kata tanpa harus ada partner bicara secara langsung. Kadang kala buat kita-kita yang tidak fasih lidah, berlatih mengekspresikan diri menjadi sulit kalau harus langsung berhadapan dengan orang lain. Puisi juga, menuntun kita memasuki dunia seni yang menjanjikan keindahan yang melebihi logika dan kata. Kalaupun belum mencapai keindahan seni puisi minimalnya kita bisa masuk dalam petualangan rimba kata dan makna. Seperti pergi ke Louvre di Paris mencari Monalisa. Kalaupun belum berhasil menemukan Monalisa, maka kita sudah terpesona melihat keindahan berbagai lukisan bahkan dari interior ruangan. Menulis puisi dapat dinikmati seperti perjalanan yang tidak tergantung sepenuhnya pada tujuan akhir. Melalui puisi dapat menyampaikan makna ganda yakni yang tersurat dan tersirat. Budaya Asia masih meminta kita berbudi bahasa dengan indah. Cukup sering martabat seseorang diukur dari kemampuannya berbahasa. Meski gelar S3 kalau tutur katanya seperti preman yang kasar serta merta berkuranglah penghargaan kita. Puisi dapat menyampaikan maksud kita dengan indah. Akan tetapi melalui sebuah hasil karya puisi juga dapat mencerminkan keadaan masyarakat pada masa masa pembuatan puisi. Adapun puisi yang akan kami bahas pada kesempatan ini ialah sebagai berikut :

Puisi I Dari Catatan seorang Demonstran Oleh : Taufik Ismail KEBEBASAN

Puisi II

Oleh : Usmar Ismail Saudara, nyawa tiada harga

Inilah peperangan Tanpa jenderal, tanpa senapan Pada hari-hari yang mendung Bahkan tanpa harapan

harta kekayaan dapat dipungut bagai pasir di pantai samudera nafsu jin dan syaitan ! Tapi jangan coba rampok dari daku kebebasan berfikir, berkata, bergerak,

Di sinilah keberanian diuji Kebenaran dicoba dihancurkn Pada hari-hari berkabung Di depan menghadang ribuan lawan

batas leluasa hanya taqwaku pada Dia ! dan bila udara beracun mulut terbuka bau tuba mata curiga palsu melirik menghambat langkah dan laku

1966

meyusun lantai tempat darah tertumpah ini hanya sampai di sini aku ingin membudak pada manusia dan dunia yang sempit mencekik ini ! 19 Maret 1946

B. Biografi Penyair 1.Taufik Ismail Taufiq Ismail lahir di Bikittinggi, sumatera Barat pada tahun 1935. Beliau merupakan budayawan dan sastrawan yang sangat populer . Beragam penghargaan telah diperolehnya, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional. Ia telah melahirkan banyak karya seperti puisi, essai sastra, karya terjemahan, dan lain lain. Namanya pantas disejajarkan dengan budayawan seperti Emha Ainun Najib dan Chairil Anwar. Masa kecil Taufiq Ismail lebih banyak dihabiskan di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo, lalu pindah ke Semarang, Salatiga dan menamatkan sekolah rakyatnya di Yogyakarta. Ia melanjutkan SMP di bukit tinggi dan SMA di Bogor. Selesai SMA, ia mendapatkan beasiswa American Field International School untuk bersekolah di Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS. Ia merupakan angkatan pertama dari Indonesia. Kemudian ia melanjutkan sekolah di di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan UI yang sekarang menjadi IPB. Setelah tamat ia mengikuti , International Writing Program, University of Jowa, Iowa City, Amreika Serikat. Ia juga belajar di Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir. Namun karena pecah perang, maka ia pulang sebelum studinya selesai. Taufiq Ismail bermimpi menjadi seorang sastrawan saat masih SMA. Saat itu ia mulai menulis beberapa puisi yang mulai dimuat di majalah majalah. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga yang suka membaca, sehinga ia mulai suka membaca sjak kecil Hobinya membaca semakin terpuaskan sejak ia menjadi penjaga perpustakaan di perpustakaan Pelajar Islam Indonesia Pekalongan. Minatnya dalam dunia sasta mulai tumbuh sasat ia sekolah di SMA Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS berkat program beasiswa pertukaran pelajar. Di sana, ia mulai mengenal karya sastra asing.Taufiq Ismail bersama sastrawan sstrawan lainnya berhasil mengenalkan sastra ke sekolah0sekolah dengan program Siswa Bertanya, Sastrawan Menjawab. Program itu disponsori oleh Yayasan Indonesia dan Ford Foundation. Nama Lahir Agama Istri Anak : Taufiq Ismail : Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935 : Islam : Esiyati Ismail (Ati) : Abraham Ismail

Ayah Ibu Pendidikan:

: KH Abdul Gaffar Ismail (almarhum) : Timur M Nur

-Sekolah Rakyat di Semarang - SMP di Bukittinggi, Sumatera Barat - SMA di Pekalongan, Jawa Tengah - SMA Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS - Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan UI, Bogor, 1963 Karir: - Penyair - Pendiri majalah sastra Horison (1966) - Pendiri Dewan Kesenian Jakarta (1968) - Redaktur Senior Horison dan kolumnis (1966-sekarang) - Wakil General Manager Taman Ismail Marzuki (1973) - Ketua Lembaga Pendidikan dan Kesenian Jakarta (1973-1977) - Penyair, penerjemah (1978-sekarang) Kegiatan Lain: - Dosen Institut Pertanian Bogor (1962-1965) - Dosen Fakultas Psikologi UI (1967) - Sekretaris DPH-DKI (1970-1971) - Manager Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978) - Ketua Umum Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1985) Karya: - Buku kumpulan puisinya yang telah diterbitkan: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.) - Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970) - Tirani (1966) - Puisi-puisi Sepi (1971) - Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971) - Buku Tamu Museum Perjuangan (1972) - Sajak Ladang Jagung (1973) - Puisi-puisi Langit (1990) - Tirani dan Benteng (1993) - Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999)

Penghargaan: - American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57) - Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970 - SEA Write Award (1997) 2. Usmar Ismail Dikenal sebagai seniman serba bisa yang punya nama besar pada zamannya. Ia adalah penyair, dramawan, wartawan, sutradara, dan pembuat film terkemuka Indonesia. Bapak perfilman Indonesia ini mewariskan karya-karya dalam bidang seni dan budaya yang masih bisa dinikmati hingga saat ini. Ia adalah sosok pejuang multidimensional yang penuh warna. Kepeloporannya dalam perfilman Indonesia ditulis oleh Tatiek Malyati, sebagai berikut : Saya kira dia pelopor pada zaman itu. Sebelumnya belum ada filmfilm yang bisa memberikan cerminan dari masyarakat, masalah-masalah yang ada dimasyarakat. Sementara Chalid Arifin, pengajar film di IKJ, menambahkan : Ciri film Usmar itu linier, tidak berdasarkan urutan waktu dan terpecah-pecah. Ada beberapa kejadian yang semula lepas-lepas tetapi kemudian kumpul menjadi satu. Itu luar biasa, sampai sekarang mungkin nggak ada film Indonesia seperti itu. Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beribadah. Usia tujuh tahun ia sudah pandai mengaji. Setamat HIS dan Tawalib di Batusangkar bungsu dari enam bersaudara ini melanjutkan sekolah ke MULO di Padang Panjang. Kemudian Usmar yang pandai menggambar bersama dengan sahabatnya Rosihan Anwar merantau ke Jawa. Di Yogyakarta Usmar melanjutkan ke AMS-A II jurusan Klasik Timur. Masa sekolahnya yang indah di Yogyakarta terganggu oleh masuknya balatentara Dai Nippon ke Indonesia. Dengan Mengantongi ijazah darurat Ia pergi ke Jakarta dan tinggal dengan kakaknya, Dr. Abu Hanifah. Ia kemudian bekerja di kantor pusat kebudayaan dan aktif mengembangkan bakatnya menulis cerpen, syair, dan naskah drama. Menutur Asrul Sani, dalam pengantar buku Usmar Ismail Mengupas Film, sebagai penyair ia merupakan generasi penutup yang menulis puisi dengan gaya Pujangga Baru.

Nama : Haji Usmar Ismail Mangkuto Ameh Lahir : Bukit Tinggi, Sumatera Barat 20 Maret 1921 Pendidikan :
HIS, MULO-B, AMS-A II (Barat Klasik) 1941, Jurusan Film Universitas

California Los Angeles, Amerika Serikat (BA-1953) Karya : Puntung Berasap(puisi), Sedih Dan Gembira dan Tjitra (1949), Liburan Seniman (1965), Darah Dan Doa dan Enam Djam di Jogya (1950), Dosa Tak Berampun (1951), Terimalah Laguku (1952), Kafedo (1953), Krisis(1953), Lewat Jam Malam (1954), Tiga Buronan(1957), Jendral Kancil (1958), Asmara Dara (1959), Pejuang (1959), Anak Perawan Disarang Penyamun (1962) Aktifitas Lain : Ketua PWI (1947), Ketua PPFI (1954-1965), Ketua Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) Penghargaan : Piagam Widjayakusumah dari Presiden Soekarno

BAB II PEMBAHASAN A. Metode Puisi 1. Diksi Diksi merupakan pilihan kata yang digunakan penyair dalam membangun puisinya sehingga menciptakan makna dan keindahan.Setiap kata dalam puisi memiliki daya yang tersembunyi karena mengandung nafas penciptanya, berisi jiwa dan fikiran penyairnya.Bentuk karya sastra ini yang sedikit kata-kata namun mengungkapkan banyak hal, oleh sebab itu kata kata yang digunakan harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi sangat erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Puisi Dari Catatan Seorang Demonstran memiliki diksi sebagai berikut : Inilah peperangan Tanpa jenderal, tanpa senapan Pada hari-hari yang mendung Bahkan tanpa harapan . Melalui puisi diatas penyair menggungkapkan bahwa perjuangan demonstran yang tidak memiliki senjata, tanpa ada komando dari pemimpin/Jendral.Walau mereka mengetahui sedikit harapan dalam tindakan mereka tetap saja mereka maju kedepan demi sebuah kebebasan. Sedangkan pada puisi Kebebasan penyair mencoba mengungkapkan fikirannya melalui pemilihan katanya sebagai berikut :

Saudara, nyawa tiada harga harta kekayaan dapat dipungut bagai pasir di pantai samudera nafsu jin dan syaitan ! . Penyair mencoba menerangkan pada pembaca bahwa nyawa itu tidak ternilai walau dibayar dengan apapun, 2. Imaji atau Citraan Imaji atau citraan gambaran angan yang dihadirkan menjadi sesuatu yang nyata dalam tataan kata-kata yang terdapat dalam puisi. Makna-makna yang ada dalam puisi dapat diketahui melalui panca indera pembaca dengan penglihatan, pendengaraan, penciuman, pengecapan dan rabaan. Puisi Dari Catatan Seorang Demonstran menggunakan imaji visual (penglihatan), terdapat pada larik Di depan menghadang ribuan lawan. Sedangkan pada puisi Kebebasanmemliki Imaji penciuman yang terdapat pada larik dan bila udara beracun dan imaji Kinestetik (pergerakan), terdapat pada larik : .. mulut terbuka bau tuba mata curiga palsu melirik menghambat langkah dan laku Pada larik mata curiga palsu melirik menggunakan imaji visual. 3. Kata Konkret Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata diperkonkretan juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang.Jika penyair mahir dalam pengkonkretan kata kata, maka pembaca seolah olah melihat, mendengar atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair melalui puisinya. Dalam puisi Dari Catatan Seorang Demonstran penyair mencoba melukiskan bahwa pada saat itu gejolak yang terjadi ialah demo berlangsung tanpa

ada pimpinan ataupun seorang jendral walaupun keadaan pada saat itu tidak memihak kepada mereka.Penulis menuliskan dengan kata konkret : Inilah peperangan Tanpa jendral, tanpa senapan Pada hari hari yang mendung . Kemudian, dalam puisi kita jumpai juga Pada hari hari berkabungpenulis melukiskan keadaan yang sangat memilukan terhadap demonstran yang aspirasi mereka tidak ditanggapi oleh pemerintah. Pada puisi ke dua Kebebasan penyair meberitahukan kepada pembaca bahwa saat itu hatinya berontak meneriakkan, jangan coba zolimi hak hak yang dimiliki setiap orang, penyair mengkonkretkannya dengan isi puisi sebagai berikut : . Tapi jangan coba rampok Dari daku kebebasan Berfikir, berkata, bergerak Batas leluasa Hanya taqwaku pada Dia ! .

4. Bahasa Figuratif / Majas Pengunaan bahasa kias atau gaya bahasa, serta penggunaan pelambangan yang memberikan efek estetika dan membangkitkan imajinasi kepada pembaca serta untuk memperjelas maksud yang ingin disampaikan oleh penyair. Puisi I Catatan Seorang Demonstran Inilah peperangan = Majas Hiperbola

.. Di depan menghadang ribuan lawan = Majas Hiperbola

Puisi II Kebebasan

Harta Kekayaan dapat dipungut Bagai pasir dipantai

= Majas Hiperbola = Majas Hiperbola

5. Rima Persajakan atau pola kata yang terdapat dalam puisi yang berbentuk pengulangan bunyi.Fungsinya adalah untuk menimbulkan irama yang merdu, sehingga memberikan kesan estetik pada pendengaran dan perasaan sesuai dengan suasana dan perasaan yang ingin digambarkan penyair kepada pembaca.

Rima pada puisi Dari Catatan Seorang Demonstran , sebagai berikut : Pada hari-hari yang mendung .. Pada hari-hari berkabung ..

10

Rima pada puisi Kebebasan kita tidak menemukan pengulangan kata didalam puisinya.

6. Irama (Ritma) Alunan bunyi yang teratur dan berulang-ulang.Sangat berhubungan dengan bunyi. Pada puisi Dari Catatan Seorang Demonstran irama terdapat pada bunyi : Pada hari-hari yang mendung .. Pada hari-hari berkabung ..

Pada puisi Kebebasan irama terdapat pada bunyi : Samudra nafsu jin dan syaitan! . Hanya taqwa ku pada Dia ! .. . .. Yang sempit mencekik ini ! 7. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara seorang penyair menyampaikan ide, gagasan atau kisah cerita yang mencakup siapa yang berbicara dan kepada siapa ditujukan. Sudut pandang pada puisi Dari Catatan Seorang Demonstran menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, sebab dari judul kita sudah bisa melihat seseorang yang mencoba menceritakan perjuangannya melalui sebuah catatan.Pada

11

puisi ke dua Kebebasan menggunakan sudut pandang sama yaitu orang pertama tunggal itu terbukti melalui isi puisi sebagai berikut : . Tempat darah tertumpah ini Hanya sampai disini Aku ingin membudak . ..... B.Hakekat Puisi 1. Tema Tema adalah pokok pikiran yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya dan merupakan keseluruhan isi puisi yang mencerminkan persoalan kehidupan manusia, alam sekitar dan dunia metafisis. Pada puisi Dari Catatan Seorang Demonstran bertemakan

patriotisme.Gejolak tahun 66 yang terjadi di Indonesia khususnya mahasiswa memperjuangkan hak demokrasi pada saat itu kepada pemerintah.Mahasiswa yang dikenal sebagai gerakan angkatan 66 inilah yang kemudian mulai melakukan penentangan terhadap PKI dan ideologi komunisnya yang mereka anggap sebagai bahaya laten negara dan harus segera dibasmi dari bumi nusantara.Pada puisi itu tergambarkan pada bait bai sebagai berikut : Inilah peperangan Tanpa jenderal, tanpa senapan Pada hari-hari yang mendung Bahkan tanpa harapan

Di sinilah keberanian diuji Kebenaran dicoba dihancurkn Pada hari-hari berkabung Di depan menghadang ribuan lawan

12

Sedangkan pada puisi Kebebasan juga memiliki tema patriotisme namun konteks dan kejadian berbeda.Puisi pertama perjuangan mahasiswa karena gejolak pemerintah Indonesia saat itu, namun pada puisi ke dua perjuangannya berbeda karena pada tahun 1946 Usmar Ismail menjelaskan bahwa penjajahan sudah selesai melalui Deklarasi Proklamasi dan ingin kebebasan.Walau sudah merdeka wilayah Indonesia masih sempit dikarenakan beberapa wilayah masih saja di huni oleh penjajah. Penjelasan diatas terbukti melalui isi puisi sebagai berikut : ... ...... .. Tapi jangan coba rampok dari daku kebebasan berfikir, berkata, bergerak, batas leluasa hanya taqwaku pada Dia ! dan bila udara beracun mulut terbuka bau tuba mata curiga palsu melirik menghambat langkah dan laku meyusun lantai tempat darah tertumpah ini hanya sampai di sini aku ingin membudak pada manusia dan dunia yang sempit mencekik ini ! 19 Maret 1946

2. Rasa Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama,

13

jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. Di antara kedua puisi diatas, Taufik Ismail danUsmar Ismail menyairkan tentang Patriotisme.Semangat yang mengebu gebu dalam puisi itu untuk memperjuangkan sesuatu yang memang menjadi hak mereka.Perbedaannya adalah latar belakang waktu kejadian. 3. Nada Dalam perpuisian, nada merupakan sikap yang diharapkan sang penyair terhadap pembaca atau penikmatnya.Nada yang dikemukakan oleh penyair memiliki hubungan yang erat dengan tema dan rasa yang terkandung pada puisi tersebut.Pada puisi pertama dan ke dua mempunyai nada yang keras dengan penuh semangat itu terlihat pada setiap larik berikut ini : Puisi I Dari Catatan Seorang Demonstran Inilah peperangan Tanpa jenderal, tanpa senapan Pada hari-hari yang mendung Bahkan tanpa harapan .

Puisi ke - 2 Kebebasan . ..

14

dan bila udara beracun mulut terbuka bau tuba mata curiga palsu melirik menghambat langkah dan laku meyusun lantai tempat darah tertumpah ini hanya sampai di sini aku ingin membudak pada manusia dan dunia yang sempit mencekik ini ! 4. Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penyair dalam puisinya kepada pembaca.Amanat yang terdapat pada puisi Dari Catatan Seorang Demonstran adalah Dalam kehidupan jangan pernah pantang menyerah walaupun kita mengetahui sedikit harapan hasilnya, tapi teruslah berusaha selama kita yakin apa yang kita lakukan adalah kebenaran.Amanat ini terlihat pada larik berikut ini : Inilah peperangan Pada hari-hari yang mendung Bahkan tanpa harapan . Kebenaran dicoba dihancurkn Pada hari-hari berkabung . Sedangkan pada puisi Usmar Ismail Kebebasa menyampaikan amanat kepada pembaca yaitu harga diri itu tidak bisa dibayar dengan apapun.Bagian dari harga diri ialah kebebasan, kebebasan untuk berfikir, bertindak dan berkarya.Amanat itu tersampaikan melalui bagian puisi sebagai berikut :

Saudara, nyawa tiada harga harta kekayaan dapat dipungut bagai pasir di pantai samudera nafsu jin dan syaitan !

15

Tapi jangan coba rampok dari daku kebebasan berfikir, berkata, bergerak, batas leluasa

BAB III PENUTUP

16

Kesimpulan

Melalui ke dua puisi ini kita dapat melihat perjuangan perjuangan orang terdahulu kita yang selalu berjuang demi hak yang memang patut untuk diperjuangkan.Patriotisme yang mereka tunjukkan merupakan karakter rakyat bangsa ini yang selalu teriak demi sebuah perubahan.Walaupun temanya memiliki kesamaan, tapi penyair menyampaikannya dengan bahasa ciri khas mereka masingmasing.

17

Anda mungkin juga menyukai