Bagi pembaca pada umumnya, penerapan pendekatan didaktis dalam tingkatan pemilihan
bahan yang sesuai dengan pengetahuan maupun tingkatan kematangannya akan terasa lebih
mengasyikkan. Hal ini terjadi karena pembaca umumnya berusaha mencari petunjuk dan
keteladanan lewat teks yang dibaca.
Pendekatan didaktis ini akan coba diterapkan pada Sajak Seonggok Jagung Karya W.S
Rendra, keseluruhan puisinya yang menarik dan juga jalan puisinya yang seperti narasi membuat
puisi ini menarik dikaji. Puisi Sajak Seonggok Jagung ini secara keseluruha adalah tentang
kritikkan untuk para anak tamat sekolah yang mungkin tidak bisa bekerja dan kembali ke
desanya menjadi pengangguran.
Puisi ini bisa dikatakan sebagai kritik pendidikan pada masa sekarang, ini terlihat pada
penggalan puisi Sajak Seonggok Jagung sebagai berikut
Makna didaktis dari puisi tersebut adalah seorang siswa tamat SLA yang hanya terkatung-
katung tanpa bisa berbuat sesuatu dengan seonggok jagung di kamarnya. Inti dari petikan puisi
“Sajak Seonggok Jagung,” tidak hanya bicara soal kemiskinan itu sendiri pada satu sisi, tetapi
pada sisi lainnya bicara juga soal gagalnya pendidikan, yang menyebabkan macetnya daya
kreativitas di dalam diri seseorang – karena keberhasilan selalu diandaikan dengan lulus dari
perguruan tinggi. Padahal pada kenyataannya di dalam kehidupan sehari-hari, banyak yang lulus
dari perguruan tinggi tidak bisa mendapat pekerjaan, dan malah jadi parasit bagi lingkungan
hidupnya. Inilah yang dikritik Rendra.
Lebih jauhnya, puisi yang ditulis oleh Rendra itu hendak berbicara bahwa seorang pemuda
dengan seoonggok jagung di kamar itu sesungguhnya bisa hidup jika ia kreatif, yakni dengan
cara mengolah jagung itu sendiri. Jagung dalam puisi tersebut adalah serupa simbol, atau
metafora, atau apa pun, yang bisa diolah, yang bisa dijadikan bahan sebagai sumber
penghidupan.
Seonggok jagung di kamar
Dari bait tersebut jelas tergambar bahwa nilai didaktis yang bisa kita ambil langsung
tersurat dalam puisi tersebut yaitu pandangan hidup atau bekal hidup bukan hanya dari buku tapi
juga dari kehidupan sebenarnya yang terjati. Inti dari bait ini adalah ketika seorang siswa yang
tamat sekolah dan hanya bisa memahami kehidupan berdasarkan teori tapi buka secara praktik
langsungnya maka dia kan gagal dalam kehidupannya. Dalam sebuah hidup bukan hanya
pendidika saja yag perlu kita utamakan tapi bagaimana rasa sosial kita terhadap sesama, terhadap
kehidupan sekitar, bila kita bisa beradaptasi dengan kehidupan sekitar maka kehidupan ini akan
lebih muda dan terbantu.
Aku bertanya:
Dalam puisi tersebut tertulis “apagunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang
kektoa menjadi layang-layang di Ibu Kota” penyair menuliskan ini karena seorang pemuda dari
desa yang jauh -jauh dari desa untuk mencari ilmu namun, karena ilmu tersebut dia menjadi
kuper atau kurang pergaulan, seta menjadi suatu pajangan yang hanya terombang ambing
ditengah ibu kota. Ilmu sejati adalah imu yang bermanfaat untuk kehidupan kita di dunia luar,
yaitu dunia kerja dan dunia bermasyarakat.
Rasa keterasingan muncul adari seorang pemuda itu karena dulunya yang saat dia dikota
dan hanya memikirkan tentang ilmu pelajarannya saja seperti IPA,IPS, Filsafat atau apalah.
Namun segala ilmu itu tidak akan ada artinya bila tidak ada hubungannya dengan kehidupan kita
nantinya. Pendidikan memang nomer satu yang penting untuk ditempuh namun alangkah
baiknya jika pendidikan itu bukan hanya pendidikan secara formal seperti pelajaran namun juga
pendidikan secara non formal yang diselipakan pada sekolah tersebut. Pendidikan non formal ini
bisa berupa pelatihan tataboga, pramuka, pmi, atau sebgainya yang menimbuhka jiwa sosial
tinggi dan juga kreatifitas tinggi.
Dalam sajak Sajak Seonggok Jagung mengaskan bahwa pendidikan kita tak mampu
memberikan apa-apa. Pendidikan kita hanya membuat siswa/mahasiswa terasing dan tercerabut
dari kehidupan. Pendidikan hanya menambah pengangguran di Ibukota, dan dengan bahasa yang
amat liris Rendra menyindir para mahasiswa yang setelah lulus malah merasa asing dan sepi
ketika telah pulang ke daerahnya. Pertanyaan-pertanyaan yang sekaligus penegasan realitas
tersebut adalah problem pendidikan nasional yang sulit terpecahkan. Keterasingan hasil
pendidikan terhadap masyarakat diakibatkan oleh tidak ilmiahnya kurikulum yang diberikan.
Istilah ilmiah menandakan bahwa pendidikan harus bisa dibuktikan kebenarannya. Ia harus
direlevansikan atau berkaitan langsung dengan kebutuhan dan realitas masyarakat.
Dafus: Lestari, Yulina Dwi. 2014. Pendekatan parafrastis dan didaktis pada puisi WS
Rendra. http://yulinadwilestari.blogspot.com/2014/08/pendekatan-parafrastis-dan-didaktis.html
(diakses pada tanggal 12 Oktober 2020)