Oleh:
Rombel Reguler A
PASCASARJANA
2020
JENIS-JENIS TES KEBAHASAAN
6. Tes Formatif
Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dalam suatu program
pembelajaran tertentu.
7. Tes Sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes
sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik dalam
sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari
Setelah penjabaran berbagai macam jenis tentang tes, adapun berbagai macam jenis
pelaksanaan tes menurut Ahmad (2015:52) mencakup:
1. Tes tertulis (written test)
Dalam tes tertulis dapat digunakan soal-soal berbentuk objektif, esai, atau gabungan
dari keduanya.
1. Objektif
Asrul (2015:45) menyatakan bahwa bentuk tes ini pemeriksaannya
seragam terhadap semua murid. Dikenal dengan istilah tes jawaban pendek
(short answer test), dan salah satu tes hasil belajar terdiri dari butir-butir soal
(items) yang dapat dijawab oleh peserta didik dengan memilih salah satu (atau
lebih), di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
masing-masing items. terdapat beberapa jenis tes bentuk objektif, misalnya:
bentuk melengkapi (completion test), pilihan ganda (multiple chois),
menjodohkan (matching), bentuk pilihan benar-salah (true false).
KELEBIHAN KEKURANGAN
Penskoran mudah dan cepat. Penulisan soal relatif lebih
Dapat mencakup ruang lingku sulit dan lama.
bahan/materi yang luas. Memberi peluang peserta didik
Mampu mengungkap tingkat untuk menebak jawaban.
kognitif rendah sampai tinggi. Kurang mampu meningkatkan
daya nalar peserta didik.
2. Esai
Bentuk tes ini menuntut peserta didik mampu mengingat, memahami,
mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, menyintesis,
mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang sudah dipelajari dalam
bentuk pendeskripsian jawaban (Asrul, 2015:39).
KELEBIHAN KEKURANGAN
Dapat mengukur kemampuan Jumlah materi yang dapat
mengorganisasikan pikiran. diungkap terbatas.
Menganalisis masalah dan Pengoreksian/scoring lebih
mengemukakan gagasan secara rinci. sukar dan subjektif.
Penulisan soal relatif mudah dan Tingkat reliabilitas soal
cepat. relatif lebih rendah.
Mengurangi faktor menebak dalam
menjawab.
Ketiga bentuk tes beserta bentuk soalnya itu dapat dilaksanakan untuk tes
bahasa. Terdapat tiga jenis ranah evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu (1)
evaluasi ranah pengetahuan bahasa, (2) evaluasi ranah sikap, (3) ranah evakuasi
keterampilan berbahasa.
B. KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA
1. Evaluasi Ranah Pengetahuan Bahasa
Pengetahuan kebahasaan antara lain meliputi: masalah struktur
(fonologi, morfologi, sintaksis), semantik, kosakata, ejaan, dan lain-lain.
Penguasaan pengetahuan (kompetensi) kebahasaan ini pada akhirnya akan
mencerminkan perilaku berbahasa pembelajar. Dengan kata lain, keterampilan
pembelajar bahasa target sangat ditentukan oleh pengetahuannya terhadap
bahasa target yang dipelajarinya. Ranah pengetahuan berkenaan dengan hasil
belajar intelektual. Evaluasi ranah pengetahuan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana pembelajar menguasai teori-teori kebahasaan yang
dipelajarinya.
Bloom (dalam Asrul, 2015:99) mengelompokkan ranah kognitif ke
dalam enam kategori dari yang sederhana sampai pada yang paling kompleks
dan dapat diasumsikan bersifat hierarkis, yang berarti tujuan pada level
tertinggi dapat dicapai bila tujuan level rendah telah dikuasai. Tingkat
kompetensi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
b. Tes Kosakata
Tes kosakata bertujuan untuk mengukur pengetahuan dan
produksi kata-kata yang digunakan dalam berbicara dan menulis. Mula-
mula yang harus diterapkan adalah apakah kosakata yang akan diteskan
itu kosakata aktif atau pasif, yaitu kata-kata yang akan digunakan
dalam berbicara dan menulis yang akan digunakan khusus untuk
memahami bacaan. Kamus dapat digunakan dalam memilih kata-kata
yang akan diteskan, tetapi pada umumnya digunakan daftar kata yang
dibuat berdasarkan frekuensi pemakaiannya secara nyata.
Pengetahuan tentang kosakata merupakan hal yang sangat
penting untuk mengembangkan dan menunjukkan keterampilan
berbahasa mendengarkan, membaca, dan menulis. Namun, hal itu tidak
selamanya berarti bahwa kosakata harus diteskan secara terpisah. Tes
kosakata dapat dilakukan tersendiri, dapat juga dilakukan secara
terpadu dengan keterampilan itu. Dalam hal ini, perlu diperhatikan
perbedaan antara kemampuan produktif (berbicara dan menulis) dan
kemampuan reseptif (mendengarkan dan membaca).
Tes kosakata umumnya menggunakan soal bentuk objektif
pilihan ganda, tetapi ada pula bentuk isian. Bentuk tes kosakata antara
lain: sinonim, antonim, memperagakan, mencari padanannya, definisi
atau parafrase, melengkapi kalimat, dan gambar. Dalam pengadaan tes
kosakata, hal-hal yang harus diperhatikan guru:
1) definisi menggunakan kata-kata sederhana yang mudah
dipahami;
2) semua alternatif jawaban memiliki tingkat kesukaran yang lebih
kurang sama;
3) kalau mungkin, semua pilihan berhubungan dengan bidang atau
kegiatan yang sama;
4) panjang pilihan jawaban lebih kurang sama;
5) butir soal harus bebas dari kesalahan ejaan.
1) Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang
terhadap sesuatu, misalnya dalam materi pantun. Peserta didik
menunjukkan sikap bemar berpantun. Skala likert terdiri dari dua unsur
yaitu pernyataan dan alternatif jawaban. Pernyataan ada dua bentuk
yaitu pernyataan positif dan negatif, sedangkan alternatif jawaban
terdiri dari: sangat setuju, setuju, netral, kurang setuju dan tidak setuju.
Langkah-langkah untuk membuat skala likert untuk menilai
afektif antara lain adalah:
Pertama, pilih variabel afektif yang akan diukur.
Kedua, buat pernyataan positif terhadap variabel yang diukur.
Ketiga, minta pertimbangan kepada beberapa orang tentang pernyataan
positif dan negatif yang dirumuskan.
Keempat, tentukan alternatif jawaban yang digunakan.
Kelima, tentukan pensekorannya.
Keenam, tentukan dan hilangkan pernyataan yang tidak berfungsi
dengan pernyataan lainnya.
3) Skala Thurstone
Skala ini mirip dengan skala likert karena merupakan instrumen
yang jawabannya menunjukkan adanya tingkatan thurstone
menyarankan pernyataan yang diajukan + 10 item, contoh:
4) Skala Guttman
Skala ini sama dengan skala yang disusun Bogardus yaitu
pernyataan yang durumuskan empat atau tiga pernyataan. Pernyataan
tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan, apabila responden
setuju persyaratan 2, diduga setuju pernyataan 1, selanjutnya setuju
pernyataan 3 diduga setuju pernyataan 1 dan 2 dan apabila setuju
pernyataan 4 diduga setuju pernyataan 1,2 dan 3.
5) Skala Differential
Skala ini bertujuan untuk mengukur konsep-konsep untuk tiga
dimensi. Dimensi yang akan diukur dalam kategori :
baik – tidak baik
kuat – lemah
cepat – lambat
aktif – pasif
6) Pengukuran Minat.
Untuk mengetahui/mengukur minat peserta didik terhadap mata
pelajaran terlebih dahulu ditentukan indikatornya misalnya : kehadiran
di kelas, keaktifan bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas,
kerapian. Catatan, mengerjakan latihan, mengulan pelajaran dan
mengunjungi perpustakaan dan lain-lain. Untuk mengukur minat ini
lebih tepat digunakan kuesioner skala likert dengan skala lima yaitu;
sangat sering, sering, netral.
Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk
dinilai yaitu sikap dan minat. Sikap terhadap mata pelajaran bahasa bisa
positif, netral, dan negatif. Tentu diharapkan sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran bahasa positif sehingga akan muncuk minat
yang tinggi untuk terus mempelajarinya, karena minat belajar yang
besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi.
TES MENYIMAK
Tes menyimak adalah tes yang tidak hanya untuk mengetahui
apakah seseorang menyimak atau tidak, tetapi juga untuk mengukur
kemampuan seseorang memahami bahasa lisan yang didengarnya.
Sampel yang disimakkan dalam tes ini dapat berupa satu kalimat
perintah, pertanyaan, atau pernyataan tentang fakta; juga berupa
simulasi percakapan singkat atau uraian wacana ekspositori. Namun,
apapun hakikat sampel itu, peserta tes (subjek) dituntut secara serentak
(simultan) menanggapi ”sinyal” fonologis, gramatikal, dan leksikal;
dengan jawaban mereka menunjukkan sejauh mana mereka dapat
menangkap makna dari unsur yang disinyalkan bila digunakan dalam
komunikasi verbal (Harris, 1969:35).
Tes menyimak dapat disesuaikan dengan tingkatannya, yaitu:
Tes Berbicara
Tes berbicara umumnya dianggap tes yang paling sukar. Salah
satu sebabnya adalah bahwa hakikat keterampilan berbicara itu sendiri
sukar didefinisikan. Pengalaman dalam kenyataan menunjukkan bahwa
ada orang yang disebut pendiam, ada juga yang banyak bicara, tetapi
kalau berbicara, kualitasnya ditinjau dari segi pilihan kata, tata bahasa,
dan penalarannya, orang yang termasuk banyak bicara tadi belum tentu
lebih baik. Orang yang pandai atau berpendidikan tinggi juga belum
tentu pembicaraannya lancar dan mudah dipahami.
Ujian berbicara merupakan salah satu metode evaluasi
sekaligus teknik pengukuran yang utama untuk mengumpulkan
informasi mengenai kemampuan peserta didik dalam keterampilan
berbicara. Hal ini dapat digunakan dalam penentuan nilai keterampilan
berbicara peserta didik, nilai tersebut diambillah keputusan yang
diperlukan (Shihabuddin, 2009:199). Tes berbicara secara umum dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yakni tes berbicara langsung (direct
oral performance testing), dan tes berbicara tidak langsung (indirect
oral performance testing).
Tes berbicara langsung (direct oral performance testing),
menuntut peserta didik untuk menemukan, membatasi,
mengembangkan, dan mengorganisasikan gagasannya secara terpadu
dan utuh kemudian mewujudkannya dalam kegiatan berbicara. Tes
berbicara langsung ini berupa tugas berbicara dengan stimulus tertentu,
misalnya berbicara dengan diberikan tema tertentu, berbicara
berdasarkan gambar seri yang digunakan, berbicara berdasarkan buku,
atau berbicara berdasarkan hasil pengamatan objek atau kegiatan
tertentu.
Tes berbicara tidak langsung (indirect oral performance
testing) bukanlah tes yang bersifat lisan, melainkan dilakukan secara
tertulis dan secara terfokus. Jenis tes ini hanya digunakan untuk
mengukur kemampuan penyusunan ide atau isi tuturan yang
ditampilkan peserta didik dalam kegiatan berbicara.
Tes berbicara dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya tes jawaban terbatas, teknik terbimbing, dan wawancara
(Madsen, 1983:12) tentu saja semua itu dilaksanakan secara lisan dan
individual. Namun, menurut Halim (1974:136) dan Harris dapat juga
tes berbicara dilaksanakan secara tertulis dengan bentuk objektif yang
dapat menunjukkan bukti-bukti tidak langsung mengenai kemampuan
berbicara seseorang. Hanya saja, tes bentuk ini kurang valid.
Nurgiantoro (2001) membagi tes berbicara berdasarkan kriteria, yaitu:
(1) kriteria penyelenggaraan, dan (2) kriteria tingkatan yang dites.
Berdasarkan kriteria penyelenggaraannya, tes berbicara dibedakan
menjadi dua, yakni: (a) tes berbicara secara terkendali, dan (b) tes
berbicara bebas. Berdasarkan kriteria tingkatan yang dites, tes berbicara
dibedakan menjadi tiga, yakni: (a) tes berbicara tingkat ingatan, (b) tes
berbicara tingkat pemahaman, dan (c) tes berbicara tingkat penerapan.
Tes Membaca
Kegiatan membaca ada bermacam-macan, di antaranya
membaca cepat, membaca sekilas, membaca keras, dan membaca
pemahaman. Pembedaan jenis membaca itu dapat didasarkan atas
tujuannya atau teknisnya. Dalam tulisan ini, membaca yang dimaksud
adalah membaca pemahaman, atau membaca untuk memahami isi
bacaan. Tes membaca memerlukan teks. Untuk memilih teks, beberapa
hal harus diperhatikan sebagai berikut:
1) Ingatlah selalu spesifikasinya dan cobalah memilih sampel yang
representatif dan jangan mengulangi memilih teks yang
semacam hanya karena tersedia;
2) Pilihlah teks yang panjangnya sesuai;
3) Agar mendapatkan reliabilitas yang dapat diterima, masukkan
kutipan sebanyak mungkin dalam tes itu;
4) Untuk tes membaca sekilas, carilah kutipan yang mengandung
banyak informasi terpisah;
5) Pilihlah teks yang menarik bagi peserta,
tetapi yang tidak terlalu mengagumkan atau mengganggu
mereka;
6) Hindari teks yang merupakan informasi yang
mungkin bagian dari pengetahuan umum calon;
7) Anggaplah bahwa hanya kemampuan membaca yang akan
dites, jangan memilih teks yang terlalu bermuatan budaya; dan
8) Jangan menggunakan teks yang telah dibaca oleh peserta didik.
Tes Menulis
Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan
berbagai kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan
pembelajaran menulis dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) peserta
didik mampu mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, seperti ejaan,
kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian paragraf, dan (2) peserta
didik mampu mengungkapkan gagasannya dalam bentuk tulisan yang
sesuai dengan konteks (pragmatik).
Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini di
samping disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran menulis,
juga karena ada banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis,
kosakata, tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya
(Madsen, 1983:101). Tes menulis dapat disikapi dalam dua aspek,
yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai proses) dan tes produk
(tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu disarankan agar tes
menggunakan portofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan
aktivitas peserta didik yang menunjukkan usaha, kemajuan, dan
pencapaian peserta didik dalam satu atau beberapa bidang tertentu yang
dapat digunakan sebagai alternatif atau pelengkap kegiatan tes.
Cara langsung untuk mengukur kemampuan menulis seseorang
adalah dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi, tes bentuk
esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis
juga dapat diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun
bentuk objektif mempunyai kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah
peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan lebih baik.
Alat ukur keterampilan menulis dapat berbentuk tes objektif
dan tes subjektif. Menurut Harris (dalam Mahdijaya, 2016:109-110)
menggunakan metode langsung untuk tes subjektif dan metode tidak
langsung untuk tes objektif.
1) Tes Subjektif mengandalkan informasi keterampilan menulis
peserta didik dari sampel tulisan (karangan) peserta didik yang
bersangkutan secara nyata. Tes bentuk ini menurut Djiwandono
(1996:73) dapat dilaksanakan melalui tiga model, yaitu (1)
menceritkan/mengarang dalam bentuk tulisan berdasarkan
gambar, (2) membuat ringkasan/singkatan, dan (3) menulis
bebas.
2) Tes Objektif dipergunakan untuk memperkirakan kemampuan
menulis peserta didik secara tidak langsung. Bahan tes menulis
meliputi, (1) isi gagagsan, (2) organisasi isi, (3) gramatika, (4)
diksi, serta (5) ejaan dan tanda baca. Bentuk tes dapat berupa
pilihan ganda dan wacana rumpang (cloze).
C. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Nahjiah. (2015). Buku Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Interpena.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Asrul, Rusydi Ananda, dan Rosnita. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
Citapustaka Media.
Azwar, Saifuddin. (2016). Tes Prestasi: Fungsi Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djiwadono, M. S. (1996). Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB.
Halim, A. (1974). Ujian Bahasa. Bandung: Ganaco CV.
Harris, D. V. (1969). Testing as a second language. USA: McGraw-Hill, Inc.
Ismawati, E. (2015). Telaah Kurikulum dan Pengembangan Bahan Ajar. Yogyakarta:
Ombak.
Madsen, H. S. (1983). Technique in Testing. Oxford: Oxford University Press.
Mahdijaya. (2016) “Tes Keterampilan Menulis”. Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia
(LATERALISASI) Volume IV, Nomor 02.
Nurgiantoro, B. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
BPFE.
Shihabuddin. H. (2009). Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: UPI.
Suyoto, Pujiati, dan Rahmina, I. (1997). Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia.
Jakarta: Universitas Terbuka
Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.