Anda di halaman 1dari 14

KEBERTERIMAAN SEBUAH KALIMAT

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Sintaksis”
Dosen Pengampu: Abdul Wafi, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 11

Agil Rahmat Ramadhan (19381071110)


Wardatul Jannah (19381072015)
Fatihatur Rachmah (19381072066)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas makalah dari dosen
pengampu dengan semaksimal yang kita bisa.
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan maksud untuk memenuhi tugas
dari dosen Abdul Wafi, M.Pd. Selain itu makalah ini bertujuan agar kita dapat
menambah wawasan tentang Keberterimaan Sebuah Kalimat yang terfokuskan
pada Faktor Gramatikal, Faktor Semantik, dan Faktor Penalaran bagi penulis
maupun pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah memberikan tugas
ini, sehingga bertambahlah wawasan kami selaku mahasiswa. Kami juga
berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dan membagi
wawasannya kepada kami.
Sekian dan terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pamekasan, 13 April 2021

PENYUSUN

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Faktor Gramatikal...........................................................................................3
B. Faktor Semantik..............................................................................................5
C. Faktor Penalaran.............................................................................................6
BAB III : PENUTUP.............................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................10
B. Saran.............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keterampilan berbahasa mempunyai 4 komponen dimana antar keempat
komponen tersebut saling keterkaitan. Empat komponen tersebut adalah
keteramplan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis.1 Dari keempat hal tersebut tentunya kita akan bertemu
dengan yang disebut kalimat. Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang
disusun sesuai dengan kaedah yang berlaku. Kalimat merupakan suatu bentuk
bahasa yang mencoba menyusun dan menuangkangagasan-gagasan seseorang
secara terbuka untuk dikomunikasikan kepada orang lain yang ada kalanya berupa
tulisan dan perkataan, dengan tujuan untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan,
sikap dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada para pembaca atau pendengar.
Sebab itu ada beberapa persoalan yang harus diperhatikan untuk mencapai kalimat
yang efektif.
Berdasarkan strukturnya kalimat dibedakan menjadi dua yaitu kalimat
bebas dan kalimat terikat. Kalimat bebas adalah kalimat yang dapat berdiri
saendiri, dan memiliki makna sendiri yang tidak harus berkaitan dengan kalimat
lain. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri seniri,
maknanyapun sangat berkaitan dengan ka;imat lain, terutama dengan kalima
bebas yang diikutinya.2
Kalimat bebas walaupun sudah dapat berdiri sendiri dan memiliki makna
sendiri, namun dalam kalimat efektif atau tidaknya bergantung pada
keberterimaan kalimat tersebut. Keberterimaan sebuah kalimat ditentukan oleh
faktor gramatikal, faktor semantik, dan faktor penalaraan. Mengenai ketiga faktor
tersebut akan dijelaskan lebih terperinci pada bab yang lebih lanjut di bawah ini.

1
Ratu Wardanita, Kajian Bahasa dan Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Elmatera, 2015), 3.
2
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2015), 233.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami mencoba mengidentifikasi masalah
strategi pembelajaran sebagai berikut:
1. Bagaimana faktor gramatikal dalam keberterimaan sebuah kalimat?
2. Bagaimana faktor semantik dalam keberterimaan sebuah kalimat?
3. Bagaimana faktor penalaran dalam keberterimaan sebuah kalimat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana faktor gramatikal dalam keberterimaan sebuah
kalimat.
2. Untuk mengetahui bagaimana faktor semantik dalam keberterimaan sebuah
kalimat.
3. Untuk mengetahui bagaimana faktor penalaran dalam keberterimaan sebuah
kalimat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Gramatikal
Terdapat beberapa sebab dari faktor gramatikal yang mempengaruhi
keberterimaan kalimat, hal tersebut akan dijelaskan berikut dengan contoh untuk
lebih mempermudah. Perhatikan contoh di bawah ini:
(1) Dalam seminar itu membicarakan masalah kendala dalam pemberantasan
korupsi.
Kalimat pada contoh (1) tersebut tidak berterima karena tidak memiliki
(S). Maka agar dapat berterima kalimat (1) harus diberi (S).
(1a) Dalam seminar itu kami membicarakan masalah kendala dalam pem-
berantasan korupsi.
Atau agar dapat berterima prefiks me- pada kata membicarakkan diganti
menjadi prefiks di- sehingga menjadi dibicarakan.
(1b) Dalam seminar itu dibicarakan masalah kendala dalam pemberantasan
korupsi.
(2) Perbuatan korupsi banyak menjadi bahan pembicaraan dalam masyarakat
terutama terutama yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Contoh kalimat yang kedua ini juga tidak berterima karena bagian yang
merupakan keterangan (S) terletak terpisah dengan fungsi (S) itu. Sehingga agar
kalimat tersebut dapat berterima maka bagian yang menjadi keterangan (S) itu
harus dipindahkan dan diletakkan di belakang “perbuatan korupsi” seperti di
bawah ini:
(2a) Perbuatan korupsi, terutama yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum, banyak menjadi bahan pembicaraan dalam masyarakat.
(3) Mereka menyapa denga sangat ramah
Contoh yang ke (3) ini juga tidak berterima karena tidak terdapat unsur (O)
di dalamnya, mak agar dapat diterima harus diberi unsur (O) di dalamnya.
(3a) mereka menyapa kami dengan sangat ramah.
(4) Nenek sudah makan tetapi belum mandi
(5) Hasil pertandingan sepak bola itu sangat mengecewakan

2
Kalimat (4) dan (5) ini termasuk kalimat yang berterima walaupun tidak
memiliki objek. Pada kalimat (4) karena hubungan semantik antara verba makan
dengan objeknya yaitu nasi sudah merupakan kebiasaan. Namun jika antara
predikat dan objeknya bukan merupakan kebiasaan maka objeknya harus
dihadirkan. Contoh :
Nenek sudah makan bakso, tetapi belum mandi.
Pada kalimat (5) juga kalimat berterima karena yang mengalami kecewa
adalah predikatnya. Namun jika yang mengalami kecewa adalah orang tertentu
maka objeknya harus dihadirkan. Contoh:
Hasil pertandingan sepak bola itu sangat mengecewakan Bu Leon.
(6) Sebelum maghrib atau sebelum matahari terbenam
Kalimat (6) termasuk pada kalimat tidak berteima karena konstituennya
adalah klausa terikat atau klausa bawaan yang ditandai dengan konjungsi
sebelum.Namun bisa menjadi kalimat terikat misalnya, sebagai kalimat jawaban
dari kalimat iterogatif . Contoh:
Kapan pencurian itu terjadi? Atau Kapan kamu tiba di rumah?
(7) Surat kabar saya itu suda baca.
Walaupun sudah banyak digunakan orang, kalimat (7) termasuk kalimat
tidak berterima, karena kalimat tersebut sebagai bentuk pasif dari kalimat aktif
“Saya sudah membaca surat kabar itu” adalah kalimat (7a) berikut:
(7a) Surat kabar itu sudah saya baca.
Dimana aspek harus mendahului pelaku.
(8) Terjemahan buku sejarah Betawi itu memerlukan waktu enam bulan.
Kalimat pada nomer (8) ini termasuk tidak berterima krena kesalahan
penggunaan kata terjemahan, yang memiliki maksud “hasil menerjemahkan”
dimana sebenarnya makna yang dimaksud dalah “proses menerjemahkan”, maka
yang benar adalah menngunakan kata penerjemahan, seperti:
Penerjemahan buku sejarah Betawi itu memerlukan waktu enam bulan.
(9) Mereka sudah diperingati untuk tidak tinggal di bantaran kali Ciliwung,
tetapimereka membandel, sampai akhirnya mereka habis disapu banjir.
Ketidak berterimaan kalimat kada nomer (9) ini diebabkan karena
penggunaaan kata diperingati yang memiliki makna gramatikal ‘dibuat ingat

2
pada’ seharusnya menggunaka kata diperingatkan yang memiliki arti ‘dibuat ingat
akan’ yang secara konteks bermakna ‘diancam’. Maka yang benar seperti:
(9b) Mereka sudah diperingati untuk tidak tinggal di bantaran kali Ciliwung,
tetapimereka membandel, sampai akhirnya mereka habis disapu banjir.
(10) Pada masa pendudukkan Jepang rakyat Indonesia sangat menderita.
Kalimat (10) tidak berterima karena kata pendudukkan, sebab dalambahasa
Indonesia tidak ada konfiks pen-kan yang ada adalah konfiks pen-an, maka bunyi
yang benar adalah:
(10a) Pada masa pendudukan Jepang rakyat Indonesia sangat menderita.

B. Faktor Semantik
Semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara
tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain bidang
studi dalam dilnguistik yang mempelajari makna-makna yang terdapat dalam
satuan-satuan bahasa.3 Dalam ketidakberterimaan kalimat karena faktor semantik
dikarenakan makna sebuah kata atau pada makna keseluruhan kalimat. Berikut
penjelasan yang lebih lanjut:
(1) Kali Ciliwung yang membelah kota Jakarta bermuara di Samudera
Indonesia.
Kalimat (1) ini termasuk ketidak berterimaan kalimat karena kesalahan
fakta mengnai kali Ciliwung yang sebenarnya bermuara di laut Jawa. Kalimat
akan diterima jika memberkan informasi yang faktual, sebab jika tidak faktual
berarti penutur telah membohongi pendengar atau pembaca, Maka yang benar
adalah:
(1a) Ciliwung yang membelah kota Jakarta bermuara di laut Jawa.
(2) Kambing itu meninggal tertabrak bus kota
Ketidakberterimaan kalimat pada nomor (2) ini karena kesalah pepilihan
kata dari rangkaian yang bersinonim, seharusnya yang digunakan adalah kata mati
bukan meninggal.
(3) Siti bertanya kepada ibunya “Bu, apakah kamu mau mengantar saya ke
sekolah?”

3
Abdul Chaer dan Liliana Muliastuti, “Makna dan Sematik”, Semantik Bahasa Indonesia, hlm 3.

2
Kalimat (3) tidak berterima karena penggunaan kata kamu. Memang kata
kamu merupakan kata ganti orang kedua, namu dalam kalimat di atas yang benar
adalah tetap menggunakan kata ibu, hal ini bukan karena faktor gramaikal dan
semantik namun karena faktor sosial yang berkenaan dengan faktor semantik.
Maka kalimat yang benar adalah:
(3a) Siti bertanya kepada ibunya “Bu, apakah ibu mau mengantar saya ke
sekolah?”
(4) Minggu lalu kami bertemu paus.
Kalimat pada nomor (14) juga tidak berterima disebabkan bermakna ganda
(ambigu), bisa bernakna:
a. Bertemu sejenis ikan yang disebut paus
b. Bertemu pemimpin tertinggi agan Katolik di Roma yang juga disebut paus.
Kurangnya konteks pada kalimat di nomor 14 ini membuat bermakna
ganda, maka untuk mengatas harus ditambah konters yangjelas, seperti:
a. Minggu alu ketika berkunjung ke Roma kami bertemu dengan paus.
b. Minggu lalu ketika berlayar di laut itu kami bertemu dengan paus.
(5) Badu dan Ali bersahabat karib, dia sangat mencintai istrinya.
Yang membuat kalimat pada nomor 15 tidak berterima karena penggunaan
kata ganti dia dan nya yang tidak jelas mengacu pad Badu atau Ali. Sehingga
kalimat itu dapat memiliki beberapa arti:
a. Badu sangat mencitai istri Badu.
b. Badu sangat mencitai istri Ali.
c. Ali sangat mencitai istri Ali.
d. Ali sangat mencitai istri Badu
Pada kalimat nomor 15 ini bukan sebatas kesahan semantik namun juga
kesalahan gramatikal.

C. Faktor Penalaran
Menurut Suriasumantri, penalaran adalah suatu proses berpikir dalam
menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Dengan kata lain, penalaran

2
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir, bukan
perasaan.4
Yang dimaksud dengan penalaran dalam hal ini adalah adanya hubungan
logis antara klausa pertama dengan klausa kedua. Atau antara klausa utama dan
klausa bawahan dalam sebuah kalimat majemuk subordinatif. Kalau hubungan
antara kedua klausa itu tidak logis maka kalimat tersebut secara nalar tidak
berterima, meskipun secara gramatikal tidak bermasalah.5
Berikut contoh kalimat majemuk subordinatif yang tidak berterima:6
1. Sebenarnya, keluarga berencana itu tidak perlu dilaksanakan karena
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua masih kosong.
Ketidakberterimaan kalimat di atas adalah karena alasan yang diberikan
tidak mengenai pokok masalahnya. Sebenarnya tujuan utama program keluarga
berencana adalah “membentuk” keluarga yang bahagia dan sejahtera; atau
membentuk keluarga yang kualitasnya lebih baik daripada yang ada selama ini.
Jadi, bukan karena kepadatan penduduk.
2. Perekonomian Indonesia akan segera menjadi baik pada dua tahun mendatang
karena begitulah kata Mbah Marijan.
Kalimat tersebut tidak berterima karena pernyataan mengenai membaiknya
perekonomian Indonesia pada dua tahun mendatang dikatakan bukan oleh pakar
ekonomi, melainkan oleh seorang penjaga gunung “berapi”; kalau dikatakan oleh
seorang ahli ekonomi, maka kalimat tersebut akan berterima.
3. Pakaiannya nyentrik, tindak tanduknya aneh, dia pasti seorang seniman besar.
Kalimat tersebut tidak berterima karena alasan yang diberikan berdasarkan
pandangan atau pikiran a priori, yang sudah memastikan lebih dahulu sebelum
mengetahui dengan pasti.
4. Loket belum dibuka meskipun hari tidak hujan.
Kalimat tersebut tidak berterima karena alsan yang diberikan tidak ada
hubungannya dengan masalah pokok. Kalau dikatakan “meskipun hari sudah
siang” maka kalimat menjadi berterima.
4
Ratu Wardarita, Kajian Bahasa dan Sastra Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Elmatera, 2015),
19.
5
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2015), 238.
6
Ibid, 238-240.

2
5. Kesebelasan kita kalah dalam pertandingan itu karena memang belum
waktunya menang.
Kalimat tersebut tidak berterima karena alasan yang diberikan sama
dengan masalahnya. Namun, kalau alasannya karena kurang latihan, tentu kalimat
itu menjadi berterima.
6. Kalau tidak ada polisi yang jaga, kita boleh saja melewati jalan pintas itu,
orang lain pun melakukan hal yang sama.
Kalimat di atas tidak berterima karena alasan yang diberikan tidak
mengenai masalahnya, melainkan mengenai orangnya. Kalau alasannya karena
beliau pernah melakukan tindakan kriminal atau tindak korupsi, maka kalimat
tersebut dapat berterima.7
Pernyataan yang disajikan dalam bentuk kalimat seringkali sebagai hasil
menarik kesimpulan yang keliru, misalnya pada kalimat “orang Indonesia itu
malas”. Jelas kalimat ini tidak berterima, sebab kita bisa tanya benarkah orang
Indonesia itu malas?. Yang malas memang banyak tapi yang tidak malas tentu
juga banyak. Pernyataan itu muncul tentu sebagai hasil dari menarik kesimpulan
secara induktif yang sampelnya tidak banyak, tidak mewakili seluruh orang
Indonesia yang kini berjumlah lebih dari 200 juta orang. Oleh karena itu yang
tepat kesimpulannya adalah “banyak orang Indonesia yang malas”.8
Dalam teori penalaran ada tiga macam kesimpulan, yaitu kesimpulan yang
didapat secara (a) induktif, (b) deduktif, dan (c) analogi. Kalau ketiga kesimpulan
ini dilakukan dengan benar, mengikuti kaidah-kaidahnya, tentu kalimat yang
dibuat berdasarkan kesimpula itu dapat diterima; tetapi kalau dilakukan dengan
tidak benar kesimpulan yang dihasilkan tidak dapat diterima.
a) Kesimpulan induktif dibuat berdasarkan data atau fakta khusus kemudian
ditarik kesimpulan umum. Misalnya da fakta-fakta khusus berikut:
 Ayam bertelur
 Itik bertelur
 Burung bertelur

7
Ahmad Rifa’I, “Kalimat Dalam Bahasa Indonesia” diakses dari http://ahmad-rifai-
uin.blogspot.com/2013/04/kalimat-dalam-bahasa-indonesia-uin-fsh.html?m=1 , pada tanggal 13
Mei 2021 pukul 20.00.
8
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2015), 240-241.

2
 Angsa bertelur
Maka dapat ditarik kesimpulan umum bahwa unggas bertelur. Kesimpulan
induktif harus berdasarkan jumlah sampel yang jumlahnya memadai. Bila tidak,
kesimpulan yang dibuat menjadi tidak sah dan tidak benar, seperti kesimpulan
yang menyatakn bahwa “orang Indonesia itu malas”.9
b) Kesimpulan deduktif dibuat berdasarkan dua pernyataan. 10 Pernyataan
pertama, yang lazim disebut premis mayor (Pma); berisi pernyataan yang
bersifat umum. Pernyataan kedua, yang lazim disebut premis minor (Pmi);
berisi pernyataan yang bersifat khusus. Lalu berdasarkan kedua pernyataan
itu ditarik kesimpulan khusus. Misalnya,
PMa = Semua dokter tulisannya jelek.
PMi = Ayah saya seorang dokter.
Jadi = Ayah saya tulisannya jelek.
Kesimpulan ini sah, logis, dan benar. Akan tetapi kalau:
PMa = Semua dokter tulisannya jelek.
PMi = Adik saya tulisannya jelek.
Jadi = Adik saya seorang dokter.
Kesimpulan ini tidak sah, tidak logis, dan tidak benar.
c) Kesimpulan secara analogi dibentuk dengan jalan menyamakan atau
mebandingkan suatu fakta khusus dengan fakta khusus lain. Kesimpulan
berdasarkan analogi ini seringkali menyesatkan karena kedua fakta khusus
yang dipersamakan atau diperbandingkan itu tidak ada relevannya. Seperti
contoh berikut:
 Seorang rektor harus bertindak seperti seorang komandan menguasai anak
buahnya agar disiplin bisa dipatuhi.
 Hidup ini laksana orang masuk warung; begitu kebutuhan telah terpenuhi
dia segera meninggalkan warung itu.11

9
Ibid, 241.
10
Ibid, 241-242.
11
Ibid, 243-244.

2
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan terdapat beberapa faktor
dalam keberterimaannya sebuah kalimat. Pada pembahasan sebelumnya telah
disebutkan ada 3 faktor, yaitu faktor gramatikal, faktor semantik, dan faktor
penalaran. Faktor gramatikal maksudnya ketidakberterimaan sebuah kalimat
akibat faktor gramatikalnya atau pada susunan kalimatnya. Faktor semantik
maksudnya ketidakberterimaan sebuah kalimat akibat terjadinya makna sebuah
kata atau juga pada makna keseluruhan kalimat. Faktor penalaran maksudnya
adalah hubungan logis antara klausa pertama dan klausa kedua, atau antara klausa
utama dan klausa bawahan dalam sebuah kalimat.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini pastilah banyak kesalahan, baik dari
penulisan makalah ini maupun dari penjelasan yang kami sajikan. Kami juga
menyadari bahwa makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran bagi kami sangat diharapkan dalam memperbaiki makalah ini.
Besar harapan kami agar makalah ini dapat menjadi bahan presentasi yang baik
dan benar.

2
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. (2015). Sintaksis Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta:


PT Rineka Cipta.
Chaer, A., dan Muliastuti, L. (2014). Makna dan semantik. Semantik Bahasa
Indonesia, 1-39.
http://ahmad-rifai-uin.blogspot.com/2013/04/kalimat-dalam-bahasa-indonesia-
uin-fsh.html?m=1
Wardanita, Ratu. (2015). Kajian Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta:
Elmatera.

Anda mungkin juga menyukai