ANALISIS NOVEL
“LAYAR TERKEMBANG”
KARYA : SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
DI SUSUN OLEH :
AGUS MASDIKA
(140388201041)
KELAS : G1
1
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang analisis novel “layar
terkembang” karya Sutan Takdir Alisjahbana. Meskipun banyak rintangan dan hambatan
yang penulis alami dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil menyelesaikan
tepat pada waktunya.
Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Ibu
Riauwati M.Hum yang telah memberikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu penulis menerima saran dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan
ke arah sempurna.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca . Akhir kata penulis sampaikan
terima kasih.
penyusun
DAFTAR ISI
2
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Unsur Intrinsik...........................................................................................5
1. Tema ........................................................................................................5
2. Amanat....................................................................................................5
3. Alur/Plot..................................................................................................6
4. Tokoh dan Perwatakan............................................................................7
5. Latar/Setting............................................................................................9
6. Gaya Bahasa..........................................................................................10
7. Sudut Pandang.......................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1.Latar belakang
Dalam perkembangan sastra Indonesia, hasil sastra memiliki ragam bentuk. Salah satu bentuk
karya sastra Indonesia adalah Novel. Novel memiliki kedudukan penting dalam perkembangan sastra
Indonesia. Perkembangan novel Indonesia pernah mengalami masa keemasan pada jaman Balai Pustaka
dan Pujangga Baru yang pada waktu itu dikenal dengan istilah roman seperti yang diungkapkan Rosidi
(1991:9).
Dalam novel terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik yang meiputi tema, alur
(cerita), penokohan (watak), latar (setting), amanat (pesan), sudut pandang, dan gaya bahasa.
Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi unsur religi, sosial, moral, politik, kebudayaan, ekonomi,
pendidikan, sejarah, dan lain sebagainya. Pada makalah ini akan di lakukan pula penelitian pada novel
“layar terkembang” karya Sutan Takdir Alisjahbana.
1.2.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang makalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah ke dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut,
Sejauh manakah mahasiswa memahami unsur instrinsik dan ekstrinsik pada novel “layar
terkembang” karya Sutan Takdir Alisjahbana?
1.3.Tujuan penulisan
Untuk memperoleh gambaran atau pengetahuan mengenai unsur instrinsik dan ekstrinsik pada
novel “layar terkembang” karya Sutan Takdir Alisjahbana.
1.4.Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam mempelajari unsur intrinsik dan ektrinsik suatu novel.
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. UNSUR INTRINSIK
1. TEMA
Tema dalam novel layar terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yaitu tentang perjuangan.
Novel layar terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana menceritakan masalah wanita Indonesia
yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai bangkit untuk memperjuangkan
hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah lain yang
dipersoalkan dalam novel ini, yaitu masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah
agama. Novel ini menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti.
Kutipan (hal 40): ”kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita
sebagai manusia. kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru,yang
bebas berdirimenghadapi dunia..”
Kutipan (hal 42): “Hitam, hitam sekali penghidupan permpuan bangsa kita di masa yang silam,
lebih hitam, lebih kelam dari malam yang gelap. Perempuan bukan manusia seperti laki-laki
yang mempunyai pikiran dan pemandangan sendiri, yang mempunyai hidup sendiri, perempuan
hanya hamba sahaya, perempuan hanya budak yang harus bekerja dan melahirkkan anak bagi
laki-laki, dengan tiada mempunyai hak. Setinggi-tingginya ia menjadi perhiasan, menjadi
permainan yang dimulia-muliakan selagi disukai, tetapi dibuang dan ditukar apbila telah kabur
cahayanya, telah hilang serinya”.
Potongan pidato Tuti di atas menyindir kaum laki-laki dengan bentuk perlakuanya yang terkadang
memposisikan kaum wanita adalah orang terpuji ketika seorang laki-laki membutuhkannya, tapi ketika
kebutuhannya selesai seorang laki-laki akan mencari yang lain dan akan membuangnya kembali jika
sudah bosan. Lantas bagi kaum laki-laki apa arti seorang wanita kalau tak ubahnya dengan sebuah
sepatu, sudah bosan atau rusak dibuang lalu beli yang lain. Jadi STA memunculkan suatu konsep baru
dalam novelnya untuk merefolusi perbedaan yang sengaja dianut kaum laki-laki untuk memperlakukan
wanita sebagai budak, dan laki-laki adalah rajanya. Kemudian dihadirkannyalah tokoh Tuti anak Raden
Wiriatmaja dengan umur dua puluh lima tahun yang menjadi organistoris penggerak emansipasi,
sehingga dalam pidatonya ada bentuk perlawanan yang dimunculkan.
2. AMANAT
Amanat yang dapat di petik dari novel layar terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana yaitu :
Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh
yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan
dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat.
Kutipan (hal 35): ”Perempuan bangsa tak boleh mempunyai kemauan sendiri. Perempuan
yang sebaik-baiknya,yang semulia-mulianya ialah perempuan yang paling sedikit
mempunyai kemauan sendiri.........maksud hidup perempuan ialah untuk mengabdi untuk
menjadi hamba sahaya”
Kutipan (hal 40): ”Sesungguhnya hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya
sebagai manusia,barulah keadaan bangsa kita dapat berobah”
Kutipan (hal 40): ”kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita
sebagai manusia. kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru,yang
bebas berdirimenghadapi dunia..”
3. ALUR/PLOT
5
Alur yang terdapat dalam novel tersebut adalah ALUR MAJU. Karena dalam cerita tidak
ada menceritakan kemasa lampau.
Perkenalan : Kisah bermulai dari sosok kakak beradik yang berpengarai berbeda, tuti dan
maria.tuti seorang kakak yang selalu serius dan aktif dalam berbagai kegiatan wanita.ia
bahkan aktif dalam memberikan orasi-orasi tentang persamaan hak kaum wanita. Pada saat
itu, semangat kaum wanita sedang bergelora sehingga mereka mulai menuntut persamaan
dengan kaum pria. Sedangkan maria adalah adik yang lincah dan periang.
Kutipan (hal 42): “Hitam, hitam sekali penghidupan permpuan bangsa kita di masa yang silam,
lebih hitam, lebih kelam dari malam yang gelap. Perempuan bukan manusia seperti laki-laki
yang mempunyai pikiran dan pemandangan sendiri, yang mempunyai hidup sendiri, perempuan
hanya hamba sahaya, perempuan hanya budak yang harus bekerja dan melahirkkan anak bagi
laki-laki, dengan tiada mempunyai hak. Setinggi-tingginya ia menjadi perhiasan, menjadi
permainan yang dimulia-muliakan selagi disukai, tetapi dibuang dan ditukar apbila telah kabur
cahayanya, telah hilang serinya”.
Konflik : Di tengah-tengah dua dara jelita ini, muncullah yusuf, seorang mahasiswa
kedokteran,yang pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan sekolah tabib tinggi. Sejak
pertemuannya yang pertama di gedung akuarium pasar ikan, antara maria dan yusuf timbul
kontak batin sehingga mereka menjadi sepasang kekasih. sementara itu, tuti yang melihat
hubungan cinta kasih adiknya sebenarnya berkeinginan pula untuk memiliki seorang
kekasih.apalagi setelah ia menerima surat cinta dari supomo, seorang pemuda terpelajar
yang baik hati dan berbudi luhur.
Kutipan (hal 8): ....Setelah selesai pula, mereka melihat-lihat sekeliling gedung itu, dan
akhirnya menuju mendekati sepeda mereka masing-masing. Ketika itu, keluar pula pemuda itu
dari dalam dan ia pun menghampiri kedua gadis itu, sebab sepedanya terletak dekat sepeda
mereka.
Klimaks : Namun, karena pemuda itu bukanlah idamannya, ia menolak cintanya. Sejak itu
hari-harinya semakin disibukkan dengan kegiatan organisasi dan melakukan kegemarannya
membaca buku sehingga ia sedikit melupakan angan-angannya tentang seorang kekasih.
Penyelesaian : Sebelum ajal datang, maria berpesan agar tuti, kakaknya bersedia menerima
yusuf. Tuti tidak menolak dan dimulailah pertunangan antara tuti dan yusuf.akhirnya tak
lama kemudian keduanya menikah dan hidup selamanya.
Kutipan (hal 161): .....Alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu
bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya
dalam beberapa hari ini....
Kutipan (hal 159): Payah berjuang melawan berbagai-bagai perasaan mengharukan kalbunya.
Tuti mendekatkan dirinya kepada Yusuf dan laksana tunangannya itu sudah tahu akan perasaan
yang berkecamuk dalam dirinya, kataya mesra berbisik sebagai menyambung.” Tetapi Yusuf,
hidup kita ialah kerja.
6
4. TOKOH DAN PERWATAKAN
Tokoh-tokoh cerita yang mendukung terjalinnya cerita novel layar terkembang karya
Sutan Takdir Alisjahbana yaitu:
a. Maria : Anak Raden Wiriaatmaja,
Seseorang yang mudah kagum,mudah memuji dan memuja,lincah dan periang.
Kutipan (hal 2): ”sebaliknya maria seseorang yang mudah kagum,yang mudah
memuji dan memuja.Sebelum selesai benar ia berpikir,ucapannya telah keluar
menyatakan perasaannya yang bergelora,baik girang maupun waktu kedukaan.”
Suka bicara
Kutipan (hal 16 ): “Yang seorang lagi suka bicara, lekas tertawa gelisah, penggerak.”
7
kutipan (hal 15): Memaksa anaknya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai
hatinya, sebab sayangnya kepada Tuti dan Maria.
8
5. LATAR/SETTING
a. Latar tempat
Pasar Ikan
Kutipan (hal 4): “Sekarang pada hari Minggu, kedua bersaudara itu pergi melihat-lihat
akuarium di Pasar Ikan”
Di bawah pohon Mangga
Kutipan (hal 25): “Tuti duduk membaca buku di atas kursi kayu yang lebar di bawah
pohon mangga di hadapan rumah sebelah Cidengweg.”
Kamar
Kutipan (hal 89): “Sejak dari sudah makan pukul delapan tadi Tuti mengetik dalam
kamarnya.”
Tepi Pantai
Kutipan (hal 55): “ Sudah itu pergi berjalan-jalan ke tepi pantai.”
Gedung Permufakatan
Kutipan (hal 39): “Orang banyak yang kusut kacau berserak dalam Gedung
Permufakatan selaku tiba-tiba dikuasai oleh suatu tenaga gaib.”
Dekat pohon asam yang rindang
Kutipan (hal 21): “Perlahan-lahan turunlah keduanya dari sepeda dan menepi dekat
pohon asam yang rindang daunnya sebelah kiri jalan.”
Serambi depan rumah
Kutipan (hal 51): “Pada suatu petang ketika ia sedang membalik-balik koran ayahnya di
serambi depan, datanglah opas pos membawa setumpukan surat dan koran.”
Danau Ranau
Kutipan (hal 53): “Sampailah ia dekat Danau Ranau. Beberapa kali ia berhenti di tempat
yang indah meninjau ke arah danau yang luas itu dan Gunung Seminung....”
Poliklinik
Kutipan (hal 55): “Tiba di Keroi, Sukarto pergi ke poliklinik tempat ia mengobat orang
sakit. Yusuf mengikutinya melihat-melihat sebentar di poliklinik yang sangat bersahaja
itu.”
Air Terjun Dago
Kutipan (hal 73): “Kedua-duanya takjub melihat ke hadapan, kepada air terjun Dago
yang gemuruh bersorak terjun iri atas tebing yang rapat....”
Ruang tengah
Kutipan (hal 129): “Melihat Tuti di ruang tengah, Yusuf menghentikan bicaranya dan
memberi tabik kepadanya.”
C.B.Z (Rumah Sakit)
Kutipan (hal 153): “Maria sudah dua hari tinggal di C.B.Z. Penyakit malarianya terang
ditambah oleh penyakit batuk darah yang tiba-tiba memecah keluar.”
Tempat pemakaman umum
Kutipan (hal 166): “Dan kepermaian kuburan di tempat yang sunyi sepi itu selaku
digembirakan....”
b. Latar waktu
Pagi hari
Kutipan (hal 13): ”keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah tujuh....”
Sore hari
Kutipan (hal 20): ”...biasanya benar ia ia duduk berangin-angin menanti hari senja”
Kutipan (hal 28): ”....berbunyi beduk magrib sayup-sayup..
9
Kutipan (hal 123): ”di luar matahari telah turun di....”
Malam hari
Kutipan (hal 79): ”Di dalam kesunyian malam yang mesra......”
Kutipan (hal 104): ” Pada malam minggu tuti duduk...”
c. Latar Suasana
Keramaian
kutipan (hal 4): ”Dan di dalam gedung akuarium itu mulailah ramai suara
manusia..................”
kutipan (hal 17): ”Maka segala kendaraan yang berhenti tiada bergerak-gerak
menanti itu sibuk kembali”
Tegang
Kutipan (hal 27): ”tetapi Partadiharja yang masih kesal hatinya,segera menjawab...”
Kutipan (hal 101): ”...Tuti melidik melihat adiknya selaku hendak diterkamnya,tetapi
ditahannya”
Hikmad
Kutipan (hal 34): ”maka dipersilahkan pembicara tampil ke muka.Baru habis ucapan
ketua itu,memecahlah di tengah-tengah kesunyian itu tepuk orang yang amat riuh
nya.”
Tenang
Kutipan (hal 47):” beberapa lama yusuf tafakur berdiri di tengah-tengah ketenangan
dan kesentosaan alam”
Kalut
kutipan (hal 77 )”tuti gelisah dan terasa olehnya hilanglah kepercayaan akan
kemampuan dan kecakapannya”
kutipan (hal 123): ”Tuti terkejut mendengar maria batuk dan Yusuf seperti
kecemasan.....”
Haru
Kutipan (hal 161): ”Alangkah bahagia saya rasanya diakhirat nanti,kalau saya tahu
bahwa kakandaku berdua hidup rukun...”
kutipan (hal 166): ”beberapa lamanya Tuti dan Yusufberdiri tiada bergerak-
gerak,laksan terpaku pada tanah yang pemurah itu,yang senantiasa tulus dan ikhlas
menerima.........”
6. GAYA BAHASA
Didalam novel ini banyak menggunakan bahasa Melayu sehingga terlihat agak sulit
dimengerti.
Kutipan (hal 1): “Gadis berdua itu adik dan kakak, hal itu terang kelihatan pada air
mukanya.”
Kutipan (hal 2): ” Sekian perkataan itu melancar dari mulutnya sebagai air memancar
dari celah gunung.”
Kutipan (hal 2): ” Air mata dan gelak berselisih di mukanya sebagai siang dan malam.”
10
Kutipan (hal 55): “ Ia pun memandang ke tengah laut tempat ombak menggulung tinggi akan
memecah, terus jauh ke tengah tempat alun berkejar-kejaran menuju ke daratan dan akhirnya
sampai kepertemuan langit dan air, tempat kedua-duanya menjadi biru kabur.”
Kutipan (hal 156): “Sebab meskipun dengan bersahaja Ratna selalu berkata, bahwa makanan
yang dapat disajikannya kepada mereka hanyalah makanan orang tani di desa, sesungguhnya
mereka berdua dimanjakannya.”
Kutipan (hal 49): “Tetapi baru saja Tuti bergerak meninggalkan mimbar menuju ke tempat
duduknya, meletuslah sebagai petir yang telah lama terkurung dalam mega yang hitam berat,
bunyi tepuk beribu manusia yang hadir sehingga gedung yang besar itu selaku gegar rupanya.”
7. SUDUT PANDANG
Orang ketiga yang ditandai dengan menggunakan nama dalam menyebutkan tokoh-
tokohnya, dan penulis bebas mengungkapkan apa yang ada di pikiran serta perasaan para tokoh.
Kutipan (hal 2): ”maria tidak menyahut..”
Kutipan (hal 5): ”Terkejut berbaliklah Tuti seraya tersenyum.....”
Kutipan (hal 11): ”R.Wiriaatmaja menundukkan kepalanya...”
Kutipan (hal 12): ”Yusuf ialah putra Demang Munaf.”
Kutipan (hal 20): ”Tuti duduk membaca buku.”
B. UNSUR EKSTRINSIK
Biografi pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana dilahirkan di Natal, 11 Februari 1908.
Pendidikan : HIS ditempuh sejak 1915-1921. Tahun 1921-1925 Takdir menempuh Pendidikan
Kweekschool Bukit Tinggi yang kemudian dilanjutkan ke Hogere Kweekschool di Bandung. Pada
tahun 1937-1942 Takdir menjalani pendidikan di Rechtschogeschool di Jakarta. Pendidikan di Fakultas
Sastra ditempuhnya tahun 1940-1942. Pada tahun 1979 Takdir mendapatkan gelar Doctor Honoris
Causa untuk Ilmu Bahasa dari Universitas Indonesia dan Pada tahun 1987 mendapatkan gelar Doctor
Honoris Causa untuk Ilmu Sastra dari Universiti Sains Malaysia.
Karya-karyanya :
Tak Putus Dirundung Malang, Dian yang Tak Kunjung Padam, Anak Perawan Disarang Penyamun,
Grotta Azzura, Tebaran Mega, Lagu Pemacu Ombak, Perempuan di Persimpangan Zaman, dan K
ebangkitan. Disamping karya-karya fiksi, Takdir juga menulis karya-karya non fiksi yang antara lain
adalah Perjuangan Tanggungjawab dalam Kesustraan Indonesia, dan Amir Hamzah sebagai penyair
dan Uraian Sajak Nyanyi Sunyi.
11
b.Seorang bibi dengan keponakannya:
Kutipan (hal 85): ”Tetapi matanya yang terkecil sedikit nampaknya pada mukanya yang
lebar itu,terang menyinarkan perasaan kasih sayang.”
4. Nilai Moral :
a. keikhlasan dan ketulusan :
Kutipan ( hal 161): ”Alangkah bahagia saya rasanya diakhirat nanti ,kalau saya tahu
bahwa kakandaku berdua hidup rukun.”
kutipan (hal 166): ”beberapa lamanya Tuti dan Yusuf berdiri tiada bergerak-
gerak,laksana terpaku pada tanah yang pemurah itu, yang senantiasa tulus dan ikhlas
menerima...”
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
12
Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana memberikan arti penting dari sebuah
perjuangan dan pengorbanan. Dalam mencapai apa yang kita cita-citakan, kita harus semangat dan tidak
mudah menyerah dan pantang putus asa. Sesulit apapun itu kita harus tetap belajar dan bekerja keras.
Secara keseluruhan isi cerita ini sangatlah bagus. Alur yang ditulis sudah runtut dimulai
dari pengenalan, klimaks, antiklimaks, hingga penyelesaian yang sangat dramatis. Novel ini bisa
membawa para pembaca seolah-olah menjadi audiens dalam sebuah drama perjuangan dan
percintaan yang mengharukan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap insan pasti akan
mempunyai pasangan hidup jika Sang Penguasa telah menakdirkannya yang mana ia akan
menjadi pendamping hidup kita dikala kita suka maupun duka.
Dalam Novel Layar Terkembang ini terdapat unsur ekstrinsik yang mengandung nilai-nilai
yang sangat baik, tepatnya pada nilai budaya dan agama. Pada nilai budaya tercermin sosok
tokoh Tuti yang menganut Budaya Barat akan tetapi tidak meninggalkan budaya sendiri dilihat dari cara
berpakaian Tuti yang memakai kain panjang dan kebaya akan tetapi pemikirannya menganut budaya
barat sehingga sangat kritis akan tetapi tidak meninggalkan dan melupakan budaya sendiri. Dan pada
nilai agama, S.T. Alisyahbana mencerminkan agama pada zaman itu yang seakan percaya dengan
takhayul, disini Sutan ingin menyadarkan bahwa percaya pada suatu takhayul akan mematikan jiwa dan
iman seseorang. Dan menjelaskan bahwa Agama bukan hanya sekedar warisan dari orang tua kita akan
tetapi agama haruslah sejalan dengan hati kita yang sebenar-benarnya dalam hati dan harus sesuai
dengan perbuatan kita agar agama yang kita anut tidak sia-sia.
2. SARAN
Sebaiknya dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, sebagai generasi penerus kita harus
melestarikan karya sastra lama. Karena sekarang sedikit orang yang tertarik oleh karya sastra lama
karena tergeser oleh karya modern yang lebih menarik perhatian orang.
DAFTAR PUTAKA
13