Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

3.2. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan satu sama lain dengan


cara berkomunikasi. Komunikasi sangat diperlukan sebagai penunjang utama
keberlangsungan hidup manusia. Komunikasi merupakan keterampilan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi
dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Satu-satunya alat untuk dapat
berhubungan dengan orang lain dilingkungannya adalah komunikasi baik secara
verbal maupun non verbal, karena pada dasarnya komunikasi digunakan untuk
menciptakan atau meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau
kelompok.

Bagi seorang sastrawan, komunikasi diperlukan untuk memberitahukan


karya sastranya kepada khalayak umum. Komunikasi yang dilakukan oleh
sastrawan berupa komunikasi secara tidak langsung. Para sastrawan membagikan
pengalaman maupun pemikirannya yang dituangkan melalui tulisan, terutama
penyair atau penulis puisi. Seorang penyair mengekspresikan pengalaman batin
mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang estetik
yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya, dalam bentuk teks yang
dinamakan puisi. Puisi merupakan salah satu karya sastra hasil ungkapan
pemikiran dan perasaan penyair yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima,
penyusunan lirik dan bait, serta penuh dengan makna. Dalam sebuah puisi, ada
unsur penting yang dinamakan bahasa kiasan yang ditujukan untuk memberikan
efek kesegaran dalam sebuah puisi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui dan


mengungkapkan bahasa kiasan yang tergambarkan menggunakan pendekatan
citraan dalam puisi yang berjudul The Blue Bowl karya Jane Kenyon. Penulis
tertarik untuk menganalisis puisi ini dari sudut pandang penulis sehingga

1
penelitian ini mengambil judul "Analisis Bahasa Kiasan dalam Puisi The Blue
Bowl karya Jane Kenyon".

3.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini, yaitu sebagai
berikut:

1. Bgaimanakah unsur unsur pada puisi?


2. Bagaimanakah definisi dan jenis-jenis dari bahasa kiasan pada sebuah
puisi?
3. Bagaimanakah analisis bahasa kiasan pada puisi "The Blue Bowl" karya
Jane Kenyon?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diketahui bahwa tujuan dari


penelitian pada makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Megidentifikasi unsur unsur pada puisi.


2. Mengetahui definisi dan jenis-jenis dari gaya bahasa pada sebuah puisi.
3. Mengetahui bagaimana caranya menganalisis bahasa kiasan pada puisi
"The Blue Bowl" karya Jane Kenyon.

1.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode


kualitatif deskriptif. Metode kualitatif ini berfokus terhadap data alamiah, data
dalam hubungannya dengan konteks keberadaanya. Menurut Moleong (2007:6)
metode kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.

1.5. Tinjauan Pustaka


1.1. Puisi

2
Meskipun sampai sekarang para ahli tidak dapat memberikan definisi
setepatnya dari sebuah puisi, namun untuk memahaminya perlu diketahui ancar-
ancar sekitar pengertian puisi.
Berbeda hal dengan pendapat Riffaterre (1978:1) yang mengatakan bahwa
secara intuitif orang dapat mengerti apakah puisi berdasarkan konvensi wujud
puisi, namun sepanjang sejarahnya wujud puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan
evolusi selera dan perubahan konsep estetikanya. Puisi itu merupakan rekaman
dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang
paling berkesan (Pradopo, 1987: 7).

1.5.2. Unsur Unsur Puisi

Unsur unsur puisi tersebut antara lain berupa kata-kata, bentuk, pola rima,
ritma, ide, makna atau masalah yang diperoleh penyairnya di dalam hidup dan
kehidupan yang hendak disampaikannya kepada pembaca, pendengar, melalui
teknik dan aspek-aspek tertentu. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa unsur
unsur puisi yang membangun sebuah puisi meliputi imaji, emosi, dan bentuknya
yang khas (Brahim dalam Sayuti, 1985: 14)

Richards (dalam Situmorang, 1983: 12) berpendapat bahwa puisi dibangun


atas hakikat puisi dan metode puisi. Hakikat puisi adalah unsur hakiki yang
menjiwai puisi, terdiri atas: (1) tema, (2) nada, (3) perasaan, dan (4) amanat.
Sementara itu, metode puisi adalah medium bagaimana hakikat itu diungkapkan,
terdiri dari: (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) majas, dan (5) rima
dan ritma.

Altenbernd dan Lewis (dalam Badrun, 1989: 6) menyatakan bahwa unsur


unsur puisi terdiri dari bahasa puisi, bentuk, dan isi. Sementara itu, Meyer (dalam
Badrun, 1989: 6) mengemukakan bahwa unsur-unsur puisi terdiri atas: (1) diksi,
(2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) sarana retorika, (5) bunyi, (6) irama, (7)
tipografi, (8) tema dan makna.
1.5.3. Unsur Internal Puisi

3
Menurut Robert Stanton, Puisi pada prinsipnya dibangun seperti halnya
cerpen, novel. Drama maupun roman yaitu atas unsur-unsur internal dan eksternal.
Unsur internal adalah unsur-unsur yang berada di dalam naskah puisi. Adapun
unsur-unsur internal teks puisi adalah sebagai berikut:
1. Tipografi
Tipografi adalah tatanan larik, bait, kalimat, frase, kata dan bunyi untuk
menghasilkan suatu bentuk fisik yang mampu mendukung isi, rasa, dan suasa
dalam puisi.
2. Diksi
Adalah pilihan kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan dalam
puisi.
3. Bunyi
Adalah berupa irama(persamaan bunyi pada puisi, di awal, tengah, dan di
akhir), ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras- lemahnya bunyi).
4. Majas
Adalah cara penyair menjelaskan pikirannya melalui gaya bahasa yang indah
dalam bentuk puisi.
5. Citraan (pengimajinasian)
Adalah gambaran-gambaran dalam pikiran atau gambaran angan penyair.
6. Sarana Retorika
Adalah muslihat intelektual, yang di bedakan beberapa jenis yaitu hiperbola,
ironi, ambiguitas, paradox, litotes dan ellipsis.

1.5.4. Bahasa Kiasan (Figurative Language)

Puisi adalah ungkapan pengalaman puitis atau ungkapan pengalaman


secara puitis. Pengalaman-pengalaman tersebut ditata dengan rapi di dalam fikiran
dan perasaan yang kemudian di ungkapkan dengan kata-kata. Agar orang lain
dapat memahami dan merasakan apa yang di alaminya dan dapat pula bisa
mengalaminya, maka penyair tersebut menuangkannya dalam kata-kata yang
ditulis lalu diedarkan dan dicetak agar dapat dibaca orang lain. Pengalaman yang

4
diperoleh penikmat itu tentu saja pengalaman imajinatif. Penyair mengharapkan
apa yang dilihatnya dapat dilihat pula oleh pembaca; apa yang dipikirkannya
dapat pula dipikirkan oleh pembaca; apa yang dirasakan, didengarkan, diraba, dan
dicium juga dapat dilakukan secara imajinatif oleh pembaca.

Puisi yang diharapkan menyaran menghendaki pemakaian bahasa -- kata-


kata -- dengan nuansa makna yang lebih terfokus. Di sini berperan segala macam
sarana kepuitisan, baik penataan bunyi, diksi yang baik, bahasa kiasan yang tepat,
aspek ketatabahasaan, maupun tipografi, dan lain-lain.

Unsur kepuitisan untuk mendapatkan kepuitisan ialah bahasa kiasan


(figurative language). Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun meskipun
bermacam-macam,mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-
bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya
dengan sesuatu yang lain (Altenbernd,1970:15). Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut
adalah:

a) Perbandingan

Perbandingan atau perumpamaan atau simile,ialah bahasa kiasan yang


menyamakan satu hal dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti:
bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se,
dan kata-kata pembanding yang lain.

b) Metafora

Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak


mempergunakan kata-kata pembanding, seperti: bagai, laksana, seperti, dan
sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga
dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama (Altenbernd, 1970:15). Metafora
terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok (principal term) dan term
kedua (secondary term). Term pokok disebut juga tenor,term kedua disebut juga
vehicle. Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedang term
kedua atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan.

5
c) Perumpamaan Epos

Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan


yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan
sifat-sifat perbandingannya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase
yang berturut-turut. Guna perbandingan epos ini seperti perbandingan juga, yaitu
untuk memberi gambaran yang jelas, hanya saja perbandingan epos dimaksudkan
untuk lebih memperdalam dan menandaskan sifat-sifat pembandingnya ,bukan
sekedar memberikan persamaannya saja.

d) Alegori

Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau
lukisan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Alegori ini banyak terdapat
dalam sajak-sajak Pujangga baru.

e) Personifikasi

Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati


dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini
banyak dipergunakan para penyair dari dahulu hingga sekarang. Personifikasi ini
membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan beberan, memberikan
bayangan angan yang konkret.

f) Metonimia

Metonimia ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kisan pengganti


nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuh atribut sebuh objek atau penggunaan
sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek
tersebut (Altenbernd,1970:21). Bahasa kiasan yang lebih jarang dijumpai
pemakaiannya dibanding metafora, perbandingan, dan personifikasi ialah
metonimia dan sinekdoki.

g) Sinekdoki (synecdoche)

6
Sinekdoki adlah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang
penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. (Altenbernd, 1970:22).
Sinekdoki ini ada dua macam:

1. Pars pro toto: sebagian untuk keseluruhan.

2. Totum pro parte: keseluruhan untuk sebagian.

Perrine dalam Waluyo (1987: 83) menerangkan bahwa bahasa Figurative


dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair, karena
(1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa
figuratif adalah cara untuk imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi
konkret dan menjadikan puisi lebih dinikmati dibaca, (3) bahasa figuratif adalah
cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan
sikap penyair, (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna
yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas
dengan bahasa singkat.

BAB II

7
PEMBAHASAN

2.1 Objek Penelitian

Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai bahasa kiasan yang
terdapat dalam puisi The Blue Bowl karya Jane Kenyon melalui pendekatan
pengimajian. Berikut adalah objek penelitiannya.

The Blue Bowl

Jane Kenyon

Like primitives we buried the cat

with his bowl. Bare-handed

we scraped sand and gravel

back into the hole. It fell with a hiss

and thud on his side,

on his long red fur, the white feathers

that grew between his toes, and his

long, not to say aquiline, nose.

We stood and brushed each other off.

There are sorrows much keener than these.

Silent the rest of the day, we worked,

ate, stared, and slept. It stormed

all night; now it clears, and a robin

8
burbles from a dripping bush

like the neighbor who means well

but always says the wrong thing.

2.2. Hasil Penelitian

Adapun hasil analisis mengenai bahasa kiasan (figurative language) yang


terdapat pada puisi The Blue Bowl karya Jane Kenyon.

1. Majas Perbandingan (Simile)


Majas perbandingan (simile) terdapat dalam larik ke-1 pada stanza 1 yang
berbunyi:

Like primitives we buried the cat

Penyair menggunakan majas perbandingan dengan kata pembanding like atau


dalam bahasa Indonesia biasa diartikan dengan "seperti" pada larik tersebut
dengan menggambarkan pengimajian citraan penglihatan mengenai penglihatan
akan kegiatan penguburan kucing yang sudah mati seperti orang jaman dahulu
atau orang primitif.

Kata like atau "seperti" digunakan sebagai kata pembanding yang


membandingkan proses penguburan kucing yang modern dengan yang primitif.
Kucing mereka dimakamkan dengan mangkuk berwarna biru tanpa dimasukkan
dalam semacam kotak atau peti mati. Kenyon membandingkan tindakan ini
dengan cara seperti orang primitif.

Selain terdapat pada stanza 1, majas perbandingan (simile) pada puisi tersebut
juga terdapat dalam larik ke-5 pada stanza 3 namun untuk dapat memaknainya
diartikan dengan larik yang menyambung dari larik ke-3 sampai larik ke-6 yang
berbunyi:

........................and a robin

9
burbles from a dripping bush

like the neighbor who means well

but always says the wrong thing.

Penyair pun menggunakan majas perbandingan (simile) dengan kata


pembanding like atau "seperti" sama seperti dalam larik ke-1 stanza 1 dengan
menggambarkan pengimajian citraan pendengaran (auditory imagery) akan
mengenai suara kicauan burung dan tetangga. Kata like atau "seperti" dalam larik
ke-5 tersebut digunakan sebagai kata pembanding yang membandingkan "a robin
burbles" dan "the neighbor who means well but always says the wrong thing".
Kata "a robin burbles" merupakan suatu kicauan burung yang biasanya terdengar
merdu dan enak di dengar.

Kenyon membandingkan suara kicauan burung tersebut dengan kata "the


neighbor who means well but always says the wrong thing" yang artinya
perkataan seorang tetangga yang bermaksud baik walaupun mengatakan hal yang
selalu salah. Penyair membandingkan kedua hal tersebut karena pada saat itu sang
pemilik kucing masih dalam keadaan berduka, sehingga suara kicauan burung
yang merdu pun bagaikan terdengar seperti perkataan nasihat tetangga namun
tidak memberikan solusi.

2. Majas Metafora

Majas metafora terdapat dalam baris ke-8 pada stanza 1 yang berbunyi:

long, not to say aquiline, nose.

Pada baris tersebut, Kenyon menggambarkan hidung sang kucing yang


tampak tidak seperti hidung rajawali yang bengkok namun dalam kenyataannya
adalah hidungnya yang panjang serta pesek dengan pengimajian citraan
penglihatan. Pembaca dapat melihat perbedaan atau perbandingan hidung kucing
yang panjang pesek dengan hidung rajawali yang mancung bengkok melalui

10
citraan penglihatan yang diharapkan penyair kepada pembaca agar dapat
melihatnya juga.

Penyair membandingkan bentuk hidung sang kucing dengan hidung rajawali


tidak dengan memakai kata pembanding seperti like ataupun as, namun
membandingkannya dengan perantara benda lain. Kenyon membandingkan
hidung sang kucing dengan hidung rajawali berdasarkan sifat pembandingnya.

Bahasa kiasan metafora yang lain juga terdapat dalam baris ke-2 sampai baris
ke-4 pada stanza 3 yang berbunyi:

...............It stormed

all night; now it clears, and a robin

burbles from a dripping bush

Dalam baris-baris tersebut, Kenyon menggambarkan bahasa kiasan metafora


dengan menggunakan pengimajian citraan perasaan. Penyair menggambarkan
metafora dalam baris-baris tersebut dengan citraan perasaan terlihat dari
pernyataan bahwa sang pemilik kucing merasa kesedihan yang mendalam setelah
kepergian kucing yang menyerangnya setiap malam, namun saat mencoba
melupakannya kicauan burung dibalik semak-semak tersebut gagal memberikan
sambutan hangat kepada mereka.

Hal yang menyebabkan mengapa dalam baris-baris puisi di atas tersebut


adalah karena penyair memberikan perumpamaan keadaan pikiran sang pemilik
kucing yang masih dalam keadaan sedih seperti suara kicauan burung yang
mengganggunya memang terlihat tidak jelas dalam larik puisi tersebut karena
Kenyon menggambarkannya dengan perantara maksud lain. Maksud penyair puisi
tersebut yaitu membandingkan keadaan fikiran dan jiwa sang pemilik kucing yang
kacau namun mulai mereda malah mendengar suara kicauan burung seperti
mengingat kembali kenangan kucing terhadap dirinya. Metafora yang terdapat
pada larik puisi di atas adalah pada perumpamaan fikiran orang setelah kehilangan
kucing terlihat saat mendengar kicauan burung.

11
3. Personifikasi
Majas personifikasi terdapat dalam larik ke-4 dan larik ke-5 pada stanza 1
yang berbunyi:
It fell with a hiss
and thud on his side,
Kenyon menggambarkan larik-larik tersebut dengan bahasa kiasan
personifikasi yang terlihat dari kata-kata it fell with a hiss and thud yang berarti
tanah dan kerikil tersebut jatuh seolah-olah jatuh dengan suara desisan dan suara
gedebuk yang ditimbulkan karena jatuh. Penyair mempersamakan pasir dan
kerikil tersebut dengan manusia yang menghasilkan suara karena saat jatuh, pasir
dan kerikil tersebut seperti menimbulkan suara desisan dan suara gedebuk saat
terjatuh ke dalam sebuah lubang untuk mengubur kucing.
Hal tersebut dapat dikatakan personifikasi karena tidak mungkin pasir dan
kerikil menghasilkan suara desisan dan gedebuk karena pasir dan kerikil
merupakan benda mati. Pengimajian yang digunakan sehingga dapat dikatakan
bahasa kiasan personifikasi adalah citraan suara (auditory imagery) akan suara
desisan dan suara gedebuk yang dihasilkan karena sesuatu yang jatuh. Dalam
kamus Cambridge, arti kata hiss adalah suara yang dihasilkan oleh mulut ataupun
ular dan arti kata thud adalah suara yang dihasilkan oleh sesuatu yang berat ke
permukaan yang kasar.

4. Sinekdoke
Majas sinekdoke yang terdapat dalam puisi The Blue Bowl karya Jane Kenyon
tersebut ada dalam larik ke-1 dan menyambung ke larik ke-2 pada stanza 3 yang
berbunyi:
Silent the rest of the day, we worked,
ate, stared, and slept.
Kenyon menggambarkan larik-larik tersebut menggunakan majas sinekdoke
yang menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian atau yang disebut dengan
totum pro parte. Hal tersebut dapat dinamakan sinekdoke totum pro parte karena
pada larik-larik di atas menyebutkan bahwa pada sisa-sisa hari diamnya ia
bekerja, makan, menatap, dan tidur. Dalam larik tersebut artinya dari sisa-sisa
harinya menunjukan ke semua sisa hari selama hidupnya, namun pada
kenyataannya tidak mungkin ia terus menerus melakukan itu semua pada sisa

12
hari-harinya selama sisa hidupnya karena dengan tujuan untuk melupakan sang
kucing.
Sinekdoke pada larik-larik tersebut penyair menggambarkannya lewat
pengimajian citraan gerak yaitu terlihat dalam kata-kata ate, stared, and slept
yang menunjukan sebuah gerakan yang dilakukan oleh sang pemilik kucing.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

13
Penelitian ini menganalisis bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi The Blue
Bowl karya Jane Kenyon. Adapun simpulan dari hasil analisis sebagai berikut:

1) Diantara semua jenis-jenis bahasa kiasan, yang terdapat dalam puisi The
Blue Bowl karya Jane Kenyon adalah bahasa kiasan seperti Simile,
Metafora, Personifikasi dan Sinekdoke.
2) Bahasa kiasan dalam puisi tersebut, terdapat 2 simile dengan pengimajian
penglihatan dan pendengaran, 2 metafora dengan pengimajian penglihatan
dan perasaan, 1 personifikasi dengan pengimajian penglihatan, dan 1
sinekdoke dengan pengimajian gerak.

3.2. Saran

Berikut adalah saran yang akan penulis sampaikan, yaitu :

1) Dapat lebih memahami isi dalam sebuah karya sastra, terutama puisi.
2) Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
dalam kajian yang berbeda.
3) Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi pengetahuan mengenai
bahasa kiasan yang terdapat dalam puisi The Blue Bowl karya Jane
Kenyon.

DAFTAR PUSTAKA

Altenbernd, Lynn and Lewis, Leslie. Etakan Keenam. 1970. A Handbook For The

Study of Poetry. London: The Macmillan Company.

Badrun, Ahmad. 1989. Teori Puisi. Jakarta : Proyek Pengembangan Lembaga

14
Pendidikan Tenaga Kependidikan

Dani. 2013. Landasan Teori [pdf]. digilib.unila.ac.id, diakses pada 01 Maret

2017.

Hull, Lynda. 2006. Collected Poems. Michigan: Graywolf Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosda Karya.

Rachmat Djoko Pradopo, dkk. 2008. Puisi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rahman, Ainur. 2013. Ringkasan Buku Pengkajian Puisi.

https://www.slideshare.net/innunkalliff/ringkasan-buku-pengkajia

puisi, diakses pada 02 Maret 2017.

Riffatere, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University

Press.

Situmorang, B.P. 1983. Puisi dan metodologi pengajarannya. Flores: Nusa Indah.

Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. (Terjemahan Sugihastuti dan Rossi

Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suminto, A. Sayuti. 1985. Puisi dan Pengajarannya. Semarang: IKIP Semarang


Press.

15

Anda mungkin juga menyukai