Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN TEORI KESUSASTERAAN

(RENE WELLEK & AUSTIN WARREN)

DEFINISI DAN BATASAN

1. Sastra dan Studi Sastra


Pertama-tama kita harus membedakan sastra dan studi sastra. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif,
sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Seorang penelaah satra harus dapat
menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan harus dapat menjabarkannya
dalam uraian yang jelas dan rasional. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah,
walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam
berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang,
sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Dengan demikian, studi sastra adalah
sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus. Karya sastra pada dasarnya
bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi: individual dan umum sekaligus.
Hubungan sastra dan studi sastra menimbulkan beberapa masalah yang rumit.
Jalan keluar yang pernah ditawarkan bermacam macam, sejumlah teoritikus menolak mentah
mentah bahwa telaah sastra adalah ilmu, dan menganjurkan penciptaan ulang sebagai gantinya
yang dilakukan oleh Walter Pater (penyair inggris abad ke 19) mencoba memindahkan lukisan
terkenal Karya Leonardo da Vinci, Mona Lisa, dalam bentuk tulisan. Akhirnya, perlu diingat
bahwa setiap karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus. Seperti
setiap manusia yang memiliki kesamaan dengan umat manusia pada umumnya, dengan sesama
jenisnya, dengan bangsanya, dengan kelasanya, dengan rekan rekan seprofesinya. Setiap karya
sastra mempunyai ciri yang khas, tetapi juga mempunyai sifat – sifat yang sama dengan karya seni
yang lain. Jadi, kita dapat membuat generalisasi terhadap karya sastra dan drama periode tertentu.

2. Sifat Sastra

Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Edwin Greenlaw
mendukung gagasan ini: “segala sesuatu yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan termasuk
dalam wilayah kita” (“Nothing related to the history of civilization is beyond our province”).
Ilmuwan sastra “tidak terbatas pada belles letters atau manuskrip cetakan atau tulisan dalam
mempelajari sebuah peiode atau kebudayaan” (“not limited to belles letters o even to printed or
manuscript records in our effort to understand a period or civilization”), dan kerja ilmuwan sastra
harus dilihat “dari sumbangannya pada sejarah kebudayaan” (“in the light of its possible
contribution to the history of culture”).

Menurut teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat,
tapi identik dengan sejarah kebudayaan. Istilah sastra tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra
sebagai karya imajinatif. Bahasa adalah bahan baku dari sastra sebagai medianya dan bahasa itu
sendiri bukan benda mati seperti batu, melainkan ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya
dan linguistik dari kelompok pemakai bahasa tertentu. Bahasa ilmiah cenderung menyerupai
sistem tanda matematika atau logika simbolis. Sedangkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan
homonim dengan kata lain adalah bahasa sastra sangat konotatif. Bahasa satra bukan sekedar
bahasa referential, yang hanya mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi
ekspresif, menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha
mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.

Bahasa sehari- hari bukanlah sikap yang beragam. Bahasa percakapan, bahasa perdagangan bahasa
resmi, bahasa keagamaan dan slang anak muda termasuk bahasa sehari hari. Memang jarang ada
kesadaran atas tanda dalam bahasa sehari-hari. Tapi kesadaran ini muncul dalam simbolisme bunyi
nama dan kejadian, serta dalam permainan kata. Tak bisa diragukan lagi bahwa bahasa sehari-hari
juga mempunyai tujuan mencapai sesuatu, untuk mempengaruhi sikap dan tindakan.Jadi, pertama-
tama hanya secara kuantitatif saja dapat kita bedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Dalam
karya sastra, sarana-sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis.

3. Fungsi Sastra

Edgar Allan Poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu.
Menurut sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya
dari tekana emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu.segi manfaat
sastra tidak terletak pada ajaran-ajaran moralnya. Le bosu mengira hommer menulis illiad untuk
itu, bahkan Hegel juga menemukan hal yang sama dalam drama tragedi kesukaanya, Antigone.
Bermanfaat dalam arti luas sama dengan tidak membuang buang waktu, bukan sekedar kegiatan
iseng. Jadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius.

Menghibur sama dengan tidak membosankan, bukan kewajiban, dan


memberikan kesenangan.Kalau suatu karya sastra brfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi
(kesenangan dan manfaat) bukan hanya harus ada melainkan harus saling mengisi, kesenangan
yang diperoleh dari sastra bukan seperti kesenangan fisik lainnya , melainkan kesenangan yang
lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan, sedangkan manfaat keseriusan
bersifat didaktis adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis dan keseriusan
persepsi. Meskipun demikian bisa saja seorang yang berfikir serba relatif mengatakan bahwa
minatnya pada puisi tidak berdasarkanpenilaian estetis, tapi selera pribadi, seperti halya hoby main
catur atau mengisi teka teki silang, sebaliknya seorang pendidik bisa saja salah mencari keseriusan
sastra yaitu mencarinya pada keterangan sejarah atau ajaran moralnya.

4. Teori, Kritik, dan Sejarah Sastra

Dalam wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra, dan sejarah
sastra. Hal pertama yang perlu dipilah adalah perbedaan sudut pandang yang mendasar. Antara
teori, kritik, dan sejarah sastra tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah studi
prinsip, kategori, dan criteria yang ada pada satra itu sendiri. Kritik sastra adalah studi karya-karya
konkret (pendekatan statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan menyatukan sejarah sastra
masa kini dan masa lampau. Ada alasan lain untuk memisahkan sejarah satra dan kritik sastra,
bahwa penilaian merupakan hal yang penting, tidsk dapat di sanggah. Dikatakan pula bahwa
sejarah sastra mempunyai kriteria dan standartnya sendiri, yaitu kriteria dan nilai zaman yang
sudah lalu. Menurut ahli rekonstruksi sastra, kita harus masuk ke alam pikiran dan sikap orang-
orang dari zaman yang kita pelajari. Rekonstruksi sejarah sastra telah berhasil memusatkan
perhatian pada maksud pengarang yang di telusuri melalui sejarah kritik dan selera. Asumsinya ,
jika kita dapat memastikan maksud pengarang dan membuktikan bahwa maksud pengarangnya
tercapai, masalah kritik sastra sudah selesai. Pengarang sudah menunaikan tugas zaman dan
karyanya tidak perlu diulas lagi. Pendekatan ini mengakibatkan pengakuan standart tuggal dalam
kritik sastra yang didasarkan pada sukses di zamannya.

5. Sastra Umum, Sastra Bandingan, dan Sastra Nasional

Istilah sastra bandingan dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah
lain. Pertama dipakai untuk studi sastra lisan, terutama cerita cerita rakyat dan migrasinya, setra
bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sayangnya
, hampir studi sastra lisan hanya mengkhususkan diri pada studi tema dan migrasi sastra lisan dari
satu negara ke negara lain. Syukurlah akhir akhir ini ahli folklor mulai mengalihkan perhatian dari
studi pola, bentuk dan tehnik kepada morfologi bentuk sastra, permasalahanya sekitar penceritaaan
dan narator, serta pendengar dongeng. Dengan demikian jalan untuk mengintegrasikan studi satra
lisan dengan konsepsi sastra umum sudah disiapkan. Meskipun studi karya lisan mempunyai
permasalahanya tersendiri, yaitu permasalahan penyebaran dan latar sosial. Lagi pula,
kesinambungan sastra lisan dan sastra tulisan tidak pernah terputus. Kedua mencakup studi
hubungan antara dua kesusastraan atau lebih, pendekatan ini dipelopori oleh klompok ilmuwan
prancis yang disebut comparatistes, dipimpin oleh fernand balden sperger, mereka mengulas soal
reputasi, pengaruh dan ketenaran Goethe di Perancis dan di Inggris serta keteneran Ossian, Carlyle,
dan Shiller di Perancis. Metodeloginya lebih dari sekedar mengumpulkan informasi tinjauan buku,
terjemahan dan pengaruh. Dan yang ketiga sastra bandingan disamakan dengan studi sastra
menyeluruh.jadi sama dengan sastra dunia sastra umum atau universal. Istilah sastra umum juga
ada kekurangannya. Istilah ini dulu berarti poetika atau teori dan prinsip sastra Sastra bandingan
mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran
sastra yang melampaui batas nasional. Sastra nasional menuntut ppenguasaan bahasa asing dan
keberanian untuk menyisihkan rasa kedaerahan yang sulit dihilangkan.

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN EKSTRINSIK

1. Sastra dan Biografi


Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri yakni Sang Pengarang. Biografi
dapat dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius, menelusuri perkembangan
moral, mental, dan intelektualnya.Dan dapat juga dianggap sebagai studi yang sistematis tentang
psikologi pengarang dan proses kreatif. Permasalahan penulis biografi adalah permasalahan
sejarah. Penulis biografi harus menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi mata, ingatan,
dan pernyataan otbiografis. Ada dua pernyataan yang harus dijawab dalam menyusun biografi
sastrawan. Pertama: sejauh mana penulis biografi tersebut dapat memanfaatkan sebagai bahan atau
pembuktian? Kedua: sejauh mana biografi itu relavan dan penting untuk memahami karya sastra?
Jawaban atas kedua pertanyaan ini sering sangat optimistis.

Bagaimana kalau menyusun biografi menulis tentang sastrawan zaman lampau yang sulit di
telusuri data biografisnya? Biasanya yang ditemukan hanyalah dokumen resmi seperti akte
kelahiran, surat perkawinan berkas perkara hukum, dan lain lain.
Pandangan bahwa seni adalah exspresi diri yang murni dan polos yakni perwujudan pengalaman
pribadi dan perasaan terbukti keliru. Meskipun ada karya yang erat kaitanya dengan kehidupan
pengarangnya, ini bukan bukti bahwa karya sastra merupakan fotokopi kehidupan. Pendekatan
biografis sering melupakan bahwa seni bukan sekedar perwujudan pengalaman, tetapi merupakan
mata rantai tradisi sastra dan konvensasi, yang menentukan apakah suatu karya tersebut drama
atau puisi. Pendekatan biografis tetap mempunyai dampak terhadap penilaian karya sastra. Tidak
ada bukti bahwa biografi dapat menambah atau mempengaruhi penilaian kritik sastra.

2. Sastra dan Psikologi


Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. Pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe
atau studi pribadi. Kedua, studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi
yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Kemungkinan (1) & (2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada bidang sastra.
Kemungkinan (4) pada bab sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai
dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir yang dilakukan
pengarang, yang mana pada bagian akhir ini menurut mereka merupakan tahapan yang paling
kreatif. Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman yunani, kejeniusan
dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan dari tingkat neurotik sampai psikosis. Konsepsi
zaman dulu yang bertahan sampai sekarang adalah anggapan bahwa bakat penyair merupakan
ganti dari sesuatu yang hilang. Kebanyakan pengarang sekarang mulai meningggalkan
freudianisme dan mereka sudah memulai. Berhenti membuat psikoanalisa.

Kebanyakan penyair menolak untuk disembuhkan atau menyesuaikan diri dengan norma
masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mematikan dorongan menulis atau berarti mengikuti arus
lingkungan yang dianggapnya munafik dan borjuis. Teori seni sebagai gangguan emosi
menampilkan masalah hubungan imajinasi dengan kepercayaan.

3. Sastra dan Masyarakat


Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan social,
walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga
masyarakat yang mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan
penghargaan masyarakat dan mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan
hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frase De Bonald bahwa” sastra adalah
ungkapan masyarakat “(Literature is an expression of society). Masalah kritik yang berbau
penilaian bisa kita temukan dengan menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan
masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif: (1) Sosiologi pengarang, profesi pengarang,
institusi sastra (2) Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri
(3) Permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.

Posisi sastrawan dalam masyarakat dapat ditelusuri secara jelas dalam sejarah. Dalam sastra lisan
populer, terlihat besarnya ketergantungan penyanyi. Pada abad pertengahan, kita mengenal
beberapa macam pengarang di ruang kecilnya. Sejarah mencatat adanya peralihan dukungan
keuangan terhadap sastrawan dari kalangan pelindung seni yaitu kaum bangsawan pindah ke para
penerbit yang bertindak sebgai agen pembaca. Tetapi sistem perlindungan oleh bangsawan tidak
merata. Selain bangsawan, gereja dan (kelak) teater ikut mendukung hidup jenis-jenis sastra
tertentu. Untuk beberapa saat lamanya, sastra kehilangan para dermawany. Padahal, saat itu
khalayak pembaca juga kurang dapat memberikan dukungan. Akibatnya, keadaan ekonomi para
sastrawan zaman itu sangat parah.

4. Sastra dan Pemikiran


Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam
bentuk khusus. Sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiuran-pemikiran hebat. Karya sastra
dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan
mencerminkan sejarah pemikiran. Beberapa puluh tahun yang lalu, sekelompok ilmuwan Amerika
menggambarkan studi hubungan sastrawan dengan pemikiran dan menamakan metode mereka
dengan “sejarah pemikiran”. Sejarah pemikiran secara tidak langsung membantu pemahaman
sastra. Selain itu Lovejoy juga menentang kecenderungan sejarah filsafat untuk mencari unsur-
unsur ilmiah pada karya sastra secara berlebihan. Lovejoy mengungkapan bahwa pemikiran
ditentukan oleh asumsi kebiasaan mental yang tidak di sadari.

Manfaat pengetahuan sejarah filsafat bagi pemahaman karya sastra memang sangat besar, lagi pula
sejarah sastra terutama jika dipenuhi oleh pengarang – pengarang seperti Pascal, Emerson dan
Nietzsche secara terus menerus berisi masalah – masalah sejarah pemikiran. Kalau dilihat secara
terpisah dari karya sastra zamannya, secarah kritik memang merupakan bagian dari sejarah
pemikiran estetika.

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTRINSIK


1. Sastra dan Seni
Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam dan rumit. Kadang-kadang puisi
mendapat inspirasi dari lukisan, patung, atau musik. Karya seni seperti halnya benda dan manusia
sering menjadi tema dan objek puisi. Sebagaimana sastra terutama lirik dan drama banyak
memakai musik, sastra juga bisa menjado tema seni lukis atau musik terutama seni suara dan musi
program. Karya sastra sering menghasilkan efek yang sama dengan efek sebuah lukisan atau
menghasilkan efek musikal. Unsur musik dalam sajak, kalau dianalisis, ternyata berbeda dengan
melodi musik. Unsur musik disini lebih merupakan hasil susunan pola fenetik, penghindaraan
akumulasi konsonan, atau efek ritmis tertentu. Puisi-puisi Romantik (seperti puisi Tieck dan
kemudian Verlaine) memakai kesan musikal untuk menekan makna, menghindari kontruksi logis,
dan memilih konotasi daripada denotasi. Puisi yang strukturnya terjalin secara padu kurang cocok
dijadikan lagu, sedangkan puisi-puisi Heine dan Wilhelm Muller yang kurang bermutu cocok
untuk lirik lagu Schubert dan Schumann yang paling indah. Puisi dengan nilai sastra tinggi bisa
rusak dan kabur strukturnya jika dijadikan musik walaupun musiknya sangat bagus. Kesejajaran
sastra dan seni sering membuat orang merasa bahwa lukisan dan puisi tertentu menghasilkan
suasana hati (mood) yang sama. Jadi, puisi zaman kini memerlukan poetika baru dan teknik
analisis yang tidak bisa diambil dari terminologi seni rupa. Baru sesudah mendapatkan terminologi
yang tepat untuk menganalisis karya sastra, kita dapat menentukan batas-batas periodisasi sastra
dan bukan sekadar batasan metafisik yang disatukan oleh satu “semangat zaman”

2. Modus Keberadaan Karya Sastra


Penentuan akhir setiap baris, pengelompokan baris menjadi stansa dan alenia persajakan dan
permainan kata dapat di lihat dari ejaan serta banyak teknik lain harus dianggap sebagai faktor
integral dalam karya sastra. Percetakan adalah bagian penting dari puisi modern karena pada
dasarnya puisi di lihat bukan didengar. Perbedaan gaya pengucapan, penekanan, tempo, dan tinggi
rendahnya, suara ditentukan oleh kepribadiaan pembaca yang menunjukkan interprestasi pembaca.
Puisi merupakan pengalaman pembacanya. Pengalaman membaca puisi di tentukan oleh ke
biasaan individu, dan suasana hati. Puisi merupakan sesuatu yang dialami dan diciptakan kembali
dalam setiap pengalaman pembaca. Pengajaran sastra bertujuan meningkatkan pemahaman dan
apresiasi terhadap teks. Puisi juga merupakan pengalaman baik sadar maupun tak sadar. Puisi
bukanlah pengalaman seseorang ataupun gabungan pengalaman. Puisi hanyalah penyebap
potensial dari pengalaman. Puisi yang sebenarnya harus dilihat sebagai struktur norma yang
diwujutkan melalui pengalaman pembaca. Terdapat beberapa pembagian strata yaitu strata bunyi,
uniknya makna dan objek yang mewakili oleh kata duni sang novelis. Stratum dunia di lihat dari
sudut pandang tertentu tidak dinyatakan tetapi tersirat. Karya sastra merupakan sesuatu yang
diciptakan pada satu titik waktu dan dapat berubah serta musnah. Hal tersebut menyerupai sistem
bahasa.

3. Efoni, Irama, dan Matra


Karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna. Di dalam sejumlah karya sastra
stratum bunyi memang kadang kurang penting sedangkan di dalam stratum fonetik tetap
merupakan prasyarat makna. Dalam banyak karya sastra, stratum bunyi menarik perhatian efek
estetis dan berlaku untuk karya prosadan puisi. Dalam menganalisis efek bunyi kita harus selalu
mengingat ada dua prinsip. Pertama kita harus membedakan penyajian puisi secara lisan danpola
suara puisi. Kedua yang umum adalah bahwa bunyi harus dianalisis terpisah dari makna. Efoni
adalah kombinasi bunyi dalam puisi yang indah dan menimbulkan kesam merdu.Didalam efoni
kita perlu membedakan dua macam unsur bunyi yaitu. Pertama unsur bunyi yang melekat dan
terikat, misalnya kekhasan bunyi a atau o atau juga I dan o. Kualitas ini merupakan dasar untuk
efek musikal atau efoni.Kedua unsur bunyi yang terkait yang merupakan dasar irama dan
matra,misalnya adalah titik nada,lama bunyi, tekanan dan pengulangan. Masalah irama bukan
hanya terbatas pada sastra atau bahkan bahasa.Irama sebagai bunyi yang berulang secara periodik.
Irama dekat hubungannya dengan melodi intonasi yang ditentukan oleh urutan tinggi rendah suara.
Ilmu matra adalah bidang ilmu yang sudah banyak ditekuni. George R. Stewart memformulasikan
bahwa puisi dapat berdiri tanpa makna karena matra pada dasarnya tidak tergantung dari makna
kita dapat mencoba mereproduksi struktur matra dari baris mana saja tanpa melihat maknanya.

4. Gaya dan Stilistika


Karya sastra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu. F.W.Bateson
mengemukakan bahwa sastra adalah bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung
padanya. Dalam tesisnya dia berkata: pengaruh zaman pada sebuah puisi tidak dapat dilihat dari
penyairnya, tapi dari bahasa yang dipakainya.

Stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistik yang kuat, karena salah satu
perhatian utamanya adalah kontras sistem bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada
zamannya. Manfaat stilistika yang sepenuhnya bersifat estetis.

5. Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos


Jika kita berhenti menguraikan puisi dalam bentuk prosa dan mulai mempelajari makna puisi dari
keseluruhan strukturnya yang kompleks, berarti kita mulai berhadapan dengan inti struktur puisi,
yaitu citra, metafora, simbol dan mitos. Menurut seorang kritikus modern, dua unsur yang
mendasari puisi adalah matra dam metafora. Lagi pula, matra dan metafora tidak dapat dipisahkan,
dan definisi puisi harus cukup luas sehingga mencakup keduanya dan dapat menerangkan
keduanya. Teori puisi tadi juga dikemukakan oleh Coleridge dalam Biographia
Literaria. Pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam
psikologo kata citra berarti reproduksi mental, sutu ingatan masa lalu yang besifat indrawi dan
berdasarkan presepsi dan tidak selalu bersifat visual. Ahli-ahli psikologi dan estetika menyusun
berbagai macam pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan dengan cita rasa pencicipan, ada yang
berkaitan dengan penciuman. Ada pula yang berkaitan dengan suhu dan tekanan.

Simbol adalah suatu istilah dalam logika, matematika, semantik, semiotik dan epistomologi,
simbol juga memiliki sejarah panjang didunia teotologi, dibidang liturgi, di bidang puisi dan seni
rupa. Unsur yang sama dalam beraneka penggunaan di atas adalah sifat simbol unruk mewakili
sesuatu yang lain. Simbol logika dan aljabar adalah tanda konvensional yang disetujui bersama.
Mitos adalah naratif, cerita, yang dikontraskan dengan wacana dialektis, eksposisi. Mitos bersifat
irasional dan instuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis. Istilah mitos mengacu dan meliputi
wilayah makna yang penting, yang masuk dalam bidang agama, foklor, antropologi, sosiologi,
psikoanalisis dan seni rupa. Dalam pengerian luas, mitos adalah cerita anonim mengenai asal mula
alam semesta dan nasib serta tujuan hidup. Dalam sastra motif mitos yang penting adalah citra atau
gambar yang ditampilkan, unsur mitos yang bersifat sosial atau supernatural, cerita atau unsur
naratifnya, segi arketip atau universalnya, perwujudan simbolis dari hal-hal yang ideal dalam
adegan-adegan yang nyata, sifatnya yang menyiratkan ramalan, rencana, dan unsur mistiknya

6. Sifat dan Ragam Fiksi Naratif


Realitas dalam karya fiksi,yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan kepada pembaca,tidak
selalu merupakan kenyataan sehari-hari. Realisme dan naturalisme dalam drama atau novel adalah
gerakan, kovensi, dan gaya sastra atau sastra filsafat, seperti romantisme dan suralisme. Fiksi
naratif atau lebih tepatnya cerita berkaitan dengan waktu atau urutan waktu.Cerita banyak
bersumber dari sejarah.Sastra sering digolongkan sebagai seni waktu (berbeda dengan seni lukis
dan seni patung yang merupakan seni ruang). Sejarah adalah sesuatu yang tidak nyata: sejarah
adalah hanyalah usaha yang membuka gulungan waktu yang tidak menghasilkan sesuatu yang luar
biasa; dan novel adalah sejarah yang fiktif. Dalam bahasa Inggris ada dua ragam fiktif naratif yang
utama disebut romance (romansa) dan novel. Perbedaan dua ragam tersebut ialah novel adalah
gambaran kehidupan dan perilaku nyata dan romance hanyalah ditulis dalam bahasa yang agung
dan diperindah. Novel bersifat realistis, sedangkan romance bersifat puitis dan epic.

7. Genre Sastra
Teori genre adalah suatu prinsip keteraturan yaitu sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak
berdasarkan waktu atau tempat, tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu.
Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre yaitu ada dua
jenis utama sastra, tragedi dan epik. Aliran Neo-Klasik adalah percampuran antara resionalisme
dan sikap otoriter, kecenderungannya adalah bersifat konservatif, mempertahankan sejauh
mungkin jenis-jenis yang berasal dari tradisi kuno, terutama jenis tradisi puitis. Hierarki jenis-jenis
sastra sebagian merupakan suatu kalkulus yang bersifat hedonistis artinya dalam doktrin-doktrin
klasik, skala kesenangan tidak bersifat kuantitatif. Masalah genre jelas merupakan masalah inti
sejarah sastra dan sejarah kritik sastra, serta kaitan antara keduanya. Masalah genre meletakkan
masalah filosofis yang menyangkut kaitan antara kelas dan individu pengarang, serta kaitan antara
satu orang dan banyak orang, dalam konteks sastra yang kusus. Masalah genre adalah masalah
yang menyangkut sifat dari bentuk-bentuk sastra yang universal.

8. Penilaian
Kita perlu membedakan istilah “nilai” dari “penilaian”. Sepanjang sejarah , oran gtelah tertarik
dan menganggap sastra lisan maupun cetakan “bernilai” positif. Tetapi kritikus dan filsuf yang
membuat “penilaian” terhadap sastra, atau karya sastra tertentu , mungkin mengambil keputusan
yang yang negatif. Konsep tentang kemurnian adalah saslah satu unsur analisis, kita dapat mulai
dengan unsur yang lain, yaitu unsur susnan da gunsi,yang menentukan suatu karya sastra atu bukan
sastra bukanlah unsur-unsurnya,tetapi bagaimana unsur-unsur itu disatukan dan berfungsi.Kita
perlu menilai kesastraan sastra berdasarkan kriterian estetis dan menilai kebesaran suatu karya
sastra berdasarkan kriterian eksatra-estetis,kita perlu membuat dikontomi atas penilaian yang
pertama,yaitu penilaian kesastraan. Mula-mula kita mengklasifikasikan konstruksi verbal karya
sastra (misalnya cerpen,puisi,drama),kemudian kita menanyakan apakah karya sastra itu
merupakan karya sastra itu damam suatu ranking untuk mendapatkan kedudukanya sebagai
pengalaman estetis,penialaian kedua ,mengenai kebesaran karya sastra menyangkut astandr dan
norma ,kritikus-kritikus modern yang hanya membatasi diri pada penilaian pertama disebut
kelompok”formalis”. aliran formalisme terhadap seni bersifat otomistis,mengukur sifat puitis
bahan-bahan mentah saja,dan tidak mengukur nilai puitis keseluruhan karya. Keinginan untuk
mengukuhkan nilai-nilai sastra yang objektif,bukan berarti menjanjikan keterikatan pada suatu
norma-norma yang statis,yang tidak mengenal penambahan nama dan perubahan peringkat.

9. Sejarah Sastra
Sejarah sastra adalah sejarah sosial atau sejarah pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra,
atau impresi dan penilaian atas beberapa karya sastra yang diatur kurang lebih secara kronologis.
Ada kelompok lain yang menyadari bahwa sastra adalah seni nomor satu, sayangnya kelompok ini
tidak dapat menulis sejarah. Mereka hanya menampilkan satu seri esai tentang pengarang-
pengarang tertentu, yang saling dikaitkan oleh “pengaruh-pengaruh”, tetapi esai-esai itu tidak
didasarkan pada konsepsi evolusi sejarah yang nyata. Kebanyakan sejarah sastra yang paling
menonjol adalah sejarah kebudayaan atau kumpulan kritik sastra. Tipe pertama adalah disebut
sejarah seni, sedangkan tipe yang kedua bukan sejarah seni. Tugas utama sejarah sastra adalah
meletakkan kedudukan yang tepat dari setiap karya dalam suatu tradisi.Salah satu tipe seri evolusi
dapat disusun dengan cara memisahkan salah satu kecenderungan dalam karya sastra, lalu
menelusuri perkembangannya dalam mencapai suatu tipe ideal (walaupun hanya sementara saja
bersifat ideal). Pada kriteria sastra yang murni. Suatu periode bukanlah suatu tipe atau kelas, tetapi
merupakan bagian waktu yang dijabarkan oleh sistem norma yang melekat pada proses sejarah,
dan tidak dapat dilepaskan daripadanya.Kejelasan tentang skema hubungan antara beberapa
metode merupakan obat untukkerancuan mental, meskipun seseorang berhak untuk
mengkombinasikan beberapa metode dalam menyusun sejarah sastra.

Anda mungkin juga menyukai