Anda di halaman 1dari 5

Angkatan 20-an

A. Sejarah Singkat

Pada paruh pertama abad ke-20, Hindia Belanda mengalami perubahan politik
yang cukup ekstrem, ditandai dengan pergeresan bentuk perjuangan kemerdekaan
yang mulai meninggalkan bentuk-bentuk revolusi fisik. Perjuangan bangsa bergerak
ke bentuk perjuangan intelektual.

Perjuangan tersebut didukung dengan semakin banyaknya rakyat pribumi yang


mengenyam pendidikan, bebas buta huruf, dan membuka mata terhadap pergaulan
dunia. Perkembangan sastra pada dekade ini tampak mengalami kemajuan pesat,
meninggalkan genre sastra lama yang didominasi pantun dan gurindam, cenderung
istana sentris dan patriarkhi.Seiring dengan perkembangan tersebut, tak bisa dihindari
bahwa ruang baru kesusastraan menyisakan lorong hitam-gelap tempat menjamurnya
karya-karya tulis yang rendah nilai estetika. Karya-karya tersebut, misalnya, adalah
tulisan-tulisan cabul, pornografi, dan tulisan yang dinilai memiliki misi politis.

Angkatan 20 berawal dari sebuah lembaga kebudayaan milik pemerintah


kolonial Belanda, bernama Volkslectuur, atau Balai Pustaka. Kelahirannya menjadi
gairah baru bagi para sastrawan yang kemudian membentuk periode sastra tersendiri
dalam perkembangan sastra Indonesia, dengan ciri yang khas, dan disebut Angkatan
20 atau Angkatan Balai Pustaka.

Pada era ini, banyak prosa dalam bentuk roman, novel, cerita pendek dan
drama, yang diterbitkan dan menggeser kedudukan syair, pantun, gurindam dan
hikayat. Karya-karya tersebut diterbitkan dalam bahasa Melayu-Tinggi, Jawa dan
Sunda, serta sejumlah kecil dalam bahasa Bali, Batak, dan Madura.

Sastrawan yang menonjol karya-karyanya dari angkatan ini adalah Nur Sutan
Iskandar, sehingga mendapat julukan “Raja Angkatan Balai Pustaka.” Di samping itu,
dominasi sastrawan yang berasal dari Minangkabau dan sebagian Sumatra memberi
ciri yang unik pada karya sastra Angkatan 20.

B. Karakteristik

Setiap angkatan dalam periodisasi puisi tentunya memiliki karakteristik yang


berbeda-beda. Begitupun halnya dengan angkatan 20-an. Angkatan ini pasti memiliki
karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki angkatan lain ataupun sebaliknya.
Karakteristik angkatan 20-an dapat dilihat dari segi tema, kebangsaan, gaya bahasa,
serta isinya.
1. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum
muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dlll
2. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
3. Gaya bahasanya masih menggunakan perumpamaan yang klise, pepatah,
peribahasa, tapi menggunakan bahasa percakapan sehari-hari lain dengan
bahasa hikayat sastra lama.
4. Puisinya berupa syair dan pantun.
5. Isi karya sastranya bersifat didaktis.

C. Pelopor

1. Nur Sutan Iskandar

Muhammad Nur atau yang lebih dikenal dengan nama Nur Sutan Iskandar
lahir pada tanggal 3 November 1893 di Sungaibatang, Maninjau, Sumatera Barat.
Asal usul namanya menjadi Nur Sutan Iskandar bermula ketika ia menikahi
Aminah. Oleh keluarga Aminah, ia diberi gelar Sutan Iskandar. Sejak itu, ia
memakai gelar itu yang dipadukan dengan nama aslinya menjadi Nur Sutan
Iskandar.

Nur menghabiskan masa kanak-kanaknya di tempat kelahirannya,


Sungaibatang. Sungai Batang itu terletak di tepi Danau Maninjau. Keindahan
kampungnya dan suasana kehidupan masyarakat di kampungnya itu betul-betul
diresapinya. Hal ini terlihat dari karya yang dilahirkannya. Dalam Pengalaman
Masa Kecil (1949), misalnya, Nur Sutan Iskandar dengan jelas bercerita tentang
keindahan kampung halamannya dan suka duka masa kecilnya. Sementara itu,
dalam Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1923), Cinta yang Membawa Maut
(1926), Salah Pilih (1928), dan Karena Menua (1932), ia banyak bercerita tentang
kepincangan yang terjadi dalam masyarakatnya, khususnya yang berkaitan dengan
adat istiadat.

Ketika berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia


berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Oleh Dr. Sutomo,
ia diajak berkeliling kota Surabaya. Hampir semua tempat di sana mereka
kunjungi, tidak terkecuali tempat pelacuran. Bakat menulisnya yang sudah
tumbuh mulai memainkan peran. Pengalaman berkeliling di tempat pelacuran,
kemudian dituangkannya menjadi karangan yang diberi judul Neraka Dunia
(1937).

Meskipun hanya berijazah sekolah dasar, Nur Sutan Iskandar dikenal sebagai
orang yang haus ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sambil bekerja ia terus
berusaha untuk menambah pengetahuannya, baik secara formal maupun
nonformal. Pada tahun 1921, ia dinyatakan lulus dari kleinambtenaar ‘pegawai
kecil’ di Jakarta dan tahun 1924 ia juga mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen
Cursus ‘Kursus Pegawai Pamongpraja’ di Jakarta. Sementara itu, ia juga terus
memperdalam kemampuan berbahasa Belanda.

Berkat ketekunannya, ia diangkat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka


(1925—1942) dan Kepala Pengarang Balai Pustaka (1942—1945). Pada saat
itulah, kreativitasnya sebagai penulis sangat berkembang. Nur Sutan Iskandar
termasuk penulis yang produktif. Selain menulis karya asli, ia juga menulis karya
saduran dan terjemahan. Hal itu dimungkinkan karena penguasaan bahasa
asingnya cukup baik.

D. Tema, Jenis, dan Bentuk

1. Tema
Tema yang banyak diangkat atau digunakan pada angkatan balai pustaka adalah
tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan
adat, soal kawin paksa, permaduan,dan sebagainya.

2. Bentuk
Bentuk karya sastra terbagi 2 yaitu fiksi dan nonfiksi. Fiksi adalah suatu karya
sastra yang mengungkap realitas kehidupan sehingga mampu mengembangkan
daya imajinasi. Contohnya adalah prosa, puisi, dan drama. Sedangkan nonfiksi
adalah karya sastra yang dibuat berdasarkan data – data yang otentik saja, tapi bisa
juga data itu dikembangkan menurut imajinasi penulis. Contohnya adalah
biografi, otobiografi, esai, dan kritik sastra.

3. Jenis
Lahirnya angkatan Balai Pustaka mempengaruhi beberapa ragam karya sastra,
diantaranya:
a. Prosa,ciri-cirinya:
(1). Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.
(2). Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.
(3). Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.
(4). Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa
tidak terpelihara kebakuannya.
(5). Adanya analisis jiwa.
(6). Pada umumnya mengambil bahan cerita dari Minangkabau, sebab
pengarang banyak berasal dari daerah sana.

 Roman
Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman,
yang sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh
para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi
roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang
fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang
benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada
golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalah adat.
Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan
buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922.

 Cerpen
Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika
diterbitkan buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922.
Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam
majalah seperti Panji Pustaka dan Pedoman Masyarakat, kemudian
banyak yang dikumpulkan menjadi kitab. Misalnya:
(1).Teman Duduk karya Muhammad kasim
(2).Kawan bergelut karya Suman H.S.
(3).Di Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka
(4).Taman Penghibur Hati karya Saadah Aim

b. Puisi
Perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin.
Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia
mengadakan pembaharuan puisi Indonesia. Pembaharuannya dapat dilihat
dalam kumpulan puisinya Tanah Air pada tahun 1922.
Pengarang berikutnya pada masa angkatan 20 di bidang puisi adalah
Rustam Effendi.Rustam Effendi dipandang sebagai tokoh peralihan.Rustam
Effendi bersama Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut
soneta sehingga beliau dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia.
Kumpulan sajak yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924 adalah
Percikan Permenungan.Ciri-cirinya yaitu:
(1). Masih banyak berbentuk syair dan pantun.
(2). Puisi bersifat dikdaktis.

E. Karya Populer dan Pengarang


Beberapa karya populer pada angkatan balai pustaka beserta pengarangnya yaitu:
1. Merari Siregar : Azab dan Sengsara (1920), Binasa Karena Gadis Priangan
(1931)
2. Marah Roesli : Siti Nurbaya (1922), La Hami (1924)
3. Muhammad Yamin : Tanah Air (1922), Indonesia, Tumpah Darahku (1928),
Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
4. Djamaluddin Adinegoro : Darah muda (1927), Asmara jaya (1928)
5. Abas Soetan Pamoentjak : Pertemuan (1927)

Anda mungkin juga menyukai