0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
783 tayangan10 halaman
Cerita pendek Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis menceritakan tentang seorang kakek penjaga surau yang bunuh diri setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi tentang seseorang saleh yang masuk neraka karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Cerita tersebut mengangkat tema kritik sosial terhadap orang-orang yang hanya mengandalkan ibadah formal tanpa memperhatikan kondisi sosial.
Cerita pendek Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis menceritakan tentang seorang kakek penjaga surau yang bunuh diri setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi tentang seseorang saleh yang masuk neraka karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Cerita tersebut mengangkat tema kritik sosial terhadap orang-orang yang hanya mengandalkan ibadah formal tanpa memperhatikan kondisi sosial.
Cerita pendek Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis menceritakan tentang seorang kakek penjaga surau yang bunuh diri setelah mendengar cerita dari Ajo Sidi tentang seseorang saleh yang masuk neraka karena tidak memperhatikan keadaan sekitar. Cerita tersebut mengangkat tema kritik sosial terhadap orang-orang yang hanya mengandalkan ibadah formal tanpa memperhatikan kondisi sosial.
Intan Fazriah 1510631080075 Nur Syitha 1510631080115 Salmah Sri Masturoh 1510631080139 Latar Belakang Lahirnya Angkatan 66 Penanaman atau pemberian nama Angkatan 66 pertama kali dikemukakan oleh Hans Bague Jassin atau yang lebih dikenal dengan H.B. Jassin, seseorang yang diberi gelar sebagai Paus Sastra Indonesia, dalam artikelnya yang berjudul Angkatan 66; Bangkitnya Satu Generasi, yang dimuat dalam majalah Horison, Pada bulan Agustus 1966. Kemudian dimuat kembali dalam bunga rampainya berjudul Angkatan 66: Prosa dan Puisi. Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Lahirnya angkatan ini juga dilatar belakangi oleh aksi yang dilancarkan para pemuda dan seniman pada tahun 1966 yang protes akan kesewenang-wenangan penguasa, dan terbitnya majalah sastra horison. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya- karya sastra pada masa ini. Ciri-ciri Karya Sastra Angkatan 66 1. Memiliki konsepsi pancasila; 2. menggemakan protes sosial dan politik; 3. membawa kesadaran nurani manusia yang bertahun-tahun mengalami kezaliman dan perkosaan terhadap kebenaran dan rasa keadilan; 4. kesadaran akan moral dan agama. 5. Tema yang diangkat banyak mengenai masalah kegelisahan batin dan rumah tangga. 6. Adapun menurut buku Sejarah Sastra Indonesia, ciri umumnya yaitu tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, serta menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati yang bentuk prosa. Tokoh dan karya sastra Angkatan 66 o W.S. Rendra Kumpulan puisi Blues untuk Bnie, dan kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta. o Taufik Ismail Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, dan Puisi-puisi Langit. o Sapardi Djoko Damono Dukamu Abadi dan Mata Pisau. o Goenawan Mohamad Parikesit, Interlude, dan Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang. o Umar Kayam Seribu Kunang-kunang di Manhattan, Sri Sumarah dan Bawuk, Lebaran di Karet, dan Pada Suatu Saat di Bandar Sangging. o Sutardji Calzoum Bachri O, Amuk, dan Kapak. o A.A. Navis Robohnya Surau Kami, kumpulan cerpen, Bianglala, kumpulan cerpen 1963, Hujan Panas, dan Kemarau. o Putu Wijaya Bila Malam Bertambah Malam, Telegram, dan Stasiun. o NH.Dini Dua Dunia, kumpulan cerpen, Hati Yang Damai, novel, Pada Sebuah Kapal, novel. Satyagraha Hoerip memperkenalkan istilah angkatan yang dinamakan Angkatan 63 atau Angkatan Manifes. Istilah Angkatan Manifes (Kebudayaan) tersebut diperkenalkan pertama kali oleh Satyagraha Hoerip dalam karangannya di majalah Horison pada bulan Desember 1966, Angkatan 66 dalam Kesusastraan Kita. Menurut Hoerip, apa yang disebut H.B. Jassin sebagai Angkatan 66 lebih tepat disebut Angkatan Manifes. Para pengarang prosa pada angkatan ini seperti N.H. Dini, Iwan Simatupang, Budi Darma, Wildan Yatim, Putu Wijaya, Danarto, Umar Kayam, dan lain-lain. Apresiasi Prosa Angkatan 66 ROBOHNYA SURAU KAMI Karya A.A. NAVIS seorang kakek yang menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang penjaga surau (garin). Namun karena suatu peristiwa, kakek penjaga surau itu meninggal, bunuh diri. Penyebabnya yaitu karena kakek merasa tertekan kondisi psikologisnya hanya gara-gara bualan dari Ajo Sidi. Ajo Sidi menceritakan sebuah kejadian di akhirat, yaitu cerita mengenai seseorang bernama Haji Saleh. Dalam cerita Ajo Sidi, Haji Saleh adalah seorang yang taat menjalankan agama ketika hidup di dunia. Namun, Tuhan tidak memasukkan Haji Saleh ke surga, melainkan ke neraka. Di neraka, Haji Saleh bertemu juga dengan teman-temannya di dunia yang ibadahnya juga tidak kurang dari dirinya. Akhirnya, karena tidak terima dengan keputusan Tuhan, orang-orang di neraka yang menganggap dirinya tidak pantas dimasukkan ke neraka itu melakukan aksi unjuk rasa kepada Tuhan. Tuhan menanyakan kepada mereka apa yang telah mereka lakukan di dunia. Mereka menjawab bahwa mereka semua adalah warga negara Indonesia yang taat beragama, namun Tuhan tidak berkenan dengan jawaban mereka karena selama hidup mereka hanya berdoa dan menyembah-Nya, tidak mempedulikan keadaan sekitar, sehingga banyak kekayaan negara mereka sendiri yang diambil oleh pihak asing, sedangkan anak cucu mereka sendiri hidupnya kekurangan.