Anda di halaman 1dari 18

MASALAH ANGKATAN DAN PERIODISASI DALAM SASTRA

INDONESIA

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Sejarah Sastra

Dosen pengampu:
Dr. Akhmad Taufik, S.S,M.Pd.

Oleh :
Hilda Muyassaroh (200210402017)
Ayes Tri Suyitno (200210402035)
Akbar Ario Prayudi (200210402021)
Rovi Qotun Safira (200210402009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan rahmat,taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Pendidikan Sejarah Sastra tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dengan adanya bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas penyususunan makalah. Dimana
makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas kelompok, semoga makalah yang kami
susun ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, khususnya warga Universitas Jember.

Jember, 15 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .....................................................................................................................i
Kata Pengantar .....................................................................................................................ii
Daftar Isi .............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sastra......................................................................................................... 3
2.2 Masalah Angkatan Sastra
Indonesia................................................................................4
2.3 Periodisasi Dalam Sastra Indonesia
................................................................................6
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 10
3.2
Saran ...............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angkatan dan Periodisasi sastra merupakan masalah yang sudah ada sejak
jaman dahulu dan mengalami perbedaan pendapat dikalangan sastrawan. Angkatan
sering disamakan dengan generasi. Namun, istilah diatas menjadi rancu. Kerancuan
dengan istilah tersebut terjadi karena sebagian ahli sejarah sastra menyamakan dengan
pembabakan waktu dalam sejarah sastra (Rosidi, 1986:194). Sedangkan, periodisasi
sastra merupakan satu kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang memiliki ciri
khas dari masa sebelumnya. Ciri khas dalam periodisasi sastra ditentukan dari sudut
pandang peneliti dan bermacam-macam. Misalnya, berdasarkan penerbitan karya sastra,
perbedaan norma umum, dan pertimbagan ekstrinsik karya sastra. Ada beberapa pakar
karya sastra yang telah membuat periodisasi sastra Indonesia antara lain H.B Jassin,
Ajip Rosidi, Zuber Usman, dan Rachat Djoko Pradopo. Secara garis besar pendapat
mereka tentang periodisasi menunjukkan hal yang sama. Akan tetapi, terdapat perbedaan
pendapat dikalangan sastrawan yang terletak pada setiap periode dan penekanan ciri-ciri
yang ada pada setiap zaman.
Masalah periodisasi dan sistem angkatan dalam kesusastraan Indonesia memang sulit
untuk diteliti dan dijadikan sebagai konvensi karena pendapat dari beberapa sastrawan
tidak ada yang salah, hanya saja memiliki ciri khas tersendiri bagi setiap zaman.
Masalah angkatan dan periodisasi sastra juga tidak dianggap penting oleh sebagian
sastrawan karena dianggap mempersempit kreativitas. Akan tetapi, adanya masalah
angkatan dan periodisasi sastra Indonesia penting karena dengan periodisasi sastra ini
maka kita akan mudah mengetahui tahap – tahap perkembangan sastra Indonesia. Jadi,
dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai masalah angkatan dan periodisasi
sastra Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pengertian Sastra?
2. Apa saja Masalah Angkatan Sastra Indonesia?
3. Bagaimana Periodisasi Dalam Sastra Indonesia?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Sastra.
2. Untuk mengetahui Masalah Angkatan Sastra Indonesia.
3. Untuk mengetahui Periodisasi Dalam Sastra Indonesia.
1.4 Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui Pengertian Sastra.
2. Pembaca dapat mengetahui Masalah Angkatan Sastra Indonesia.
3. Pembaca dapat mengetahui Periodisasi Dalam Sastra Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sastra


Sastra merupakan karangan yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang
ditulis dengan bahasa yang indah. Menurut Sugihastuti (2007:23) karya sastra
merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk
menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya.
Menurut Plato, sastra adalah “Literatue is the result of imitation of description of
reality (mimesis). A literary work must be imitate universe and is a model of reality.
Therefore, the lower the value of literature and away from world ideas.” Pendapat lain
tentang sastra juga dikemukakan oleh Sumardjo & Saini (1997: 3-4) menyatakan bahwa
sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,
ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan
pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran,
11 pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi atau
ungkapan, bentuk dan bahasa. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Saryono (2009: 18)
bahwa sastra juga mempunyai kemampuan untuk merekam semua pengalaman yang
empiris-natural maupun pengalaman yang nonempiris-supernatural, dengan kata lain
sastra mampu menjadi saksi dan pengomentar kehidupan manusia.
Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi
sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang
dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan
kebudayaan. Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena
sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan,
kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik tersebut mampu
mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan manusia ke jalan yang
semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya.
Dari beberapa pendapat ahli yang sudah penulis kutip perbedaanya, dapat
disimpulkan bahwa sastra adalah sebuah karya yang diciptakan dengan indah yang
berhubungan dengan kehidupan sosial, ekonomi, politik, kesenian dan kebudayaan.
Sastra juga bersifat dinamis karena bisa mengalami perubahan dari masa kemasa dan
ditulis dengan penuh kesungguhan oleh pencipta karya sastra agar bisa dinikmati dan
pesan dari karya tersebut tersampaikan.

3
2.2 Masalah Angkatan Sastra Indonesia
Periode dan angkatan adalah dua istilah yang terkadang sering disamaartikan, bahkan
di kalangan sastrawan/pengarang karena memang tidak ada pengertian yang jelas
mengenai keduanya. Berbagai interpretasi pun banyak dikemukakan oleh sastrawan-
sastrawan, seperti Pramoedya Ananta Toer, Ajib Rosidi, dan Asrul Sani.
Menurut Sarwadi dalam buku Sejarah Sastra Indonesia Modern (2004:21), periode
adalah sekadar kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu
sistem norma tertentu atau kesatuan waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan
yang khas yang berbeda dengan masa sebelumnya. Selanjutnya, angkatan adalah
sekelompok pengarang yang
memiliki kesamaan konsepsi atau kesamaan ide yang hendak
dilaksanakan dan diperjuangkan. Jadi, jika menurutkan pendapat Sarwadi, penggunaan
periode dan angkatan yang dimaksudkan adalah:

Periode 1920-an, yaitu angkatan Balai Pustaka,


Periode 1930-an, yaitu angkatan Pujangga
Baru, Periode 1945-an, yaitu angkatan 45, dst.

Ahli sastra selanjutnya, Ajib Rosidi (1970:19), berpendapat bahwa


persoalan angkatan dibagi dua. Pertama adalah mereka yang menafsirkan masalah
angkatan ini secara subjektif dari kedudukannya sebagai pengarang (approach
pengarang) dan kedua adalah mereka yang melihatnya secara objektif berdasarkan
karya-karya sastra yang nyata. Tidak dipungkiri bahwa antara sastrawan dan penelaah
sastra yang satu dengan lainnya saling berbeda dalam penyebutan istilah walaupun
konteks yang sedang dibicarakan sebenarnya sama.
Ketidakkonsekuenan/ketidakkonsistenan terlihat seperti dalam penyebutan suatu periode
yang bermacam-macam. Sebagai contoh, dalam periode
1920-an, ada yang mengatakannya sebagai periode Balai Pustaka, angkatan Balai
Pustaka, atau bahkan angkatan Sitti Nurbaya. Oleh karena itu, Ajib Rosidi pun
menggunakan istilah periode, bukan angkatan, dalam pembabakan waktu
(periodisasi sastra) karena menurutnya, angkatan dalam sastra Indonesia menimbulkan
berbagai kekacauan pengertian.
Selain istilah periode dan angkatan, masalah lain yang timbul dalam sejarah sastra
Indonesia modern adalah ketidakkonsekuenan pada setiap periodenya. Berikut diuraikan
beberapa hal yang terjadi pada angkatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru,

4
dan

5
Angkatan 45 yang menuai banyak ―masalah‖, baik dari sisi hasil karyanya
maupun
sastrawan yang terdapat di
dalamnya.
Pertama, pada periode 1920-an (angkatan Balai Pustaka), ketidakkonsekuenan terjadi
pada zamannya. Angkatan Balai Pustaka adalah angkatan pertama dalam sejarah sastra
Indonesia modern yang sangat berperan dalam perkembangan sastra Indonesia.
Balai Pustaka awalnya adalah nama sebuah lembaga penerbitan dan percetakan yang
didirikan oleh kolonial Belanda yang kemudian juga menjadi suatu nama angkatan
sehingga sering disebut sebagai angkatan Balai Pustaka oleh para sastrawan. Karya-
karya sastra yang diterbitkan pada masa ini harus memenuhi syarat dan aturan yang telah
ditetapkan dalam Nota Ringkes sehingga pengarang-pengarang tidak mudah
menyumbangkan hasil karya untuk dapat diterbitkan. Akan tetapi, sepanjang
perjalanannya, penerbit Balai Pustaka juga tidak selalu berjalan lurus dan berpegang
teguh pada ikatannya. Sebagai bukti, novel-novel karya Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (Hamka) seperti Tenggelamnya Kapal van Der Wijck yang jelas bernafaskan
Islam dan tidak sesuai dengan bunyi Nota Ringkes butir ketiga ―harus netral agama‖
ternyata diterbitkan juga walaupun berupa cetak ulang dari yang telah diterbitkan
pertama kali oleh angkatan Pujangga Baru. Selain itu, sebuah karya yang ditulis pada
masa tertentu, misal pada masa Balai Pustaka, ternyata tidak sepenuhnya dapat
dimasukkan dalam karya Balai Pustaka hanya karena masalah tahun penulisan karya.
Kisah novel-novel ―pembaharu‖ seperti Salah Asuhan dan Belenggu ternyata buntu di
Balai Pustaka. Novel yang pertama terpaksa disunting dan novel yang kedua diterbitkan
pihak swasta, Pujangga Baru (Sumardjo, 1999:114). Hal tersebut menunjukkan bahwa
karya yang ditulis pada masa Balai Pustaka tidak selalu bisa masuk ke dalam periode
1920-an.
Selain masalah pada masa angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru, masalah
tentang angkatan juga terjadi pada pengarang tahun 1945-an. Kemunculan nama
angkatan
45 yang dicetuskan pertama kali oleh Rosihan Anwar menimbulkan pro dan kontra
terhadap nama angkatan 45 ini. Tokoh seperti Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer,
Sitor Situmorang, dan lainnya yang setuju tentang angkatan ini dan menjadikan Chairil
Anwar sebagai pelopornya berpendapat bahwa tahun 45 adalah tahun yang penuh makna
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan tahun bangsa Indonesia merdeka.
Dengan menamainya sebagai angkatan 45, diharapkan kemerdekaan dalam berkarya dan
perkembangan kebudayaan bangsa akan lebih baik lagi.
6
Dari pihak yang tidak setuju, seperti Asrul Sani, angkatan 45 dikemukakan tidak ada
ubahnya dengan Pujangga Baru dan hanya kelanjutan dari Pujangga Baru,
angkatan

7
sebelumnya. Pengarang hebat, Achdiat K. Mihardja, pun sempat menolak jika dia
dimasukkan ke dalam angkatan 45. Dia lebih memilih untuk dimasukkan ke dalam
angkatan Pujangga Baru, tetapi pada akhirnya dia juga tidak mengelak untuk menjadi
sastrawan di angkatan 45. Achdiat K. Mihardja sempat menolak karena dia cukup lama
aktif berperan di Pujangga Baru dan menjadi staf redaksi di majalah Poedjangga Baroe
(1949—1953) dan majalah Konfrontasi (1954—1962) yang menyebabkan jiwanya masih
berada di angkatan Pujangga Baru. Itulah beberapa masalah seputar periode,
angkatan, dan masalah lain yang melingkupinya yang mewarnai sebagian kecil dari
perjalanan sejarah sastra Indonesia modern.

2.3 Periodisasi Dalam Sastra Indonesia

Kosasih (2016: 136) berpendapat bahwa pengertian dari periodisasi sastra


adalan penggolongan-penggolongan atau pembabakan zaman-zaman perkembangan
sastra. Yakni pembabakan waktu tentang perkembangan sastra yang ditandai dengan
ciri-ciri tertentu. Dapat disimpulkan bahwa periodisasi sastra adalah pembagian
waktu atau zaman-zaman perkembangan sastra berdasarkan standar tertentu.

Periode sastra Indonesia terbagi menjadi beberpa bagian


,yaitu: A. Angkatan Pujangga Lama

Karya sastra pada angktan pujangga lama dihasilkan sebelum abad ke 20 , Pada
masa ini di dominasi oleh syair, pantun, hikayat, dan gurindam.
 Syair: merupakan bentuk puisi lama yang terdiri dari empat bait. Persajak syair
adalah
abab-abab.

 Pantun,merupakan puisi lama yang terdiri dari empat baris dalam satu bait.
Baris pertama dan kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat
disebut isi.

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga
sekarang. Dikalangan muda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun
menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata. Namun
demikian, secara umum peran sosial pantun sebagai. Alat penyampaian pesan.
 Hikayat adalah salah satu bentuk sastra terutama dalam bahasa berisikan
tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan
maupun kepahlawanan seseorang.

8
 Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau untuk
membangkitkan semangat juang.

 Gurindam merupakan puisi lama yang tiap baitnya terdiri dari 2 baris. Persajaknya a-
a dan isinya adalah nasihat, hal-hal yang mendidik dan masalah agama.

B. Angkatan 20- an (Balai Pustaka)

Angkatan ini tumbuh dan berkembang pada 20-an. Sekelompok pengarang pada
masa ini, pada hakikatnya bergerak dengan satu cita-cita, yaitu hendak memberikan
pendidikan budi pekerti dan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui bacaan. Sebagian
besar, sastra ini mengambil tema pokok masalah kawin paksa, contohnya Novel Siti
Nurbaya, Azab dan Sengsara, dan Si Cebol Merindukan Bulan. Peristiwa yang diceritakan
sesuai dengan kehidupan dalam masytarakat tidak lagi berhubungan dengan raja-raja, dewa,
atau kejadian yang tak masuk akal.
Beberapa pengarang Balai Pustaka yang berpengaruh ialah:
 Abdul Muis, novelnya yang berjudul salah asuhan pada tahun 1928 dianggap
sebagai sastra yangpaling menonjol nilai sastranya.

 Marah Rusli, novelya berjudul Siti Nurbaya merupakan hasil sastra yang
paling banyak dibaca orang sebagai puncak sastra balai pustaka.

 Nur Sutan Iskandar, karangan yang dihasilkannya antara lain novel sejarah,
novel psikologi, novel adat, dan sebagainya.

C. Angkatan30-an (Pujangga Baru)

Pada bulan Juli 1933 merupakan tahun berdirinya sastra angkatan pujangga baru,
secara reformasi tahun ini sekaligus dianggap pula sebagai pertama kali terbitnya majalah
pujangga baru. Ciri khas yang paling menonjol dalam sastra ini baik prosa maupun puisinya
sebagian besar mengandung suasan romantis.
Sastra pujangga baru meliputi bentuk-bentuk novel, cerpen, kritik, dan puisi dengan
bermacam-macam bentuk. Pada angkatan ini ada 2 kelompok sastrawan pujangga baru,
yaitu:
 Kelompok ―seni untuk seni‖ dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah.
Beliau juga terkenal sebagai sastrawan raja penyair pujangga baru.

9
 Kelompok ―seni untuk rakyat‖ dimotori oleh Sultan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane
dan Rustam Efendi.

Dengan demikian, Zaman Pujangga Baru menunjukkan adanya hubungan yang lebih erat
antara sastrawan dan sekelompok intelektual yang memiliki pengaruh dalamperkembangan
pemikiran. Namun pada tahun 1942-1945 merupakan masa melemahnya sastra
angkatan pujangga baru. Karya penting penutup periode sastra ini adalah belenggu, novel
karya Armijn Pane dan manusia baru, drama karya Sanusi Pane.

D. Angkatan ‘45 (Angkatan Kemerdekaan)

Pada periode 1942-1950 atau 1942-1945 adalah periode bangkit dan terintegrasinya
sastra angkatan ini. Pada masa angkatan ini karyanya lebih bersifat lebih
realistis dibandingkan karya angkatan pujangga baru yang bersifat romantic dan
idealistis. Di Angkatan 45 diwarnai dengan adanya pengalaman hidup dan problem sosial,
politik, budaya seperTti korupsi, penyelewangan, ketidakadilan, dan pemerosotan moral.
Penulis di angkatan
45 yaitu Chairil Anwar, Idrs Mochtar Lubis, Trisno Sumardjo, dan M. Balfas.

E. Angkatan50-an

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra ―kisah‖ asuhan H.B Jassin,
masalah tersebut bertahan sampai tahun 1946 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya.
Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi cerita pendek dan kumpulan puisi.
Sastra 50-an umumnya menyadarkan pada segi ekspresi serta memperkembangkan
gaya ucapan angkatan 45. Pada tahun ini, majalah sastra yang di anggap standar adalah
―Kisah‖. Kisah yang memuat cerpen dan puisi.

F. Angkatan ‗66

Pada angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horizon. Majalah horizon
adalah satu-satunya majalah sastra yang terbit di Indonesia pada saat ini atau setidaknya
majalah itu adalah satu-satunya majalah yang mengorbankan hampir seluruh halamannya
untuk menampung hasil tulisan. Sastrawan kita menganggap majalah horizon sebagai

10
standar

11
perkembangan sastra Indonesia dan sekaligus menjadi sasaran tuntutan beranekaragam yang
patut di alamatkan kepada sebuah majalah sastra. Pada awal tahun 70-an Marga T.
mengumumkan novelnya di koran kompas, novelis wanita tampaknya menjadi salah satu
jaminan bagi lakunya suatu penerbitan.

G. Dasawarsa 80-an

Pada karya sastra 80-an, ditandai dengan banyaknya roman pencitraan, majalah
horizon tidak ada lagi. Karya sastra Indonesia pada angkatan ini tersebar luas diberbagai
majalah dan penerbitan umum. Mira W. dan Marga T. adalah 2 sastrawan wanita Indonesia
yang menonjol dengan fiksi romantic yang menjadi ciri-ciri novel mereka, pada umumnya
tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Namun yang tidak boleh dilupakan pada
era
80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, tetapi juga sah disebut sastra, jika sastra
dianggap sebagai salah satu alat komunikasi, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang di
pelopori oleh Hilman dengan serial lupusnya.

H. Angkatan Reformasi

Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen,
maupun novel yang bertema sosial,politik, khususnya seputar reformasi.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masalah periodisasi dan sistem angkatan dalam kesusastraan Indonesia sulit
untuk diteliti dan dijadikan sebagai konvensi karena pendapat dari beberapa sastrawan
tidak ada yang salah, hanya saja memiliki ciri khas tersendiri bagi setiap zaman.
Masalah angkatan dan periodisasi sastra juga tidak dianggap penting oleh sebagian
sastrawan karena dianggap mempersempit kreativitas.
Periode dan angkatan adalah dua istilah yang terkadang sering disamaartikan,
bahkan di kalangan sastrawan/pengarang karena memang tidak ada pengertian yang
jelas mengenai keduanya. Berbagai interpretasi pun banyak dikemukakan oleh
sastrawan- sastrawan, seperti Pramoedya Ananta Toer, Ajib Rosidi, dan Asrul Sani.
Selain istilah periode dan angkatan, masalah lain yang timbul dalam sejarah sastra
Indonesia modern adalah ketidak konsekuenan pada setiap periodenya. Tetapi
dengan adanya masalah angkatan dan periodisasi sastra Indonesia penting karena
dengan periodisasi sast ra ini
maka kita akan mudah mengetahui tahap – tahap perkembangan sastra Indonesia.

13
3.2 Saran
Dengan disusun nya makalah ini, penyusun berharap kepada pembaca agar
pembaca bisa memahami tentang Masalah Angkatan dan Periodisasi Dalam Sastra
Indonesia. Penulis juga masih menyadari jika makalah di atas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan, sehingga penulis juga akan memperbaiki
makalah ini dengan berpedoman pada banyak sumber. oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi
makalah kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Muhri.2014. Sejarah Ringkas Kesusastraan Indonesia. Bangkalan: Yayasan Arraudlah


Dangausiana.2017. Masalah Seputar Periode dan Angkatan dalam Sastra Indonesia.
WordPress.com https://dangausiana.wordpress.com/2017/08/12/masalah-seputar-
periode-dan-angkatan-dalam-sejarah-sastra-indonesia-modern/ (diakses pada
tanggal
12 Maret 2021)
Jaqee, Dermawan. 2017. Perbedaan Setiap Angkatan Sastra.
https://www.slideshare.net/mobile/DermawanJaqee/perbedaan-set iap-
angkatan- sastra(diakses pada tanggal 12 Maret 2021)
Suwondo, Tirto,dkk. 1997. Karya Sastra di Luar Penerbitan Balai Pustaka. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Tri Febrianto, Priyoto dan Sulaiman.2017. Penyusunan Peta Sastra melalui Penelusuran
Jejak Sastra Indonesia sebagai Identitas Bangsa yang Berkarakter. Jurnal:
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol.30, No.2, hal 121-132. Madura:
Universitas Trunojoyo
Achmad,Ubail. Periodisasi Sastra Indonesia

Anda mungkin juga menyukai