Puisi Kontemporer
PUISI KONTEMPORER
Dalam perkembangan terakhir kesusastraan Indonesia muncul adanya kaya sastra
kontemporer, baik dalam bentuk puisi, prosa, maupun drama. Karya sastra kontemporer adalah
karya sastra yang inkonvensional, yaitu menyimpang dari pola karya sastra pada umumya. Oleh
karena menyimpang dari pola karya sastra pada umumnya, cara memahami maknanya pun
berbeda.
Dalam bidang puisi , puisi kontemporer berarti puisi yang dibuat atau diterbitkan pada
permulaan tahun 70-an hingga sekarang, dan bentuknya menyimpang dari puisi-puisi pada
umunya.
Untuk memahami puisi kontemporer kita perlu mengetahui apa yang dikatakan Sutardji dalam
Kredo Puisinya.
Kredo Puisi
Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukanlah seperti pipa yang menyalurkan
air. Kata-kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, ia adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk.Kalau
diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri dan bukan alat untuk memotong atau
menikam.
Dalam kesehari-harian kata cenderung dipergunakan sebagai alat untuk menyampaikan
pengertian.dan dilupakan kedudukannya yang merdeka sebagai pengertian.
Kata-kata harus bebas dari penjajahan pengertian,dari beban idea. Kata-kata harus bebas
menentukan dirinya sendiri.
Dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti
kamus dan penjajahan-penjajahan lain seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada
kata tertentu dengan dianggap kotor (Obscene) serta penjajahan gramatika.
Bila kata telah dibebaskan kretivitas pun dimungkinkan. Karena kata-kata bisa menciptakan
dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauannya sendiri.
Pendadakan yang kreatif bisa timbul karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai
penyalur pengertian,tiba-tiba karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya.
Maka timbullah hal-hal yang tak terduga sebelumnya.
Dalam (penciptaan) puisi saya, kata-kata saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah
menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari di atas kertas, mabuk dan
menelanjangi dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan
belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan
dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan
sendiri dirinya dengan bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka
bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya
bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang ingin dibebankan kepadanya.
Sebagai penyair saya hanya menjaga – sepanjang tidak mengganggu kebebasannya- agar
kehadirannya yang bebas sebagai pembentuk pengertiannya sendiri, bisa mendapatkan
aksentuasi yang maksimal.
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikannya kata
pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata.
Dan kata pertama adalah mantera. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata
pada mantera.
Bandung, 30 Maret 1973
Sutardji Calzoum Bachri
2. Puisi Mbeling
Puisi mbeling bukan merupakan hasil karya penyair “mapan”. Tetapi kehadirannya mau tak mau
harus kita terima. Seperti dinyatakan Sapardi Djoko Damono”… Harus diakui bahwa puisi jenis
ini telah memberikan sumbangan yang berharga bagi keanekawarnaan puisi kita” (Sapardi
Djoko Damono, 1981:91).
Puisi mbeling muncul pertama kali pada majalah Aktuil yang terbit di Bandung. Majalah ini
menyediakan lembaran khusus untuk menampung sajak. Oleh pengasuhnya, Remi Silado,
lembaran khusus ini diberi nama “Puisi Mbeling”.
Ciri Puisi Mbeling
1. Ciri utama puisi ini adalah kelakar. Kata-kata dipermainkan, arti, bunyi, dan tipografi
dimanfaatkan untuk mencapai efek kelakar. Sebagian besar puisi mbeling menunjukkan bahwa
maksud penyair hanya sekadar mengajak pembaca berkelakar saja, tanpa maksud lain yang
disembunyikan.
Contoh
Sajak Sikat Gigi
2. Kritik sosial
3. Kritik terhadap dominasi lama dalam perekonomian
4. Ejekan terhadap sikap sungguh-sungguh penyair umumnya dalam menghadapi puisi.
Taufik Ismail menyebutnya dengan puisi yang mengkritik puisi.
3. Puisi Kongkret
Puisi kongkret yaitu puisi yang mementingkan bentuk grafis atau tata wajah yang disusun mirip
dengan gambar. Di samping makna yang ingin disampaikan oleh penyair, ia juga
memperlihatkan kemanisan susunan kata-kata dan baris serta bait yang menyerupai gambar
seperti segitiga, huruf Z, kerucut, piala, belah ketupat, segi empat, dan lain-lain.
Puisi kongkret sangat terkenal dalam dunia perpuisian Indonesia sejak tahun 1970-an. Sutardji
Calzoum Bachri termasuk pelopor juga. Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri banyak yang dapat
dikategorikan puisi kongkret. Puisi yang berjudul “Tragedi Winka dan Sihka” ( bentuk zig-zag),
Q (mirip sebuah bangunan), Kucing ( segi empat) termasuk puisi kongkret.
aCaraCa
oe
ww
oe
CowoKandKewek
oe
ww
eo
eo
eo
K
a
u
Oweeeeeekk
Puisi kongkret yang mirip gambar piala, yang garis-garisnya diganti dengan sepuluh huruf itu
cukup unik juga. Puisi tersebut mengedepankan sebuah acara remaja antara cowok dan cewek
yang berakhir dengan saling menuduh : kau penyebab cewek melahirkan.
Q
!!
!!!
!!!!!!
!
!a
lif ! !
l
la
lam
!!
mmmmmmmmmmm
ii iii i i i i ii i
mmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Meskipun makna puisi tersebut tidak diungkapkan, bentuk fisik puisi di atas membentuk makna.
Puisi di atas merupakan tragedi. Pembalikan kata /kawin/ menjadi /winka/ dan /kasih/ menjadi
/sihka/ mengandung makna bahwa perkawinan antara suami istri itu berantakan dan kasih
antara suami dan isteri sudah berbalik menjadi kebencian.
Baris-baris puisi yang membentuk zig-zag mengandung makna terjadinya kegelisahan dalam
perjalanan perkawinan itu. Pada baris ketujuh kata /kawin/ berjalan mundur. Hal ini
mengandung makna bahwa cinta dalam perkawinan yang tadinya besar, berubah menjadi
semakin lama semakin mengecil. Pada baris ke-15 kata /kawin/ berubah menjadi /winka/, ini
berarti percek-cokan dan perpisahan sudah sering terjadi sehingga kata /kasih/berubah
menjadi/sihka/, artinya kasih itu berubah menjadi kebencian. Pada baris ke-22 kasih itu mundur
sekali, sampai akhirnya tinggal kasih sebelah saja, yakni tinggal /sih/ . Pada akhir puisi ini kawin
dan kasih itu menjadi kaku atau mati. /Ku/ diawali dengan huruf kapitall menyatakan bahwa
mereka kembali kepada Tuhan.
Baik puisi “Tragedi Winka dan Sihka” maupun “Q” , keduanya termasuk puisi kongkret. “Tragedi
Winka dan Sihka” melambangkan bentuk zig-zag dan “Q” dengan bentuk grafis yang mirip
sebuah bangunan.
Membaca alif lam mim, kita ingat kita ingat kepada Quran. Ini diperkuat dengan judul Q =
Quran. Tanda seru sebanyak itu dimaksudkan agar manusia rajun membaca Quran dengan
pemahaman yang mendalam. Huruf alif lam mim juga bermakna agar manusia membuka
misteri alam dan semua misteri alam itu ada jawabannya dalam Quran
Contoh lain
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
VVVVVVVVVVVVVVVVV
V
! VIVA PANCASILA !
(Jeihan)
Untuk memahami bentuk puisi semacam ini kita perlu memiliki daya kontemplasi dan imajinasi
yang tinggi. Puisi karya Jeihan ini dapat saja kita tafsirkan sebagai perjuangan bangsa
Indonesia dalam menggali, merumuskan, menghayati, dan mengamalkan Pancasila sebagai
dasar negara.
Jumlah V tujuh belas dan jumlah baris delapan mengandung makna diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Memang sejak waktu itu hingga
sekarang, untuk mewujudkan suatu kehidupan bangsa yang berdasarkan Pancasila diperlukan
proses yang panjang, walaupun banyak tantangan, Pancasila tetap jaya.