UNSUR EKSTRINSIK
1. Nilai Dramatik
a. Nilai emosional
Cuplikan :
Siapa bilang aneh? Semua ini mungkin saja terjadi. Tuhan, kenapa justru
saya merasakan sesuatu semacam kenikmatan dengan segala pikiran-
pikiran ini? Kau jebak saya, Tuhan. Kau jebak saya. Tega. Kau! (lalu mulai
dengan pikirannya) saya kira mula-mula istri saya…. (Agak lama) Ya,
mula-mula istri saya akan berlaku seperti bidadari
Mungkin saja….
b. Nilai Intelektual
JUMENA : Kapan?
c. Nilai Abstrak
Cuplikan :
PEMBURU : Yang kau cari. Yang kau rindui. Ayahmu alias Tanya
JUMENA : Bajingan!
PEMBURU : Mulutmu kotor seperti otakmu
JUMENA TERSENYUM
JUMENA : Lalu bagaimana? apakah ini berarti saya harus mulai lagi?
PEMBURU : Ya
Cuplikan :
JUMENA : Kau simpan saja saran itu. Sudah terlalu sering orang
menyampaikannya pada saya. Dan saya tidak memerlukan itu sekarang
saya sedang rencanakan sesuatu. Gagasan ini pasti kau sambut dengan
gembira karena akan menyangkut pekerjaan kau (Tersenyum lebar) Saya
akan membangun kembali masjid kota ini
JUMENA : Tapi jangan salah paham. Saya akan mengerjakan semua itu
bukan dengan tujuan muluk, apalagi tujuan keagamaan. Saya tidak punya
tujuan seperti itu. Saya hanya merencanakan hal itu lantaran saya rasa,
mungkin saya bisa ikut bahagia bersama kau
d. Nilai Dramatik
Cuplikan :
JUKI : Dan sekalipun dia seorang perempuan atau banci? Tidak, sayang.
Seorang perempuan selamanya hanyalah mengharapkan seorang laki-laki.
Kalau tidak, pasti bukan perempuan. (Mendekat) lihatlah saya. Seorang
laki-laki. Seluruhnya seratus persen
JUKI : Saya yakin ketika kau sendirian dalam kamar, kau sering duduk-
duduk di muka cermin, dan kau tentu sangat suka berbicara pada dirimu
dalam cermin
Cuplikan:
EUIS : Dia perakus. Mata duitan
Sekiranya saja dia dapat membuktikan bahwa dengan cara seperti itu dapat
digapai kebahagiaan hidup. Tidak! Saya sudah kecap semuanya, saya
sudah jalani semuanya! Kosong. Dan cara mengisi hidup seperti itu terlalu
mahal ongkosnya dan tidak produktif, apalagi kreatif. Selain bergurau di
atas ranjang lama-lama menjemukan juga. Capek, linu-linu apalagi pada
pinggang – ah, lebih baik duduk-duduk di teras -
EUIS : Tidak,. Kalau saya serong dengan lelaki lain, bukan salah saya
C. Biografi pengarang
Arifin Chairin Noer atau lebih dikenal sebagai Arifin C.Noer adalah anak kedua
dari delapan bersaudara, lahir di Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret 1941 –
meninggal di Jakarta, 28 Mei 1995.Arifin C. Noer Menyelesaikan SD di Taman
Siswa, Cirebon, kemudian ia lanjut ke SMP Muhammadiyah, Cirebon, lalu
melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri Cirebon tetapi tidak tamat, kemudian
pindah ke SMA Jurnalistik, Solo.Arifin C. Noer mulai menulis sejak ia duduk di
bangku SMA di kota Solo akhir tahun 1950-an. Karya-karyanya tersebar di
berbagai penerbitan, surat kabar, dan majalah, seperti : Indonesia, Sastra, Gelora,
Basis, Suara Muhammadiyah, dan Horison Setelah itu ia kuliah di Fakultas
Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Tahun 1972-1973 ia
mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City,
Amerika Serikat. Arifin C.Noer sesungguhnya Mulai menulis cerpen dan puisi
sejak ia berada di bangku SMP dan mengirimkannya ke majalah yang terbit di
Cirebon dan Bandung. Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama
Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta, di sana mulai
menulis dan menyutradarai lakon - lakonnya Seperti karya yang berjudul Kapai-
kapai, Madekur dan Tarkeni, Sandek Pemuda Pekerja, Tengul, dan juga Umang-
Umang.Arifin C.Noer juga terkenal dengan karya sajak pertamanya berjudul
Langgar Purwodiningratan, yang menceritakan tentang masjid tempat ia
bertafakur. Reward yang diterima Arifin C. Noer tahun 1967 adalah sebagai
pemenang sayembara Teater Muslim dari naskah berjudul ‘Lampu Neon’ dan
juga ‘ Nenek Tercinta’. Ketika menjadi mahasiswa di Fakultas Sosial Politik
Universitas Cokroaminoto Jogjakarta, Arifin bergabung dengan Teater Muslim
pimpinan Mohammad Diponegoro. Usai menyelesaikan pendidikannya di
Universitas Cokroaminoto – Yogyakarta, pada tahun 1968 Arifin C.Noer
memutuskan untuk hijrah ke Jakartadan mendirikan Teater Ketjil.Teater Ketjil
yang ia dirikan berhasil mementaskan cerita, dongeng, yang seperti bernyanyi.
Tentang orang-orang yang terempas, pencopet, pelacur, orang-orang kolong, dsb.
Hal itu mencuatkan protes sosial yang transendental tetapi kocak dan religius.
Teater yang dibangun oleh Arifin C.Noer sangat akrab dengan publik. Ia
memasukkan unsur-unsur lenong, stanbul, boneka (marionet), wayang kulit,
wayang golek, dan melodi pesisir. Menurut penyair Taufiq Ismail, Arifin adalah
pembela kaum miskin. Kemudian Arifin mengembangkan sayap dan mulai
berkiprah di dunia layar perak sebagai sutradara. Pada filmPemberang ia
dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972 dan
mendapat piala The Golden Harvest. Ia kembali terpilih sebagai penulis skenario
terbaik untuk film Rio Anakku dan Melawan Badaipada Festival Film Indonesia
1978. Film perdananya Suci Sang Primadona, pada tahun 1977, melahirkan
pendatang baruJoice Erna, yang juga memenangkan Piala Citra sebagai aktris
terbaik Festival Film Indonesia 1978. Menurut Volker Schloendorf--sutradara
Die Blechtrommel, pemenang Palme d'oro Festival Cannes 1979-- dari Jerman,
film tersebut "menampilkan sosok wajah rakyat Indonesia tanpa bedak. Arifin
cermat mengamati tempatnya berpijak." Salah satu film Arifin yang paling
kontroversial adalah Pengkhianatan G 30 S/PKI yang di buat pada tahun 1984.
Film tersebut adalah filmnya yang terlaris dan dijuluki superinfra box-office.
Film ini diwajibkan oleh pemerintah Orde Baru untuk diputar di semua stasiun
televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati insiden
Gerakan 30 September pada tahun 1965. Peraturan ini kemudian dihapus pada
tahun 1997. Melalui film itu pula Arifin kembali meraih Piala Citra 1985 sebagai
penulis skenario terbaik Pada FFI 1990.
Arifin C.Noer menikahi Nurul Aini, dan dikaruniai dua anak, yaitu Vita Ariavita
dan Veda Amritha. Kisah cinta Arifin C.Noer dan Nurul Aini berawal dari
sebuahtulisan karya Arifin C.Noer yang berupa sajak curahan perasaan cintanya
kepada seorang gadis, Nurul Aini Pada tahun 1963. Kemuadian Arifin C.Noer
menjadikan naskah lakon yang ditulisnya, misalnya"Prita Istri Kita" pada tahun
1967 sebagai mas kawinnya. Namun pada tahun 1979 hubungan rumah tangga
Arifin C.Noer dan Nurul Aini berakhir dengan perceraian. Arifin kemudian
menikah dengan Jajang Pamoentjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis
dan Filipina, yang juga merupakan seorang aktris dengan nama beken Jajang C.
Noer. Darinya, Arifin mendapat dua anak, yaitu: Nitta Nazyra dan Marah Laut.