Anda di halaman 1dari 17

MELAYAT PADA PUISI BINHAD MELALUI DEIKSIS RUANG, WAKTU, DAN

PERSONA

Kelompok 4, Telaah Puisi Kelas A:

Moh Fauzan Harsiawan1 , Al Mar’atush Sholihah Nur’arifah1 ,


Adelia Dewita Prameswari1 , Febby Ganda Alfyanti1,
Theresia Yubel Rosary Putri Nanga1 , ‘Alimah Qurrata A’yun1
1
Program Studi Bahasa daan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

ABSTRAK

Analisis pada puitika kuburan Binhad Nurrohmat dengan kumpulan puisi


Kuburan Imperium, Nisan Annemarie, dan Kuil Nietzsche berkaitan dengan
kuburan dan kematian. Penelitian yang dilakukan yaitu dengan meneliti deiksis
yang ada pada puitika kuburan Binhad Nurrohmat. Deiksis sebagai hal atau fungsi
menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu dan
tempat suatu tuturan. Deiksis keruangan berkaitan dengan tempat, deiksis
kewaktuan yang menunjuk pada jarak waktu, dan dieksis persona yang berkaitan
dengan kata ganti orang pada puisi-puisi yang ada. Pada jurnal ini akan dipaparkan
beberapa sajak yang ada pada puisi Binhad dalam kumpulan puisi Kuburan
Imperium, Nisan Annemarie, dan Kuil Nietzsche mengenai deiksis keruangan,
kewaktuan, dan persona.

Kata Kunci : Analisis, Deiksis, Puitika Kuburan

PENDAHULUAN

Dalam buku kumpulan puitika Kuburan dalam antalogi puisi karya Binhad Nurrohmat
ini menceritakan mengenai suatu perasaan manusia terhadap realitas ruang dan waktu yang
mengangkat sebuah nasehat yang ditulis oleh sang penulis terkait nasehat yang tak lazim terkait
masa depan puisi dengan waktu kematian yang selama ini dianggap sebagai titik puncak dari
kehidupan manusia di dunia. Apabila bagi banyak orang, kematiaan adalah waktu yang khatam
(tamat) tetapi bagi Binhad Nurrohmat yaitu kematian justru masa depan. Oleh karena itu
terdapat sebuah tarikh yang baru saja bermula. Penelitian yang dilakukan yaitu dengan meneliti
deiksis yang ada pada puitika kuburan Binhad Nurrohmat. Pada kumpulan puisi yang berjudul
“Kuburan Imperium, Nisan Annemarie dan Kuil Nietzsche” memiliki keterkaitan dalam
pembawaan alur yang dibawakan oleh sang penulis. Pemilihan deiksis pada kumpulan puitika
kuburan ini memiliki tiga macam anatar lain deiksis keruangan, kewaktuaan dan persona.
Fungsi dari penggunaan deiksis keruangan itu tersendiri bertujuan untuk menjelaskan terkait
suatu hubungan jarak antara objek yang disebutkan oleh sang penulis serta sekaligus menjadi
tanda dalam memaknai kondisi sebuah sajak.

PEMBAHASAN

1. Kuburan Imperium Karya Binhad Nurrohmat

Pada kumpulan puisi ini memiliki tema terkait kuburan dan kematiaan yang pada
intinya mengenai hal-hal yang mistis yang diangkat pada penceritaan di dalam kumpulan
puisi yang berjudul Kuburan Imperium tersebut. Pada kumpulan puisi tersebut mengangkat
sebuah perasaan manusia terhadap realitas ruang dan waktu yang misalnya kepada kuburan
dan peralihan masa di dunia serta memiliki kejadian-kejadian yang bersejarah yang
menakjubkan dan tak selalu dan bisa dituliskan. Terdapat 38 judul puisi yang ada pada buku
puisi Kuburan Imperium yang dimana dari masing-masing judul pada daftar isi buku
tersebut berkaitan pada sebuah kepercayaan masyarakat turun-temurun Alur yang dibawa
pada penceritaan tersebut oleh penulis berselancar dari satu kuburan ke kuburan lain yang
dimana pada titik tersebut pembaca memasukkan Binhad dalam kategori peziarah yang
sedang melakukan ritus diukur dari tata cara menurut mazhab teologi tertentu, maka
pembaca akan menyaksikan Binhad sedang merambah jalan keburukan, kesia-siaan, dan
boleh jadi syirik.

Sang penulis yaitu Binhad Nurrohmat membangun cerita yang terdapat sebuah
nasehat yang tak lazim terkait masa depan puisi dengan waktu kematian yang selama ini
dianggap sebagai titik puncak dari kehidupan manusia di dunia. Apabila bagi banyak orang,
kematiaan adalah waktu yang khatam (tamat) tetapi bagi Binhad Nurrohmat yaitu kematian
justru masa depan. Oleh karena itu terdapat sebuah tarikh yang baru saja bermula, misalnya
“Masa silam tak hanya berhenti di belakang/masa depan menyimpan yang belum terjadi”,
demikian kutipan pada puisi berjudul “Masa Depan Semua Orang.” Dalam frasa “masa
depan” itu terdapat sebuah pemaknaan terkait “kematian” atau katakanlah sebuah fase
berpindahnya jasad dari alam lapang ke alam kubur, terkandung di dalamnya. Manusia
selalu menunggu/dan lupa di sepanjang usia/yang berguguran dan pucat/di sebujur mayat.

Salah satu contoh puisi yang terdapat pada buku kumpulan puisi ini yaitu berjudul
Kuburan Imperium yang terdapat pada situs 4 (bab 4).

1.1. Deiksis Keruangan pada sajak karya Binhad Nurrohmat Kuburan Imperium.

KBBI (KBBI (dalam Putrayasa 2014:38) deiksis diartikan hal atau fungsi
menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu dan tempat
suatu tuturan. Pada deiksis keruangan yang terdapat pada sajak karya Binhad
Nurrohmat ditandai dengan adanya penggunaan kata ganti tempat atau berupa semacam
kata ganti ruang serta terdapat tipografi-tipografi yang memberikan penafsiran terkait
keruangan. Kata ganti pada deiksis keruangan antara lain seperti: di mana-mana, di sini,
di sana, di atas, di bawah, dan sejenisnya yang merupakan salah satu kata ganti dalam
menunjukkan sebuah tempat yang tak tentu. Lalu juga terdapat kata ganti ruang dalam
menunjukkan sebuah tempat yang jelas seperti : di rumah, di masjid, di gereja, bumi,
desa, di kabupaten, di kota, dan masih banyak lagi yang menjelaskan terkait suatu
tempat yang jelas.

Contoh kutipan puisi :

Berjaga toko roti di gerbang desa kemudian.

Telah hengkang tahi kuda dan kereta perang.

Tiang listrik menikam perut perkampungan.

Deru mesin membuyarkan senyap pertapaan.

Lama sudah tinta Prapanca resap di perabuan.

Risalah gemilang menjelma lembaran kusam.

Di warung-warung keluhuran silam melekang.

Orang-orang tersekap hunusan masa depan.


Di koran, pemuda desa Jambuwok tercacah logam.

Darah melumasi gilingan tajam mesin adonan.

Pabrik berkabung dan miris peluh buruh harian.

Jam kerja tak lagi berduka seusai penguburan.

Penggunaan deiksis keruangan pada kutipan puisi di atas tersebut menjelaskan


terkait penggunaan deiksis atau semacam kata ganti terkait ruang atau tempat yaitu
seperti yang disebutkan pada kutipan di atas “di gerbang desa”, di perabuan,
Jambuwok , di warung-warung, Jambuwok”. Sangat cukup jelas bahwa pada sajak
karya Binhad Nurrohmat yang berjudul Kuburan Imperium terdapat penggunaan
deiksis keruangan yang menunjukkan sebuah tempat yang jelas. Fungsi dari
penggunaan deiksis keruangan itu tersendiri bertujuan untuk menjelaskan terkait suatu
hubungan jarak antara objek yang disebutkan oleh sang penulis serta sekaligus menjadi
tanda dalam memaknai kondisi sebuah sajak.

1.2. Deiksis waktu pada sajak karya Binhad Nurrohmat Kuburan Imperium.

Deiksis waktu memiliki beberapa fungsi untuk menjelaskan hal-hal yang


berhubungan dengan waktu. Fungsi pertama merujuk pada saat tuturan. Fungsi merujuk
pada saat tuturan ditandai dengan penggunaan kata kini dan sekarang. Selain itu,
penambahan kata ini pada leksem waktu juga menunjukan fungsi pada saat tuturan
dilakukan. Fungsi kedua merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan. Fungsi
merujuk pada waktu lampau atau sebelum saat tuturan berlangsung ditunjukan dengan
penggunaan leksem waktu yang menyatakan waktu lampau. berikut adalah tiga contoh
penggunaan deiksis waktu pada puisi karya Benhad Nurrahmat pada buku Kuburan
Imperium.

1. Seperti satir Voltaire hadir berbahasa lain


di belahan timur Jawa sekian jam setelah
azan malam. Majapahit telah runtuh dan
terpendam di bawah tanah permukiman
2. Dini hari serupa kupu-kupu cahaya sendu
memandu alur langkah menuju arah kekal.
Bertawajuh di sajadah yang bernaungkan
teduh lengkung mihrab hingga tiba subuh.

3. Bertapa di bawah langit dan matahari yang


menaungi kelahiran dan kehancuran. Masa
lalu bersemayam di sudut tepi tersembunyi
seperti sejarah yang muram dan malu-malu.

Deiksis waktu yang disebutkan pada kutipan sajak tersebut antara lain; setelah
azan malam, dini hari dan masa lalu. Dimana sudah sangat jelas implementasinya pada
sajak tersebut. yaitu menjelaskan waktu pada saat kejaidan yang diceritakan.

1.3 Deiksis Persona pada sajak karya Binhad Nurrohmat Kuburan Imperium.

Deiksis persona mempunyai tiga fungsi. Pertama Merujuk pada orang yang
dibicarakan Fungsi deiksis merujuk pada orang yang dibicarakan menggunakan kata
ganti persona ketiga tunggal. Karena fungsi kata ganti persona ketiga tunggal adalah
merujuk pada orang yang dibicarakan. Deiksis persona pada puisi karya Binhad
Nurrohmat ini sangat sedikit digunakan, karena puisi-puisi yang ada di dalamnya lebih
banyak menjelaskan objek. Di bawah ini adalah dua contoh deiksis persona pada puisi
Binhad Nurrohmat dalam buku Kuburan Imperium.

1. Kau berkata, ‘’wanita cuma puisi yang pergi’’.


Cinta merayapi dinding atau memanjat tebing tinggi
bersama rasa sunyi yang keras, tabah dan menyakiti.

2. Tak adakah tangga atau sayap di dalam diri kita


sehingga tak semua kisah adalah jejak kaki kita?
Manusia di dunia meululu berlalu-lalang melata
Dalam dua contoh kitipan puisi di atas, telah jelas bahwa penggunaan deiksis
persona di dalmnya menyertakan ‘’kita’’ dan ‘’kau’’, dimana keduanya merupakan
deiksis persona orang kedua. Fungsi dari ‘’kita’’ adalah gabungan antara persona
pertama dan kedua, sementara ‘’kau’’ merujuk pada orang yang diajak bicara.

2. Nisan Annemarie Karya Binhad Nurrohmat

Kumpulan puisi dengan judul “Nisan Annemarie” berisi tentang kuburan dan
kematian yang pada setiap sajak puisinya berbicara mengenai warisan reruntuhan. Setelah
kuburan imperium, buku Nisan Annemarie ini diterbitkan. Dalam buku ini, Binhad
mengajak pembaca untuk merenungi sejarah-sejarah dan situs peziarahan yang
menyuarakan ruang bertemu tradisi dan modernitas dengan genre puisi lirik yang ada. Buku
ini berisi 193 sajak yang berisi momen pada monumen-monumen sejarah yang memberikan
aura khas seorang Annemarie Schimel sebagai sufi yang mendedikasikan hidupnya dalam
mengkaji khazanah islam. Binhad sebagai penyair yang juga mengelola kuburan institute di
Jombang melalui bakatnya menghasilkan puisi kematian yang dicitrakan dengan kuburan
dan batu nisan.

2.1 Deiksis Keruangan pada Sajak Karya Binhad Nurrohmat Nisan Annemarie

Plateau

Di dataran tinggi kabut bermukim

Dan tanah terbuka terjamah angin.

Tak tertulis gelimang riwayat cuaca

Di reruntuhan berlumur dingin hawa.

Puing bekas candi dan patung dewa

Menjadi serakan sepi berlumut lupa.


Hampa menganga pada danau kaldera

Tak ada bayangan sekujur hikayat lama.

Deiksis keruangan pada sajak “Plateau” menunjukkan “di dataran tinggi”


sebagai petunjuk yang sebuah tempat, pada larik “di dataran tinggi kabut bermukima
dan tanah terbuka terjamah angin” di mana kata “di” berfungsi untuk memberikan
penjelasan tempat dataran tinggi dengan tanah terbuka dengan angin yang bebas
menerpa dataran tinggi tersebut, lalu pada larik “tak tertulis gelimang riwayat cuaca di
reruntuhan berlumur dingin hawa” yang “di” pada larik ini memberikan penjelasan
reruntuhan-reruntuhan yang ada di dataran tinggi tersebut tetap ada meski berbagai
cuaca yang menerjangnya. Kemudian pada larik “puing bekas candi dan patung dewa
menjadi serakan sepi berlumut lupa” yang menunjukkan keruangan pada bagian “puing
bekas candi dan patung dewa” sebagai penggambaran latar tempat sang penulis. Dan
pada larik terakhir “hampa menganga danau kaldera tak ada bayangan sekujur hikayat
lama” yang menunjukkan keruangan pada “danau kaldera” sebagai penggambaran
tempat tersebut sebagai peninggalan lama sebuah kehidupan.

Pada sajak berjudul “Plateau” ini memiliki deiksis keruangan berupa “di dataran
tinggi” yang menjelaskan posisi tempat sajak ini berada yaitu di dataran tinggi dengan
penggambaran pada larik-lariknya berupa “di reruntuhan”, “puing bekas candi dan
patung dewa”, dan “danau kaldera” yang merujuk pada posisi tempat sebuah candi dan
patung dewa.

2.2 Deiksis Kewaktuan pada Sajak Binhad Nurrohmat Nisan Annemarie

Kuburan Kita di Masa Silam

Berlaju arah waktu

Tak ke samping penjuru

Seperti daun kamboja terkebas

Tiupan keras badai tropika.


Angka almanak dan detakan jam

Menjarah pendaman usia

Setelah kita pergi

Dari rekahan rahim.

Kita adalah tawanan waktu

Dan semenjak lahir

Menghisap masa depan

Dari puting takdir.

Kebebasan dari penjara waktu

Sedari pintu dunia terkunci

Menjadi kubuan kita

Di masa silam.

Relakan yang teragung

Dari saat ini dan seluruh masa

Semata mengenang

Masa depan.

Sungkawa hadir dari kegentaran

Berkubang rasa kehilangan yang lain

Dan kita tak akan haru berkabung

Kepada kematian kita kapanpun.

Nasib dalam diri

Bersama hayat
Kerap berlari dan emnemani kita

Setiap saat.

Selaman datang diucapkan kepada masa yang terkubur

Dan bersendiri masa depan kita

Di masa lalu

Selamat tinggal

Tak akan kita bisikkan

Dan tanpa berlarat sedu

Kepada kuburan kita.

Betapa hidup kesendirian

Semenganga rongga di tanah

Yang hampa dan tak pejam

Menatap mata langit yang lapang.

Deiksis kewaktuan dalam sajak “Kuburan Kita di Masa Silam” terdapat


keterangan waktu berupa “berlaju arah waktu” yang kemudian pada larik selanjutnya
dijelaskan berjalannya waktu sedari manusia lahir sampai ke liang kubur. Dapat dilihat
dari larik-larik yang ada, yaitu “berlaju arah waktu tak kesamping penjuru seperti daun
kamboja terkebas tiupan keras badai tropika”, “angka almanak dan ketakan jam
menjarah pendaman usia setelah kita pergi dari rekahan rahim”, yang menunjukkan
waktu pada “detakan jam” saat manusia lahir dari rahim ibunya. Berlanjut pada larik
“kita adalah tawanan waktu dan semenjak lahir menghisap masa depan dari puting
takdir”, yang memberikan penggambaran waktu di mana setelah keluar dari rahim ibu,
kita menyusu pada ibu, dan dengan meminum ASI yang diberikan oleh ibu kita dapat
hidup dan melanjutkan kehidupan sebagai suatu proses yang terjadi dalam hidup
manusia. Kemudian pada larik “kebebasan dari penjara waktu sedari pintu dunia
terkunci menjadi kuburan kita di masa silam” yang menunjukkan “penjara waktu” yang
dimaksud adalah batasan waktu yaitu selama 9 bulan lamanya “di masa silam” yang
merujuk pada dahulu saat di rahim ibu.

Kemudian terdapat keterangan “seluruh masa” yang terdapat pada larik “relakan
yang teragung dari saat ini dan seluruh masa semata mengenang masa depan” yang
mulai menggambarkan kehidupan manusia telah berakhir, berlanjut pada “sungkawa
hadir dari kegentaran berkubang rasa kehilangan yang lain dan kita tak akan haru
berkabung kepada kematian kita kapan pun” yang menggambarkan saat kita meninggal,
kita tak akan berkabung karena orang lain hadir memberikan belasungkawa dan
berkabung kepada kita, lalu pada larik “nasib dalam diri bersama hayat kerap berlari
dan menemani kita setiap saat” yang pada bagian “setiap saat” berarti setiap waktu nasib
yang ada pada masa hidup manusia. Kemudian pada larik “selamat datang diucapkan
kepada masa yang terkubur dan bersendiri masa depan kita di masa lalu” yang merujuk
pada menyambut kehidupan baru “masa yang terkubur” yaitu masa kematiannya di
dalam kubur. Pada sajak ini ditemukan bahwa deiksis kewaktuan “berlaju arah waktu”
berfungsi untuk menjelaskan dan menggambarkan waktu hidup manusia sejak di alam
rahim sampai kematiannya yaitu alam kuburan.

2.2 Deiksis Persona pada Sajak Binhad Nurrohmat Nisan Annemarie

Deiksis persona pada sajak-sajak di dalam kumpulan puisi “Nisan Annemarie”


karya Binhad Nurrohmat sangat jarang digunakan. Namun, tidak terlalu sulit
mencarinya jika dibaca secara teliti. Hanya terdapat dua deiksis persona dalam
kumpulan puisi ini, yaitu “kita” dan “aku”. Deiksis “kita” terdapat pada sajak berjudul
Kuburan Kita di Masa Silam. Kutipan sajak:

Angka almanak dan detakan jam

Menjarah pendaman usia

Setelah kita pergi

Dari rekahan rahim.


Kita adalah tawanan waktu

dan semenjak lahir

menghisap masa depan

dari puting takdir.

Kebebasan dari penjara waktu

Sedari pintu dunia terkunci

Menjadi kuburan kita

Di masa silam.

Kata “kita” merupakan deiksis persona pertama jamak. Terdapat dua macam
deiksis persona pertama jamak, yaitu “kami” dan “kita”. Kata “kami” digunakan oleh
subjek (pembicara) apabila orang yang dimaksudkan adalah dirinya dan orang yang
mewakilinya. Hal itu berbeda dengan kata ganti “kita” yang digunakan apabila subjek
bermaksud membicarakan dirinya sendiri, lawan bicara, dan orang lain yang
mendengar atau mengetahui pembicaraan tersebut.

Deiksis persona berikutnya terdapat pada sajak berjudul Memo Rejoso, Kertas
Tambakberas. Dalam sajak tersebut, terdapat kata “aku” yang merupakan deiksis
persona pertama tunggal. Berbeda dengan deiksis persona “kita” pada sajak Kuburan
Kita di Masa Silam yang mengalami pengulangan kata (repetisi), deiksis persona “aku”
dalam sajak berjudul Memo Rejoso, Kertas Tambakberas hanya disebutkan sekali.
Kutipan sajak:

Seorang tua berkata tentang masa depan

kepada diri sendiri ketika tanpa yang lain.

“Apakah kelak aku tiada beda dikisahkan

bila tanpa mengenang riwayat orang lain?”


3. Kuil Nietzsche Karya Binhad Nurrohmat

“Kuil Nietzsche” yang menjadi judul dari kumpulan puisi ini merupakan salah satu
sajak yang mewakili sekian pemikiran filosofis Friedrich Nietzsche. Kumpulan puisi ini
mengajak pembaca menyelam dunia Nietzsche, filosof unik dari abad ke-19. 62 sajak
dalam kumpulan puisi ini menjadi perjalanan dalam menelusuri riwayat hidup Nietzsche,
mulai dari mitologi Yunani hingga ke beberapa tokoh seperti Richrad Wagner.

2.1. Deiksis Keruangan dalam “Kuil Nietzsche” Karya Binhad Nurrohmat

Penggunaan deiksis keruangan dalam sajak-sajak Binhad Nurrohmat ditandai


dengan penggunaan kata ganti ruang. Kata ganti ruang yang digunakan meliputi kata
ganti ruang tak tentu dan kata ganti ruang tertentu. Kata ganti ruang tak tentu contohnya,
di depan, di atas, di belakang, di sana, dan sejenisnya. Kata ganti ruang tertentu
misalnya, di gereja, di kuil, di restoran, di Sils Maria, dan sejenisnya.

Residensi Musim Dingin

Berterima kasih kepada tubuh dan udara

di kota-kota berdebu tua di selatan Eropa

Dari tahun ke tahun singgah seramah tamu

di bekas koloni-koloni Romawi yang kaku

Manusia angkuh merogoh sendiri dirinya

dan saku sejarah di sekujur umat manusia

Santo Paulus bukan karib sebilik di asrama

dan kayu salib berdarah bukan dari Pforta

Lonceng logam berabad menghuni gereja


tak hendak mengoyak nyenyak di dunia

Kejahatan apakah yang membakar firdaus

di planet yang dihuni bocah-bocah Sisifus?

Deiksis keruangan dalam sajak “Residensi Musim Dingin” berfungsi untuk


menunjukkan lokasi tertentu, yaitu “di” yang berfungsi menegaskan posisi kejadian
yang diceritakan dalam sajak ini. Posisi/tempat kejadian dalam sajak ini tidak
menunjukkan posisi sebenarnya, melainkan menggunakan posisi yang general.
Contohnya saja pada penggunaan deiksis “di bekas koloni-koloni Romawi yang kaku”,
“di bekas koloni” ini tidak menunjukkan letak yang khusus. Kita tidak dapat langsung
menyimpulkan karena ada banyak bangsa yang dijajah oleh bangsa Romawi. Contoh
yang lain, “di planet yang dihuni bocah-bocah Sisifus?”, “di planet” ini tidak
menunjukkan lokasi yang spesifik karena planet juga memiliki banyak jenis.

2.2 Deiksis Waktu dalam “Kuil Nietzsche” Karya Binhad Nurrohmat

Sajak-sajak di dalam Kumpulan puisi “Kuil Nietzsche” karya Binhad


Nurrohmat banyak menggunakan deiksis waktu sehingga tidak sulit untuk
menjumpainya. Deiksis waktu yang digunakan cenderung terarah pada waktu yang
spesifik seperti menyatakan tanggal dan bulan. Judul sajak dalam buku kumpulan puisi
ini juga banyak yang menggunakan deiksis waktu, seperti sajak berjudul “Rocken, 15
Oktober 1844”, “Setelah 56 Tahun”, dan “120 Tahun Kematian”. Terdapat satu sajak
yang memuat banyak deiksis waktu, yaitu sajak berjudul Setelah 56 Tahun. Deiksis
waktu yang dihadirkan yaitu “25 Agustus”, “menjelang abad XX”, dan “tahun ke-56”.
Kutipan sajak:

25 Agustus menjelang abad XX bermula

Yang tinggi hati kepada umat manusia

Tamat tak serupa jembatan atau satwa

Tuhan mati menjadi hikayat liar di pasar


Atau lelucon brutal dari makhluk barbar.

Bumi segar dan pilar langit begitu tegar.

Mayatnya dikuburkan di tanah kelahiran

Setelah menjelma manusia di tahun ke-56

Arwahnya tak mengusung peti kematian.

Frasa-frasa tersebut tergolong ke dalam deiksis waktu relatif. Dalam deiksis


waktu relatif, situasi tuturan sama sekali tidak dihubungkan dengan saat tuturan
diucapkan, tetapi dihubungkan dengan waktu situasi yang terdapat dalam konteks.

2.3 Deiksis Persona dalam “Kuil Nietzsche” Karya Binhad Nurrohmat

Sudaryat (2009:122) deiksis persona merupakan pronomina persona yang


bersifat ekstratestual yang berfungsi menggantikan suatu acuan di luar wacana. Pada
sajak karya Binhad Nurrohmad ditandai dengan adanya penggunaan deiksis persona
pertama jamak, deiksis persona ketiga tunggal dan deiksis persona ketiga jamak.

· Deiksis Persona Pertama Jamak

Deiksis persona pertama jamak yaitu kami dan kita. Kata kami digunakan oleh
pembicara apabila orang yang dimaksudkan adalah dirinya dan orang yang
mewakilinya. Sedangkan kata kita digunakan apabila yang dimaksudkan adalah
dirinya sendiri, lawan bicara, dan orang-orang yang mendengar pembicaraan itu.
Persona pertama jamak berupa kita banyak ditemukan dalam novel karya Binhad
Nurrohmad. Beberapa di antaranya dapat dilihat sebagai berikut.

“Kita hanyalah nasib merambati cincin dijemari kita.” (Binhad, 2020: 68)

Berdasarkan kutipan diatas, persona pertama jamak yang digunakan ialah kita.
Kata kita pada kutipan tersebut untuk menyatakan dua orang yang sedang
berdekatan. Pada kutipan tersebut tidak diketahui siapa yang menjadi acuan untuk
kata kita. Dengan menggunakan kata ganti persona “kita” dalam tulisannya,
seorang penulis berarti melibatkan orang lain (termasuk pembaca) dalam
pembicaraannya

· Deiksis Persona Ketiga Tunggal

Deiksis persona ketiga tunggal dapat berupa ia, dia, -nya dan beliau.
Penggunaan deiksis persona ketiga tunggal berupa dia banyak ditemukan dalam
novel karya Binhad Nurrohmad. Beberapa di antaranya dapat dilihat sebagai berikut.

“Ayah tak bertanya kenapa Tuhan ada namun dia paham mengapa beriman”
(Binhad, 2020: 7)

Berdasarkan kutipan diatas, persona pertama jamak yang digunakan ialah dia.
Kata ganti dia pada kutipan tersebut mengarah pada tokoh ayah yang sudah
disebutkan pada kalimat sebelumnya. Pada kutipan tersebut Ayah yang sedang
bertanya-tanya mengapa ada tuhan tetapi anehnya si Ayah tersebut paham mengapa
dia bisa beriman.

· Deiksis Persona Ketiga Jamak

Deiksis persona ketiga jamak ialah mereka. Kata ganti mereka tidak memiliki
variasi bentuk. Kata mereka ini digunakan untuk mengganti dari tokoh-tokoh yang
ada dalam suatu cerita. Persona ketiga jamak berupa mereka banyak ditemukan
dalam novel karya Binhad Nurrohmad. Beberapa diantaranya dapat dilihat sebagai
berikut.

“Nasib mencintai mereka yang berani” (Binhad, 2020: 67)

Berdasarkan kutipan diatas mereka yang dimaksud ialah ditujukan kepada


Ariadne.

KESIMPULAN

Analisis pada puitika kuburan Binhad Nurrohmat dengan kumpulan puisi Kuburan
Imperium, Nisan Annemarie, dan Kuil Nietzsche berkaitan dengan kuburan dan kematian.
Antologi puisi tersebut memuat tiga macam deiksis, yaitu deiksis ruang, deiksis waktu, dan
deiksis persona. Deiksis sebagai hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang
mengacu kepada persona, waktu dan tempat suatu tuturan. Deiksis keruangan berkaitan dengan
tempat, deiksis kewaktuan yang menunjuk pada jarak waktu, dan dieksis persona yang
berkaitan dengan kata ganti orang pada puisi-puisi yang ada. Deiksis ruang yang ditemukan
dalam antologi puisi Kuburan Imperium di antaranya yaitu “di gerbang desa”, “di perabuan”,
“Jambuwok” , “di warung-warung”. Deiksis waktu yang disebutkan pada antologi ini antara
lain; “setelah azan malam”, “dini hari”, dan “masa lalu”. Sedangkan deiksis persona dalam
antologi tersebut di antaranya yaitu “kita” dan “kau”. Pada antologi puisi berjudul Nisan
Annemarie, deiksis ruang yang ditemukan antara lain; “di dataran tinggi”, “di reruntuhan”,
“puing bekas candi dan patung dewa”, serta “danau kaldera”. Terdapat pula deiksis waktu pada
sajak-sajak di dalam antologi ini, yaitu “25 Agustus”, “menjelang abad XX”, dan “tahun ke-
56”. Selain itu, deiksis persona juga termuat dalam sajak-sajaknya, antara lain; “kita” dan
“aku”. Pada antologi puisi berjudul Kuil Nietzschie, ditemukan tiga jenis deiksis. Deiksis ruang
dalam sajak-sajaknya antara lain; “di bekas koloni-koloni Romawi yang kaku” dan “di planet”.
Deiksis waktu yang termuat dalam antologi puisi ini antara lain; “kita”, “dia”, dan “mereka”.
REFERENSI

Fatoni, Ahmad. 2020. “Habis Kuburan Terbitlah Batu Nisan”. Jawapos.com. Diakses
dari https://www.jawapos.com/minggu/buku/19/04/2020/habis-kuburan-
terbitlah-batu-nisan/

Nurrohmat, Binhad. 2020. Nisan Annemarie. Jogjakarta: Diva Press

Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Rustam. dkk. 2009. “Deiksis Persona, Ruang, dan Waktu dalam Ungkapan
Tradisional Daerah Melayu Jambi”. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri
Humaniora. Volume 11. Halaman 57-58. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/43439-ID-deiksis-persona-ruang-
dan-waktu-dalam-ungkapan-tradisional-daerah-melayu-jambi.pdf

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna Dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/193184-ID-penggunaan-deiksis-
persona-dan-tempat-da.pdf

Anda mungkin juga menyukai