(1999)
disetiap akhiran kalimat dalam puisi itu hampir semuanya konsonan. Akhiran ini
menyebabkan munculnya kesan sesuatu yang tidak ingin berulang. Cukup sampai disini.
Begitulah kesan yang saya dapat. Bukan kejemuan melainkan puas.
Kata Kubuka muncul dalam puisi Ulat sebanyak tiga kali. Seolah mau memberi kesempatan
pada dunia luar untuk bergabung. Juga kata-kata Sebuah pintu muncul dua kali disambung
dengan kata Kubuka tadi meruangkan arti memberikan kesempatan pada sesuatu. Sedangkan
dikeseharian kita akan mengatakan membuka pintu dan berarti memberikan kesempatan pada
yang berada diluar pintu untuk masuk. Dalam hal ini Oka sudah melakukan dehabitualisasi
kata. Dibuka lalu di tutup dengan cara yang tidak biasa.
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menyimpulkan bahwa
makna dari puisi "ulat" karya Oka Rusmini adalah kehidupan tokoh wanita yang dipenuhi
dengan penderitaan.
Proses analisis puisi berujudul ‘Totem’ karya Oka Rusmini dengan satrata norma. Pada Lapis
pertama yaitu lapis bunyi, baris pertama dan kedua dalam puisi Totem, terdapat kombinasi
vokal (asonansi) bunyi u dan a pada kata tubuhku, abu, ulat-ulat, setiap, perjalanan, yang,
kupentaskan, menggambarkan kehidupannya saat itu.
Lapis kedua dalam strata norma adalah lapis arti (units of meaning), yang menyangkut
pemaknaan fonem, kata maupun kalimat. Judul puisi “Totem” sendiri merupakan sebuah kata
yang dapat diartikan sebagai “Kelahiran”. Jika diperhatikan kata-kata pada keseluruhan puisi
tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan oleh pengarangnya bahwa kelahiran atau
kemunculan perbuatan buruknya di sekitarnya (lingkungannya). Si aku hanya mengatakan
secara implisit mengenai perbuatan buruknya hingga akhirnya ia menyesal, yaitu pada bait
terakhir /Aku hanya bisa mengumpulkan pecahan keringat dan menggulung setiap abu yang
retak/. Dalam baris pertama: /tubuhku menetaskan abu/, memberi arti bahwa dirinya (si tubuh
ini) telah menghasilkan atau melakukan perbuatan yang buruk dihidupnya. Dan si aku ini
mendapatkan hukumannya atas perbuatannya. Hingga akhir ia menyadarinya dan menyesal
atas perbuatan buruknya, dan memulai mengumpulkan/menata kembali sesuatu yang telah ia
retakan (hancurkan).
Dengan lapis ketiga, yang berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku dan dunia
pengarang. Objek yang dikemukakan itu antara lain tubuh, abu, ulat-ulat, akar, batu-batu,
bulan, perempaun, dan bumi. Latar tampak pada setiap perjalanan yang kupentaskan. Pelaku
adalah si aku dan mereka, dan dunianya adalah meneteskan abu, nafsu, lumut melekat,
menopang, pecahan keringat, dan retak.
Dari uraian lapis-lapis di atas maka ada ‘dunia’ yang cukup dinyatakan implisit, yaitu lapis
keempat. Hal itu terlihat dalam gambaran si aku yang telah melakukan perbuatan yang
buruk. Hal yang implisit adalah gambaran tentang si aku, mulai dari perbuatan buruknya,
hasil dari perbuatannya, kondisinya saat melakukan segala hal dengan nafsu, hingga ia harus
menyesali perbuatannya dan mengumpulkan kembali yang telah ia hancurkan. Gambaran ini
menjadi utuh terangkai dari kata, baris, bait hingga kestauan tubuh puisi.
Lapis kelima berupa lapis metafisis, yaitu upaya sebuah memberikan perenungan kepada
pembaca puisi. Puisi “Totem” memberika suatu perenungan bahwa janganlah setiap
perbuatan kalian dilingkupi oleh rasa nafsu, hasilnya tidak akan baik jika melakukan sesuatu
dengan nafsu. Dan membuat kalian kehilangan sesuatu yang berada di dekat kalian.
1. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/download/20129/14399
KONTRIBUSI PENELITIAN FILOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN STUDI
KEISLAMAN
2. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/albayan/article/view/370
Kajian Filologi terhadap Teks Manuskrip Karya Ulama Lampung Ahmad Amin Al-
Banjary
3. http://ojs.upy.ac.id/ojs/index.php/pbsi/article/view/1264
KAJIAN FILOLOGI DAN ANALISIS NILAI PENDIDIKAN KARAKTER HIKAYAT
NAKHODA ASYIK
4. https://ejournal.iaiig.ac.id/index.php/amk/article/view/249
FILOLOGI SEBAGAI PENDEKATAN KAJIAN KEISLAMAN
5. http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/nuansa/article/view/2366