Anda di halaman 1dari 8

Analisis Penanda dan Petanda pada Cerpen “ Maling “ karya Putu Wijaya : Kajian

Semiotika

Anggi Prismawasari¹, Ninik Diana Lestari², Oktavia Pratiwi³

PENDAHULUAN

Sejatinya karya sastra merupakan suatu bentuk wujud dari pemikiran seseorang yang di
tuangkan untuk dinikmati dengan melalui media bahasa sebagai penyampaiannya. Karya sastra
banyak dibuat tidak hanya sebagai penyampaian ide pikiran namun juga biasanya dibuat dengan
tujuan untuk menghibur para pembaca, memberikan informasi dan masih banyak hal yang
lainya yang melatari ditulisnya karya sastara oleh seorang penulis. Salah satu bentuk karya sastra
yang umum di jumpai dan dnikmati oleh masyarakat adalah cerpen. Menurut Hasanaudin dan
Murhadi ( dalam Rhamani 2021 hal.25) menyebutkan bahawasannya cerpen merupakan sebuah
karya fiksi yang merupakan hasil dari imajinasi penulis yang di dalamnya mengungkapkan satu
permasalahan yang ditulis secara singkat dan padat namun di dalamnya memiliki komponen-
komponen seperti alur, setting, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa dan juga tema.

Cerpen merupakan suatu bentuk karya sastra yang ditulis dengan menggunakan bahasa
sebagai medianya. Oleh karena di dalam suatu cerpen biasnya terdapat makna implist atau
tersirat yang ingin di sampaikan oleh penulis, dengan biasa melalu tanda-tanda dari tulisan ia
yang penulis tuangkan dalam cerpen. Menganalisis makna implisit suatu cerpen tentunya dapat
dilakukan dengan menggunkan metode analisis semiotika. Semiotika atau semiologi menurut
Sassure ( dalam sobur 2003) merupakan sesuatu yang mengkaji segala tanda-tanda yang ada
dikehidupan masyarakat dan dengan demikian akan menjadikannya sebagai disiplin psikoligo
sosial. Semiotika merupakan suatu studi ilmu atau bisa juga disebut sebagai metode analisis
untuk mengkajia suatu tanda dalam suatu konteks seperti ada teks, gambar, adegan, da
mengangap bahwa tanda-tanda tersebut sebagai suatu hal yang dapat dimaknai.

Teori semiotika dari Ferdinand de Sassure yang berprinsip dan dengan lantang
mengatakan bahwasannya bahasa merupakan sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari
signifier ( pananda) dan signified ( petanda). Menurut teori dari sassure, suara yang muncul dari
indra manusia atau diucapkan oleh seorang individu disebut dengan signifier ( penanda)
sedangkan konsep abstrak yang berasal dari pikiran manusia mengenai suatu tanda, atau
penanada disebut dengan signified ( petanda)

Dari teori tersebut akan maka akan dianalisis sebuh cerpen dengan judul “maling” karya
putu wijaya. Putu wijaya yang memiliki nama asli I Gusti Ngurah Putu Wijaya merupakan pria
yang lahir pada 11 April 1944 yang merupakan seorang sastrawan yang dekenal serba bisa. Ia
membut cerpen, esai, novel, teks drama sekenario film dan masih banyak yang lainnya. Oleh
karena itu tentunta pada penelitian kali ini akan sangat menarik untuk dibahasa tentang analisis
cerpen “maling” karya Putu Wijaya, yang nanti akan dilihat 1) tanda-tanda apa saja yang
terdapat dalam cerpen “maling”, 2) apa maksud dari tanda-tanda yang ditemukan dan 3) dan
nilai moral apa saja yang dapat dipetik dari cerpen “maling” karya Putu wijaya.

Metode

Metode yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adaah metode deskriptif kualitatif
dengan menggunakan teori Ferdinand de Sassure . Menurut Rukin 2019 penelitian kualitatif
merupakan suatu riset yang yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis
dengan dengan pendekatan deduktif. Penonjolan proses penelitian dan pemanfaat landasan
teori dilakukan agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai didalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
hasil dari analisis semiotika menurut teori ferdinand de saussure dilihat pada penanda dan
petanda yang terdapat dalam cerpen Maling karya Putu Wijaya

Tujuan Khusus pada penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk meningkatkan motivasi belajar Mahasiswa atau Pelajar melalui penelitian yang di
lakukan saat ini
2. Untuk memberikan pengetahuan kepada kalangan Mahasiswa atau pelajar dalam melihat
bagaimana analisis semiotika dilakukan melalui teori Ferdinand de saussure pada cerpen
Maling karya Putu Wijaya
3. Sebagai kewajiban yang harus di lakukan oleh peneliti demi memenuhi pencapaian dari
mata kuliah Semiotika

Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Manfaat teoritis
a. Sebagai bahan alternatif untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa
maupun mahasiswa dalam penerapan pembelajaran mata kuliah semiotika
b. Sebagai dasar pemikiran untuk penelitian selanjutnya, baik oleh peneliti sendiri
maupun peneliti-peneliti selanjutnya
2. Manfaat praktis
a. Bagi mahasiswa
1. Meningkatkan aktivitas mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran mata kuliah
semiotika sehingga prestasi belajarnya meningkat
2. Meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi pembelajaran yanh telah
diajarkan oleh dosen
b. Bagi dosen
1. Meningkatkan profesionalisme dosen dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar
2. Meningkatkan keterampilan dosen dalam penggunaan berbagai metode mangajar
c. Bagi peneliti
1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan cara belajar yang dapat menjadikan
peneliti seorang mahaiswa yang aktif dan interaktif

HASIL DAN PEMBAHASAN


Semiotika diartikan sebagai suatu ilmu yang berkaitan erat dengan tanda. Tanda yang dimaksud
merupakan suatu produk yang hadir dalam segala aspek kehidupan tak terkecuali pada bahasa
yang juga merupakan aset kebudayaan yang sarat akan makna. Tanda-tanda yang tersemat dalam
bahasa utamanya bahasa dalam karya sastra adalah tanda yang kehadirannya merupakan suatu
strategi serta otonom penulis dalam penyembunyian makna yang dapat diungkap oleh semiotika.
Hal ini tentu selaras dengan pandangan bahwa sejatinya, semiotika telah jauh membahas sistem
aturan yang berujung pada kesepakatan yang menjadikan suatu tanda memiliki makna. 
 
Berkaitan dengan tanda dalam karya sastra utamanya pada karya sastra berbentuk teks, semiotika
dapat menjadi alat bantu pengungkapan makna. Pandangan penyusun tersebut bukanlah suatu
yang hadir tanpa alasan sebab sebelumnya telah dijelaskan oleh Culler (dalam Vera, 2015:3)
bahwa semiotika mampu berperan sebagai instrumen pengungkap rahasia teks dan
penandaannya. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi salah satu dasar kekuatan untuk
mengungkap makna tanda dalam cerita pendek Maling karya Putu Wijaya dengan bantuan
semiotika. 
 
Semiotika yang dikembangkan untuk mengkaji karya sastra berbentuk teks berupa Kisah
Samariona karya Dahri Dahlan dalam penelitian ini sesuai dengan uraian-uraian sebelumnya
pada kajian teori, yaitu semiotika yang digaungkan oleh Ferdinand de Saussure. Uraian
pembahasan penelitian ini mengacu pada pengungkapan secara deskriptif tanda berupa penanda
(signifier) dan petanda (signified). Penanda dan petanda yang dimaksud bukanlah suatu yang
terpisah, keduanya adalah satu kesatuan yang terikat dalam membangun makna tanda.
 
Di jalanan yang sudah bertahun-tahun saya lalui, ada rumah orang kaya. Depan rumahnya ada
sebatang pohon kelapa gading. 
 
Pada penanda kutipan cerpen di atas, terdapat kata tunjuk "depan rumahnya ada sebatang pohon
kelapa gading" yang merupakan suatu petanda daripada ciri-ciri rumah orang kaya yang biasanya
terdapat pohon kelapa gading. Dengan demikian, kutipan tersebut merupakan jenis petanda yang
ditandai oleh jenis pohon pada rumah orang kaya.
 
Ketika satpam di kompleks dengan malu-malu datang minta satu dua kelapa muda untuk buka
puasa, dengan tangan terbuka saya persilakan.
 
Pada penanda kutipan di atas, terdapat petanda kata 'satpam' yang memiliki arti sebagai satuan
pengamanan yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum di lingkungan tertentu.
Dalam hal ini, cakupan petanda kata 'satpam' dilengkapi oleh tambahan kata 'kompleks' sebagai
petanda tempat atau area perumahan masyarakat. Adapun jenis petanda waktu yang terdapat
pada penanda kutipan di atas, yakni "buka puasa" yang bisa diketahui waktu kejadiannya berarti
saat maghrib atau saat matahari terbenam.
 
”Dua saja cukup, Pak,” katanya malu-malu.
 
Pada penanda kutipan di atas, terdapat kata sifat, yaitu "malu-malu" yang menjadi jenis petanda
dan dalam hal ini menunjukkan sifat dari satpam kompleks yang pemalu.
 
Saya ketawa. Kalau pembantu berani ngumpat-umpat di muka majikan seperti itu, bagi saya
tanda hubungan kemanusiaan di antara kami masih sehat. Saya tidak pernah menganggap
pembantu itu manusia yang lebih rendah dari majikan. Itu soal pembagian tugas dan nasib saja.
Itu karena ibu saya sendiri dulu adalah bekas pembantu.
 
Penanda dan petanda pada kutipan di atas sejatinya tidak terbatas pada satu peristiwa saja.
Namun penanda dan petanda tersebut dapat diuraikan pada makna tanda yang lebih kompleks
lagi, yakni perihal profesi yang digeluti oleh orang yang tengah mengeluarkan emosinya, yaitu
pembantu dari tokoh utama cerita pendek Maling. Profesi tersebut ialah profesi pembantu atau
aktivitas membantu pekerjaan rumah tangga seperti pada frasa “orang yang membantu”.
 
Orang yang membawa amplop itu bergerak pergi menuju ke pos satpam.
 
”Begitu, Pak. Kami tidak pernah nakal.”
 
”Jadi kamu beli kelapa saya?”
 
”Ya Pak.”
 
”Beli dari siapa?”
 
”Pak satpam, Pak.”
 
Pada penanda kutipan di atas, terdapat beberapa jenis petanda, seperti pada petanda sifat nakal
dan petanda aktivitas jual-beli. Namun, juga terdapat makna petanda sifat yang berbeda dari
petanda sifat satpam sebelumnya, yaitu malu-malu menjadi tidak tahu diri. Pada kutipan di atas,
keseluruhan makna tanda yang ada mengungkapkan jati diri pak satpam sebagai sosok yang
tidak tahu diri atau tidak tahu malu, karena dengan beraninya menjual barang milik orang lain
tanpa persetujuan pemilik. Petanda sifat pak satpam di penanda kutipan di atas pun berubah dari
yang awalnya malu-malu menjadi tidak tahu malu.
 
”Jangan begitu. Dulu dia cantik. Sekarang karena kurang terurus dan kerja keras, anaknya juga
sudah dua, jadi layu begitu.”
 
Pada kutipan penanda di atas terdapat petanda kata 'layu' yang memiliki makna sifat lemah atau
tidak terurus dikarenakan beban masalah kehidupan.
 
”Ya, kamu kok sampai hati membiarkan istri kamu dorong gerobak, padahal dia asma kan?”
 
Penanda kutipan di atas dikategorikan sebagai pengungkapan bentuk perhatian karena terbangun
atas penanda dengan petanda adanya saran atau nasihat tokoh utama kepada satpam kompleks.
Nasihat itu diberikan tokoh utama kepada satpam agar ia lebih memperhatikan istrinya yang
sakit-sakitan namun malah harus berjualan dengan beban yang berat setiap harinya. Adanya
penanda tersebut menjadi petanda bahwa tokoh utama berusaha memberikan perhatian dan
peduli dengan keadaan keluarga satpam.
 
”Katanya, istri saya itu sebenarnya cantik, asal saja mau dandan lagi. Kalau sudah dandan dia
nanti gampang cari suami baru! Begitu Pak!”
 
”Terus?”
 
”Ya kalau si Jon itu tidak ada maksud apa-apa, dia tidak akan bilang begitu. Saya tahu persis apa
maunya kalau laki-laki sudah ngomong memuji-muji begitu. Perempuan kan lemah hatinya, Pak.
Kalau sudah dipuji, apa saja dia kasih.”
 
Penanda kutipan di atas memiliki nilai yang bertentangan dengan paham feminisme dan bisa
dianggap sebagai paham anti-feminisme. Dilihat dari makna tanda lemah hati dan cantik hanya
jika bersolek serta mudah mendapatkan suami baru, dan keseluruhannya nampak berada pada
titik menjatuhkan atau melemahkan perempuan sebagai makhluk yang tertindas.
 
Temuan makna tanda yang terbangun atas penjabaran penanda dan petanda berdasarkan
semiotika Ferdinand de Saussure pada cerita pendek Maling karya Putu Wijaya mendukung teori
semiotika yang menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem tanda yang tersusun atas dua
bagian yang tidak dapat dipisahkan, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Bahasa
dalam cerita pendek Maling karya Putu Wijaya ialah bahasa tulis berbentuk teks cerita yang sarat
akan makna tanda.

KESIMPULAN

SARAN

Pada akhir penelitian ini dikemukakan saran-saran yang sekiranya dapat membantu dan
bermanfaat bagi penelitian dan pengajaran Sastra Indonesia dan peneliti selanjutnya. Saransaran
tersebut ialah:

1. Bagi pengajar dan pembelajar sastra

Bagi pengajar dan pembelajar sastra, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan atau
landasan bagi pengajar untuk lebih membina kegiatan menganalisis cerpen,, begitupun bagi
pembelajar ilmu sastra, dapat lebih mengetahui mengenai analisis cerpen.

2. Bagi pengajar dan pembelajar linguistik

Bagi pengajar dan pembelajar linguistik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan atau
landasan bagi pengajar untuk lebih membina kegiatan menganalisis unsur penanda dan pertanda
pada cerpen menggunakan teori semiotika Ferdinand de Saussure, begitupun bagi pembelajar
ilmu linguistik, dapat lebih mengetahui mengenai analisis semiotika pada cerpen.
3. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti berharap penelitian semacam ini tidak hanya terbatas pada analisis penanda dan pertanda
saja, namun juga bisa dikembangkan pada unsur simbol, lambang, makna, ikon, dan bagian-
bagian kajian ilmu semiotika lainnya. Selain itu peneliti juga berharap penelitian semacam ini
akan terus dilakukan oleh peneliti selanjutnya, karena penelitian ini dapat memberikan inspirasi,
pengalaman, dan wawasan bagi peneliti selanjutnya dalam menganalisis unsur-unsur semiotika
cerpen.

Daftar Pustaka

Vera. 2015. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Herawati, T. (2018). Mitos Legenda Pulau Simardan Refeleksi Petuah Masyarakat tanjung balai.
Jurnal Dialog, 6.

Lado, S. F., Fadli, Z. A., & Rahmah, Y. (2016). Analisis Struktur Nilai-Niai Moral yang
terkandung dalam cerpen Ten Made Todoke Karya Yoshida Genjiro. Jurnal Japanese Literature,
10.

Mudjiono, Y. (2011). Kajian semiotika dalam Film. Jurnal ilmu komunikasi, 1, 125-138.

LAMPIRAN
I Gusti Ngurah Putu Wijaya (lahir 11 April 1944) adalah seorang sastrawan yang dikenal serba
bisa. Ia adalah seorang penulis drama, cerpen, esai, novel, skenario film dan sinetron, tokoh
teater, dan pelukis.

Putu Wijaya sudah menulis kurang lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen,
ratusan esei, artikel lepas, dan kritik drama. Ia juga telah menulis skenario film dan sinetron.
Sebagai seorang dramawan, ia memimpin Teater Mandiri sejak 1971, dan telah mementaskan
puluhan lakon di dalam maupun di luar negeri. Di antaranya, yaitu mementaskan naskah Gerr
(Geez), dan Aum (Roar) di Madison, Connecticut dan di LaMaMa, New York City, dan pada
tahun 1991 membawa Teater Mandiri dengan pertunjukkan Yel keliling Amerika. Puluhan
penghargaan ia raih atas karya sastra dan skenario sinetron.

Cerita pendek karangannya kerap mengisi kolom pada Harian Kompas dan Sinar Harapan.
Novel-novel karyanya sering muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Sebagai penulis
skenario, ia telah dua kali meraih Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI), untuk Perawan
Desa (1980), dan Kembang Kertas (1985). Sebagai seorang penulis fiksi yang produktif, sudah
banyak buku yang dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan adalah Bila
Malam Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, dan Nyali.
Sejumlah karyanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris, Rusia, Perancis,
Jepang, Arab, dan Thailand.

Anda mungkin juga menyukai