Anda di halaman 1dari 34

i

LAPORAN BACAAN

MEMBACA SASTRA (PENGANTAR MEMAHAMI SASTRA


UNTUK PERGURUAN TINGGI)
MELANI BUDIANTA

Tugas Mata Kuliah Sastra Terapan


yang Dibina oleh Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum.

MONA NOFYA
202174015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM MAGISTER FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga Laporan Bacaan Membaca Sastra ini dapat
diselesaikan dengan baik. Sholawat beserta salam tak lupa juga diucapkan kepada junjungan
kita nabi Muhammad saw. Allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad wa ala Ali Sayyidina
Muhammad.
Laporan bacaan ini merupakan salah satu tugas wajib individu tugas mata kuliah Sastra
Terapan. Laporan bacaan ini ditulis berdasarkan pemahaman dari buku sumber “Membaca
Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi” oleh Melani Budianta, dkk yang
telah dibaca sebelumnya. Kemudian di dalam laporan ini juga terdapat perbandingan antara
buku sumber “Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi”
dengan berbagai buku sastra lainnya.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum. selaku dosen
pengampu mata kuliah sastra terapan yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
mata kuliah Sastra Terapan. Sehingga laporan bacaan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi yang luar
biasa. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada rekan seperjuangan yang setia
mendampingi dan juga teman-teman Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Negeri Padang Angkatan 2021 yang telah memberikan semangat yang
luar biasa. Penulis berharap semoga laporan bacaan ini dapat bermanfaat.

Padang, Maret 2022

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
A. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
1. Identitas Buku................................................................................................................ 4
2. Garis Besar Isi Buku...................................................................................................... 4
B. LAPORAN ISI BUKU................................................................................................... 5
1. Drama............................................................................................................................ 5
a. Hakikat Drama....................................................................................................... 5
b. Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik............................................. 8
c. Pengkategorian Drama.......................................................................................... 10
2. Catatan Untuk Pengajar................................................................................................ 13
a. Catatan untuk Pengajar Sastra............................................................................... 13
b. Catatan untuk Pengajar Puisi................................................................................. 14
c. Catatan untuk Pengajar Prosa................................................................................ 15
d. Catatan untuk Pengajar Drama.............................................................................. 17
C. KOMENTAR PENULIS TERHADAP ISI BACAAN.............................................. 18
1. Perbandingan Isi Buku Melani Budianta, dkk dengan buku Prof. Dr. Ali Imron Al-
Ma’ruf, M. Hum........................................................................................................... 18
2. Perbandingan Isi Buku Melani Budianta, dkk dengan buku Juni Ahyar, M. Pd.......... 20
D. PENUTUP..................................................................................................................... 21
1. Pandangan Penulis........................................................................................................ 21
2. Manfaat......................................................................................................................... 21
3. Kritik............................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 23
LAMPIRAN......................................................................................................................... 24
4

A. PENDAHULUAN
1. Identitas Buku

1. Judul Buku : Membaca Sastra, Pengantar Memahami Sastra untuk


Perguruan Tinggi
2. Penulis : Melani Budianta, Ida Sudari Husen, Manneke
Budiman, dan Ibnu Wahyudi
3. Penerbit : IndonesiaTera Anggota IKAPI
4. Tahun Terbit : 2003
5. Cetakan : Cetakan Kedua September 2003
6. Kota Terbit : Magelang
7. Lembaga Penerbit : Perpustakaan Nasional RI
8. Hak Cipta : Undang-undang All rights reserved
9. Penyunting : Manneke Budiman, Ibnu Wahyudi, dan I Made
Suparta
10. Desain Sampul : W. Ida Lazarti
11. Kata Pengantar : Andi Hakim Nasution
12. Tebal Buku : 255 halaman
13. Bab yang dilaporkan : Bab IV (Drama) dan Bab V (Catatan Untuk Pengajar)

2. Garis Besar Isi Buku


Buku yang saya laporkan ini, yaitu buku yang berjudul Membaca Sastra (Pengantar
Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi) oleh Melani Budianta, dkk tahun 2003. Garis
besar dari isi buku yang saya laporkan ini, yatitu sebagai berikut: (a) Kata Pengantar, (b)
5

Daftar Isi, (c) Sastra, (d) Puisi, (e) Prosa, (f) Drama, (g) Catatan untuk Pengajar, (h) Daftar
Pustaka, (i) Daftar Istilah, (j) Lampiran, (k) Biodata Penulis. Berikut akan dijelaskan
penjelasan mengenai bab/subbab V buku Membaca Sastra, Pengantar Memahami Sastra
untuk Pergruruan Tinggi.
B. LAPORAN ISI BUKU
Dalam laporan bacaan buku ini, penulis melaporkan buku “Membaca Sastra (Pengantar
Memahami Sastra untuk Pergruruan Tinggi)” oleh Melani Budianta, dkk pada bab/subbab V.
1. DRAMA
Dalam bab V buku yang ditulis oleh Melani Budianta, dkk ini menjelaskan materi
tentang drama. Materi tersebut dijelaskan dengan baik dan jelas, yang meliputi: hakikat
drama, karakteristik, elemen drama, sarana dramatik, dan juga pengkategorian drama. Berikut
akan dipaparkan instisari dari masing-masing sub bab tersebut.
a. Hakikat Drama
Konsep dan Definisi
Pada sub bab ini menjelaskan bahwa drama merupakan sebuah genre sastra yang
penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau percakapan antara
tokoh-tokoh yang ada. Drama selain didominasikan oleh percapakan secara langsung, tetapi
juga memperlihatkan adanya semacama pertunjukkan/pemanggungan yang akan memberikan
gambaran tentang suasana, lokasi, keadaan atau tindakan apa yang tengah dilakukan oleh
tokoh tersebut. Sejalan dengan itu, menurut Sir John drama (1958) menyatakan bahwa drama
adalah “a play as a work of art compased of work spoken, or motion performed, by imagened
characters and having a subject, action, development, climax, and conclusion”.
Untuk melihat lebih jelas lagi penjelasan mengenai play atau drama, berikut akan
dipaparkan contoh dari sebuah kutipan karya yang ditulis oleh N. Riantiarno yang berjudul
Opera Kecoa (1986), dimana dalam hubungan tersebut dapat dianggap sebagaii contoh
konvensional.
TIGA
DI BANGKU-BANGKU PLAZA MONUMEN JULINI BANGUN TIDUR, ROIMA
MASIH NGOROK.
JULINI : Sudah siang. Kang, bangun. Bangun. Kita pergi sekarang sebelum
diusir
ROIMA : Aduh. Apa sih?
JULINI : Sudah siang. Mau ngorok sampai jam berapa? Memangnya ini hotel?
(BERKEMAS-KEMAS)
6

ROIMA : Sudah siang? Masa?


JULINI : Idiih., dibilangin. Ke mana?
ROIMA : Kencing dulu. (KE MONUMEN KENCING DI SITU)
JULINI : Kok di situ?
ROIMA : Di mana lagi?
JULINI : Suda? Kita pergi?
ROIMA : Tunggu. Kalau tidak salah, gubak kita ada di sini. Di situ ada kali,
Jembatan dan di sana gubuk Tarsih. Gubuk Djumini dan Turkana di
mana ya?
JULINI : Di sini, kali. (SAMBIL MEMULAS BIBIRNYA DENGAN
LIPSTICK)
ROIMA : Ditinggal pergi lima tahun, bisa jadi begini. Luar biasa. Kemana
mereka semua sekrang?
JULINI : Sudah pada mati, ‘kali.
ROIMA : Sembarangan.
JULINI : Ya, orang tidak tahu ditanya. Saya sudah nggak inget lagi.
ROIMA : Terang, yang diinget Cuma Tibal.
JULINI : Idiiih, cemburu. Tibal sudah lewat. Yang ada sekarang Cuma abang.
Only abang forever.
(DUA SATPAM MUNCUL DIKEJAUHAN. LANGSUNG MEMBUNYIKAN
PELUITNYA)
JULINI : Tuh, tuh, apa kata Julini. Satpam. Suxdah dibilangi supaya pergi dari
tadi, malah mogok. Ayo.
(MEREKA PERGI BERLARI. ANEHNYA PELUIT MALAH SEMAKIN BANYAK.
MAKIN BANYAK DAN MAKIN BANYAK)
Dibagian depan kutipan kutipan dituliskan kata “konvensional” yang digunakan untuk
memberikan penjelasan bahwa sebuah karya drama itu berbentuk sesuai dengan contoh
kutipan tersebut. Dalam buku ini juga menjelaskan bahwa tidak semua pementasan drama
berdasarkan karya seperti contoh kutipan tersebut. Dengan kata lain, ada beberapa karya yang
dipentaskan oleh sebuah grup teater dimana naskahnya bukan seperti contoh kutipan di atas,
melainkan berbentuk prosa, atau bahkan berbentuk puisi.
Sejalan dengan itu, Teater Aristokrat juga menyatakan bahwa naskah yang
dipergunakan dala pementasan ini merupakan saduran dari karya Averchenko yang telah
7

dilakukan oleh Achdiat K. Mihardja. Kata Saduran ini berasal dari bahasa Inggris yang
berjudul The Man with the Green Necktie dan dimuat dalam majalah di Indonesia tahun 1954.
Sejarah Ringkas
Dalam buku ini dijelaskan bahwa istilah “drama” atau “teater” berasal dari Khazanah
kebudayaan Barat. Asal kedua istilah ini adalah dari kebudayaan atau tradisi bersastra di
Yunani. Mulanya di Yunani, drama ataupun teater ini muncul dari rangkaian upacara
keagamaan, suatu ritual pemujaan terhadap dewa. Sama halnya dengan yang diungkapkan
oleh Boen S. Oemarjati (1971) istilah “drama” ini sendiri pada masa Aeschylus (525-456
SM) satu di antara tiga penyair tragedi Yunani sudah menyiratkan bahwa makna ‘peristiwa’,
‘karangan’, dan ‘risalah’. Sedangkan istilah” teater” berasal dari kata “theatron” yang juga
merupakan turunan dari kata “theaomai” yang memiliki makna “dengan takjub melihat atau
memandang”.
Sejalan dengan itu, dalam buku ini juga dijelaskan bahwa pada masa Thucydes (471-
395 SM) dan Plato (428-348 SM), teater diartikan sebagai gedung pertunjukan, paggung,
publik, atau auditorium pada zaman Herodotus (490-424 SM) dan karangan tonil
sebagaimana yang dituliskan dalam kitab perjanjian lama.
Mulanya pada masa pertumbuhan di Barat, bentuk upacara agama, drama dilaksanakan
di lapangan terbuka. Sedangkan penonton duduk melingkar atau membentuk setengah
lingkaran dan upacara dilakukan di tengah lingkaran tersebut. Sementara itu, di Yunani.
Teater dilaksanakan dengan tempat penonton berada membentuk setengah lingkaran .
Semakin besar radiusnya, maka semakin tinggi tempat duduk penonton yang bersangkutan.
Bentuk seperti ini dikenal sebagai amphitheater, yang dibuat sedemikian rupa pada zaman itu
dan sesuai dengan sifat drama. Hal tersebut merupakan sebuah pensiasatan terhadap mutu
suara ataupun pandangan penonton yang belum terbantu oleh penemuan teknologi canggih
saperti media audio-visual seperti saat sekarang ini.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan drama memperlihatkan adanya pergeseran
dari ritual keagamaan menuju kepada oratoria. Oratoria ini merupakan suatu seni berbicara
yang mempertimbangkan intonasi untuk mendapatkan efektivitas komunikasi. Dari oratoria
ini, perkembangan drama memperlihatkan adanya dua kecenderungan besar, yaitu sebagai
berikut: pertama, ada kecenderungan oratoria yang sarat dengan musik sebagai elemen
utamanya, yang hingga saat kini kita dengan opera atau operet. Kedua, muncul bentuk
oratoria yang hanya mengandalkan cakapan atau dialog sebagai elemen utama seperti yang
kita kenal saat ini, yaitu drama.
8

b. Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik


Konsep dan Definisi
Dalam buku ini dijelaskan bahwa sangat banyak pementasan drama yang tidak
didasarkan pada karya drama tertentu. Melainkan berdasarkan novel, cerpen, puisi atau
bahkan lagu. Jika kembali pada pengertian umum, dijelaskan bahwa drama telah diniatkan
dari awal oleh penulisnya sebagai karya sastra yang sesungguhnya dimaksudkan untuk
pertunjukkan. Atau jika mengikuti rumusan yang dipaparkan oleh Sylvan Barnet dan kawan-
kawannya (1983), “A play is written to be seen and to be heard”.
Karya drama juga disebut sebagai “cakapan” atau “dialog” tidak lain adalah suatu
sarana yang telah disediakan oleh penulisnya agar cerita atau kisah yang ditampilkan itu
nantinya berwujud suatu percakapan yang diujarkan oleh para pemain sehingga penonton
dapat mengikuti alur cerita yang mereka dengar tersebut. Demikian juga untuk petunjuk
pemanggungan. Pada intinya, petunjuk pemanggungan ini merupakan sebuah sarana
pemandu yang disediakan oleh penulis drama untuk memberikan gambaran mengenai tempat,
suasana, atmosfer, status sosial tokoh, dan sebagainya yang dapat dilihat langsung oleh para
penonton. Petunjuk pemanggungan ini berfungsi untuk menuntun pembaca yang akan
mementaskan karya drama yang bersangkutan pada sutu latar tertentu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh penulisnya.
Elemen Drama
Menurut W.H. Hudson (1958) mengemukakan adanya dua jalur pendapat, yaitu (a) alur
lebih dipentingkan, sedangkan tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur tersebut,
(b) tokoh lebih penting, sedangkan alur hanya digunakan untuk mengembangkan tokoh.
Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa Hudson lebih cenderung mengatakan bahwa
pementingan terhadap tokoh lebih utama dibandingkan dengan pementingan terhadap alur.
Dimana menurutnya, suatu cerita akan meninggalkan kesan yang dalam bahkan mungkin
abadi lantaran penokohan dalam cerita tersebut begitu kuat dan meyakinkan dalam
membangun alur cerita.
Dalam kaitannya dengan drama, banyak ahli yang mengatakan bahwa drama yang baik
itu harus selalu memperlihatkan adanya konflik-konflik seperti yang dikatakan Hudson, atau
juga konflik-konflik seperti yang diungkapkan oleh Grebanier. Dengan adanya semacam
konflik seperti ini, maka dapat terlihat jelas bahwa drama biasanya akan memberikan kepada
penonton ataupun pembaca perjalanan cerita yang diwarnai oleh konflik-konflik itu. Dalam
istillah Hudson, perjalanan itu disebut dengan dramatic-line yang secara garis besarnya
9

adalah (a) pemaparan/eksposisi (exposition), (b) penggawatan/komplikasi, (c) krisis/klimaks,


(d) peleraian/antiklimaks, (e) penyelesaian.
Sarana Dramatik
Beberapa penulis drama, biasanya memanfaatkan berbagai sarana dramatik, yaitu
dengan monolog (monologue), solilokui (soliloquy), dan sampingan (aside). Monolog
merupakan sebuah komposisi tertulis dalam naskah drama yang berbentuk lisan yang
disajikan oleh satu orang pembicara. Istilah ini menunjukkan bahwa, pada ujaran yang
dilakukan oleh satu orang tersebut menjelaskan segala sesuatu yang sudah terjadi.
Selanjutnya, Solilokui. Solilokui sepintas agak mirip dengan monolog yang ditampilkan oleh
satu orang saja. Namun, pada solilokui yang diujarkan oleh tokoh biasanya lebih panjang dan
isinya merupakan pemikiran subjektif yang ditujukan kepada penonton untuk menyarankan
hal-hal yang terjadi. Sedangkan Sampingan, biasanya memang lebih tampak pada sebuah
pementasan, menggambarkan adanya ujaran yang ditujukan kepada para penonton. Ujaran
tersebut sengaja tidak didengar oleh pemain lainnya. Hal ini dikarenakan ujaran yang
diucapkan tersebut biasanya berisi pikiran tokoh itu sendiri yang berisi komentar terhadap
peristiwa yang tengah berlangsung. Dalam pementasan, pemain sebagai sampingan biasanya
mengarahkan wajahnya ke arah penonton dan cenderung mendapati posisi di samping pentas.
Kegiatan
Dalam buku ini, juga dilengkapi dengan kegiatan dan tugas yang akan dikerjakan
mahasiswa. Hal ini tentunya sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk melatih dan
mempertajam pemahaman mengenai materi yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut akan
dipaparkan butir soal kegiatan dan tugas pada sub bab ini:
1) Seperti yang telah ditugaskan pada minggu sebelumnya, diskusikan hasil pembacaan
Anda terhadap kedua naskah drama yang dipakai sebagai bahan kajian ini bersama
dengan kelompok Anda, kemudian buatlah sebuah resume. Diskusikan hasil diskusi
kelompok Anda dengan kelompok lainnya. Jika ada hal yang belum tercatat dalam
kelompok Anda, tambahkan.
2) Bersama teman atau kelompok Anda, cobalah mengisi setiap peran yang ada dan
usahakan untuk mendramatisasikan naskah yang telah dipilih dengan suara yang
nyaring dan intonasi yang tepat sesuai dengan interpretasi Anda.
3) Pengahayatan terhadap peran secara total yang dikaitkan dengan pemahaman alur
yang benar dan menjadikan “permainan” Anda bersama teman-teman Anda menjadi
menarik. Cobalah melakukan pendramaan terhadap naskah yang dipilih dengan
kesungguhan dan penghayatan yang realistis.
10

4) Untuk pertemuan minggu depan, carilah bersama teman-teman dalam kelompok Anda
sebuah naskah drama yang belum sempat dibicarakan dalam kelas Anda dan
kelompok Anda bebas untuk menentukan naskah drama ini.
Tugas
 Tontonlah sebuah pementasan drama yang ditampilkan di mana saja. (kalau minggu
ini tida ada pementasan drama, cobalah simak sebuah sinetron atau film televisi yang
ditayangkan sejumlah stasiun televisi). Di dalam proses menyaksikan pementasan
tersebut, usahakan untuk mencatat hal-hal penting yang berkenaan dengan
pengahayatan tokoh, alur cerita yang dibangun, kostum, tata cahaya, tata suara dan
sebaginya. Juga catat, adakah monolog, solilukui, atau sampingan dalam drama atau
sinetron yang Anda tonton.
 Buatlah sebuah laporan ringkas mengenai pementasan yang Anda lihat itu dengan
menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan apa yang telah Anda pelajari dari
bab ini maupun dari bab sebelumnya. Kemudian, simpulkan unsur yang paling
menonjol dari apa yang Anda tonton itu sehingga Anda dapat mengatakan mengenai
kekuatan utama karya tersebut.
 Sesuai menonton pementasan, usahakan untuk membuat bagan alur dari apa yang
telah Anda lihat dengan penamaan sebagaimana Anda jumpai dalam penjelasan
Hudson di depan.
c. Pengkategorian Drama
Konsep dan Definisi
Pada bagian ini, Budianta, dkk menjelaskan materi tentang konsep dan definisi dari
pengkategorian drama. Kelayakan atau ketidak layakan sebuah naskah untuk dipentaskan
bukan saja karena bentuk tulisannya saja yang seperti prosa misalnya. Tetapi juga dapat
terjadi pada karya drama yang secara fisik telah memenuhi kriteria sebuah karya drama. Jika
diilihat dari kemungkinan untuk dipentaskan, ada naskah-naskah yang dapat dan akan
menarik perhatian orang jika dipentaskan dan banyak ula yang tidak memberikan
kemungkinan untuk dipentaskan.
Naskah yang masuk dalam kategori pertama disebut sebagai drama pentas atau drama
saja dan yang hanya tepat untuk dibaca saja disebut sebagai drama baca. Namun demikian,
sebuah untuk sampai pada keputusan layak atau tidak layak dipentaskan bukan hanya
tergantung pada proses pasca pembacaan, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh niat si
11

penulis itu sendiri. banyak penulis yang menulis karya sastra dalam bentuk drama tetapi tidak
diniatkan untuk dipentaskan.
Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa drama dikelompokkan ke dalam karya sastra
karena media yang dipergunakan untuk meyampaikan gagasan atau pikiran pengarangnya
adalah bahasa. Dalam kaitannya, ragam bahasa yang digunakan oleh pengarang dapat
bermacam-macam. Tergantung dari sejumlah faktor penyebab. Misalnya dari tingkat
pendidikan, status sosial, dan usia para tokoh dalam karya drama. Dapat dijumpai dengan
mudah adanya karya drama yang sarat dengan dialek, bahasa sehari-hari, atau bahasa formal.
Dengan digunakannya ragam-ragam bahasa tersebut tentu berdasarkan sejumlah alasan yang
secara sosiologis dapat menjelaskan banyak hal.
Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa bahasa yang digunakan dalam sebuah drama
tentu bukan hanya bertolak dari keformalan maupun ketidakformalan bahasa saja. Tetapi juga
dari pemanfaatan sarana-sarana puitik maupun naratif. Berdasarkan hal tersebut, maka
terdapat sejumlah karya drma yang berbentuk puisi dan banyak pula karya drama yang
berbentuk lirik. Karya drama yang berbentuk puisi, ada yang sangat ketat dengan kaidah-
kaidah puitis dan ada yang tidak terlalu ketat. Seperti terikat oleh aturan rima atau yang tidak
terikat dengan aturan-aturan semacam itu tetapi dengan syarat dengan diksi atau pilihan kata
yang konotatif dan sugestif.
Sejalan dengan itu, karya drama yang menumpukan kekuatannya pada lirik, pada
dasarnya hampir sama dengan yang terikat pada puisi. Yang membedakannya pada drama
lirik ini ada kecendrungan untuk mengikat lirik itu dengan bar, yakni potongan birama dalam
setiap baris. Karya drama yang cara pengungkapannya diikat baik secara ketat maupun
longgar dengan bar ini, pada kenyataanya yang kita hadapi dapat berupa opera maupun
operet. Opera adalah karya drama yang sangat mengutamakan nyanyian dan hampir
keseluruhan adegannya dilakukan dengan cara bernyanyi. Operet sering disebut sebagai
opera ringan, cara penyampaiannya tidak selalu dinyanyikan tetapi terkadang diseling pula
dengan cakapan atau dialog antara pemain. Selain itu, operet biasanya juga hanya berbentuk
drama satu babak.
Dalam buku ini dijelaskan juga tentang jenis-jenis drama berdasarkan pola sajiannya.
Berdasarkan pola sajiannya dikenal lima buah sajian drama yang populer. Kelima bentuk
drama tersebut, yaitu sebagai berikut: tragedi, komedia, tragikomedi, melodrama, dan farce.
Tragedi merupakan sebuah kisah yang ujung dramanya berakhir dengan kedukaan atau
dukacita. Biasanya, tokoh utama mengahadapi kematian dengan mengenaskan di akhir cerita.
Sebaliknya, Komedi merupakan cerita yang berakhir dengan sukacita. Di dalam membangun
12

kesukacitaan ini, pengarang karya drama tersebut lebih menumpukan hadirnya gelak tawa
melalui pemilihan diksi atau pilihan kata yang cerdas, karena warna drama ini penuh dengan
gelak tawa. Tragikomedi adalah drama yang menggabungkan dua kecendrungan sajian
sebelumnya. Yaitu menggabungkan antara tragedi dan komedi. Sedangkan, melodrama
berasal dari alur opera yang dicakapkan dengan iringan musik. Atau dapat berupa sebuah
pementasan yang ketika ada tanpa ada cakapan apapun emosi dibangun melalui musik.
Yang terakhir adalah Farce. Farce merupakan sebuah sajian drama yang bersifat karikatural.
Sebagai kisahan, ia bercorak komedi, tetapi gelak yang muncul itu sendiri ditampilkan
melalui ucapan dan perbuatan. Dalam konteks masa kini, bnyak yang menyamakan farce
dengan “komedi situasi” disejumlah tanyangan televisi.
Kegiatan
Dalam buku ini juga dilengkai dengan tugas/kegiatan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa.
1) Dalam kelompok diskusikan karya drama Opera Kecoa atau Pakaian dan Kepalusuan
dengan menumpukan fokus diskusi pada kelebihan atau kekurangan kedua karya
tersebut, baik sebgai drama pentas maupun sebagai drama baca. Susunlah argumen
untuk mendukung kesimpulan yang diambil.
2) Dengan naskah lain yang telah diperoleh kelompok Anda diskusikan kecendrungan
naskah drama tersebut, lebih tepat sebagai drama pentas atau sebagai drama baca.
Hal-hal atau unsur-unsur apa saja yang menyebabkan naskah drama tersebut lebih
tepat sebagai drama baca misalnya.
3) Drama yang telah dipilih, dpat digolongkan sebagai drama apa? tragedi, komedi,
tragikomedi, melodrama, atau farce? Sebelum sampai pada kesimpulan, diskusikan
dulu dengan teman-teman di kelompok Anda. Coba buatlah semacam data
berdasarkan drma-drma yang diperoleh, pola sajian semacam apa yang banyak dipilih
dan yang tidak? Kemudian, cobalah membuat analisis sederhana tentang
kecendrungan pola sajian drama ini.
Tugas
 Secara individual cobalah analisis salah satu dari karya drama yang disediakan
dengan mempertimbangkan segi-segi yang telah dijelaskan. Analisis yang Anda
lakukan ini harus diketik sekurang-kurangnya sebanyak 1.000 kata dan serahkan
kepada pengajar Anda pada pertemuan berikutnya.
13

 Buatlah sebuah naskah drama yang dikembangkan dari genre sastra lain, boleh dari
cerpen, puisi, atau novel. Setelah selesai, bandingkan kedua genre sastra yang berbeda
itu. Unsur-unsur apa saja “hilang” dari prosa atau puisi itu, dan apa yang bertambah?
2. CATATAN UNTUK PENGAJAR
a. Catatan untuk Pengajar Sastra
Dalam buku dijelaskan bahwa tujuan instruksional subperkuliahan tentang pengertian
sastra ini adalah agar mahasiswa mampu mengenali dan memahami kekhasan karya sastra
dibandingkan dengan produk-produk budaya lainnya, termasuk fungsi, proses penciptaannya
yang dibangun atas konvensi dan inovasi serta penyebarannya dalam masyarakat.
1) Apa itu Sastra?
Konsep dan Definisi
Dalam buku ini menjelaskan bahwa banyak definisi yang diajukan oleh kritikus dan
teoritikus sastra mengenai apa itu karya sastra. Baik itu yang bersifat pengantar seperti buku-
buku teks apresiasi sampai ulasan filosofis seperti karya Kenneth Burke yang berjudul The
Philosophy of Literary Form (1973).
Dalam kegiatan di kelas, pengajar tidak mulai berkhotbah dengan sejumlah definisi
tentang apa itu sastra, tetapi langsung saja menyodorkan karya sastra untuk dibaca dan
dipahami oleh oleh para mahasiswa. Kemudian, kesimpulan mengenai apa itu karya sastra
akan diperoleh melalui pengalaman para mahasiswa itu sendiri. Dalam buku ini juga
dijelaskan bahwa, ada dua tahap yang harus dilakukan agar pembelajaran di kelas terasa lebih
kondusif dan menyenangkan. Tahap pertama, adalah kegiatan yang menekankan pada proses
memahami suatu karya sastra. Tahap kedua, adalah membandingkan pemahaman yang
didapat dari karya sastra itu dengan penjelasan akademis teks ilmiah.
Dalam kegiatan ini, para mahasiswa diberi kesempatan untuk dapat mengeksplorasi
maknya dari karya sastra yang diberikan. Setelah tiap kelompok memberikan jawabannya,
maka pengajar membuka rahasia tentang subjek puisi tersebut. Dalam kegiatan ini dapat
ditunjukkan:
a) Prinsip keabsahan penafsiran makna. Makna yang absah adalah makna yang
ditunjang oleh selruh bagian teks.
b) Membandingkan karya sasra dengan karya ilmiah. Kegiatan ini dilakukan sebaiknya
setelah kegiatan nomor 1. Namun, biasanya jika batas waktu untuk pertemuan
kegiatan 1 terbatas, maka kegiatan nomor 2 ini bisa dijadikan PR atau kegiatan di
rumah.
2) Sastra: Antara Konvensi dan Inovasi
14

Konsep dan Definisi


Pada sub bagian ini dijelaskan bahwa, batasan-batasan tentang karya sastra merupakan
konvensi dari masyarakat pada waktu dan konteks budaya tertentu. Contohnya bisa diambil
dari kesusastraan berbagai negara, sesuai dengan penguasaan bidang masing-masing.
Selanjutnya adalah pada dinamika antara konvensi dan inovasi. Jadi dapat disimpulkan
bahwa, contoh-contoh kegiatan yang dipakai untuk melihat bagaimana konevnsi itu terus
direvisi melalui inovasi pengarangnya.
Kegiatan dan Tugas
Bagian sub bab ini juga dilengkapi dengan kegiatan dan tugas yang harus dikerjakan
mahasiswa agar lebih memahami bagaimana sastra: antara konvensi da inovasi.
3) Fungsi Sastra
Konsep dan Definisi
Dalam buku ini dijelaskan bahwa fungsi dari karya sastra adalah mengajak mahasiswa untuk
dapat melihat kegunaan sastra dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti penggunaan puisi
untuk alat menyatakan perasaan (cinta, marah, benci, dan semacamnya). Di sini pengajar juga
dapat membahas sastra sebagai media komunikasi yang melibatkan tiga komponen, yakni:
pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai pesan itu sendiri, dan penerima
pesan yakni pembaca. Mahasiswa juga diajak untuk melihat bahwa fungsi sastra berubah dari
zaman ke zaman. Hal ini sesuai dengan kondisi dan kepentingan masyarakat pendukung
lainnya.
4) Produksi dan Reproduksi Sastra
Konsep dan Definisi
Pada bagian ini dijelaskan bahwa, dalam membahas proses penciptaan dan penyebaran
karya sastra dalam masyarakat, kita dapat menekankan kaitan antara satu proses dengan roses
lainnya. Juga interaksi antara satu pelaku sastra dengan yang lainnya. Sebagai contoh dapat
ditunjukkan pengaruh responsi pembaca terhadap penulisan ulang teks atau perubahan edisi
teks atau kontribusi penerbit dalam mengedit dan mengubah naskah. Disini dapat terlihat
jelas bahwa hubungan antara pengarang dan pembaca, terutama dalam masyarakat modern,
merupakan hubungan yang penuh dengan “peran perantara”.
b. Catatan untuk Pengajar Puisi
1) Puisi Itu Apa?
Pada bagian ini, dijelaskan bahwa mahasiswa diberikan definisi puisi yang sempit dan
kaku. Mahasiswa dirangsang untuk dapat mengamati dan mencari sendiri hal-hal yang berada
diligkungan sekitar yang mengandung unsur-unsur puitis. Selanjutnya, mahasiswa dapat
15

memberikan contoh-contoh mereka sendiri secara spontan dan pengajar membantu


mempertajam serta memoles pengamatan mereka atas contoh-contoh tersebut.
2) Unsur-unsur Pembangun Puisi
Pada bagian ini, menjelaskan bahwa belum semua unsur puitik termuat dalam seksi ini.
Ada gaya bahasa lain seperti, onomatopoeia, yakni citraan yang berasal dari bunyi objek
yang dicitrakannya. Ironi, sebuah elemen pembangun suasana yang lazim digunakan tidak
hanya dalam puisi tetapi juga dalam genre-genre lainnya. Pengajar juga dianjurkan untuk
dapat memberikan contoh-contoh sederhana dari latar belakang bahasa asing masing-masing
tanpa harus masuk ke dalam analisis lengkap sebuah sajak secara serius.
3) Aneka Ragam Puisi
Beberapa ragam puisi yang tidak dicantumkan dalam buku ini adalah berbagai gerakan
puisi yang pernah terjadi dan pengaruhnya cukup besar. Misalnya saja gerakan puisi mbeling
dan gerakan puisi bebas di Indonesia, surrealisme di Prancis, atau ragam-ragam puisi tertentu
yang lahir akibat pengaruh zaman yang sangat kuat, seperti puisi religius di Inggris pada
masa Puritan.
Puisi mbeling terjadi pada tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an dan karya-
karyanya banyak diterbitkan dalam majalah Aktuil. Gerakan puisi bebas dipelopori oleh
penyair-penyair muda terutama dari ITB pada tahun 1970-an. Puisi Surrealis di Prancis yang
terkenal dengan Manifesto Surrealisme-nya. Gerakan ini menitik beratkan pada “penulisan
otomatis” yang tidak dikendalikan oleh alam bawah sadar.
c. Catatan untuk Pengajar Prosa
1) Struktur Narasi
Dalam buku ini dijelaskan bahwa pada masa kini, prosa narasi merrupakan genre yang
paling dominan dalam karya sastra yang diterbitkan, baik sebagai buku maupun dalam sastra
surat kabar. Genre ini mencakup semua jenis karya sastra tulis yang tidak berbentuk dialog,
seperti: roman, roman dalam bentuk surat-menyurat (epistoler), cerita pendek, dongeng,
catatan harian, oto biografi, anekdot, lelucon, cerita fantastik maupun realistik. menurut Prosa
naratif juga digunakan dalam tulisan-tulisan non sastra, seperti berita surat kabar/televisi,
laporan, berita acara, sas-sas, dan sebagainya (Luxemburg, dkk., 1984). Pada kegiatan ini,
pengajar mengajak mahasiswa untuk membandingkan teks ringkasan suatu bab yang dikutip
dari Les Miserables (1862) karya Victor Hugo.
2) Unsur-unsur Prosa
Pada bagian ini dijelaskan bahwa mahsiswa diminta untuk mengemukakan unsur-unsur
apa saja yang ditemukan dalam dongeng Voltaire yang telah mereka baca sebelunya, yaitu
16

SiLugu. Mereka seyogyanya telah menyadari bahwa unsur-unsur itu berbeda posisi atau
kepentingannya untuk keseluruhan cerita. Setelah itu, barulah dapat kita icarakan apa yang
dimaksud dengan tokoh: individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam
berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990). Di amping tokoh utama, ada jenis-jenis
tokoh lain, yaitu tokoh andalan/utama (protagonis), tokoh lawan/antagonis.
Selain tokoh-tokoh dalam suatu narasi terdapat latar, yakni segala keterangan mengenai
waktu, tuang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Deskripsi latar dapat bersifat
fisik, realistis, dokumenter, dan dapat pula berupadeskripsi perasaan. Latar adalah lingkungan
yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora, atau ekspresi tokohnya (Wllek dan
Waren, 1989). Selain itu, ada unsur lain yang sangat peting, yaitu lakuan dan Peristiwa yang
membentuk kerangka cerita. Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan seksama
membentuk alur yang menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks
(Sudjiman, 1990). Ada beberapa jenis alur, diantaranya yang terpenting: alur utama dan alur
bawahan.
3) Struktur Pencitraan/Penuturan
Pada bagian ini dijelaskan bahwa hal yang belum biasa bagi mahasiswa, yaitu
perbedaan antara pengarang/penulis dengan pencerita atau juru kisah. Yang pertama adalah
orang yang hidup, sedangkan yang kedua adalah “orang di atas kertas”. Suatu narasi
dikisahkan oleh “seseorang” kepada “pendengar” dan dibaca oleh pembaca. Pencerita
(narator, narrateur, implied author, juru kisah) itu membawakan kisahan (narasi) di atas
kertas. Ia tidak identik dengan pengarang, yakni manusia yang benar-benar ada dalam
kenyataan. Kisahnya walaupun berdasarkan kenyataan atau ada kaitannya dengan kenyataan,
sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kehidupan si pengarang yang sesungguhnya. Kisah
itu hanyalah hasil imajinasi pengarangnya yang memanfaatkkan pengalaman hidup dan hasil
pengamatan terhadap manusia dan lingkungan di sekitarnya untuk dituangkan menjadi suatu
karya tulis.
Dalam buku ini dijelaskan juga bahwa dalam menyampaikan kisahannya, pencerita
selalu mengambil posisi dan bercerita menurut suatu sudut pandang (point of view, point de
vue). Jika ia “berada” dalam cerita sebagai tokoh (pencerita akuan intern), pandangannya
terbatas pada apa yang dapat diketahui oleh seorang tokoh. Namun jika ia berada di luar
(pencerita diaan, ekstern), ia dapat menjadi pencerita mahatahu, yaitu pencerita yang
mengetahui maksud dan pikiran semua tokoh serta semua yang mereka lakukan. Semua
tokoh dapat dipandang dari dalam (fokalisasi intern).
17

d. Catatan untuk Pengajar Drama


1) Hakikat Drama
Dalam buku ini menjelaskan bahwa mahasiswa diperkenalkan tentang hakikat drama.
Pengajar tidak secara langsung menjelaskan hakikat drama (istilah drama dan teater), tetapi
mahasiswa diberi kesempatan terlebih dahulu untuk menjelaskan tentang drama. Mahasiswa
diminta pendapat dan komentarnya berdasarkan pengetahuan yangbtelah dipahami
sebelumnya. Dan jika pendapat-pendapat tersebut ada yang melenceng, maka pengajar
bertugas untuk meluruskan pendapat tersebut. Dan begitu juga sebaliknya, apabila pendapat-
pendapat mahasiswa tersebut sudah mendekati pengertian yang logis dan benar secara
substansial, maka pengajar cukup mengarahkannya pada pemahaman melalui contoh-contoh
yang sesuai dengan khazanah sastra yang dikuasai.
Sementara itu, dengan menggunakan dua contoh cuplikan dari Opera Kecoa dan
Pakaian dan Kepalsuan, pengajar berkesempatan untuk menjelaskan perihal drama sebagai
teks dan drama sebagai salah satu genre sastra yang belum sepenuhnya lengkap jika belum
dipentaskan.
2) Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik
Dalam buku ini dijelaskan bahwa tidak selamanya sebuah pementasan drama itu
berdasarkan karya atau naskah yang secara khusus memang telah berbentuk “siap pentas”
seperti pada karya N. Riantiarno (Opera Kecoa). Para penulis karya drama, mengungkapkan
ide-idenya melalui bentuk yang sedemikian rupa atau dengan cakapan dan petunjuk
pemanggungan umumnya mengisyaratkan bahwa karya drama itu ditulis pertama kali
memang untuk dipentaskan.
Demikian juga untuk penjelasan yang berkaitan dengan struktur alur dapat beranjak
dari apa-apa yang pernah dijelaskan dalam prosa. Hal yang perlu diingat, karena pada
hakikatnya sebuah drama tersebut itu diniatkan untuk dipentaskan, maka kesetiaan karya
drama terhadap struktur pola alur yang konvensional memang lebih besar dibandingkan
prosa.
Dalam buku ini juga dijelaskan bahwasanya ada tiga buah sarana dramatik yang sangat
berperan penting dalam sebuah drama dan memperlihatkan keunikan, yaitu monolog,
solilokui, dan sampingan. Istilah “monolog” dan “solilokui” sangat akrab dilingkungan kita.
Oleh karena itu, maka penjelasan kedua istilah ini lebih penting mengingat kesalahpahaman
terhadap kedua istilah ini cukup besar. Setelah mempelajari tentang karakteristik, elemen
drama, dan sarana dramatik, mahasiswa diberikan kegiatan dan tugas oleh pengajar. Hal ini
sangat bermanfaaat bagi mahasiswa untuk dapat lebih memahami bagaimana karakteristik,
18

elemen drama dan sarana dramatik. Selain itu, dengan tugas yang diberikan tentunya juga
akan lebih manambah wawasan mahasiswa tentang materi drama.
3) Pengkategorian Drama
Sub bab terakhir dalam buku ini, yaitu pengkategorian drama. Dalam buku ini
dijelaskan bahwa sejumlah naskah drama banyak pula yang memperlihatkan gaya penyajian
atau cakapannya dengan ungkapan bahasa yang tertata. Misalnya dalam bentuk puisi atau
bahkan yang dengan nyanyian sepenuhnya, atau juga yang dengan sebagian nyanyian dan
sebagian cakapan. Sementara itu, untuk pola penyajian drama yang bertumpu pada alur dan
tema juga akan melahirkan bermacam-macam jenis drama. Dikarenakan adanya banyak
jenis-jenis drama, maka pengajar cukup membicarakan 5 jenis drama saja kepada
mahasiswanya. Kelima jenis drama tersebut adalah sebagai berikut: tragedi, komedi,
tragikomedi, melodrama, dan farce.
C. KOMENTAR PENULIS TERHADAP ISI BACAAN
Pada sub bab ini akan dijelaskan bagaimana komentar penulis terhadap buku Membaca
Sastra (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi) oleh Budianta, melani, dkk
(2003). Komentar akan disajikan dengan membandingkan isi buku tersebut dengan buku
sastra lainnya. Berikut diantaranya judul buku tersebut pertama, Pengkajian Sastra: Teori dan
Aplikasi oleh Prof. Dr. Ali Imron Al Ma’ruf, M. Hum. dan Dr. Farida Nugrahani, M. Hum.
(2017). Kedua, buku Apa Itu Sastra: Jenis-jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara
Menulis dan Mengapresiasi Sastra oleh Juni Ahyar, S. Pd. M. Pd. (2019). Berikut penjelasan
mengenai poin-poin tersebut. Komentar yang diberikan pada bagian ini, tentunya hanya
bagian materi sesuai dengan sub bab bagian yang dilaporkan pada laporan bacaan ini.
1. Perbandingan Isi Buku Melani Budianta, dkk dengan buku Prof. Dr. Ali Imron
Al-Ma’ruf, M. Hum.
Dalam buku “Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi
(2003). Buku ini merupakan buku sumber utama yang penulis gunakan dalam mata kuliah
sastra terapan. Buku ini membahas materi tentang sastra secara lengkap dan terstruktur.
Dalam buku ini memiliki penjelasan yang baik mengenai materi yang dipaparkan, sehingga
pembaca dapat dengan mudah memahami isi buku tersebut. Selain itu, dalam buku ini setiap
bagian/ subbab dari materi yang dipaparkan selalu diberikan kegiatan dan tugas yang harus
dikerjakan oleh mahasiswa. Juga terdapat berbagai macam contoh dari materi yang disajikan.
Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam memahami materi mengenai
sastra dan juga dapat melatih dan lebih memantapkan pengetahuan mahasiswa tentang sastra.
19

Bagian depan buku ini memiliki cover berwarna biru. Cover buku dilengkapi dengan
judul buku, nama penulis. Untuk cover bagian dalam dilengkapi dengan judul buku, nama
penulis dan juga nama penyunting buku tersebut.
Buku ini memiliki 255 halaman dan memiliki 5 Bab yang semuanya menjelaskan
tentang ilmu sastra. Namun, dalam laporan ini penulisan hanya melaporkan bagian bab IV
dan bab V saja. Kelebihan yang terdapat dalam buku ini, yaitu penjelasan materi drama dan
catatan untuk pengajar sangat bagus dan lengkap. Sehingga pembaca dapat memahami materi
tersebut dengan baik.
Dalam buku yang ditulis oleh Melani Budianta, dkk materi yang dipaparkan sangat
bagus namun belum terdapat kesimpulan atau rangkuman pendapat dari beberapa ahli.
Sehingga ketika membaca buku ini, pembaca harus mampu menyimpulkan materi yang
disajikan dalam buku ini. Dan juga dalam buku ini kurang dijelaskan dengan lengkap
bagaimana unsur-unsur drama tersebut.
Dibandingkan dengan buku “pengkajian sastra” yang ditulis oleh Prof. Dr. Ali Imron
Al-Ma’ruf, M. Hum (2017) terlihat sedikit berbeda. Jumlah halaman yang terdapat dalam
buku ini 246 halaman. Buku yang saya bandingkan ini dalam bentuk softcopy bukan dalam
bentuk fisiknya. Dimulai dari bagian depan, cover yang digunakan dalam buku ini memiliki
struktur dan desain yang menarik. Warna desain covernya yang dilengkapi dengan bentuk
ukiran-ukiran yang berwarna dasar putih dan dipadukan dengan warna abu-abu. Jumlah bab
materi yang terdapat dalam buku ini terdiri dari 10 bab. Namun jika dibandingkan dengan
jumlah bab yang terdapat dalam buku membaca sastra yang ditulis oleh Melani Budianta, dkk
jumlah bab pada buku ini lebih sedikit. Namun begitu, saya hanya membandingkan bagian isi
yang sesuai dengan materi yang saya laporkan, yaitu tentang materi drama. Dalam buku ini,
materi dipaparkan dengan baik dan juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Bentuk
penyajian dan desain penulisan dalam buku ini sangat bagus, bersih dan menarik. Sehingga
menambah daya tarik bagi pembaca untuk mebaca buku tersebut. Namun begitu, dalam buku
ini, sedikit terdapat kekurangan, yaitu kurangnya dilengkapi dengan adanya contoh-contoh
atau tugas dan kegiatan yang membantu mahasiswa untuk dapat lebih memahami materi
drama tersebut.
Dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M. Hum (2017) yang
menyatakan bahwa drama yaitu suatu larya sastra yang menggambarkan konflik kehidupan
dengan bermediakan bahasa dalam wujud cakapan baik dialog, monolog maupun solilokui
dan dirancang untuk dipentaskan di depan publik penonton. Kemudian dalam buku ini
menjelaskan unsur-unsur yang harus ada di dalam sebuah drama, yaitu sebagai berikut:
20

penokohan (karaketrisasi dan perwatakan), alur, latar yang meliputi aspek ruang, dan aspek
waktu, tema, dan cakapan (dialog dan monolog). Pada bagian penjelasan tentang tokoh dan
penokohan dalam buku dijelaskan dengan sangat baik macam bentuk tokoh dan perwatakan
tokoh serta karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi.
Namun begitu dalam buku ini penjelasan mengenai unsur-unsur drama lebih dijelaskan
dengan baik, terstruktur dan terperinci dan sudah terdapat kesimpulan materi yang dirangkum
berdasarkan pendapat beberapa ahli.
2. Perbandingan Buku Melani Budianta, dkk dengan buku Juni Ahyar, M. Pd.
Buku membaca sastra yang ditulis oleh Melani Budianta, dkk (2003) adalah sebuah
buku yang membahas dan mengkaji tentang sastra. Kajian sastra dijelaskan dengan sangat
baik dan lengkap dalam buku ini. Dalam buku ini memiliki 5 bab. Kelima bab tersebut
meliputi: sastra, puisi, prosa, drama, dan catatan untuk pengajar. Dalam buku ini pemaparan
materi sangat bagus dan dilengkapi dengan berbagai macam contoh, hingga kutipan-kutipan
yang membantu mahasiswa ataupun pembaca lainnya untuk dapat memahami materi yang
disajikan. Dan juga dibagian akhir buku ini terdapat lampiran-lampiran mengenai contoh-
contoh karya sastra yang terakait.
Dibandingkan dengan buku yang ditulis oleh Juni Ahyar (2019). Buku ini berisikan VI
bab yang membahas tentang sastra. Keenam bab dalam buku ini, yaitu sebagai berikut:
apakah itu sastra?, puisi, cerpen, novel, sandiwara/lakon, prosa dan monolog. Namun dalam
buku ini, saya hanya membandingkan isi materinya yang sesuai dengan materi yang saya
laporkan sebelumnya, yaitu materi drama. Materi drama yang terdapat dalam buku ini disebut
dengan sandiwara/lakon. Materi sandiwara/lakon dalam buku ini dipaparkan dengan sangat
baik dan jelas.
Dalam buku ini menjelaskan bahwa sandiwara/lakon (bahasa Jawa) atau pertunjukan
drama adalah suatu jenis cerita, bisa dalam bentuk tertulis ataupun tak tertulis, yang terutama
lebih ditujukan untuk dipentaskan daripada pembaca. Dalam buku ini juga dijelaskan tentang
pengertian lakon dalam perwayangan. Lakon dalam pergelaran wayang dapat diartikan
sebagai sebuah cerita yang akan disajikan dalam pergelaran tersebut. Lakon tersebut dapat
merujuk pada suatu judul cerita yang dipentaskan, misalnya Gatotkaca Lahir, Pandu Swargo,
Kresna Duta, Brubuh Ngalengka, dan lain sebagainya. sedangkan lakon dalam pengetian
anak-anak muda yaitu dapat diartikan sebagai tokoh (peran utama). Misalnya dalam suatu
judul film yang diputar di televisi. Dalam buku ini juga dijelaskan dengan lengkap macam-
macam lakon dalam perwayangan, jenis-jenis lakon, unsur-unsur lakon Teater, bentuk –
bentuk Lakon.
21

D. PENUTUP
1. Pandangan Penulis
Buku “Membaca Sastra; Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi yang
ditulis oleh Melani Budianta, dkk (2003) berisikan materi yang lengkap dan terstruktur
tentang kajian karya sastra. Begitu juga dengan buku “Pengkajian Sastra: Teori dan aplikasi
yang ditulis oleh Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M. Hum (2017) berisikan materi yang
lengkap tentang karya sastra. Sama halnya dengan buku “Apa itu sastra; Jenis-jenis karya
sastra dan bagaimanakah Menulis dan Mengapresiasi Sastra” (2019) berisikan materi yang
lengkap mengenai karya sastra. Ketiga buku sumber yang digunakan dalam laporan ini
merupakan buku yang membahas tentang karya sastra dengan baik, lengkap dan bagus.
Terutama pada materi yang dilaporkan dalam laporan ini, yaitu materi drama. Pembahasan
tentang drama dalam ketiga buku sumber ini sangat bermanfaat sekali dalam menambah
wawasan tentang karya sastra khusunya pada materi drama.
Namun begitu, ada beberapa kelebihan dan kekurangan yang saya temukan setelah
membaca dan memahami ketiga buku sumber ini. Kelebihannya, dalam buku Membaca
sastra oleh Melani, Budianta, dkk setelah materi dijelaskan diakhir materi dilengkapi dengan
contoh serta kegiatan dan tugas yang dapat menunjang mahasiswa atau pembaca dalam
memahami materi yang dipaparkan. Kekurangannya, dalam buku ini desain dan gaya
penulisannya kurang menarik dan kurang bersih.
Sedangkan kelebihan yang terdapat dalam buku Pengkajian Sastra yang ditulis oleh
Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M. Hum dan buku Apa itu Sastra yang ditulis oleh Juni
Ahyar, M. Pd, yaitu materi yang disajikan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
penjelasan yang lengkap dan rinci terhadap materi drama. Selain itu, desain penulisannya
juga bersih dan menarik. Sehingga menambah daya tarik bagi pembaca untuk mebacanya.
Namun dalam buku ini juga terdaat kekurangan. Kekurangannya, yaitu dalam buku ini hanya
terfokus menyajikan materi saja tanpa adanya diberikan tugas ataupun kegiatan yang dapat
membantu mahasiswa atau pembaca untuk dapat lebih memantapkan pemahaman terhadap
materi yang dipaparkan.
2. Manfaat
Secara umum buku ini sangat bermanfaat untuk pemula yang ingin mempelajari tentang
karya sastra. Hal ini dikarenakan, dalam buku ini menyajikan materi tentang karya sastra
secara jelas dan detail. Bagi mahasiswa yang ingin mempelajari tentang karya sastra,
tentunya akan sangat terbantu dengan menggunakan buku ini. Dan juga buku ini dapat
direkomendasikan sebagai buku sumber utama dalam mata kuliah sastra terapan.
22

3. Kritik
Dalam buku ini tidak banyak kritik yang penulis berikan. Hanya saja buku-buku yang
penulis gunakan ini merupakan buku cetakan kedua dan pertama. Diharapkan ke depannya
ada pembaharuan dan pengembangan buku ini untuk dapat lebih baik lagi. Tentunya dengan
adanya pembaharuan tersebut tidak mengurangi kualitas teori yang disajikan sebelumnya.
23

DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, Juni. 2019. Apa itu Sastra Jenis-jenis Karya Sastra dan Bagaimanakan Cara Menulis
dan Mengapresiasi Sastra. Yogyakarta: Deepublish
Al-Ma’ruf, Ali Imron. (2017). Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi. Surakarta: CV.Djiwa
Amarta Press.
Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera.
24

LAMPIRAN
Lampiran I

Foto Buku Membaca oleh Melani Budianta, dkk

Foto Materi Drama dan Catatan Untuk Pengajar dalam Buku Melani Budianta, dkk
25
26
27
28
29

LAMPIRAN 2
Foto Buku Pengkajian Sastra; Teori dan Aplikasi oleh Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf,
M. Hum.

Foto Materi Buku Pengkajian Sastra; Teori dan Aplikasi oleh Prof. Dr. Ali Imron Al-
Ma’ruf, M. Hum.
30
31
32

LAMPIRAN 3
Foto Buku Apa Itu Sastra oleh Juni Ahyar, S. Pd., M. Pd.

Foto Materi Buku Apa Itu Sastra oleh Juni Ahyar, S. Pd., M. Pd.
33
34

Anda mungkin juga menyukai