Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PROYEK

Untuk memenuhi sebagian persyaratan matakuliah Linguistik Mutakhir

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Agustina, M.Hum.
Dr. Siti Ainim Liusti, M. Hum.

Oleh:
Mona Nofya
21174015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM MAGISTER FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2022
TINDAK TUTUR PELAKU PENCACIAN DI SMA NEGERI 1 PAINAN
KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK

Mona Nofya
Universitas Negeri Padang

ABSTRAK

Tindak tutur kebencian atau hinaan sering kali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Kasus hinaan itu dapat berasal dari kalangan pejabat publik, artis, guru, dosen, mahasiswa,
dan lain sebagainya. Jika dilihat dari usia pelakunya dapat diketahui bahwa pelaku tersebut
dimulai dari usia muda, remaja, dewasa, ataupun tua. Dimana pelaku tersebut baik yang
berada dilingkungan kota kecil, kota besar ataupun di desa. Setelah dilakukannya aduan
hukum pidana bagi kasus hinaan ini, maka akan menimbulkan efek jera bagi orang-orang
yang melakukan hinaan di lingungan sekitar. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menganalisis jenis makna tindak tutur ilokusi oleh pelaku dan peristiwa tutur yang bermuatan
ujaran kebencian atau hinaan di SMA Negeri 1 Painan. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan sumber data dalam penelitian ini
berupa ujaran kebencian atau hinaan di lingkungan SMA Negeri 1 Painan. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa adanya dugaan tindak pidana yang dengan sengaja
dintunjukkan di depan umum melalui ujaran yang disampaikan secara langsung. Jika
dikaitkan dengan teori tindak tutur ilokusi Searle (1969) dalam Endang, 2018:114 dan
pengaruh dari peristiwa tutur dalam bentuk speaking.
PENDAHULUAN
Kata forensik diambil dari bahasa Yunani yang berarti forum atau publik. Dilihat pada
tradisi politik Romawi, forum atau publik ini merupakan ruang publik yang dijadikan sebagai
tempat untuk diskusi dan berdebat tentang isu-isu politik dan kebijakan. Pada perkembagan
selanjutnya, kata forensik ini berubah menjadi nama untuk bidang ilmu yang disebut dengan
linguistik. Linguistik forensik ini adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
menngetahui secara ilmiah bukti-bukti yang berhubungan dengan penegak hukum. Tujuan
dari linguistik forensik ini adalah untuk menentukan tindakan kejahatan apa saja yang
dilakukan, siapa pelakunya, serta bagaimana cara tindakan kejahatan tersebut terjadi.
Dengan adanya bukti-bukti yang tertinggal setelah dilakukannya kejahatan yang berupa
bukti non verbal seperti senjata, peluru, bekas jari tangan ataupun jari kaki, sepatu, dan lain
sebagainya. Namun begitu, selain bukti non verbal tersebut juga terdapat bukti bahasa. Maka
bahasa yang tertinggal tersebut dapat dijadikan sebagai bukti kasus kejahatan dalam suatu
kajian ilmiah. Hasil akhir akhir dari kajian ilmiah terhadap bahasa menjadi tugas pada bidang
ilmu linguistik. Bidang ilmu linguistik ini dapat bersfat teoretis dan bersifat terapan. Dengan
adanya pemanfaatan prinsip dan juga metode ilmiah kebahasaan untuk menelaah bukti
bahasa dalam kasus tindak pidana maka bidang linguistik ini disebut dengan linguistik
forensik.
Linguistik forensik ini merupakan cabang ilmu yang baru pada cabang linguistik. Dapat
diartikan bahwa linguistik forenik ini adalah cabang ilmu yang analisisnya dapat dibantu
dengan cabang ilmu lainnya. Seperti cabang ilmu bahasa, sosial, hukum, dan cabang ilmu
lainnya. Ollson (2008:3) mengatakan bahwa lingustik forensik merupakan hubungan antara
bahasa dengan masalah atau tindak idana yang memiliki potensi pelanggaran hukum.
Dilihat pada sejarahnya, linguistik forensik ini sudah disebut sejak tahun 1980.
Linguistik forensik adalah cabang ilmu multidsiplin yang berasal dari linguistik dan hukum
yang dikembangkan di Amerika dan Eropa dari tahun 1997. Setelah saat itu, ahli bahasa
memberikan bukti-bukti di pengadilan untuk mendeteksi realitas dan lebih berhati-hati dalam
menangani sebuah kasus. Ilmu linguistik forensik dan teknik forensik dilakukan untuk
mempelajari peristiwa linguistik yang berhubungan dengan kasus hukum, kasus investigasi,
kasus pribadi ataupun perselisihan di antara beberapa pihak pada tahap selanjutnya yang
memiliki dampak pada pengambilan tindak hukum (Olsson 2004).
Coulthard & Johnson, 2007 mengtakan bahwa poin penting pada linguistik forensik,
yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa dokumen hukum
2. Bahasa kepolisian serta penegak hukum
3. Wawancara dengan saksi
4. Interaksi dalam ruang sidang
5. Bukti kebahasaan serta keterangan ahli di persidangan
6. Palgiarisme
7. Fonetik forensik dan identifikasi pembicara
Selain dari tujuh aspek yang dikemukakan tersebut, linguistik forensik juga membahas
bahas yang digunakan saat di kantor polisi. Seiring perkembangan terjemahan bahasa yang
dilakukan dalam peristiwa hukum, penyedia bukti forensik yang berdasarkan keahlian serta
pemberian linguistik dalam penyusunan hukum dokumen serta upaya dalam
menyederhanakan bahasa hukum.

Gibbons 2003 mengatakan bahwa selain ketujuh aspek tersebut, linguistik forensik juga
mengkaji bahasa yang digunakan di kantor polisi, perkembangan terjemahan bahasa yang
digunakan dalam konteks peristiwa hukum, penyediaan bukti linguistik forensik berdasarkan
keahlian, dan pemberian keahlian linguistik dalam penyusunan hukum dokumen dan upaya
untuk menyederhanakan bahasa hukum.
Aghagolzadeh, (2010:425) mengungkapkan bahwa linguistik forensik adalah cabang
ilmu linguistik yang kajiannya berkaitan erat dengan tujuan hukum dalam peradilan.
Komunikasi forensik berkaitan dengan makna tersembunyi dibalik kata-kata pelaku
kejahatan. Dalam mengembangkan komunikasi forensik tersebut dilakukan teknik analisis
wacana untuk mengetahui motif dan tujuan dari pelaku tersebut.
Hamad 2018 mengtakan bahwa dalam pengkajian komunikasi forensik bersangkutan
dengan arti yang tersembunyi dibalik kata-kata pelaku kejahatan. Untuk mengembangkan
komunikasi forensik digunakan teknik analisis wacana untuk mendapatkan motif dan tujuan
komunikasi pelaku.
Ilmu kebahasan linguistik ini digunakan oleh ahli bahasa untuk membantu menangani
kasus hukum tertentu. Ilmu kebahasaan yang digunakannya, yaitu linguistik forensik. Peran
bahasa dalam komunikasi memiliki unsur yang sangat penting dalam menyampaikan pesan
kepada orang lain (Fathurohman, 2020).
Linguistik forensik menggunkan teori-teori linguistik dalam sebuah peristiwa
kebahasaan dalam proses hukum. Baik itu dalam bentuk produk hukum, interaksi dalam
proses peradilan, serta interaksi antar perorangan yang menimbulkan dampak hukum.
Sehingga, dalam hal tersebut linguistik yang digunakan meliputi teori-teori tata bahasa,
percakapan, analisis wacana, linguistik kognitif, tindak tutur, teori dan teknik linguistik
deskriptif seperti fonologi, sintaksis, pragmatik, semantik, wacana dan analisis teks
(Coulthard dan Johnson, 2010) dalam Subyantoro, 2019.
Tujuan penulis mengambil judul penelitian ini adalah ketertarikan peneliti terhadap
cabang ilmu baru pada linguistik yaitu, linguistik forensik. Alasan peneliti mengangkat
masalah ini adalah karena banyaknya ditemukan di lingkungan SMA Negeri 1 Painan kasus
ujaran dengan bahasa kasar, hinaan ataupun cacian yang dilakukan secara terang-terangan di
depan umum. Dengan ditemukannya beberapa kasus tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tindak tutur pelaku pencacian atau penghinaan di SMA Negeri 1
Painan. Karena tindak tutur yang dilakukan oleh pelaku berupa pencacian atau penghinaan ini
dapat berdampak buruk.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pmetode pendekatan
deskriptif kualitatif. Moleong (2007:6) mengatakan bahwa penelitian kualitatif ini adalah
penelitian yang digunakan untuk memahami peristiwa tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata dan bahasa pada suatu konteks ilmiah.
Jenis pendekatan dalam penelitian ini, yaitu deskripstif kualitatif. Dimana deskriptif
kualitatif ini adalah penelitian yang dilakukan untuk memecahkan masalah yang terjadi
berdasarkan data yang ditemukan. Metode deskriptif ini digunakan untuk menentukan makna
dari ujaran yang dilakukan oleh pelaku ketika proses interogasi di kepolisian.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah
data yang betupa kata atau teks bukan angka atau bentuk persentase (Aminuddin, 1996:16).
Maka data dalam penelitian ini adalah berupa kalimat yang mengandung karakteristik
penggunaan bahasa kebencian atau pencacian dan penghinaan di lingkungan SMA Neeri 1
Painan.
Objek kajian dalam penelitian ini berasal dari ujaran-ujaran di lingkungan SMA Negeri
1 Painan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu teknik simak,simak bebas
lipat cakap (SBLC), dan teknik catat.
1. Teknik simak. Teknik simak adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menyediakan
data dengan cara menyimak ujaran-ujaran yang terdapat di lingkungan SMA Negeri 1
Painan yang berisikan bahasa-bahasa hinaan ataupun cacian.
2. Teknik simak bebas cakap (SBLC). Teknik ini dilakukan dengan cara bahwa peneliti
sebagai pengamat pengguna bahasa.
3. Teknik catat. Teknik ini dilakukan setelah peneliti melakukan teknik simak dan teknik
simak bebas cakap. Teknik ini memiliki tujuan untuk mencatat ujara-ujaran yang
dilakuak oleh pelaku ujaran hinaan atau cacian di lingkungan SMA Negeri 1 Painan.
Mahsun (2005:91) mengatakan bahawa teknik cakap ini merupakan teknik lanjutan
yang dilakukan setelah menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan SBLC.
Teknik catat ini juga berfungsi untuk mencatat poin-poin penting yang dianggap dapat
menunjang pengumpulan data.
Untuk meningkatkan kepercayaan atau validasi data dalam penelitian ini, maka dilakukan
pengujian keabsahan data. Hal ini dilakukan karena peneliti bertindak sebagai instrument kunci
sehinggan memungkinkan adanya unsur subjektivitas dalam menyimpulkan data. Jika terdapat
unsur subjektivitas dalam penelitian ini, maka data tersebut dapat dinyatakan tidak benar atau
tidak valid.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data dalam penelitian ini mengarah pada fokus penelitian, yaitu teori
analisis tindak tutur pencacian dan penghinaan di lingkungan SMA Negeri 1 Painan. Dalam
tahap ini menjelaskan tentang data yang diambil dalam penelitian ini. Data yang diambil
dalam penelitian ini adalah ujaran di lingkungan SMA Negeri 1 Painan yang kemudian
dianalisis dengan menggunakan teori tindak tutur ilokusi menurut Austin dan Searle.
Tahap pertama ini disajikan mengenai data temuan tehadap berbagai wujud tindak tutur
di lingkungan SMA Neeri 1 Painan. Berikut temuan dan analisis data tindak tutur yang
dilakukan dalam penelitian ini:
Data 1
“Itu lo make up 200 rb? Lai bantuak baruak juo anak nyo. Nampak di ibuk patang. Sabana nyo
ndak paralu baok ka salon bana do. Badak biaso se agiah, dan pembina ko harusnyo lebih
kreatif. Badak an se anak dek pembina, tu guno nyo pembina. Ndak pai mangamek-ngamek se
do.”
“Make up seperti itu 200 rb? Tidak ada bagusnya, siswa pun seperti monyet yang ibu lihat.
Sebenarnya tidak perlu ke salon. Bedak biasa pun cukup, dan seharusnya pembina harus lebih
kreatif. Bisa make up kan siswa dengan alat make up pembina. Jangan hanya sekedar duduk
manis saja.”
Dari ujaran tersebut terlihat jelas sekali bahwa si pelaku menghina siswa dengan
mengatakan bahwa make up yang digunakan siswa bagus dan dikatakan siswa seperti
monyet. Selain itu, si pelaku juga mencaci pembinanya bahwasanya pembina tidak
melakukan tugas dengan baik. Dikatakan bahwa pembina hanya sekedar duduk manis, tidak
membina siswa dengan baik. Dengan ujaran yang disampaikan tersebut dapat menimbulkan
dampak buruk bagi peserta didik dan juga pembinanya. Karena si pelaku tidak memiliki rasa
menghargai usaha orang lain. Memberikan kritik pedas dan menyinggung perasaan orang
lain.
Data 2
“Untuk semester depan, sekolah kita tidak lagi membayarkan uang transportasi. Apa
gunanya transportasi? Jika pun dibayarkan uang transportasi, itu untuk ASN. Bukan
Honorer. Untuk apa kita mensejahterakan guru honorer? Yang lebih berhak itu
mendapatkan transport adalah guru PNS.”

Dari ujaran tersebut terlihat jelas bahwa si pelaku menghina guru honorer. Dikatakan
bahwa apa gunanya jika kita membayarkan transport untuk honorer? Apa untungnya jika kita
mensejahterakan Honorer? Dalam kalimat tersebut terlihat bahwa si pelaku menghina
honorer yang biasanya menerima transport. Namun untuk di semester berikutnya tidak lagi
dibayarkan untuk honorer. Karena si pelaku merasa tidak ada untungnya untuk
mensejahterakan honorer. Si pelaku lebih mengutamakan kesejahteraan PNS.
Data 3

“untuk pembina osis, sepak terjang atau skill yang dilakukan itu yang nampak hanya
2 orang. Selebihnya tidak ada. Terkhusus untuk yang bertiga ini tidak ada sama
sekali skill yang dilakukan.”

Dari data tersebut juga terlihat jelas bahwa si pelaku menyudutkan pembina osis yang
lainnya dan tidak menghargai. Dikatakan bahwa pembina yang lain tersebut tidak ada
melakukan tugas atau wewenang sedikitpun di osis. Si pelaku langsung saja men judge
pembina lainnya tidak melakukan pekerjaan dengan baik.

Data 4

“mau 15 tahun atau 50 tahun pun dia mengajar di sini, kalau dia tidak profesional
tidak loyal dengan pekerjaan yang di emban tidak akan ada gunanya.”

Dari data tersebut terlihat jelas bahwa si pelaku dalam ujaran tersebut menghina atau
merendahkan rekan kerja lainnya. Si pelaku mengatakan bahwa rekan kerjanya tidak
profesional dalam tugasnya. Walaupun ia berkerja sudah 15 atau 50 tahun apabila ia tidak
loyal terhadap tugasnya, tidak akan gunanya.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data 1 sampai 4 dengan peristiwa tutur yang dapat dikategorikan
sebagai peristiwa tutur Speaking. Keempat komponen peristiwa tutur tersebut memiliki
kesesuaian yang dimulai dari Setting & scene diambil dari ujaran di lingkungan SMA Neeri 1
Painan. Participant adalah penutur. End, adalah ujaran penghinaan dan cacian. Act sequence
berbentuk ujaran kebencian dan umpatan. Key merupakan tindak tutur. Instrumentalities
dalam bentuk tertulis, norm interaksi berupa interpretasi dari makna tuturan yang bersifat
implisit. Dan genre merupakan ragam bahasa yang berjenis pencemaran nama baik,
penghinaan dan fitnah.

DAFTAR RUJUKAN

Austin, John Langshaw. 1962. How to Do Things With Words. Oxford: Oxford University
Press.

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.


Charles W. Morris. 1938. Posyivisme Logis, Pragmatisme dan Empirisme Ilmiah. Paris:
Herman et Chie. Dicetak ulang, New York: AMS Press, 1979.

Fathurohman, I. 2020. Pembelajaran Mata Kuliah Keerampilan Berbahasa Indonesia


melalui Live Streaming Youtube Bebasis Open Broadcast Software dan Whatshaapp
di Era Pandemi Covid 19. Jurnal Educatio, 6(2), 668-675.

Moleong. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Levinson, StephenC. 1983. Pragmatic. London: Cambridge University Press.

Searle, John R. 1969. Speech Act: An Essay on the Philosophy of Language. New York:
Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai